Anda di halaman 1dari 17

PEMBAHASAN

A. Identitas Jurnal

1. Jurnal Utama

Judul Urgensi Penguatan Identitas Nasional dalam


Memghadapi Society 5.0 di Era Globalisasi
Jurnal Kalacakra

Penulis Aulia Zulfa, Fatma Ulfatun Najicha

Asal Penulis Universitas Sebelas Maret, Jl. Ir. Sutami No.36,


Kentingan, Kec. Jebres, Surakarta, Indonesia
Email
auliazulfalialijul@student.uns.ac.id,
fatmanajicha_law@staff.uns.ac.id
Volume Volume 03, Nomor 02, 2022

ISSN ISSN: p-ISSN 2723-7389 e-ISSN 2723-7397

Tahun 2022

Halaman 71 halaman

2. Jurnal Pembanding

Judul Internalisasi Nilai-nilai Pancasila dan Nasionalisme


Melalui Pendidikan Kewarganegaraan
Jurnal Educationist
Penulis Bunyamin Maftuh
Asal Penulis Universitas Pendidikan Indonesia

Email
diditbowo@yahoo.co.id
Volume Vol. II No. 2 Juli 2008
ISSN ISSN : 1907 - 8838

Tahun 2008
Halaman 144 halaman
B. Ringkasan Jurnal Utama

Abstrak

Seiring perkembangan zaman, tentu keadaan suatu negara semakin berubah.


Apalagi di tengah era globalisasi yang mana segala arus penyebaran informasi dan
kebudayaan dapat dengan mudah diakses. Globalisasi tak akan terlepas dari
perkembangan teknologi yang sangat berkaitan erat dengan era society 5.0. Dalam
menghadapi society 5.0, Indonesia tentu harus siap dengan segala dampak di masa
mendatang. Salah satu cara untuk meminimalisir dampak negative dan mengatasi
tantangan ini adalah dengan penguatan Identitas Nasional. Identitas nasional
merupakan jati diri bangsa yang penting dalam mencapai tujuan negara. Artikel
ini akan membahas Urgensi Penguatan Identitas Nasional dalam Menghadapi
Society 5.0 di Era Globalisasi dengan metode analisis dan kajian literatur dari
berbagai sumber.

Kata Kunci: Society 5.0, Globalisasi, Identitas Nasional

Pendahuluan

Seiring perkembangan zaman, tentu keadaan suatu negara akan semakin


berkembang. Perubahan akan terjadi di segala aspek kehidupan baik di bidang
politik, ekonomi, mau pun sosial budaya. Salah satu fenomena yang tidak dapat
dihindari adalah globalisasi. Globalisasi merupakan proses penyebaran
komponen-komponen baru dapat berupa kebudayaan, informasi, serta teknologi.
Globalisasi membuat sebuah negara mau tidak mau harus dengan sigap
menyaring segala arus informasi dan kebudayaan dari luar yang tersebar dengan
cepat karena dalam era globalisasi sendiri segala hal dapat diakses dengan mudah.
Hal ini bisa menjadi boomerang atau keuntungan bagi suatau negara, bahkan
mungkin keduanya sekaligus. Jika seluruh masyarakat di suatu negara mampu
mengidentifikasi dan menyeleksi berbagai efek buruk atau baik dari globalisasi,
tentu globalisasi akan menjadi hal yang menguntungkan dan mampu menciptakan
kemajuan progresif suatu negara di berbagai bidang. Sebaliknya, dampak buruk
dari globalisasi sendiri juga seperti tidak akan pernah lepas dari dinamika
kehidupan sosial. Dampak negatif ini dapat berupa pembauran kebudayaan yang
tidak sesuai dengan nilai dan ideologi suatu negara, bahkan mampu memunculkan
pemberontakan karena perbedaan prinsip.
Membicarakan globalisasi tentu tak akan terlepas dari perkembangan
teknologi yang semakin maju. Di era sekarang ini, dunia sudah dihadapkan
dengan kemudahan memanfaatkan teknologi dalam segala hal di berbagai
sektor, baik sektor perekonomian. pendidikan, bahkan pelayanan publik. Hal ini
akan sangat berkaitan dengan perkembangan revolusi industri 4.0 yang akan
berkembang menjadi society 5.0. Revolusi 4.0 ini adalah hasil dari kemajuan
teknologi yang memadukan segala sesuatu berkaitan dengan fisik, biologis, dan
digital (Hamdan, 2018). Revolusi industry 4.0 merupakan perubahan yang terjadi
secara cepat dalam pelaksanaan proses produksi dengan memanfaatkan teknologi
semakin maju.
Indonesia harus mampu menghadapi era society 5.0 seiring berkembangnya
zaman. Tidak menutup kemungkinan society 5.0 akan diterapkan Indonesia di
segala bidang terutam di bidang ekonomi dan Pendidikan. Kecanggihan
teknologi diharapkan dikuasai penuh dan dimanfaatkan secara maksimal untuk
meningkatkan kualitas hidup berkelanjutan. Mengacu pada hal ini, tentu akan
timbul dampak-dampak sosiologis yang bisa mengancam identitas bangsa
Indonesia sendiri. Budaya serta adat istiadat yang ada perlahan – lahan akan
semakin hilang dari peradaban masyarakat Indonesia karena digantikan dengan
teknologi yang lebih modern. Hal ini tentu mampu menggerus identitas nasional
bangsa.
Identitas nasional adalah sebuah ciri khas yang dapat dijadikan pembanding
atau pembeda suatau bangsa. Identitas nasional meliputi adat istiadat, kebudayaan,
serta simbol-simbol negara seperti UUD 1945 serta Bendera Merah Putih.
Identitas nasional merupakan local genius yang mampu menghadapi pengaruh
budaya asing di era globalisasi (Astawa, 2017). Identitas nasional dapat dimaknai
sebagai pandangan hidup serta jati diri bangsa yang bersifat dinamis agar
tercapinya cita – cita dan tujuan negara. Di tengah globalisasi dan perkembangan
society 5,0 ini lah identitas nasional menjadi hal yang penting untuk tetap
bertahan dan tidak mudah goyah dengan tantangan zaman.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam artikel ini adalah dengan studi
literatur dari berbagai sumber baik skripsi, jurnal, dan laporan yang sudah ada
sebelumnya. Teknik pengumpulan data dalam artikel ini adalah dengan analisis
terhadap literatur, buku – buku, kajian ilmiah, artikel ilmiah serta dari berbagai
sumber ilmiah yang memiliki keterkaitan erat dengan materi yang dibahas yaitu
urgensi penguatan identitas nasional dalam menghadapi society 5.0 di era
globalisasi.
Hasil dan Pembahasan .
Saat ini, banyak sekali kebudayaan atau kebiasaan yang berasal dari luas
negeri masuk ke Indonesia, dimana hal tersebut sangat berpengaruh pada
kehidupan bangsa apalagi semakin mudahnya orang – orang dalam mengakses
teknologi di era society 5.0. Sebagai contoh masuknya Korean wave, atau
kebudayaan korea yang saat ini menjadi ramai dibicarakan oleh usia remaja
sampai dewasa. Masuknya kebudayaan asing tentunya menjadi ancaman
tersendiri bagi identitas bangsa dengan penyebarannya yang sangat mudah dan
cepat melalui tekonologi yang ada. Beberapa hal yang perlu dilakukan sebagai
upaya menjaga kearifan lokal diantaranya, menumbuhkan kesadaran diri terhadap
budaya daerah.
Dimana dalam hal ini selain peran pemerintah yang membuat berbagai
proyek seperti pendidikan, pentas seni, dan lainnya sebagai upaya pelestarian
budaya, perlu juga adanya kesadaran diri yang harus dimiliki individu terhadap
kebudayaan daerahnya. Hal lainnya adalah mengajarkan budaya, atau
mengenalkan budaya daerah pada orang lain. Teknologi informasi yang
berkembang pesat tentunya memberikan dampak positif terhadap percepatan
perluasan informasi. Maka pengenalan budaya daerah terhadap masyarakat luas
menjadi mudah dan harus dilakukan. Pengenalan budaya ini pun, bukan hanya
perlu dilakukan untuk masyarakat dalam negeri, namun juga untuk masyarakat
luar negeri sekalipun. Hal lainnya adalah pandai untuk memilah hal positif
terhadap masuknya globalisasi yang mempengaruhi kebudayaan daerah sebagai
bentuk penguatan bodaya sendiri dan menghilangkan pengaruh buruk yang
mungkin terjadi akibat masuknya budaya asing dan pemanfaatan teknologi di era
society 5.0. Penguatan identitas nasional juga dapat meningkatkan kesadaran
kepada generasi muda betapa pentingnya identitas nasional dalam rangka
mewujudkan tujuan & cita - cita negara di era modernisasi dan perkembangan
IPTEK yang semakin maju apalagi memasuki era society 5.0.
Identitas nasional menurut Kaelan (2007), merupakan manisfestasi nilai-
nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan satu bangsa
(nation) dengan ciri-ciri khas, dan dengan ciri-ciri yang khas tadi suatu bangsa
berbeda dengan bangsa lain dalam kehidupannya. Nilai budaya yang terkandung
dalam sebuah identitas bangsa merupakan niai yang akan teru berkembang seiring
dengan sebuah tujuan bangsa untuk dapat maju. Kesadaran terhadap pentingnya
identitas nasional bagi seorang remaja dengan kondisi ilmu komunikasi dan
teknologi yang terus- menrus berkembang ini menjadi hal penting yang harus
dikembangkan sebagai bentuk mewujudkan tujuan dan cita-cita bangsa.
Hal yang paling utama adalah melakukan penguatan terhadap ideologi
bangsa yaitu Pancasila. Penerapan nilai Pancasila merupakan salah satu hal
penting yang harus dilakukan dan dimiliki seorang individu sebagai bentuk
kesadaran dirinya untuk tumbuh dan berkembang di suatu negara. Yang
selanjutnya adalah menumbuhkan rasa nasionalisme. Nasionalisme merupakan
kesadaran diri terhadap kondisi bahwa setiap warga yang menjadi bagian dari
suatu negara memiliki kewajiban untuk mencintai negaranya (Parmanto, 2012).
Dalam hal ini, menanamkan rasa cinta tanah air merupakan hal yang penting
sebagai bentuk upaya meningkatkan kesadaran diri terhadap identitas nasional.
Hal selanjutnya adalah pemanfaatan situs jejaring social. Seiring
perkembangan IPTEK yang terus menerus dengan era modernisasi tentunya
sebuah informasi dari berbagai sumber dapat diakses secara umum di berbagai
wilayah negara. Kebijakan sseorang dalam penggunaan jejaring social, contohnya
untuk memperkenalkan budaya bangsa sendiri ke kalangan masyarakat kuat
menjadi hal yang penting untuk dilakukan seorang individu. Berbagai platform
yang ada tentunya dapat dimanfaatkan dengan baik berdasarkan kreativitas
seseornag untuk menciptakan konten edukasi terhadap kebudayaan ataupun
ideologi bangsa sebagai bentuk rasa nasionalisme.
Tetap bangga terhadap bangsa sendiri di samping berbagai macam
kebudayaan asing hingga produk luar yang merajalela merupakan hal yang harus
dilakukan memasuki era modernisasi society 5.0. Perasaan bangga adalah sebuah
rasa yang dimiliki seorang individu ketika mengetahui atau menghadapi situasi
yang memberikan dampak positif atau memiliki output positif terhadap sirinya.
Berbagai macam dampak yang terjadi akibat globalisasi yang mempengaruhi
kebudayaan negara tentunya memunculkan berbgai permasalahan dimasyarakat.
masuknya kebudayaan asing ini juga tentunya dibarengi dengan masuknya
teknologi, serta berbagai produk yang bertujuan untuk menaarik minat masyarakat
di suatu negara. Namun perlu digaris bawahi juga bahwa globalisasi juga
memberikan dampak yang positif terhadap kemajuan negara, seperti teknologi
informasi yang memudahkan akses keseluruh penjuru negri dan berdampak pada
cepatnya informasi yang dibagikan.
Dalam hal ekonomi, globalisasi juga memiliki pengaruh terhadap produksi
dan penjualan barang. Dimana terdapat adanya ekspor barang yang berguna
sebagai penignkatan penghasilan negara. Indonesia sendiri berhasil menjadi
negara penghasi minyak terbesar didunia yang memiliki profit besar untuk
penghasilan negara. Sebagai negara kepulauan, Indonesia juga menjadi negara
dengan destinasi wisata yang menarik banyak pengunjung dari negara asing.
Berbagai hal tersebut menjadikan warga negara harus memiliki sikap berbangga
terhadap banyak hal yang dilakukan dan dihasilkan oleh negara yang mempu
menjadi branding negara ditengah globalisasi yang menyebabkan mudahnya akses
masuk kebudayaan asing.
Sikap bangga ini ditimbulkan karena adanya rasa cinta tanah air dan upaya
untuk mempertahankan kearifan lokal serta identitas negara agar memiliki
kesadaran untuk merasa bangga terhadap negaranya dibanding berlomba untuk
membeli produk atau keinginan untuk berkunjung ke negara laintanpa keinginan
untuk memperkenalkan budaya sendiri ke masyarakat luar. Selain itu, identitas
nasional juga mampu eksistensi dan penguatan semboyannegara bhinekka tunggal
ika. Masuknya teknologi informasi dan komunikasi pada era modernisasi ini
memberikan dampak pula pada kesadaran generasi muda atau kesadaran
masyarakat akan pentingnya mengingat semboyan negara yaitu bhinekka tunggal
ika.
Bhinekka tunggal ika berarti berbeda-beda tetapi tetap satu. Nyoman
Pursika (2009) dalam jurnal Kajian Analitik Terhadap Semboyan “Bhinneka
Tunggal Ika” menyatakan bahwa Bhinneka Tunggal Ika merupakan cerminan
keseimbangan antara cerminan keseimbangan antara unsur perbedaan yang
menjadi ciri keanekaan dengan unsur kesamaan yang menjadi ciri kesatuan.
Dibentuknya semboyan ini didasari keberagaman suku bangsa maupun
kepercayaan yang ada di negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau.
Dengan perkembangan teknologi yang memudahkan akses informasi ke
penjuru daerah maupun negeri ini, tentunya tetap harus dilakukan upaya
kesadaran diri terhadap adanya keberagaman, dimana setiap individu darus tetap
memiliki rasa peduli dan saling menghargai antar sesame manusia, meskipun
berasal dari suku atau pun ras yang berbeda-beda. Pemerintah juga melakukan
beberapa upaya untuk menjaga kebhinekaan bangsa, salah satunya dengan
melakukan pemerataan terhadap fasilitas. Seperti pemerataan jaringan atau wifi ke
desa terpencil yang sebelumnya mengalami kesulitan terhadap jaringan, ataupun
memberikan sosialisasi kepada msyarakat luas atas pentingnya menjaga
kebhinekaan dengan memberikan literasi digital. Karena diketahui bahwa saat ini,
masyarakat belum cukup bijak dalam menggunakan social media.
Diketahui bahwa rasisme, atau tindakan yang mencela orang lain masih
marak terjadi di lingkup social media yang tentunya didasari minimnya kesadaran
akan pentingnya saling enghargai sesame warga negara ditengah perbedaan.
Literasi digital dapat dikatakan sebagai cara efekktif yang dapat dilakukan
ditengah society 5.0 ini karena akan memiliki dampak yang cukup signifikan
mengingat perkembangan teknologi yang semakin pesat dan memiliki risiko sulit
terkontrolnya akses penggunaan berbagai platform media sosial.

Kesimpulan
Penguatan identitas nasional tentu sangat penting bagi suatu negara apalagi
dalam menghadapi tantangan globalisasi serta era society 5.0. Beberapa hal yang
penting adalah mencakup tentang rasa nasionalisme serta pertahanan negara.
Yang pertama adalah terkait penguatan identitas nasional sebagai upaya
menjaga kearifan lokal di tengah derasnya arus internasional dan kemajuan
teknologi. Sebagai warga dari sebuah negara, menjaga keutuhan negara menjadi
sebuah kewajiban. Kemajuan teknologi informasi dan kumunikasi, juga
globalisas yang semakin meluas, menyebabkan ancaman bagi identitas negara.
Hal penting lainnya sebagai dampak dari penguatan identias nasional
adalah meningkatkan kesadaran kepada generasi muda betapa pentingnya
identitas nasional dalam rangka mewujudkan tujuan dan cita-cita
negara di era modernisasi dan perkembangan IPTEK yang semakin maju. Selain
itu, penguatan identitas nasional juga sangat penting untuk meningkatkan rasa
bangga terhadap bangsa sendiri di samping berbagai macam kebudayaan asing
hingga produk luar yang merajalela serta menjaga eksistensi dan penguatan
semboyan negara bhinekka tunggal ika.

C. Ringkasan Jurnal Pembanding

Pendahuluan

Pendidikan yang rendah menyebabkan kemampuan mengembangkan


teknologi persenjataan pun lemah, sehingga kalah jauh dari persenjataan milik
penjajah. Pendidikan yang rendah, juga menyebabkan kepemimpinan perjuangan
hanya bergantung pada kharisma seorang pemimpin, yang ketika ia meninggal
perjuangan pun terputus karena tidak ada kader yang melanjutkan perjuangannya.
Pendidikan yang rendah, menyebabkan wawasan berfikir pun menjadi sempit.
Wawasan yang sempit menjadi penyebab para pejuang hanya berfikir dan
berjuang untuk suku atau daerahnya masing- masing. Mereka belum terbuka,
bahwa perjuangan dapat dilakukan secara bersama-sama. Rasa kebangsaan atau
nasionalisme sampai akhir abad ke-19 masih belum tumbuh.

Ketika sebagian kecil bangsa Indonesia sudah mulai bersentuhan dengan


pendidikan moderen pada pertengahan abad ke-19, sedikit demi sedikit, terbuka
wawasan berfikir bangsa Indonesia. Dari kalangan rakyat Indonesia terdidik yang
jumlahnya masih terbatas itu rasa kebangsaan atau nasionalisme dan kesadaran
untuk bersatu dalam perjuangan mulai muncul dan disebarluaskan. Pendidikan
ternyata begitu besar pengaruhnya untuk membuka fikiran dan kesadaran akan
rasa persatuan, rasa kebangsaan, dan rasa kecintaan pada tanah air. Kalangan
terdidiklah yang mampu merintis rasa kebangsaan atau nasionalisme ini pada
masa Kebangkitan Nasional 1908. Di awal abad ke-20, dapat dikatakan fase
pertama tumbuhnya nasionalisme bangsa Indonesia. Kaum terdidik lebih
menegaskan rasa nasionalisme itu pada Sumpah Pemuda 1928, serta semakin
mengukuhkannya melalui Proklamasi Kemerdekaan 1945.

Saat-saat yang sangat penting di sekitar Proklamasi Kemerdekaan, adalah


ditetapkannya Pancasila sebagai dasar negara bagi negara kebangsaan Republik
Indonesia. Pancasila yang saat itu merupakan kesepakatan politik yang luhur dari
berbagai komponen bangsa mampu mewadahi nilai-nilai nasionalisme dan nilai-
nilai dasar lainnya.

Hasil dan Pembahasan

Tantangan yang Dihadapi

Setelah enam puluh tiga tahun merdeka dan seratus tahun kebangkitan
nasional saat ini, kita masih menghadapi berbagai tantangan yang berkaitan
dengan upaya implementasi nilai-nilai dasar Pancasila dan nasionalisme pada
bangsa Indonesia. Pertama, nilai-nilai Pancasila sepertinya masih belum
membumi, masih belum diamalkan secara baik oleh bangsa Indonesia. Pancasila
seakan hanya menjadi simbol saja, tanpa terimplementasi secara nyata baik pada
tataran kehidupan kenegaraan maupun pada tataran kehidupan masyarakat.
Kedua, kehidupan masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda pada era
globalisasi ini mendapat pengaruh yang sangat kuat dari nilai- nilai budaya luar,
sehingga mulai banyak sikap dan perilaku yang tidak sejalan dengan nilai-nilai
Pancasila. Ketiga, nilai-nilai nasionalisme pun oleh sebagian pihak dipandang
mengalami erosi pada saat ini, terutama di kalangan generasi muda (Triantoro,
2008).
Keempat, berkembangnya paham keagamaan yang tidak memandang penting
nasionalisme dan negara kebangsaan Indonesia, dan lebih memandang penting
universalisme. Pendukung paham ini juga menolak demokrasi sebagai sebuah
sistem pemerintahan yang dipandang baik dan pada ujungnya tidak memandang
Pancasila sebagai sebuah ideologi yang penting dan tepat bagi bangsa kita. Paham
ini bukan hanya berkembang di masyarakat, tetapi juga berkembang di kalangan
mahasiswa di perguruan tinggi; dan
Kelima, masih perlu dipertanyakan peran pendidikan baik pada jalur
pendidikan formal maupun nonformal dalam menginternalisasikan nilai-nilai
Pancasila, termasuk nilai-nilai nasionalisme kepada bangsa Indonesia, khususnya
kepada generasi muda.
Revitalisasi Peran PKn

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, di Indonesia, sejak tahun 1960


Pendidikan Kewarganegaraan (Civics) merupakan mata pelajaran wajib di semua
jenjang pendidikan dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Sejak saat itu
pula, Pendidikan Kewarganegaraan sebagai mata pelajaran, selalu ada dalam
kurikulum yang berlaku dan dalam undang-undang sistem pendidikan nasional.
Dalam dua undang-undang sistem pendidikan nasional terakhir, yaitu UU No. 2
tahun 1989 dan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Pendidikan Kewarganegaraan selalu dinyatakan sebagai program atau mata
pelajaran yang harus ada pada setiap jenjang pendidikan, dari sekolah dasar
sampai dengan perguruan tinggi.

Jika dianalisis, perkembangannya sejak tahun 1960 sampai dengan sekarang,


Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia sangat tergantungpada konteks politik.
Pendidikan kewarganegaraan di Indonesia tidak dapat bebas dari pengaruh rezim
politik yang memerintah. Kemauan politik dari pemerintah, seringkali tercermin
pada tujuan dan isi Pendidikan Kewarganegaraan. Pendidikan Kewarganegaraan
seringkali merupakan mandat politik dan alat ideologi rezim. Sebagai akibatnya,
Pendidikan Kewarganegaraan berubah ketika rezim politik berubah (Bunyamin,
1990; Winataputra, 1999).
Pada masa reformasi rekarang ini, Pendidikan Kewarganegaraan tampaknya
perlu dilakukan revitalisasi dan reorientasi, baik menyangkut tujuan, misi,
kompetensi yang diharapkan, materi, pendekatan dan strategi pembelajarannya.
Dengan revitalisasi dan reorientasi ini, diharapkan Pendidikan Kewarganegaraan
tidak terjebak lagi menjadi program indoktrinasi politik penguasa. PKn
diharapkan lebih mampu menjadi program pendidikan yang secara teoritis,
konseptual, dan praksis memiliki konsistensi atau keajegan sebagai pembina
warganegara yang baik dan demokratis dengan meminimalisasi pengaruh mandat
politik rezim yang berkuasa.
Jadi pada era Reformasi saat ini, ada keinginan baru untuk mereformasi mata
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia agar kurang bergantung pada
pengaruh politik. Selanjutnya Pendidikan Kewarganegaraan Indonesia yang baru
didasarkan pada pengetahuan ilmiah dan nilai-nilai demokratis universal dan juga
nilai-nilai Indonesia asli yang lebih stabil dari pada perubahan politik.
Dengan tuntutan perkembangan masyarakat dan kehidupan bernegara yang
demikian maju dengan segala tantangannya, Pendidikan Kewarganegaraan
tampaknya perlu memperluas misinya dari sekedar pendidikan politik. Pendidikan
Kewarganegaraan pada masa sekarang ini memiliki misi sebagai berikut:
a. PKn sebagai pendidikan politik, yang berarti program pendidikan ini
memberikan pengetahuan, sikap dan keterampilan kepada siswa agar
mereka mampu hidup sebagai warga negara yang memiliki tingkat
kemelekan politik (political literacy) dan kesadaran berpolitik (political
awareness), serta kemampuan berpartisipasi politik (political
participation) yang tinggi.

b. PKn sebagai pendidikan nilai (value education), yang berarti melalui PKn
diharapkan tertanam dan tertransformasikan nilai, moral, dan norma yang
dianggap baik oleh bangsa dan negara kepada diri siswa, sehingga
mendukung bagi upaya nation and character building. Dalam hal ini,
nilai- nilai Pancasila tetap harus menjadi rujukan utama dalam upaya
pendidikan nilai ini.
c. PKn sebagai pendidikan nasionalisme, yang berarti melalui PKn
diharapkan dapat ditumbuhkan dan ditingkatkan rasa kebangsaan atau
nasionalisme siswa, sehingga mereka lebih mencintai, merasa bangsa, dan
rela berkorban untuk bangsa dan negaranya.
d. PKn sebagai pendidikan hukum, yang berarti bahwa program pendidikan
ini diarahkan untuk membina siswa sebagai warga negara yang memiliki
kesadaran hukum yang tinggi, yang menyadari akan hak dan
kewajibannya, dan yang memiliki kepatuhan terhadap hukum yang tinggi.
e. PKn sebagai pendidikan multikulural (multiculutal education), yang berarti
PKn diharapkan mampu meningkatkan wawasan dan sikap toleran siswa
dan mahasiswa untuk hidup dalam masyarakatnya yang multikutural.
f. PKn sebagai pendidikan resolusi konflik (conflict resolution education),
yang berarti PKn membina siswa dan mahasiswa untuk mampu
menyelesaikan konflik secara konstruktif.
Dengan melihat misi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang demikian
luas, maka tujuan PKn pun perlu lebih diperluas pula. Tujuan Pendidikan
Kewarganegaraan (civic education atau citizenship education) secara teoritis
adalah untuk mendidik para siswa menjadi warga negara yang baik dan
bertanggung jawab yang dapat berpartisipasi secara aktif dalam masyarakat yang
demokratis.
Dalam penjelasan Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan
dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki
rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Apa yang dimaksudkan atau ditujukan oleh
Pendidikan Kewarganegaraan menurut undang-undang itu ternyata sangat
sederhana, yang hanya memuat dua kompetensi yang harus dimiliki warga negara,
yakni rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Tujuan ini tentu sangat relevan
dengan upaya pembinaan nilai- nilai nasionalisme. Namun tujuan seperti ini
masih belum menggambarkan tujuan Pendidikan Kewarganegaraan yang ideal
dan komprehensif yang sesuai dengan tuntutan masa kini.
T u j u a n Pendidikan Kewarganegaraan yang lebih jelas, lebih lengkap dan
lebih komprehensif dapat kita temukan pada pendapat beberapa pakar dan
organisasi profesi pendidikan. Menurut pendapat The National Curriculum
Council (Edwards and Fogelman, 2000:94), Pendidikan Kewarganegaraan
(Education for Citizenship) bertujuan mengembangkan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang diperlukan untuk menggali, membuat keputusan
yang berpengetahuan, dan melaksanakan hak dan kewajiban dalam suatu
masyarakat yang demokratis.
Sementara itu, Sanusi (1999) menyatakan bahwa fungsi dan tujuan
pendidikan kewarganegaraan ialah membuka peluang seluas- luasnya bagi para
warga negara, menyatakan komitmennya dan menjalankan perannya yang aktif,
untuk belajar mendewasakan diri, khususnya mengenai hubungan hukum, moral
dan fungsional antara para warga negara dengan satuan-satuan organisasi negara
dan lembaga-lembaga publik lainnya. Sosok warganegara yang baik yang ingin
dihasilkan oleh Pendidikan Kewarganegaraan menurut Sanusi adalah warganegara
yang merdeka yang tidak jadi beban bagi siapapun, yang melibatkan diri dalam
kegiatan belajar, memahami garis besar sejarah, cita-cita dan tujuan bernegara,
dan produktif dengan turut memajukan ketertiban, keamanan, perekonomian, dan
kesejahteraan umum.
Dalam kondisi masyarakat Indonesia yang pluralistik, yang sering diterpa
oleh konflik sosial, dibutuhkan warganegara yang memiliki karakteristik pribadi
yang kuat yang dapat hidup secara fungsional pada masa globalisasi yang sangat
kompetitif. Cogan dan Derricot (1998) mengemukakan adanya delapan
karakteristik yang perlu dimiliki warganegara pada masa kini yaitu: (1)
kemampuan mengenal dan mendekati masalah sebagai warga masyarakat global;
(2) kemampuan bekerjasama dengan orang lain dan memikul tanggung jawab
atas peran atau kewajibannya dalam masyarakat; (3) kemampuan untuk
memahami, menerima, dan menghormati perbedaan-perbedaan budaya; (4)
kemampuan berpikir kritis dan sistematis; (5) kemauan untuk menyelesaikan
konflik dengan cara damai tanpa kekerasan; (6) kemauan mengubah gaya hidup
dan kebiasaan konsumtif untuk melindungi lingkungan; (7) memiliki kepekaan
terhadap hak asasi dan mampu untuk mempertahankannya (seperti hak kaum
wanita, minoritas etnis, dsb); dan (8) kemauan dan kemampuan berpartisipasi
dalam kehidupan politik pada tingkatan lokal, nasional, dan internasional.
Dalam kaitannya dengan upaya membina siswa menjadi warga negara yang
baik dan bertanggung jawab, para siswa harus mampu memecahkan masalah
mereka sendiri dan masalah masyarakatnya, termasuk memecahkan masalah
konflik antarpribadi dan antarkelompok, dalam cara- cara yang damai dan
demokratis. Parker (1996:12) mengingatkan kita bahwa sebenarnya ada banyak
kemungkinan bagi siswa untuk mengalami hidup dalam demokrasi yang nyata di
lingkungan sekolah mereka, seperti di kelas yang heterogen, di tempat bermain, di
ruangan olah raga dan pada kegiatan- kegiatan ekstrakurikuler. Dalam situasi
seperti ini, Pendidikan Kewarganegaraan dapat memainkan peran dalam mendidik
siswa untuk terlibat dalam memecahkan masalah termasuk masalah-masalah
konflik pada kehidupan sekolah dan kehidupan sosial sehari- hari.
Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan Pendidikan
Kewarganegaraan yang sesuai untuk masa kini adalah adalah membina
warganegara Indonesia yang baik, yakni warganegara yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang memiliki jiwa yang merdeka, memahami
dan menjalankan hak dan kewajiban dengan baik, memiliki rasa kebangsaan dan
cinta tanah air, memiliki kepekaan dan tanggung jawab sosial, berjiwa demokratis,
mampu menghargai perbedaan etnis, budaya dan agama, mampu berfikir kritis,
sistematis, kreatif, dan inovatif, mampu mengambil keputusan dan memecahkan
masalah secara demokratis, menyelesaikan konflik secara damai tanpa kekerasan,
mematuhi hukum, berdisiplin, menghargai lingkungan hidup, dan mampu
berpartisipasi secara cerdas dalam kehidupan politik lokal, nasional, dan global.
Kesimpulan

Secara historis, pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam


menumbuhkan kesadaran kebangsaan atau nasionalisme pada bangsa Indonesia.
Pendidikan pada saat ini, juga masih tetap diharapkan memainkan peran strategis
dalam membinakan dan meningkatkan nilai-nilai Pancasila dan nilai-nilai
nasionalisme kepada generasi muda. PKn sebagai mata pelajaran yang memegang
peranan penting, baik di tingkat persekolahan maupun perguruan tinggi dalam
membina nilai-nilai Pancasila dan nasionalisme. Namun, dalam masa-masa yang
lalu, PKn selalu mendapat pengaruh yang kuat dari kepentingan politik, bahkan
dapat dikatakan menjadi mandat politik dari penguasa saat itu, sehingga baik misi,
orientasi, tujuan, dan materinya sering berubah sesuai dengan perubahan politk
yang terjadi. PKn yang diharapkan saat ini perlu memperluas misinya bukan
sekedar sebagai pendidikan politik, melainkan juga sebagai pendidikan nilai,
pendidikan nasionalisme, pendidikan demokrasi, pendidikan hukum,
pendidikan multikultural dan pendidikan resolusi konflik.

PKn pun perlu menggunakan interpretasi maksimal, yang berarti PKn mesti
mengembangkan kemampuan kritis dan reflektif, kemerdekaan fikiran tentang
isu-isu sosial, dan kemampuan untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses
sosial dan politik. Oleh karena itu, dengan interpretasi maksimal, PKn bukan
sekadar melaksanakan tradisi transmisi nilai-nilai kewarganegaraan (citizenship
transmission), tetapi juga mestinya lebih bersifat reflective inquiry, yang berarti
mendidik siswa untuk secara kritis mengkaji dan memecahkan permasalahan
kemasyarakatan, serta menerapkan nilai-nilai Pancasila dan nasionalisme dengan
penuh keyakinan.
Dalam membinakan nilai-nilai Pancasila dan nasionalisme, PKn juga perlu
menggunakan secara terintegrasi pendekatan pendidikan nilai secara langsung,
yang didasari oleh perspektif sosialisasi, dan pendekatan pendidikan nilai secara
tidak langsung, yang didasari oleh perspektif sosialisasi. Pembelajaran PKn pun
hendaknya memiliki kekuatan (powerful), yakni pembelajaran PKn yang
bermuatan nilai, bermakna, aktif, terpadu, mengundang kemampuan berfikir
tingkat tinggi, demokratis, menyenangkan, efektif, efisien, kreatif, melalui belajar
dengan bekerja sama (cooperative learning), dan mengundang aktivitas sosial.
Dengan menggunakan kedua pendekatan itu, secara terintegrasi dan didukung
oleh suasana pembelajaran yang memiliki kekuatan seperti di atas, maka
diharapkan para siswa dapat menerima dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila dan
nasionalisme dengan penuh nalar dan keyakinan.
ANALISIS JURNAL

A. Kelebihan dan Kelemahan Jurnal Utama

1. Kelebihan Jurnal Utama

Pendahuluan dipaparkan dengan lengkap materi apa saja yang ingin


diselesaikan pada jurnal penelitian ini. serta pada pendahuluan
memaparkan urgensi penguatan identitas nasional dalam memghadapi
society 5.0 di era globalisasi dan metode pemecahan masalah berdasarkan
masalah agar tercapai tujuan pembelajaran dengan meningkat. Keunggulan
pada metode jelas memaparkan metode apa saja yang digunakan oleh
peneliti mulai dari populasi, sampel dan siklus yang digunakan lengkap
dengan skema dan tahapan-tahapan dalam penelitian. Dan pada hasil dan
pembahasan peneliti memaparkan nilai yang dihasilkan oleh peneliti.

2. Kelemahan Jurnal Utama

Peneliti kurang memaparkan secara jelas hasil dan pembahasan


penelitian. Seharusnya peneliti hasil data yang didapat diuji lebih
mendalam lagi. Selain itu, peneliti tidak memaparkan bagaimana aktivitas
itu meningkat.

B. Kelebihan dan Kelemahan Jurnal Pembanding

1. Kelebihan Jurnal Pembanding

Ada banyak pengertian yang mendukung materi yang dikutip dari


berbagai ahli yang menunjukkan bahwa materi tersebut benar adanya.
Pembahasan terhadap hasil/ temuan memang relevan. Kesimpulan jelas,
singkat, padat dan merefleksikan temuan/ hasil penelitian.
2. Kelemahan Jurnal Pembanding

Masih ada terdapat kesalahan dalam tanda baca dan salah pengetikkan
kalimat dan penjabaran teori kurang diperjelas.

Anda mungkin juga menyukai