Anda di halaman 1dari 3

Mengawal Moderasi Beragama Di Era Digitalisasi

Oleh : Sabarnuddin
Mahasiswa Pendidikan Sejarah UNP

Kemajuan zaman yang kian meningkat merambah hingga mempermudah berbagai aktivitas
manusia , khususnya generasi muda yang dilanda “demam Digital” dalam segala lini
kehidupannya. Hari ini hingga masa yang akan datang akan terus bermunculan berbagai
teknologi yang akan mengalahkan teknologi masa kini yang tengah kita rasakan. Kehidupan
bermasyarakat terus berubah seiring dengan melesatnya media dan teknologi mutakhir yang
menjadikan semua hal serba instan, terutama hal hal yang nantinya akan saling bersinggungan
yakni keberagamaan dan moralitas bangsa yang hadir di era puncaknya teknologi. Hal ini
menjadi problem baru dalam keberagaman serta kemajemukan dalam bingkai Indonesia.

Di mulai sejak tahun 2019 oleh Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin Pada waktu itu yang
berhasil memasukkan Kebijakan Moderasi Beragama dalam Rencana Pembangunan Menengah
Nasional (2020-2024). Hal tersebut ditandai dengan peluncuran “Buku Putih” Berjudul Moderasi
Beragama. Kisahnya di mulai dari wejangan singkat dari Cendekiawan Muslim yang Baru saja
Menginggal Dunia pada Hari Minggu(18/09) di Kuala Lumpur, malaysia yaitu Prof. Dr.
Azyumardi azra, MA. Dalam testimoni yang disampaikan dalam takziah yang di adakan
IKAUIN jakarta oleh Mantan Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin Beliau mengatakan
“beliau merupakan sosok sang pengawal moderasi beragama yang konsisten dengan bidang nya
yakni Sejarah Perdaban Islam, Sekalipun beliau mampu menduduki kursi kursi strategis di
pemerintahan, namun tekadnya tetap dalam ranah Akademis dan ilmiah. Yang menjadikan beliau
sang panutan Dalam Saya dalam memperhatikan Moderasi Beragama sebagai kekuatan Bangsa
Indonesia Untuk menenyatukan Berbagai Perbedaan”

Sejak di luncurkan hingga saat ini Moderasi Beragama terus digaungkan sebagai highligth
dalam berbagai kegiatan Kementerian Agama maupun orasi –orasi yang disampaikan oleh para
tokoh politik, spiritual, intelektual, hingga akademisi. Pemahaman akan kebersamaan dalam
bingkai kebangsaan harus di kuatkan hingga mampu menyuburkan benih-benih persatuan. Hal
yang menjadi perhatian para tokoh bangsa akan masifnya gerakan terselubung cikal bakal
paparan radikalisme, anarkhisme , hingga Terorisme. Hingga tahun 2022 Direktur Badan
Nasional Pencegahan Terorisme Ahmad Nurwakhid menyebutkan Setidaknya 33 juta rakyat
indonesia terpapar Faham radikalisme dan yang rentan terkena faham ini Mahasiswa dan
Mahasiswi.

Tantangan Moderasi Beragama

Moderasi beragama mengalami jalan yang tidak mudah dalam perkembangan hingga saat ini,
masyarakat yang seharusnya mendapat sentuhan langsung dari kebijakan moderasi beragama
justru sering terabaikan dalam kehidupan sehari hari. Masyarakat yang justru mendapat perhatian
lebih dari para tokoh masyarakat yakni yang hidup dalam lingkungan pesantren, para pegawai,
serta para pendidik. Dalam prakteknya tidak salah seutuhnya namun gagasan akan moderasi
beragama diperuntukkan untuk kaum yang berpotensi akan bersinggungan langsung dengan
ranah keagamaan dan masyarakat awam. Seiring berjalannya waktu, masyarakat mulai
memahami akan pentingnya menghargai perbedaan dan memperkuat persaudaraan satu bangsa
yang dalam semangat perjuangan K. H . Hasyim As’ari dikenal “Hubbul wathhan Minal Iman”
Cinta tanah air bagian dari iman. Semangat jihad membela negara bagian dari keimanan itu terus
tertancap dalam dada kaum Nahlidyin yang takzim akan seruan K.H Hasyim As’ari dalam
memperjuangkan kemerdekaan dari belanda hingga jepang .

Permasalahan yang paling mendasar akan sulitnya menyadarkan masyarakat tentang pentingnya
moderasi beragama yaitu masih bercokolnya rasa lebih mengetahui dari yang lain. Sudah hal
lumrah dalam masyrakat indonesia  karena tingkat literasi yang jauh dari negara- negara maju.
Menurut data statistik dari UNESCO, dari total 61 negara, Indonesia berada di peringkat 60
dengan tingkat literasi rendah. Ini yang menjadi perahtian bersama teruatama bagi para pendidik
dan tokoh bangsa yang yang hari ini menduduki kursi pemerintahan. Negara akan maju dengan
meningkatnya literasi rakyatnya, namun yang terjadi justru negara ini jauh dari keberhasilan
membangun budaya membaca yang menjadi modal dalam menegakkan pundi- pundi kemajuan
bangsa ini.

Hal yang lebih memprihatinkan mengenai data survei terbaru pengguna internet rakyat indonesia
saat ini menembus 210 juta pengguna dari angka sebelumnya hanya 175 juta pengguna dan bila
di akumulasikan menjadi maka pengguna internet rakyat indonesia dari total keseluruhannya
ialah 77,02 %. Angka yang sangat fantastis bagi sebuah negara yang berkembang seperti
indonesia, namun hal ini juga harus di barengi dengan kemajuan literasi yang baik. Pola
masyarakat yang “cuek” dengan berbagai permasalahan yang terjadi di sekelilingnya menambah
lengkap perangkat benih kerusakan serta kemunduran generasi milenial dengan peristiwa di
sekitarnya.

Menjadi Alat Politik

Program pemerintah yang baik tentu akan menjadi penarik simpati masyarakat, namun ada hal
yang terjadi di balik suksesnya suatu program atau kebijakan yang dicanangkan pemerintah.
Tahun 2022 ini menjadi awal kampanye para elite politik yang punya kepentingan dalam
kontestasi pemilu 2024. Ranah nya kegiatan formal masyarakat harusnya tidak di isi dengan
kampanye para calon yang akan naik di pemilu mendatang, namun sudah menjadi hal yang biasa
melangsungkan kampanye terselubung dalam berbagai kegiatan masyarakat yang tidak ada
kaitannya dengan kamapnye politik. Bila ditelisik lebih jauh hampir disetiap rangkaian kegiatan
keagamaan di lingkuangan masyarakat yang mengundang orang banyak akan terlihat berbagai
poster ataupun “amplop” yang tersebar secara diam diam namun pasti oleh para tim sukses. Hal
ini harus nya menjadi evaluasi bagi pihak Badan Pengawas Pemilu dan masyarakat itu sendiri
yang menyaksikan hal itu terjadi. Ada banyak penyelewangan kekuasaan yang beradalih sebagai
orasi persatuan dan kerukunan antar umat beragama.

Refleksi Moderasi Beragama

Polarisasi yang telah terpatri dalam benak masyarkat akibat pemilu harus di sudai dengan
kembali menjadi rakyat biasa yang saling mengisi kebersamaan dalam bingkai kebangsaan.
Bangsa ini mampu melepaskan diri dari penjajahan karena kuatnya persatuan dan
mengenyampingkan perbedaan untuk satu tujuan yaitu kemerdekaan. Oleh karena itu ditengah
gencarnya informasi yang tersebar di media sosial yang mengarahkan kepada perpecahan dan
mempertajam perbedaan harus segera di hentikan dengan bijak dan arif. Ada abnyak cara yang
bisa kita perbuat untuk menguatkan pondasi persatuan dan kesatuan rakyat yang hari ini
dikotakotak kotakkan sesuai pilihan partai politik atai pilihan calon di pemilu mendatang. Mari
bersama membangun bangsa ini menjadi bangsa yang berkepribadian, berkemajuan , dan
moderat sebagaimana mimpi sang Proklamator Bung Karno yang memperkenalkan Indonesia
sebagai bangsa yang Besar yang memiliki berbagai keindahan dan keberagaman namun tetap
bersatu di Bawah bingkai Kebhinekaan.

Anda mungkin juga menyukai