Ringkasan Jurnal Kelompok 9
Ringkasan Jurnal Kelompok 9
PERILAKU ORGANISASI
DOSEN PENGAMPU
Prof. Dr. Elisabeth Siahaan, S.E., M.Ec.
OLEH
1. Ferdinand P. Ginting
2. Maulidina Yuliani (237019008)
3. Ainun Sakinah L. Tobing (237019011)
Kearifan lokal
Kearifan lokal merupakan nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang di masyarakat
lokal. Kearifan lokal dapat menjadi pedoman bagi masyarakat untuk menghadapi tantangan
dan peluang di era disrupsi.
Contoh:
Sikap gotong royong
Prinsip hidup sederhana
Kearifan dalam memanfaatkan alam
Kepedulian terhadap lingkungan
1. ERA DIGITAL
Budaya organisasi pada Revolusi Industri 4.0 mengalami perubahan signifikan akibat
perkembangan teknologi. Pada era Revolusi Industri sebelumnya, budaya organisasi masih
menggunakan paper-based dalam bekerja, namun sekarang sudah beralih menjadi digital-based. Hal
ini memungkinkan pegawai untuk bekerja secara fleksibel, baik dari segi waktu maupun tempat kerja,
karena teknologi dan internet dapat diakses dimanapun dan kapanpun. Perubahan ini juga
mempengaruhi kinerja karyawan, terutama generasi millennial yang banyak menjadi pekerja di era
Revolusi Industri 4.0. Oleh karena itu, perusahaan perlu mengembangkan budaya organisasi yang
adaptif dan inovatif agar dapat mengikuti perkembangan teknologi dan memenuhi kebutuhan
karyawan. Namun, perubahan budaya organisasi juga dapat menimbulkan tantangan, seperti kesulitan
dalam mengelola informasi dan data yang semakin banyak, serta risiko keamanan data yang semakin
tinggi. Oleh karena itu, perusahaan perlu memperhatikan aspek keamanan dan privasi data dalam
mengelola teknologi informasi. Secara keseluruhan, budaya organisasi pada Revolusi Industri 4.0
perlu dikembangkan dengan memperhatikan aspek fleksibilitas, adaptabilitas, inovasi, dan keamanan
data.
Hasil penelitian mengenai hubungan Revolusi Industri 4.0 terhadap budaya organisasi
menunjukkan bahwa variabel budaya organisasi memiliki hubungan dengan perkembangan Revolusi
Industri 4.0. Namun, jika dilihat dari segi kompetensi, variabel budaya organisasi tidak memiliki
hubungan yang signifikan. Budaya organisasi pada Revolusi Industri 4.0 mengalami perubahan
signifikan akibat perkembangan teknologi. Pada era Revolusi Industri sebelumnya, budaya organisasi
masih menggunakan paper-based dalam bekerja, namun sekarang sudah beralih menjadi digital-based.
Hal ini memungkinkan pegawai untuk bekerja secara fleksibel, baik dari segi waktu maupun tempat
kerja, karena teknologi dan internet dapat diakses dimanapun dan kapanpun. Perubahan ini juga
mempengaruhi kinerja karyawan, terutama generasi millennial yang banyak menjadi pekerja di era
Revolusi Industri 4.0. Oleh karena itu, perusahaan perlu mengembangkan budaya organisasi yang
adaptif dan inovatif agar dapat mengikuti perkembangan teknologi dan memenuhi kebutuhan
karyawan. Namun, perubahan budaya organisasi juga dapat menimbulkan tantangan, seperti kesulitan
dalam mengelola informasi dan data yang semakin banyak, serta risiko keamanan data yang semakin
tinggi. Oleh karena itu, perusahaan perlu memperhatikan aspek keamanan dan privasi data dalam
mengelola teknologi informasi. Secara keseluruhan, budaya organisasi pada Revolusi Industri 4.0
perlu dikembangkan dengan memperhatikan aspek fleksibilitas, adaptabilitas, inovasi, dan keamanan
data.
Sementara dari hasil jurnal yang lainnya menunjukkan bahwa budaya organisasi dan
digitalisasi saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain. Budaya organisasi yang inovatif dan
terbuka terhadap perubahan dapat mempengaruhi digitalisasi dengan mendorong penggunaan
teknologi baru dan pengembangan model bisnis yang lebih efisien. Sebaliknya, digitalisasi dapat
mempengaruhi budaya organisasi dengan memperkenalkan perubahan dalam cara kerja dan
mempengaruhi nilai-nilai dan norma organisasi. Selain itu, penelitian juga menunjukkan bahwa
budaya organisasi yang berfokus pada keberlanjutan lingkungan dapat mempengaruhi digitalisasi
dengan mendorong penggunaan teknologi yang lebih ramah lingkungan. Sebaliknya, digitalisasi dapat
mempengaruhi keberlanjutan lingkungan dengan memperkenalkan teknologi yang lebih efisien dan
ramah lingkungan. Namun, hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa hubungan antara budaya
organisasi dan digitalisasi tidak selalu positif. Beberapa faktor seperti resistensi terhadap perubahan,
kurangnya keterampilan digital, dan kurangnya dukungan dari manajemen dapat menghambat
digitalisasi. Secara keseluruhan, hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya organisasi dan
digitalisasi saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain. Untuk mencapai transformasi digital yang
sukses, perlu ada budaya organisasi yang inovatif dan terbuka terhadap perubahan, serta dukungan
manajemen dan keterampilan digital yang memadai.
2. ERA DISRUPSI
Era disrupsi telah merambah ke seluruh aspek kehidupan dunia dan mengubah peradaban dan
masyarakat secara signifikan. Salah satu tantangan terbesar di era disrupsi adalah seseorang harus
memiliki berbagai macam keahlian yang harus dikuasai karena perkembangan teknologi yang
semakin pesat. Menghadapi era disrupsi, manajemen perubahan saja tidak cukup, tetapi
menghadirkan inovasi yang berkelanjutan sudah menjadi kewajiban utama bagi perusahaan .
Disrupsi telah merambah ke segala aspek kehidupan, terutama budaya perusahaan. Disisi lain, era
disrupsi juga sangat berdampak pada setiap karyawan, terutama dengan adanya kesenjangan
antargenerasi antar karyawan perusahaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa era disrupsi menghadirkan tantangan bagi perusahaan baik
secara eksternal maupun internal. Tantangan eksternal meliputi munculnya kompetitor baru yang
lebih efisien dan efektif dengan teknologi baru yang mengubah lanskap bisnis. Tantangan
internal meliputi perubahan yang cepat dalam kehidupan digital dan kemungkinan penggantian
pekerjaan manusia oleh robot. Dalam menghadapi tantangan ini, budaya perusahaan memegang
peran penting dan harus bersinergi dengan strategi perusahaan.
Budaya perusahaan merupakan filosofi manajemen yang mengarahkan perilaku karyawan
perusahaan menuju tujuan yang diinginkan. Budaya perusahaan perlu dibangun dan
dipertahankan agar dapat menghadapi era disrupsi. PT. PLN Distribusi Bali menggunakan
budaya saling percaya, integritas, kepedulian, dan pembelajaran (SIPP) sebagai strategi untuk
menghadapi tantangan. Selain itu, perusahaan juga mengedepankan kode etik (code of
conduct/COC) perusahaan dan COC di lapangan untuk meminimalisir kesenjangan karyawan.
Dalam era disrupsi, budaya perusahaan dapat mempengaruhi pikiran, perasaan, interaksi, dan
kinerja karyawan. Budaya perusahaan perlu disesuaikan dengan perkembangan zaman dan nilai-
nilai masyarakat. Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa terdapat kesenjangan generasi antar
karyawan perusahaan yang dapat mempengaruhi kerja sama tim dan keterikatan emosional
karyawan. Oleh karena itu, perusahaan perlu memiliki kebijakan human capital yang berfokus
pada kesenjangan antar generasi.
Secara keseluruhan, penelitian ini menyimpulkan bahwa budaya perusahaan memegang peranan
penting dalam menghadapi era disrupsi. Dengan mempertahankan dan mengembangkan budaya
perusahaan yang sesuai dengan perkembangan zaman, perusahaan dapat meminimalisir
kesenjangan yang ada dan mencapai target perusahaan.
Sementara, pada jurnal yang lain hasil penelitian menunjukkan bahwa transformasi budaya
organisasi pada era disrupsi teknologi di PT Strategic Partner Solution dilakukan melalui tahapan
unfreezing, change, dan refreezing berdasarkan model Kurt Lewin. Tahap unfreezing melibatkan
penerimaan perubahan oleh seluruh anggota organisasi. Tahap change melibatkan implementasi
perubahan melalui pelaksanaan tugas dan kewajiban oleh seluruh anggota organisasi. Tahap
refreezing melibatkan integrasi sikap dan perilaku ke dalam budaya baru. Penelitian ini juga
menekankan pentingnya dukungan manajemen dalam menciptakan budaya organisasi yang baru.
Transformasi budaya organisasi ini dilakukan dengan mengoptimalkan penggunaan teknologi
dan peningkatan inovasi untuk mencapai digitalisasi.
3. ERA VUCA
Untuk membangun budaya organisasi yang efektif di era saat ini, organisasi perlu fokus pada faktor-
faktor berikut:
1. Komunikasi yang Jelas dan Transparan: Komunikasi yang sering, jelas, dan transparan sangat
penting untuk membangun budaya organisasi yang efektif. Pemimpin harus menggunakan
berbagai platform untuk berkomunikasi dengan karyawannya, termasuk pertemuan tim
kepemimpinan rutin, pertemuan semua pihak, pertemuan tingkat skip, dan sesi check-in tatap
muka dengan karyawan.
2. Fleksibilitas dan Kemampuan Beradaptasi: Organisasi harus mampu beradaptasi terhadap
perubahan lingkungan bisnis. Hal ini menuntut karyawan yang tangkas dan inovatif, serta
mampu berkomunikasi secara efektif untuk mengembangkan solusi bagi perkembangan
perusahaan.
3. Kecerdasan Emosional: Pemimpin harus cerdas secara emosional dan mampu beradaptasi
dengan perubahan lingkungan. Mereka harus mampu memfasilitasi perubahan menuju budaya
organisasi yang sehat.
4. Pelatihan dan Pengembangan: Mempromosikan pelatihan dan pengembangan dapat
membantu karyawan mengembangkan keterampilan baru dan beradaptasi dengan perubahan
dalam lingkungan bisnis.
5. Tim yang Mendukung dan Responsif: Membangun tim yang suportif dan responsif sangat
penting untuk kesuksesan di era saat ini. Hal ini menuntut individu untuk saling percaya dan
menghormati, memiliki keterampilan manajemen waktu yang baik, dan memiliki struktur
organisasi yang jelas.
6. Budaya Organisasi yang Kuat: Budaya organisasi yang kuat adalah kunci untuk mencapai
kesuksesan di era saat ini. Budaya perusahaan adalah tulang punggung organisasi yang
sukses. Ini mempengaruhi tindakan karyawan, pengambilan keputusan, dan kinerja secara
keseluruhan.
Singkatnya, untuk membangun budaya organisasi yang efektif di era saat ini, organisasi perlu fokus
pada komunikasi yang jelas dan transparan, fleksibilitas dan kemampuan beradaptasi, kecerdasan
emosional, pelatihan dan pengembangan, tim yang suportif dan responsif, serta budaya organisasi
yang kuat. Perusahaan seperti Disney, Zoom, dan Patagonia adalah contoh organisasi yang bagus
dengan budaya yang kuat.
Budaya organisasi yang efektif dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap perilaku
karyawan dan kinerja perusahaan. Berikut beberapa contoh bagaimana budaya organisasi yang efektif
dapat berdampak pada organisasi:
PERTANYAAN 5 : SAAT INI, DI ERA DIGITAL, ERA DISRUPSI, DAN ERA VUCA
DIKATAKAN BAHWA BUDAYA ORGANISASI YANG EFEKTIF ADALAH SISTEM
ATURAN TATA NILAI YANG DIBUTUHKAN, MENGAPA?
Budaya organisasi yang efektif dikatakan sebagai sistem aturan, nilai, dan norma yang diperlukan di
era digital, era disruptif, dan era VUCA. Hal ini karena budaya organisasi yang kuat dapat membantu
organisasi untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan bisnis, mendorong inovasi, dan
meningkatkan keterlibatan dan produktivitas karyawan.
Berikut beberapa alasan mengapa budaya organisasi yang efektif dianggap sebagai sistem aturan,
nilai, dan norma:
Untuk membangun budaya organisasi yang efektif di era disrupsi, organisasi perlu fokus pada
langkah-langkah berikut:
1. Make Culture Personal (Jadikan Budaya Pribadi) : Budaya tempat kerja merupakan
cerminan langsung dari nilai-nilai organisasi baik di tingkat kelompok maupun individu.
Untuk mengembangkan budaya pemenang, setiap orang perlu memiliki pola pikir bersama
mengenai tanggung jawab pribadi atas keterlibatan, kinerja, dan pengembangan mereka
sendiri.
2. Include Everyone in the Dialogue (Libatkan Semua Orang dalam Dialog) : Untuk memiliki
budaya yang berkembang, para pemimpin perlu menumbuhkan tujuan bersama dengan
melibatkan karyawan dalam dialog. Keputusan besar perlu melibatkan semua orang di
organisasi, termasuk manajemen eksekutif. Menciptakan dialog autentik yang berkelanjutan
antara pimpinan dan karyawan dapat membantu membangun budaya kepercayaan dan
kolaborasi.
3. Define Digital Culture (Definisikan Budaya Digital) : Budaya yang ditransformasikan secara
digital memerlukan pendekatan berbeda terhadap kepemimpinan, interaksi karyawan, proses,
dan operasional. Sebuah laporan oleh MIT dan Capgemini mengidentifikasi hal-hal berikut
ini sebagai atribut utama dalam mengadopsi budaya yang mengutamakan digital: berpusat
pada pelanggan, inovasi, pengambilan keputusan berdasarkan data, kolaborasi, budaya
terbuka, pola pikir yang mengutamakan digital, serta ketangkasan dan fleksibilitas.
4. Promote Disruptive Thinking (Mendorong Pemikiran yang Mengganggu) : Budaya
organisasi yang efektif mendorong pemikiran yang mengganggu, yang penting untuk inovasi
dan pertumbuhan di era digital. Budaya disruptif mendorong kreativitas dan inovasi serta
menghargai pengambilan risiko yang cerdas. Mereka mengembangkan perilaku
kepemimpinan yang tangkas di semua tingkatan, dan para pemimpin tersebut membangun tim
kolaboratif yang memiliki tujuan dan melintasi batas-batas organisasi untuk mengatasi
peluang-peluang baru.
5. Anchor Strategic Change (Jangkar Perubahan Strategis) : Budaya yang efektif dapat menjadi
batu loncatan untuk perubahan strategis. Budaya yang efektif mengaitkan perubahan strategis
dengan menyelaraskan nilai, norma, dan perilaku organisasi dengan tujuan strategis
organisasi. Hal ini dapat membantu menciptakan budaya inovasi dan kelincahan yang mampu
beradaptasi terhadap perubahan lingkungan bisnis.
1. Integritas: Integritas adalah nilai inti yang penting untuk membangun kepercayaan dan
kredibilitas dengan pelanggan, karyawan, dan pemangku kepentingan. Organisasi perlu
menumbuhkan budaya kejujuran, transparansi, dan perilaku etis.
2. Inovasi: Inovasi sangat penting di era disrupsi, dimana teknologi baru dan perubahan pasar
terus bermunculan. Organisasi perlu mendorong karyawannya untuk menantang status quo
dan bekerja dengan siapa saja yang dapat membantu mereka mencapai tujuan mereka lebih
cepat.
3. Berpusat pada Pelanggan: Budaya yang berpusat pada pelanggan sangat penting di era digital,
di mana ekspektasi pelanggan terus berkembang. Organisasi perlu fokus untuk memberikan
pengalaman pelanggan yang luar biasa melalui penawaran dan hubungan produk dan layanan.
4. Profesionalisme: Profesionalisme adalah nilai inti yang penting untuk membangun budaya
keunggulan dan kinerja tinggi. Organisasi perlu menumbuhkan budaya akuntabilitas,
tanggung jawab, dan perbaikan berkelanjutan.
5. Kolaborasi: Kolaborasi sangat penting di era digital, di mana tim lintas fungsi perlu bekerja
sama untuk mencapai tujuan bersama. Organisasi perlu mendorong karyawan untuk bekerja
sama dan saling menantang untuk mencapai hasil yang lebih baik.
6. Disiplin: Disiplin adalah nilai inti yang penting untuk membangun budaya fokus dan
produktivitas. Organisasi perlu menumbuhkan budaya disiplin dengan menetapkan tujuan,
harapan, dan standar yang jelas, serta menjaga akuntabilitas karyawan atas kinerja mereka.
7. Budaya Terbuka: Budaya terbuka mendorong orang untuk menantang status quo dan bekerja
dengan siapa saja yang dapat membantu mereka mencapai tujuan mereka lebih cepat.
Organisasi perlu menumbuhkan budaya kepercayaan dan kolaborasi dengan melibatkan
karyawan dalam dialog dan menciptakan dialog otentik yang berkelanjutan antara pimpinan
dan karyawan.
8. Kelincahan dan Fleksibilitas: Kelincahan dan fleksibilitas sangat penting di era sekarang ini,
dimana perubahan terjadi dengan cepat. Organisasi harus mampu beradaptasi terhadap
perubahan lingkungan bisnis dan menumbuhkan budaya inovasi dan kelincahan yang mampu
beradaptasi terhadap perubahan lingkungan bisnis.
9. Tanggung Jawab Pribadi: Budaya tempat kerja merupakan cerminan langsung dari nilai-nilai
organisasi baik di tingkat kelompok maupun individu. Untuk mengembangkan budaya
pemenang, setiap orang perlu memiliki pola pikir bersama mengenai tanggung jawab pribadi
atas keterlibatan, kinerja, dan pengembangan mereka sendiri.
PERTANYAAN 1 : CARI JURNAL TENTANG DASAR DAN STRUKTUR ORGANISASI.
APA KATA HASIL RISET TENTANG DASAR DAN STRUKTUR ORGANISASI YANG
PALING SESUAI DI ERA DIGITAL, VUCA, DISRUPSI SAAT INI?
Menurut jurnal dijelaskan bahwa dalam era industri 4.0, tipe organisasi yang perlu dikembangkan
adalah organisasi virtual dan boundaryless organization. Organisasi virtual merupakan organisasi
yang sangat sentralisasi, dengan sedikit atau tidak ada departementalisasi, sedangkan boundaryless
organization berupaya untuk menghilangkan rantai komando, memiliki rentang kendali yang tak
terbatas, dan mengganti departemen-departemen dengan tim-tim yang diberdayakan. Model struktur
seperti struktur fungsional atau struktur produk yang menjadi dasar penciptaan struktur organisasi
tidak lagi menjadi pilihan utama bagi para eksekutif. Organisasi mulai melakukan perombakan
menuju struktur yang lebih "dinamis" dan lebih "matrix". Selain itu, struktur fungsional dan struktur
tradisional lama tidak lagi menjadi peran utama dalam suatu organisasi di era digital saat ini.
Dalam lingkungan bisnis, ketidakpastian ekstrim ini telah menjadi normal baru. Oleh karena itu,
untuk dapat bertahan organisasi harus beradaptasi sesuai dengan perubahan lingkungan, karena
lingkungan mereka semakin kompleks dan tidak pasti. Selain itu, untuk mengatasi tantangan baru ini
organisasi harus menemukan metode yang sesuai.
Dalam tatanan organisasi, dampak terbesar adalah factor eksternal diantaranya adalah sebagai
berikut : pada Analisa vision yaitu dari sisi kebijakan berupa pola/sistem kerja baru. Dari jurnal yang
ada mengatakan bahwa studi tersebut menemukan bahwa BCA telah menerapkan berbagai strategi,
termasuk melakukan transformasi operasional, mengembangkan produk inovatif, dan berinvestasi
pada teknologi, untuk beradaptasi dengan kondisi VUCA dan tetap kompetitif di era digital.
Dampak digitalisasi terhadap bisnis mengakibatkan perubahan mendasar dalam bisnis, baik ditingkat
global, regional maupun nasional. Fungsi-fungsi dalam perusahaan harus beradaptasi menyesuaikan
lajunya teknologi digital ini. Disrupsi akibat teknologi digital ini terjadi di berbagai sector industry
dan memerlukan kebijakan strategis dalam perusahaan untuk mengantisipasinya sehingga adanya
birokrasi teknologi ini dapat menjadi alat yang mempercepat laju perusahaan.
Desain organisasi yang tepat sangat penting dalam pengembangan struktur organisasi. penciptaan atau
transformasi organisasi di era informasi/digital merupakan sesuatu yang perlu dicermati secara
seksama. Kompleksitas dan tingkat kestabilan menjadi point penting dalam penciptaan atau
transformasi ini. Masalah-masalah globalisasi, trend bisnis atau pun trend teknologi, tekanan-tekanan
kompetitor dan tekanan-tekanan customer merupakan bagian-bagian dari masalah kompleksitas dan
stabilisasi tersebut. Namun yang paling penting adalah bagaimana kita "mendefinisikan" kembali
organisasi kita (dari struktur, metodologi, basis pengetahuan, manusia, tanggung jawab, dan risiko)
sebelum memulai suatu proses transformasi menuju sesuatu yang baru.
Maka, struktur organisasi matriks adalah struktur yang sesuai di era digital. Struktur Matriks adalah
gabungan dari struktur fungsional dan struktur divisional. Keduanya digabung dengan tujuan
menutupi kekurangan masing-masing. Struktur matriks biasanya digunakan oleh perusahaan berskala
besar seperti perusahaan multinasional.
Struktur ini memiliki kelebihan berupa kemudahan pengambilan keputusan. Namun, struktur
organisasi matriks juga membuka kemungkinan dualisme kepemimpinan oleh karena kerumitam
strukturnya. Selain itu, kemungkinan ada lebih dari satu unit yang dimiliki job desc hampir sama
sehingga kerap menimbulkan gesekan.
Agile leadership secara umum adalah kepemimpinan yang mampu menavigasi organisasi lebih
adaptif, produktif, dan unggul dalam segala situasi. Agile Organization (AO) adalah organisasi atau
perusahaan yang memiliki kemampuan untuk berespon dan beradaptasi dengan cepat terhadap
keadaan yang berubah.
Maka, struktur organisasi tim lintas fungsi dapat diterapkan, dimana biasanya tim yang terdiri dari
individu dan memiliki keahlian berbeda. Tim lintas fungsional dapat dikembangkan secara permanen
dan menjadi bagian dalam struktur organisasi serta bertujuan untuk mewujudkan tujuan-tujuan jangka
Panjang. Jenis struktur seperti ini memudahkan pengambilan keputusan, dan bersifat informatif.
Mereka memiliki departemen yang lebih sedikit, yang membuat seluruh organisasi sangat
desentralisasi.
Selain itu contoh perusahaan yang telah berhasil menghadapi era VUCA ialah :
1. Gojek
Gojek adalah perusahaan rintisan yang dapat menangani VUCA. Hal ini dicapai dengan
beradaptasi dengan media digital angkutan umum Ojek. Tidak hanya itu, gojek mulai
menambah ke berbagai bentuk layanan konsumen, termasuk layanan pesan antar makanan
dan minuman serta layanan kebersihan.
Inovasi menjadi salah satu hal yang paling penting dalam sektor publik walaupun sasarannya bukan
untuk menghasilkan profit seperti sektor privat namun lebih kepada upaya meningkatkan efektif dan
efisiensi pelayanan publik, yang disatu sisi mampu menekan anggaran yang dibutuhkan dalam
operasionalnya dan memberikan benefit terhadap masyarakat secara maksimal.
Maka, struktur organisasi tim lintas fungsi adalah sangat penting untuk mengerti setiap fungsi atau
departemen (vertical) maupun proses bisnis atau operasional (horizontal). Jadi, daripada meneruskan
satu pekerjaan dari satu tim ke tim lainnya hingga hari peluncuran, satu tim dapat menangani setiap
aspeknya. Terlebih di era disrupsi ini SDM diharapkan lebih meningkatkan kemampuan serta
keterampilan yang dapat mengikuti perkembangan teknologi yang semakin canggih.
PERTANYAAN 3 : ANALISA DAN EVALUASI HASIL RISET JURNAL TENTANG DASAR
DAN STRUKTUR ORGANISASI
Menciptakan organisasi yang berbasis digital bagi para pengambil keputusan adalah suatu pilihan
yang harus dimulai dan dieksekusi untuk meningkatkan alasan, diantaranya :
1. Secure key supplies (mengamankan jalur distribusi). Semakin global berarti semakin banyak
revenue yang diperoleh. Melalui pengontrolan yang ketat, perusahaan global seperti Coca-
cola dan Nike menciptakan struktur organisasi berdasarkan continent dan project matrix.
Maka terciptalah nama-nama fungsi seperti: country manager for Indonesia yang
bertanggung jawab ke country director for asia-pacific yang bertanggung jawab langsung ke
kantor pusat di Amerika Serikat atau jabatan Project Director/Manager, dan seterusnya.
2. Share Risk (membagi resiko). Semakin tinggi revenue yang ingin diperoleh, semakin tinggi
resiko yang akan dihadapi. Melalui joint venture atau strategic alliances dimana terjadi suatu
kolaborasi yang saling menguntungkan, maka resiko yang akan dihadapi dapat di
minimalkan. Seperti kasus sebelumnya, Ogilv Australia melakukan strategic partnership
dengan perusahaan di Indonesia, atau PT Bank Mandiri meng-outsource kan teknologi
informasinya ke perusahaan Malaysia Silverlake sebagai bagian dari kolaborasi yang saling
menguntungkan.
Selain itu dalam jurnal juga menjelaskakan bahwa Dalam sejumlah organisasi telah mengembangkan
opsi-opsi struktural yang baru dengan sedikit lapisan dari hierarki dan lebih menekankan pada
terbukanya batasan organisasi yaitu :
Organisasi virtual (virtual organization) organisasi init kecil merupakan sumber luar terbesar
fungsi bisnis, dalam istilah struktural, organisasi virtual sangat sentralisasi, dengan sedikit
atau tidak departementalisasi
Organisasi yang tak terbatas (boundaryless organization), organisasi ini berupaya untuk
menghilangkan rantai komando, memiliki rentang kendali yang tak terbatas, dan mengganti
departemen-departemen dengan tim-timm yang diberdayakan.
Secara keseluruhan, hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur organisasi dan digitalisasi saling
terkait dan mempengaruhi satu sama lain. Untuk mencapai transformasi digital yang sukses, perlu ada
struktur organisasi yang inovatif dan terbuka terhadap perubahan, serta dukungan manajemen dan
keterampilan digital yang memadai.
Dengan pesatnya perkembangan teknologi digital, mengakibatkan perubahan yang sangat mendasar
dan menyeluruh hampir di segala aspek bisnis dan pelayanan, terutama di perkotaan. Ditandai dengan
meluasnya jaringan internet di seluruh negara dengan berbagai macam budaya. Kehadiran jaringan
internet sangat berperan penting dalam era perubahan ini, sehingga membuat masyarakat di suatu
wilayah bisa dengan bebas tak terbatas berbagi informasi ke wilayah lain bahkan lintas benua
sekalipun.
Dasar dan struktur organisasi yang dibutuhkan saat ini ialah struktur tim (The Team Structure).
Struktur tim inilah yang mendorong kolaborasi lintas departemen dengan menekankan hubungan
antara tim dan kolega, daripada memisahkan departemen di bawah satu otoritas. Tim, terkadang tanpa
hierarki internalnya sendiri, bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama perusahaan. Tim harus
terdiri dari anggota yang saling melengkapi pengetahuan dan kemampuan. Struktur tim mengandalkan
suasana keterbukaan, kepercayaan dan kolegialitas. Meskipun kurangnya hierarki tradisional dapat
menciptakan budaya kolegialitas, pemimpin tim dan eksekutif harus memupuk kualitas ini untuk
memastikan kolaborasi yang efektif.
Dasar-dasar struktur tim berbeda-beda dalam organisasinya, namun semuanya melibatkan komunikasi
multiarah antara tim dan anggota kelompok kerja. Hal ini menghasilkan perusahaan yang lebih reaktif
dan tangkas yang dapat berbagi keahlian dan ide dalam menanggapi perubahan dalam industri yang
semakin kompleks saat ini.
Perusahaan berbasis tim tidak serta merta menghindari hierarki. Struktur yang benar-benar “datar”
dapat menggagalkan tujuannya karena menimbulkan gradasi otoritas informal, yang kadang-kadang
bahkan mengakibatkan klikisme. Namun, struktur yang “rata” – di mana manajemen tetap ada, namun
saluran komunikasi dapat diakses oleh semua karyawan dan tim memprioritaskan keterlibatan
karyawan – memungkinkan anggota tim mendapatkan fleksibilitas yang mereka inginkan sambil tetap
menjaga kejelasan dalam proses pengambilan keputusan.
Di tempat kerja saat ini, yang sangat bergantung pada tenaga kerja yang tersebar dan jarak jauh serta
komunikasi virtual, perusahaan berbasis tim lebih masuk akal: Perusahaan menjaga arus informasi
tetap terbuka ke segala arah, menghindari pekerjaan yang berlebihan, dan mendapatkan manfaat
penuh dari kemampuan anggota tim. Struktur tim sangat menghargai sumber daya manusia. Tim
membuat pekerja lebih tertarik pada tugas mereka, yang berarti lebih banyak ide dan keterlibatan yang
lebih baik.
Struktur Berbasis Tim dalam Bisnis dengan segala keragamannya, dapat menjadi alat yang ampuh
untuk meningkatkan kinerja. Hal ini menjadikan perusahaan lebih fleksibel, lebih eksperimental, dan
lebih memuaskan karyawan. Jika dikelola dengan baik, perusahaan berbasis tim dapat
mempertahankan karyawan yang berharga dan menggunakan bakat mereka secara efektif dengan
memberi mereka lebih banyak kepemilikan atas tujuan dan keberhasilan perusahaan.
Struktur tim memberikan solusi karena menganggap geografinlebih merupakan masalah taktis dan logistic
daripada masalah structural. Singkatnya, tujuannya mungkin untuk meruntuhkan hambatan budaya dan
membuat peluang.
Nilai organisasi (organizational value) adalah seperangkat “keyakinan” yang dimiliki oleh
pendiri organisasi, sebagai nilai kebenaran yang bersifat permanen, dan menjadi nilai-nilai yang
diinginkan, dapat diterima, dan didukung oleh semua individu di dalam organisasi.
Berikut beberapa contoh aturan nilai yang dibutuhkan saat ini :
Amanah : Memenuhi janji dan komitmen, Bertanggung jawab atas tugas, keputusan, dan
tindakan yang dilakukan, dan Berpegang teguh pada nilai moral dan etika.
Kompeten : Meningkatkan kompetensi diri untuk menjawab tantangan yang selalu berubah,
Membantu orang lain belajar, dan Menyelesaikan tugas dengan kualitas terbaik.
Harmonis : Menghargai setiap orang apa pun latar belakangnya, dan Suka menolong orang
lain Membangun lingkungan kerja yang kondusif.
Loyal : Menjaga nama balk sesama karyawan, pimpinan, BUMN, dan negara Rela berkorban
untuk mencapai tujuan yang lebih besar, dan Patuh kepada pimpinan sepanjang tidak
bertentangan dengan hukum dan etika.
Adaptif : Cepat menyesuaikan diri untuk menjadi lebih baik, Terus-menerus melakukan
perbaikan mengikuti perkembangan teknologi, dan Bertindak proaktif.
Kolaboratif : Memberi kesempatan kepada berbagai pihak untuk berkontribusi, Terbuka
dalam bekerja sama untuk menghasilkan nilai tambah, dan Menggerakkan pemanfaatan
berbagai sumber daya untuk tujuan bersama.
Dengan menerapkan aturan nilai yang ada maka perusahaan diharapkan akan memberikan manfaat
bagi perusahan juga, diantaranya :
Meningkatkan kinerja : akan membantu karyawan fokus pada tujuan bersama dan bekerja
lebih efisien. Karyawan yang memahami dan menjalankan core value akan lebih termotivasi
untuk mencapai tujuan perusahaan, sehingga mendorong peningkatan produktivitas dan
efisiensi dalam operasional perusahaan.
Membangun kultur perusahaan yang positif : landasan dalam menciptakan lingkungan
kerja yang kondusif bagi karyawan. Perusahaan akan lebih mudah membentuk kultur kerja
yang positif, di mana karyawan merasa dihargai, termotivasi, dan memiliki rasa memiliki
yang tinggi terhadap perusahaan.
Mempertahankan integritas dan etika bisnis : prinsip-prinsip etika akan membantu
perusahaan menjaga integritas dalam menjalankan bisnis. Hal ini penting untuk menjaga
kepercayaan dari pelanggan, karyawan, dan pemangku kepentingan lainnya, serta
meminimalkan risiko masalah hukum atau reputasi yang dapat merugikan bisnis.
Mendukung keberlanjutan bisnis : komitmen terhadap keberlanjutan bisnis, seperti
tanggung jawab sosial dan lingkungan, akan membantu perusahaan menjaga kesinambungan
operasional dan pertumbuhan bisnis jangka panjang. Selain itu, perusahaan yang menerapkan
core value berkelanjutan akan lebih mudah mendapatkan dukungan dari pemangku
kepentingan, seperti investor dan mitra bisnis yang juga peduli terhadap keberlanjutan.
PERTANYAAN 7 : BAGAIMANA MEMBANGUN DASAR DAN STRUKTUR ORGANISASI
YANG DIBUTUHKAN DI ERA DISRUPSI SAAT INI?
Adanya penegakan Reformasi Birokrasi yang lebih komprehensif dan nyata disertai dengan
penyederhanaan regulasi, dengan membentuk dan menyesuaikan diri menjadi regulasi
ataupun peraturan yang peka dengan perubahan. Dalam era disrupsi ini, inovasi akan selalu
bergerak lebih cepat daripada regulator. Oleh karena itu konsep agile
bureaucracy hendaknya perlu dipertimbangkan. Dalam hal ini diperlukan kaji ulang atas
peran Pemerintah, mungkin tidak lagi perlu terlibat dalam hal yang rinci (rules), tetapi ia
berubah menjadi fasilitator dan mengatur hal yang prinsip.
Selanjutnya pembangunan Digital Governance. Kemunculan Disrupsi yang ditandai dengan
menguatnya Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan, penggunaan Big Data serta
berubahnya sistem manual menjadi sistem komputer dan online terutama dalam segi
pelayanan publik merupakan tantangan yang perlu diantisipasi dan dihadapi.
Peningkatan Skill dan Kompetensi para birokrat. Peningkatan skill dan kemampuan individu
sebagai Sumber Daya Manusia menjadi semakin menantang. Dengan tidak terbendungnya era
disrupsi tersebut, maka kompetensi dan keterampilan lain yang belum bisa dikejar oleh
teknologi (dalam hal ini kecerdasan buatan) dalam waktu dekat, perlu untuk segera
ditanamkan dan ditingkatkan. Keterampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah,
keterampilan komunikasi (termasuk kemampuan berbahasa asing), kolaborasi, People
Management, keterampilan berpikir kreatif dan inovasi serta mengasah Emotional
Intelligence atau kecerdasan emosi hendaknya harus dimiliki oleh setiap individu yang
bekerja di Birokrasi.
Adanya regenerasi pada Birokrasi dan sistem Pemerintahan. Organisasi publik, walaupun
memiliki karakter yang berbeda dengan organisasi privat, idealnya mampu menjalankan
perannya dengan cara kerja/proses bisnis yang efisien, cepat dan gesit, apalagi instansi
pemerintah yang berhadapan dengan pelayanan publik. Setidaknya terdapat 3 (tiga) karakter
yang dimiliki oleh generasi millenial yaitu connected, confident dan creative yang selanjutnya
dapat dijabarkan terkait keunggulan yang dimiliki oleh generasi ini yaitu ingin serba cepat,
mudah beradaptasi pada pekerjaan, kreatif, dinamis, melek teknologi dan dekat dengan media
sosial. Namun tidak dapat disangkal bahwa saat ini masih ada keraguan dan penilaian atau
anggapan bahwa sosok generasi millenial ini merupakan sosok yang belum matang dan belum
cukup pantas menggantikan posisi generasi-generasi di atasnya.
Dengan adanya perubahan dan penyesuaian dimaksud diharapkan dapat memperkuat implementasi
reformasi Birokrasi, meningkatkan kualitas para birokrat menjadi SDM yang handal dan profesional
serta menciptakan pelayanan publik yang memenuhi harapan masyarakat.
Spesialisasi kerja merupakan sarana yang paling efisien untuk memanfaatkanketerampilan karyawan.
Spesialisasi pekerjaan (work specialization) atau pembagian tenaga kerja (division of labor),
digunakan untuk menggambarkan sejauh mana berbagai kegiatan dalam organisasi dibagi-
bagimenjadi beberapa pekerjaan tersendiri.
Hakikatnya dari spesialisasi pekerjaan adalah bahwa dari pada seluruh pekerjaan dilakukan oleh
seorang individu, akan lebih baik jika pekerjaan itu dipecah-pecah menjadi sejumlah tahap, dengan
masing-masing tahap diselesaikan oleh seorang individu tersendiri. Intinya, individu mengkhususkan
diri dalam melakukan bagian dari suatu kegiatan dari suatu kegiatan seluruh kegiatan.
2. Departementalisasi
3. Rantai Komando
Rantai komando (chain of command) adalah suatu garis wewenang tanpa putus dari puncak organisasi
ke eselon paling bawah dan menjelaskan siap bertanggung jawab kepada siapa. Dua konsep lain yang
melengkapi rantai komando, yaitu wewenang dan kesatuan komando. Wewenang (authority)
mengacu pada hak-hak yang melekat dalam sebuah posisi manajerial untuk memberikan perintah dan
untuk berharap bahwa perintah itu dipatuhi. Untuk memfasilitasi koordinasi, tiap posisi manajerial
diberi sebuah tempat dalam rantai komando, dan tiap manajer diberi tingkat wewenang tertentu untuk
memenuhi tanggung jawabnya. Prinsip kesatuan komando membantu melanggengan konsep garis
wewenang yang tidak terputus. Prinsip ini menyatakan bahwa seseorang hanya mempunyai satu dan
satu-satunya atasan yang kepadanya ia bertanggung jawab secara langsung. Jika kesatuan komando
terputus, seorang karyawan mungkin harus menghadapi berbagau permintaan atas prioritas yang
saling bertentangan dari beberapa atasan.
4. Rentang kendali
Pertanyaan mengenai rentang kendali (span of control) penting karena hingga kadar tertentu hal ini
menentukan jumlah tingkatan dan manajer yang perlu dimiliki oleh suatu organisasi. Dengan
mengendalikan semua hal yang sama, semakin lebar atau besar rentangannya, semakin efisien
organisasi.
Rentang kendali yang lebih lebar akan lebih efisien dalam hal biaya. Namun, dalam keadaan tertentu,
rentang yang lebih lebar bisa mengurangi efektivitas. Itu terjadi bila rentang tersebut menjadi terlalu
lebar, kinerja karyawan memburuk karena para penyelia tidak lagi memiliki waktu untuk memberikan
kepemimpinan dan dukungan yang diperlukan.
Kedua hal ini menunjukkan tentang bagaimana pengambilan keputusan dilakukan. Sentralisasi adalah
pengambilan keputusan yang dilakukan oleh titik tunggal (terpusat) dalam struktur organisasi.
Artinya, keputusan dilakukan oleh level yang lebih tinggi baik dengan ada atau tidaknya inputan dari
level yang berada di bawahnya. Sedangkan desentralisasi adalah kebalikannya. Struktur dengan
elemen ini menggunakan pertimbangan-pertimbangan yang berasal dari level yang berada
dibawahnya.
6. Formalisasi
Elemen ini menggambarkan sejauh mana setiap pekerjaan diatur dalam sebuah prosedur atau aturan
baku. Organisasi yang memiliki kadar formalisasi tinggi, akan memberikan deskripsi pekerjaan secara
tegas dan tersurat. Lembaga militer atau pemerintahan biasanya memiliki elemen formalisasi yang
tinggi.
Sebaliknya, organisasi dengan formalisasi rendah, memberikan fleksibilitas kepada anggotanya dalam
pekerjaannya. Kondisi ini memberikan kesempatan anggota untuk bisa memilih metode pengerjaan
aktivitasnya karena tidak ada aturan baku.