Anda di halaman 1dari 3

EKSISTENSI SANTRI DI ERA DIGITAL

(Sella Nurhilmah_Ponpes Miftahul Huda Bojongkoneng)

“SANTRI” yang terlintas di dalam pikiran ketika mendengar kata SANTRI yaitu
seseorang pake sarung dan peci dan tinggal di asrama pesantren. Istilah Santri
sudah sangat familiar di Indonesia, banyak yang memberi pengertian dan
menafsirkan kata Santri. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) Santri disebut sebagai orang yang mendalami agama Islam, orang yang
berpegang teguh pada hadis serta teguh pada pendiriannya dalam menuntut Ilmu
agama. Jadi, santri memang sosok istimewa yang mencerminkan karakter seorang
muslim dalam akhlak maupun ilmu. Santri kini lebih dikenal apalagi setelah
ditetapkannya 22 Oktober Sebagai Hari Santri Nasional di Indonesia melalui
Keputusan Presiden No.22 Tahun 2015 dengan menghimpun kekuatan yang
dikenal “RESOLUSI JIHAD” sebagai bentuk perlawanan kepada penjajahan
(colonial).

“ERA DIGITAL” adalah masa ketika informasi mudah dan cepat diperoleh serta
disebarluaskan melalui tenologi digital. Banyak anggapan bahwa santri
mempunyai label tradisional yang notabenenya kaum terbelakang. Namun Pak
Gusdur mempunyai pemikiran modern, meskipun begitu pak Gus Dur tidak
meninggalkan tradisi dan kebudayaan tradisional. Kecenderungan kita hidup di
era globalisasi artinya kita harus menawarkan blokalisasi. Hidup di era digital
dimana semua tidak ada jarak, yang jauh pun akan terasa dekat.

Teknologi digital merupakan suatu tantangan bagi kita sebagai santri karena tidak
ada batasan jarak, santri harus berkompetisi melawan dengan media dari arah
kanan dan kiri.

Indonesia merupakan Negara multicultural dari segi budaya, ras, adat sampai
kepentingan politiknya. Dari keberagaman itulah yang menjadikan kita sebagai
santri harus berpikir kritis dan lebih cermat, karena dengan adanya keberagaman
banyak muncul radikalisme, toleransi dan pandangan lain. Kita sebagai kaum
santri harus bisa membentengi kesatuan dan persatuan Indonesia karena santri
merupakan budaya yang hanya ada di Indonesia.
Istilah digital atau lebih terkenalnya IoT (Internet of Thing) sebuah jaringan
internet yang perlahan – lahan menguasai setiap inci kehidupan kita. Artinya, kita
harus beradaptasi dan memepelajari arus teknologi yang semakin maju
perkembangannya, jika kita tidak mengimbangi maka kita akan tertinggal dan
dibodohi. Didalam dunia maya orang bebas mengekspresikan diri tanpa batas
apapun, bisa berjualan, bisa curhat, bisa pamer, juga bisa sebagai media info, yang
informasi apapun mudah tersebar di media social dibaca oleh siapapun dan
menyebar secepat kilat dan luar biasa.

Kemajuan teknologi dan digital ini bisa jadi kesempatan kita untuk
mengeksistensikan bahwa santri juga melek digital. Hal yang bisa dilakukan oleh
santri salah satunya yaitu memperdalam literatur santri sebagai penambah konten
berdakwah. Semua itu dapat dilakukan dengan cara memperdalam materi dan
mengangkat kajian kitab kuning. Digitalisasi kitab kuning kalau didokumntasikan
dengan baik akan berdampak positif yaitu memudahkan masyarakat awam dalam
mencari rujukan dalil saat mendapati masalah dalam kehidupan sehari – hari.
Dalam hal ini konten dakwah santri dapat digalakan sebagai rujukan masyarakat.

Salah satu bukti nyata eksistensi santri di dunia digital yaitu munculnya gerakan
ayo mondok yang berhasil menjadi trending topic di twitterland. Munculnya
gerakan ini sebagai realisasi Visi dan Misi Ketua Umum Tahfidziyah PBNU
KH.Said Aqil Siradj. Kemudian, menurut saya berlandaskan gerakan Ayo
Mondok tersebut, menunjukan bahwa berdakwah melalui dunia maya dan media
social menjadi salah satu alternatif yang harus digelorakan dan tidak bisa
diabaikan.

Kesimpulannya Santri – santri yang melek digital tentu akan memberikan efek
positif dalam menyampaikan nilai – nilai dan risalah Islam yang rahmatan lil
alamin. Saya berharap para santri dapat menjadi duta – duta digital, mulai
sekarang mari kita berpikir kreatif dan kritis serta mempersiapkan dan mengolah
materi dan menyajikannya dengan sajian yang baik dan menarik sehingga santri di
era digital tidak hanya dituntut sebagai santri alim tetapi juga mampu bersaing
dengan majunya teknologi dan mampu mengimbangi perkembangan zaman yang
semakin modern. Mengecapkan niat dengan semangat menggelorakan khas khas
kepesantrenan di dunia digital ikut mewarnai dunia maya dengan konten – konten
yang bermutu dan berbobot sehingga bisa jadi gerakan menuju kebangkitan santri
nusantara dan berharap para santri menjadi perekat persatuan Negara Kesatua
Republik Indonesia (NKRI).

Anda mungkin juga menyukai