Anda di halaman 1dari 9

PENERAPAN PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI PENDIDIKAN

PANCASILA SEBAGAI DASAR NILAI PENGEMBANGAN IPTEK


DALAM MENCEGAH CYBERBULLYING
Laura Kirana
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta
J120220077@student.um.ac.id

PENDAHULUAN
Saat ini kita sedang menghadapi era perkembangan yang semakin pesat. Salah satunya
adalah perkembangan teknologi. Jika kita melihat ke masa lalu, dimana sebelum pandemi
COVID-19, kita terbiasa dengan kuliah tatap muka. Namun dengan munculnya pandemi
Covid-19, kita harus mengadakan perkuliahan melalui berbagai platform virtual meeting,
seperti zoom meeting dan google meeting. Hal ini tidak mungkin terjadi jika tidak ada
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Hal ini menunjukkan bahwa
manusia saat ini selalu berdampingan dan bergantung pada teknologi.
Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi diharapkan dapat mencapai tujuan
nasional yang tertuang dalam Pembukaan Bab IV Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Perkembangan IPTEK
memberikan dampak positif bagi kita di satu sisi, namun di sisi lain juga berdampak negatif
bagi kehidupan kita. Dalam bidang sosial, dampak positif seperti informasi yang ada di
masyarakat dapat langsung diungkapkan dan diterima oleh masyarakat, sosialisasi kebijakan
pemerintah dapat lebih cepat dikomunikasikan kepada masyarakat, sedangkan negatifnya
adalah kemerosotan moral masyarakat khususnya di kalangan remaja dan pelajar yang
menyalahgunakan teknologi dan kehilangan kepribadian hingga cyberbullying.
Penyalahgunaan Iptek ini dapat diatasi dan dicegah melalui pendidikan Pancasila yang
mengajarkan nilai – nilai kebaikan dan kebermanfaatan. Pancasila adalah sebagai dasar
negara kita, maka dalam setiap perilaku masyarakat bangsa Indonesia harus berdasarkan pada
peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Hal tersebut juga
berlaku dalam mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).
Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu mempunyai 4 (empat) pemahaman.
Pertama, bahwa setiap ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang dikembangkan di
Indonesia haruslah tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Kedua, bahwa setiap iptek yang dikembangkan di Indonesia harus menyertakan nilai-nilai
Pancasila sebagai faktor internal pengembangan iptek itu sendiri. Ketiga, bahwa nilai-nilai
Pancasila berperan sebagai rambu normatif bagi pengembangan iptek di Indonesia, artinya
mampu mengendalikan iptek agar tidak keluar dari cara berpikir dan cara bertindak bangsa
Indonesia. Keempat, bahwa setiap pengembangan iptek harus berakar dari budaya dan
ideologi bangsa Indonesia sendiri atau yang lebih dikenal dengan istilah indegenisasi ilmu
(mempribumian ilmu). (Kemenristekdikti, 2016, pp. 197-198).
Di era revolusi teknologi informasi dan globalisasi yang berkembang pesat, generasi
muda tidak lepas dari penggunaan perangkat dan internet yang tentunya membuat hidup
menjadi lebih mudah. Hal-hal menjadi dapat diakses dan inovasi serta kreasi baru selalu
bermunculan di mana-mana. Maka dengan munculnya media sosial yang kini menjadi candu
para generasi muda. Sebagian besar harus memiliki minimal satu akun media sosial seperti
Twitter, Facebook, Instagram, Youtube dll.
Media sosial secara tidak langsung menciptakan standar dan ekspektasi yang kurang
realistis dari masyarakat yang harus dipenuhi tiap individu untuk dapat diakui. Hal ini
tentunya sangat toxic dan dapat menyebabkan depresi bagi orang yang merasa tidak dapat
memenuhi standar & ekspektasi itu. Bahkan lebih buruk lagi, dapat memunculkan hujatan
dan ancaman terus-menerus yang ditujukan kepada orang tersebut. Tentunya hal tersebut
sangat destruktif bagi mental seseorang dan dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk
cyberbullying, yaitu perundungan dengan menggunakan teknologi digital.
Jika mengetahui konsep cyberbullying dan bentuk-bentuk kejahatannya, jelas bahwa
cyberbullying tergolong perbuatan yang melanggar hak asasi manusia. Bullying memiliki
banyak konsekuensi negatif. Anak-anak mungkin mengalami depresi jangka panjang, trauma,
kehilangan kepercayaan diri, dll. Berdasarkan UU Perlindungan Anak no. 23 Menurut 13
Undang-Undang tahun 2002, setiap anak berhak untuk dilindungi dari diskriminasi. Jelas
bahwa para pelaku bullying telah banyak merampas hak-hak korban bullying, seperti hak
untuk merasa aman, hak untuk dihormati dan dihormati, hak untuk dilindungi dari
diskriminasi, dan lain-lain.
Jika ditelaah dari perspektif Pancasila, bullying bertentangan dengan sila ke-2
Pancasila, yaitu “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”. Tentu saja perilaku seperti itu sangat
tidak manusiawi dan tidak beradab, karena pelaku telah mempermalukan dan meninggalkan
citra buruk korbannya. Juga, semua anak muda Indonesia harus bisa mengikuti semboyan
"Bhinneka Tunggal Ika", Beda tapi tetap satu. Pengakuan adalah kunci penting dalam hal ini.
Jika setiap orang menghormati hak orang lain, bullying tidak akan terjadi di mana pun.
Diamanatkan pada Pasal 28 G ayat (1) UUD NRI 1945 bahwa setiap orang berhak atas
perlindungan diri pribadi, maka sudah seyogyanya perkembangan IPTEK di Indonesia harus
berdasarkan Pancasila sehingga tidak ada lagi penyalahgunaan IPTEK yang dapat merugikan
orang atau pihak lain. Dari latar belakang diatas, dapat diambil permasalahan yaitu yang
pertama, bagaimana mengenai konsep penerapan Pancasila sebagai dasar pengembangan
IPTEK dan Pendidikan Karakter di Indonesia. Kedua, apakah kasus cyberbullying di
Indonesia bisa dicegah dengan penerapan Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu dan
Pendidikan karakter.

PEMBAHASAN
Konsep Penerapan pancasila Sebagai Dasar pengembangan IPTEK dan Pendidikan
Parakter di Indonesia
Hampir seluruh negara di dunia sudah berada pada era modern yang terjadinya suatu
kemajuan pada bidang iptek tidak terkecuali dengan negara Indonesia yang turut serta
mengalami kemajuan pada bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang menurut
Tjandrawinata dalam (Astuti & Dewi, 2021) mengemukakan bahwa hal tersebut
menyebabkan pada hadirnya perubahan yang sangat signifikan.
Perkembangan IPTEK dikhawatirkan membawa perubahan cara pandang masyarakat
Indonesia. Cara pandang masyarakat bangsa Indonesia yang sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila dapat bergeser dengan cara pandang yang bertentangan dengan nilai-nilai
Pancasila. Misalnya masyarakat harusnya menggunakan IPTEK untuk kebaikan, tetapi malah
disalahgunakan salah satunya melakukan perundungan dengan menggunakan teknologi
digital yang biasa disebut cyber bullying . Maka dari itu, siswa atau mahasiswa yang sedang
mencari ilmu perlu diberikan Pendidikan karakter melalui Pendidikan Pancasila. Pancasila
harus dijadikan sebagai dasar pengembangan IPTEK di Indonesia.
Pendidikan karakter ini dapat diintegrasikan ke dalam Pendidikan Pancasila karena
Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan IPTEK di Indonesia. Pancasila sebagai dasar
pengembangan IPTEK mempunyai 4 (empat) pemahaman. 4 (empat) pemahaman tersebut
yaitu perkembangan IPTEK tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dengan
kata lain perkembangan IPTEK harus menyertakan nilai-nilai Pancasila. Pancasila sebagai
rambu normatif bagi perkembangan IPTEK di Indonesia dan perkembangan IPTEK harus
berakar dari budaya dan ideologi Bangsa Indonesia.
Sumber historis Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu di Indonesia dapat di
telusuri pada awalnya dalam dokumen negara, yaitu pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
dalam alenia ke empat pembukaan UUD 1945. Kata “mencerdaskan kehidupan bangsa”
mengacu pada pengembangan iptek melalui Pendidikan. Soekarno selalu menyinggung
perlunya setiap sila Pancasila di jadikan blueprint. Pancasila sebagai blueprint dalam
pernyataan Soekarno kurang lebih mengandung pengertian yang sama dengan Pancasila
sebagai dasar nilai pengembangan iptek karena sila-sila Pancasila sebagai cetak biru harus
masuk ke dalam seluruh rencana pemikiran dan tindakan bangsa Indonesia.
Hakikat Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan iptek dikemukakan Prof. Wahyudi
Sediawan dalam Simposium dan sarasehan Pancasila sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan
dan Pembangunan Bangsa, sebagai berikut: (Kemenristekdikti, n.d., p. 216)
a. Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa memberikan kesadaran bahwa manusia
hidup di dunia ibarat sedang menempuh ujian dan hasil ujian akan menentukan
kehidupannya yang abadi di akhirat nanti. Salah satu ujiannya adalah manusia
diperintahkan melakukan perbuatan untuk kebaikan, bukan untuk membuat kerusakan
di bumi.
b. Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab memberikan arahan, baik bersifat
universal maupun khas terhadap ilmuwan dan ahli teknik di Indonesia. Asas
kemanusiaan atau humanisme menghendaki agar perlakuan terhadap manusia harus
sesuai dengan kodratnya sebagai manusia, yaitu memiliki keinginan, seperti
kecukupan materi, bersosialisasi, eksistensinya dihargai, mengeluarkan pendapat,
berperan nyata dalam lingkungannya, bekerja sesuai kemampuannya yang tertinggi
c. Sila ketiga, Persatuan Indonesia memberikan landasan esensial bagi kelangsungan
Negara Kesatauan Republik Indonesia (NKRI). Untuk itu, ilmuwan dan ahli teknik
Indonesia perlu menjunjung tinggi asas Persatuan Indonesia ini dalam tugas tugas
profesionalnya.
d. Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan memberikan arahan asa kerakyatan, yang mengandung
arti bahwa pembentukan negara republik Indonesia ini adalah oleh dan untuk semua
rakyat Indonesia
e. Sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia memberikan arahan agar
selalu diusahakan tidak terjadinya jurang (gap) kesejahteraan di antara bangsa
Indonesia. Ilmuwan dan ahli teknik yang mengelola industri perlu selalu
mengembangkan sistem yang memajukan perusahaan, sekaligus menjamin
kesejahteraan karyawan.
Pencegahan Cyber bullying Melalui Penerapan Nilai Pancasila Dalam Pendidikan
Karakter
Secara Nasional, hukum yang mengatur ketentuan di bidang teknologi informasi telah
ditetapkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dengan usia UU ITE yang lebih dari 10 tahun,
nampaknya masih ada persoalan yang menjadi tantangan di Indonesia. Jika semua fasilitas
dapat digunakan sesuai kebutuhan, ada kemungkinan ilmu pengetahuan dan teknologi akan
disalahgunakan secara besar-besaran.
Salah satu ancaman dengan penyalahgunaan IPTEK adalah kasus Cyber bullying. Maka
dari itu Pendidikan karakter melalui Pendidikan Pancasila sangat penting. Karena dengan
melalui Pendidikan Pancasila, diharapkan mahasiswa dapat menggunakan IPTEK berdasar
kepada nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Apabila
mahasiswa memiliki karakter Pancasilais, maka IPTEK tidak disalahgunakan untuk
melakukan hal-hal yang bertentangan dengan peraturan seperti bullying berunsur sara di
media sosial. Dan IPTEK dapat digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat.
Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara Indonesia sebenarnya telah
memberikan solusi-solusi dari permasalahan-permasalahan tersebut. Sebagai nilai luhur yang
diambil dari kebudayaan bangsa, Pancasila sejatinya adalah "sosok ideal" bagi seluruh bangsa
Indonesia. Setiap nilai dari sila-silanya memiliki solusi yang tepat untuk berbagai macam
permasalahan bangsa Indonesia, termasuk tindakan Bully.
Sila pertama telah menyatakan bahwa setiap bangsa Indonesia harus menganut agama
dan percaya kepada Tuhan YME. Setiap agama selalu mengarahkan kepada kebaikan dan
ketentraman. Pengajaran dari setiap agama yang diakui Indonesia setuju bahwa kekerasan
fisik dan mental adalah hal yang tidak dibenarkan serta merupakan suatu perbuatan dosa.
Apabila seluruh bangsa Indonesia benar-benar memercayai tuhan dan menganut agama, maka
kasus bully adalah hal yang seharusnya telah selesai sejak lama.
Sila Kedua, mengharuskan bangsa Indonesia untuk "memanusiakan manusia".
Maksudnya, setiap bangsa Indonesia harus bisa memperlakukan orang lain layaknya manusia,
yaitu dengan sikap saling menghormati, saling menghargai, tidak saling bermusuhan, dan
berbuat baik kepada sesama. Karena bully dapat dikatakan 180 derajat kebalikan dari hal
tersebut, maka dengan memahami dan mengamalkan sila kedua, bully dapat berhenti dengan
sendirinya.
Sila ketiga menuntut seluruh bangsa Indonesia untuk bersatu padu dalam membangun
dan mengisi kehidupan. Bangsa Indonesia memiliki sejarah yang panjang mengenai
persatuan yang membangun bangsa dan perpecahan yang menghancurkannya. Oleh
karenanya, sudah sangat jelas tindakan-tindakan yang memecahkan persatuan bangsa seperti
bully harus dihentikan. Penerapan masyarakat yang bersatu dan saling berkerjasama-lah yang
akan terus membangun dan menjaga keberlangsungan Indonesia.
Sila Keempat mewajibkan bangsa Indonesia mengikuti pemimpin yang adil dan
bijaksana beserta dengan aturan yang mengikutinya. Pemimpin-pemimpin dengan wawasan
yang luas tentunya akan membuat suatu regulasi atau aturan mengenai bully dan seringkali
mereka melarang keras adanya bully. Sebagai bagian dari mufakat akan aturan dan
kepemimpinan, maka secara bertahap bully akan memudar bersama dengan penegasan aturan
pelarangan bully tersebut.
Sila kelima menyeru kepada bangsa Indonesia untuk dapat saling berlaku adil kepada
sesama bangsa. Sifat dan rasa keadilan yang tinggi akan mencegah bangsa Indonesia untuk
menjauhi hal-hal yang menghancurkan keadilan itu sendiri. Tidak terkecuali bully, yang dari
setiap aspek bisa dikatakan sebagai suatu tindakan yang tidak adil. Apabila rasa keadilan
bangsa Indonesia dapat tumbuh dan terus berkembang, maka bangsa Indonesia akan tidak
terpikir sedikitpun bahwa bully layak dilakukan.
Maka dari itu untuk mencegah terjadinya cyber bullying, maka dalam memanfaatkan
IPTEK harus dibarengi dengan etika. Menurut Kaelan (2000) bahwa Pancasila merupakan
satu kesatuan dari sila-silanya harus merupakan sumber nilai, kerangka berpikir serta asas
moralitas bagi pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu sila-sila dalam
Pancasila menunjukkan sistem etika dalam pembangunan iptek yakni :
1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, mengimplementasikan ilmu pengetahuan, mencipta,
perimbangan antara rasional dengan irrasional, antara akal, rasa, dan kehendak.
Berdasarkan sila pertama ini iptek tidak hanya memikirkan apa yang ditemukan,
dibuktikan, dan diciptakan, tetapi juga dipertimbangkan maksudnya dan akibatnya
apakah merugikan manusia dengan sekitarnya. Pengolahan diimbangi dengan
pelestarian. Sila pertama menempatkan manusia di alam semesta bukan sebagai
pusatnya melainkan sebagai bagian yang sistematik dari alam yang diolahnya.
2. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, memberikan dasar- dasar moralitas bahwa
manusia dalam mengembangkan iptek haruslah secara beradab. Iptek adalah bagian
dari proses budaya manusia yang beradab dan bermoral. Oleh sebab itu,
pembangunan iptek harus didasarkan pada hakikat tujuan demi kesejahteraan umat
manusia Iptek harus dapat diabdikan untuk peningkatan harkat dan martabat manusia,
bukan menjadikan manusia sebagai makhluk yang angkuh dan sombong akibat dari
penggunaan iptek.
3. Sila Persatuan Indonesia, memberikan kesadaran kepada bangsa Indonesia bahwa rasa
nasionalisme bangsa Indonesia akibat dari sumbangan iptek, dengan iptek persatuan
dan kesatuan bangsa dapat terwujud dan terpelihara, persaudaraan dan persahabatan
antar daerah di berbagai daerah terjalin karena tidak lepas dari faktor kemajuan iptek.
Oleh sebab itu, Iptek harus dapat dikembangkan untuk memperkuat rasa persatuan
dan kesatuan bangsa dan selanjutnya dapat dikembangkan dalam hubungan manusia
Indonesia dengan masyarakat internasional.
4. Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan,mendasari pengembangan iptek secara demokratis.
Artinya setiap ilmuwan haruslah memiliki kebebasan untuk mengembangkan iptek.
Selain itu dalam pengembangan iptek setiap ilmuwan juga harus menghormati dan
menghargai kebebasan orang lain dan harus memiliki sikap yang terbuka artinya
terbuka untuk dikritik, dikaji ulanh maupun dibandingkan dengan penemuan teori
lainnya.
5. Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, kemajuan iptek harus dapat
menjaga keseimbangan keadilan dalam kehidupan kemanusiaan, yaitu keseimbangan
keadilan dalam hubungannya dengan dirinya sendiri, manusia dengan Tuhannya,
manusia dengan manusia lain, manusia dengan masyarakat bangsa dan negara serta
manusia dengan alam lingkungannya.
Cyberbullying seharusnya tidak terjadi jika generasi muda menerapkan nilai-nilai
Pancasila dalam kehidupan, karena keduanya bertentangan. Dapat dikatakan perilaku yang
bertentangan dengan Pancasila merupakan perilaku yang tidak baik dan tidak benar. Karena
dalam sila pertama hingga kelima, sebagai bangsa Indonesia kita diharuskan untuk mencintai
dan mengasihi sesama, menerima berbagai perbedaan, bersatu sebagai satu bangsa dan tanah
air, saling menghargai, dan tidak mengintimidasi orang lain. Oleh karena itulah, generasi
muda perlu kembali kepada Pancasila untuk membentengi diri dari bersikap buruk dalam
berbagai aspek kehidupan.
KESIMPULAN
1. Cara pandang masyarakat bangsa Indonesia yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila
dapat bergeser dengan cara pandang yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.
Misalnya masyarakat harusnya menggunakan IPTEK untuk kebaikan, tetapi malah
disalahgunakan salah satunya melakukan tindakan bullying berunsur sara di media
sosial atau yang biasa disebut cyberbullying. Maka dari itu, siswa atau mahasiswa
yang sedang mencari ilmu perlu diberikan Pendidikan karakter melalui Pendidikan
Pancasila. Pancasila harus dijadikan sebagai dasar nilai pengembangan IPTEK di
Indonesia.
2. Penerapan Pendidikan karakter melalui Pendidikan Pancasila bisa menerapkan nilai-
nilai Pancasila dalam etika penggunaan dan Pengembangan IPTEK dalam kehidupan
sehari- harinya. Sila pertama mengandung bahwa iptek tidak hanya memikirkan apa
yang ditemukan, dibuktikan, dan diciptakan, tetapi juga dipertimbangkan maksudnya
dan akibatnya apakah merugikan manusia dengan sekitarnya. Pada sila kedua
mengandung makna manusia dalam mengembangkan iptek haruslah secara beradab.
Iptek harus dapat diabdikan untuk peningkatan harkat dan martabat manusia, bukan
untuk menjatuhkan harga diri orang lain seperti yang dilakukan dalam cyber bullying.
Sila ketiga, memberikan landasan esensial bagi kelangsungan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI), sehingga mahasiswa harus menggunakan ilmu yang
mereka dengan menjunjung tinggi persatuan Indonesia bukan untuk memecah belah
bangsa Indonesia. Sila ke empat mendasari pengembangan iptek secara demokratis
artinya setiap ilmuwan juga harus menghormati dan menghargai kebebasan orang lain
dan harus memiliki sikap yang terbuka artinya terbuka untuk dikritik. Sila ke lima
mengandung makna bahwa kemajuan iptek harus dapat menjaga keseimbangan
keadilan dalam kehidupan kemanusiaan, yaitu keseimbangan keadilan dalam
hubungannya dengan dirinya sendiri,tuhan,manusia lain,masyarakat bangsa dan
Negara, serta lingkungannya. Sehingga kita bisa lebih bijak dalam menggunakan iptek
dan tidak merusak hubungan hubungan tersebut dengan melakukan cyberbullying
maupun perbuatan yang bertentangan dengan norma dan nilai nilai yang terdapat
dalam pancasila.
DAFTAR PUSTAKA

Wahyuliana, I., Nugroho, L. D., & Pawestri, A. (2022).Pendidikan Karakter Melalui


Pendidikan Pancasila sebagai Upaya Preventif penyalahgunaan Data Pribadi Dalam
Perkembangan IPTEK. Jurnal Pancasila, 3(1), 20-30.

Setyorini Ika. (2018). Urgensi Penegasan Pancasila Sebagai Dasar Nilai


Pengembangan IPTEK, Syariati, Vol IV No 2 November 2018, p 216

Nuraeni, I., & Dewi, D. A. (2022). Peranan pancasila sebagai landasan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. 6(2), 9986-9991

yuniati, Y. (2019, Jan-Juni). Pancasila sebagai sumber nilai tertinggi bagi peningkatan
dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi indonesia di era revolusi4.0.
Jurnal Ekonomedia, 8(01), 2252-8369.

https://www.kompasiana.com/dea94078/5fac12a2d541df677f217382/peran-pancasila-
dalam-pencegahan-cyberbullying
diunduh 13 Oktober 2022

Anda mungkin juga menyukai