Anda di halaman 1dari 3

Nama : Wening Wulandari

NIM :X9022082754
Kelas : PGSD A
AKSI NYATA TOPIK 4
1. Mahasiswa mengobservasi secara kritis apa tantangan menghayati Pancasila sebagai
Entitas dan Identitas Bangsa Indonesia dan perwujudan Profil Pelajar Pancasila pada
Pendidikan yang Berpihak pada Peserta Didik dalam Pendidikan Abad ke-21.
Jawab :
Kita sedang berada pada abad ke-21. Abad ini ditandai dengan kemajuan teknologi
yang sangat pesat. Pertukaran informasi, penggunaan internet, pemanfaatan data besar (bid
data), dan teknologi otomatisasi adalah fenomena yang dapat dirasakan, terutama yang
berada di perkotaan. Sejauh memiliki perangkat (devices), seperti smartphone dan laptop
ditambah dengan jaringan internet, dapat membawa kalian melanglang buana,
berkomunikasi, berinteraksi dengan orang lain, bahkan dengan orang yang sangat jauh
sekali. Tiga puluh tahun lalu, akses dan penyebaran informasi tentu tidak secepat sekarang
ini. Apalagi pada era kemerdekaan Indonesia, di mana teknologi masihh sangat terbatas.
Fenomena ini tentu menjadi tantangan yang perlu dipecahkan. Mari kita membayangkan
hal yang sederhana tentang pekerjaan. Pada tahun 1970an dan 1980an, orang yang
memiliki mesin ketik dan kemampuan mengetik cepat akan dicari banyak orang, bisa
menjadi pekerjaan yang dapat menghasilkan uang. Begitu juga menjadi loper koran pada
thaun 1990an, merupakan pekerjaan yang bisa menghasilkan uang. Namun, jika hanya
memiliki ketrampilan itu pada masa sekarang, tentu tidak mudah mencari pekerjaan. Sebab
perkembangan teknologi sedemikian cepat, mengubah peluang dan tantangan zaman.
Banyak pekerjeaan yang pada abad sebelumnya masih dibutuhkan, tetapi pada abad ini
mulai tak lagi dibutuhkan. Salah satu komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pernah
melaporkan bahwa sampai tahun 2030 akan ada 2 miliar pegawai di seluruh dunia yang
kehilangan pekerjaan karena digantikan oleh teknologi. Di sisi lain, ada banyak jenis
pekerjaan baru yang tidak ada pada abad ke-20. Itulah salah satu tantangan yang mesti
dihadapi. Lalu bagaimana tantangan tersebut berhubungan dengan konteks penerapan
Pancasila ?
Tantangan Iedologi. Pada era teknologi informasi ini, Pancasila akan diuji seiring
dengan masuknya ideoelogi-ideologi alternatif yang merangsek dengan cepat ke sendi-
sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Padahal, Pancasila adalah Ideologi negara yang
harus dipatuhi dan menjadi pemersatu bangsa. Lalu, bagaimana jika ideologi-ideologi lain
masuk ke masyarakat Indonesia yang notabene sudah Pancasila? Beberapa ideologi yang
mulai masuk ke dalam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara adalah radikalisme,
ekstremisme, dan terorisme. Sebagaimana kita tahu, ideologi radikalisme, ekstremisme,
dan terorisme mulai menjangkit bangsa Indonesia.
Ideologi tersebut tentu saja tidak tumbuh darii tradisi luhur bangsa Indonesia
karena Indonesia memiliki budaya luhur, seperti kekeluargaan, tenggang rasa, gotong
royong, dan lain sebagaiinya. Selain itu yang tak kalah membahayakan adalah
konsumerisme. Konsumerisme adalah paham terhadap gaya hidup yang menganggap
barang-barang (mewah) sebagai ukuran kebahagiaan, kesenangan, dan sebagainya. Dapat
dikatakan pula konsumerisme adalah gaya hidup yang sifatnya tidak hemat. Sering kita
saksikan di televisi ataupun media sosial perilaku-perilaku konsumtif yang berlebihan.
Orang-orang yang terpapar ideologi ini cenderung akan senang dan Bahagia membeli
sesuatu, sekalipun tidak dibutuhkan. Tujuannya bisa beragam, mulai dari pamer, gengsi,
mencari perhatiian, hingga sekedar ikut-ikutan. Akibatnya demi mencapai kebahagiaan
yang terletak pada aktivitas membeli barang/sesuatu itu, seseorang bisa melakukan apa
saja. Sekalipun melanggar norma dan konstitusi.
2. Mahasiswa menuliskan secara kritis bagaimana Pancasila sebagai Entitas dan Identitas
Bangsa Indonesia dan perwujudan Profil Pelajar Pancasila pada Pendidikan yang Berpihak
pada Peserta Didik dalam Pendidikan Abad ke-21 di ekosistem sekolah (kelas).
Jawab :
Pembangunan sumber daya manusia sebagai fondasi pembangunan bangsa, tidak
dapat dipisahkan dari karakter manusia itu sendiri. Selain unggul dalam keterampilan dan
pengetahuan, generasi unggul harus memiliki karakter kuat. Di sinilah pentingnya
Penguatan Pendidikan Karakter (PPK).
Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) dicanangkan oleh pemerintah sebagai upaya
mewujudkan generasi emas 2045 yang berakal cerdas, berkarakter, berdaya saing, serta
berjiwa Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Pendidikan karakter
sesungguhnya bukanlah suatu kebijakan baru, karena sejak tahun 2010 pendidikan karakter
di sekolah sudah menjadi gerakan nasional.
Namun masih banyak pekerjaan rumah yang harus dituntaskan untuk memastikan
agar proses pembudayaan nilai-nilai karakter berjalan dan berkesinambungan. Masih
diperlukan kebijakan yang lebih komprehensif dan bertumpu pada kearifan lokal untuk
menjawab tantangan zaman yang makin kompleks, mulai dari persoalan yang mengancam
keutuhan dan masa depan bangsa sampai kepada persaingan global.
Dalam mengimplementasikan Nawacita Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla
dalam sistem pendidikan nasional, kebijakan PPK ini terintegrasi dalam Gerakan Nasional
Revolusi Mental (GNRM) yaitu perubahan cara berpikir, bersikap, dan bertindak menjadi
lebih baik. Nilai-nilai utama dari PPK adalah religius, nasionalis, mandiri, gotong royong,
dan integritas. Nilai-nilai ini ingin ditanamkan dan dipraktikkan melalui sistem pendidikan
nasional agar diketahui, dipahami, dan diterapkan di seluruh sendi kehidupan di sekolah
serta di masyarakat.
PPK lahir karena kesadaran akan tantangan ke depan yang semakin kompleks dan
tidak pasti, namun sekaligus melihat ada banyak harapan bagi masa depan bangsa. Hal ini
menuntut lembaga pendidikan untuk mempersiapkan peserta didik secara keilmuan dan
kepribadian, berupa individu-individu yang kokoh dalam nilai-nilai moral, spiritual dan
keilmuan.
PPK ini sendiri bertujuan untuk membangun dan membekali peserta didik sebagai
generasi emas Indonesia Tahun 2045 guna menghadapi dinamika perubahan di masa
depan. Kedua, mengembangkan platform pendidikan nasional yang meletakkan
pendidikan karakter sebagai jiwa utama dengan memperhatikan keberagaman budaya
Indonesia. Dan tujuan yang ketiga adalah merevitalisasi dan memperkuat potensi dan
kompetensi ekosistem pendidikan.

Anda mungkin juga menyukai