Tujuan Pembelajaran
A. Pendahuluan
B. Pembahasan
Perkembangan IPTEK yang begitu maju menyisakan satu pertanyaan yakni;apakah Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi adalah wilayah yang bersifat nir-nilai?Bersifat nir-nilai yang
dimaksud berhubungan dengan persoalan apakah yangdihasilkan dalam ilmu pengetahuan
dan teknologi tidak terkait dengan moralitas.Diskusi tentang moralitas dalam
perkembangan IPTEK tentu tidak serta mertamendapatkan satu suara yang bulat. Terlebih
status IPTEK yang bersifat otonom dantak bisa diganggu gugat karena bekerja dalam metode
ilmiah tertentu. Metode ilmupengetahuan memang otonom dan tidak boleh dicampuri oleh
pihak lain. Tidak adainstansi lain yang berhak menyensor dan menentukan penelitian ilmiah.
Dan memangkini sudah semakin diterima tanpa keberatan bahwa ilmu adalah otonom
dalammengembangkan metode dan prosedurnya. Tidak ada hak atau kuasa dari instansi lain,
entah itu terjadi atas nama nilai moral, nilai keagamaan, pertimbangan nasional ,atau alasan
Character Building: Pancasila
apa pun juga. Inilah yang menjadikan IPTEK kemudian dapatberkembang pesat seperti
saat ini.
Akan tetapi, pengalaman sejarah mengatakan bahwa perkembangan IPTEK jelas terkait
erat pula dengan persoalan moralitas. Penemuan bom atom yang meluluh lantakan kota
Hiroshima dan Nagasaki, di Auschwitz dalam tahun 1943, untuk mencoba memahami hereditas
atau warisan sifat fisik dan perilaku manusia Josef Mengele melakukan penyiksaan terhadap
orang-orang kembar sampai meninggal dunia (Ridley, 2021). Teknologi informasi yang
berkembang begitu pesat dengan membawa kebebasan berekspresi dan berkarya bagi manusia.
Akan tetapi, kebebasan ini seringkali disalah gunakan. Misalnya, media sosial disalahgunakan
untuk melakukan kejahatan seperti penipuan, penyebaran berita hoaks penyebaran ujaran
kebencian serta cyberbullying.
Berbagai persoalan di atas tentu membawa kita pada kesimpulan bahwa apa yang
dihasilkan oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tetap harus disertai dengan
tuntunan moral. Berbicara mengenai moral, maka kita berbicara mengenai apa yang benar dan
apa yang salah sebagai manusia. Persoalan apa yangbenar dan salah ini, merupakan bagian dari
kajian etika. Etika disebut juga sebagai filsafat moral. Kata etika dan moral dengan demikian
menjadi sedemikian eratnya meskipun pada awalnya, moral hanya merupakan satu dari
beberapa objek kajian etika. Dewasa ini, sudah menjadi hal yang umum ketika orang
menggunakan kata “prinsip etis” atau “pertimbangan etis” untuk merujuk pada “penilaian
moral” atau “prinsip moral” (Singer, n.d.). Jadi, ketika kita berbicara mengenai nilai moral baik
atauburuk manusia maka kita berbicara mengenai persoalan etis.
Ada besar sekali kemungkinan penyalahgunaan atas kemajuan IPTEK. Tidak sedikit kejadian
di mana IPTEK digunakan untuk tujuan yang tidak baik. Kasus di bawah ini bisa melukiskan
kepada kita contoh penyalahgunaan IPTEK oleh insan-insan tidak bertanggung jawab di
republik ini (Wulandari, 2005).
1. Penyalahgunaan komputer
Penyalahgunaan atau kejahatan komputer, walau umumnya lebih terbatas pada kalangan
tertentu (yang menguasai kemampuan untuk itu) sudah banyak terjadi. Pelaku kejahatan
Character Building: Pancasila
komputer cenderung cerdas dan memandang eksploitasi mereka sebagai tantangan intelektual.
Berbeda dengan bentuk kejahatan lain, terminal komputer secara fisik dan psikologis jauh dari
kontak tatap muka secara langsung dengan korban kejahatan tersebut. Juga tidak seperti
penjahat dengan kekerasan, penjahat komputer mudah menipu diri sendiri bahwa mereka tidak
merugikan orang lain, khususnya bila mereka memandang perbuatan mereka tidak lebih
daripada sekedar olok-olok saja. Keadaan ini semakin diperburuk oleh kurang memadainya
perlindungan terhadap korban kejahatan komputer. Teknologi untuk mencegah kejahatan dan
menangkap pelaku kejahatan komputer selalu tertinggal di belakang implementasi aplikasi-
aplikasi komputer baru. Yang jelas, kejahatan komputer telah banyak melanggar hak atas
privasi, baik yang dimiliki oleh pribadi maupun kelompok,baik untuk tujuan penyalahgunaan
demi keuntungan diri sendiri atau kelompok, maupun hanya untuk sekedar membuat
kekacauan.
2. Malpraktek
Kemajuan teknologi yang semakin pesat, dengan sendirinya telah menciptakan kebutuhan yang
terus membengkak, dan telah memaksa orang-orang kaya, yang jumlahnya merupakan
Character Building: Pancasila
minoritas di antara penduduk dunia, untuk memenuhi kebutuhan ambisius mereka, dengan
mengklaim hak-hak istimewa yang sebenarnyasudah tidak pada tempatnya. Akibatnya, berjuta-
juta petani dan pengrajin telah terenggut dari tanah mereka, terusir dari sumber penghasilan
mereka. Hal ini juga terjadi pada skala internasional yang sangat luas, di mana telah terjadi
perlakuan yangtidak sepantasnya oleh negara-negara kaya terhadap negara-negara miskin dan
kurang berkembang. Adanya rencana-rencana gila berselimutkan appropriate technology, di
mana tanah garapan produktif negara negara miskin dikelola oleh transnational corporations
dan elite setempat, yang tujuannya hanya untuk pemuasansekelompok orang kaya dunia. Juga
terjadi pengikisan orang-orang miskin yang sedang tumbuh dengan aktivitas produktif, melalui
pemekaran bentuk-bentuk teknologi yang padat modal, yang membuat guncangan bagi orang-
orang miskin karena ketiadaan pekerjaan.
Teknologi telah banyak berkembang termasuk dalam hal teknologi informasi, sehingga
negara-negara mampu menyampaikan pesan-pesan apa saja ke negara- negara berkembang dan
miskin, melalui beraneka media yang mudah digunakan dan didapatkan. Pesan-pesan itu
cenderung menimbulkan berbagai hal yang tidak menguntungkan bagi dunia terbelakang,
sementara menguntungkan baginegaranegara pengirim pesan. Pesan-pesan yang disampaikan
dapat menimbulkan dalam hati para pendengar, harapan-harapan yang mungkin tidak bisa
dicapai, sikapserta gaya hidup yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan situasi dan
tuntutan mendesak negara itu sendiri. Pengaruh dari pesan-pesan tadi bisa lebih buruk lagi di
mana kreativitas kultural asli dari negaranegara berkembang dan miskintertindih dan terkikis
habis. Dengan demikian, negara-negara berkembang atau negara kurang berkembang
menghadapi risiko bahwa statusnya secara berangsur - angsur akan surut sampai menjadi
konsumen belaka dari produk pabrik maupun produk kebudayaan dari peradaban-peradaban
lain. Kalau hal itu dibiarkan terus maka akan terjadi ketergantungan terus menerus negara -
negara kurang berkembangkepada negara yang lebih maju.
Selain hal di atas, ancaman terhadap nilai budaya yang berkembang di Indonesia. Nilai
kesopanan dan religiositas seolah mulai menipis khususnya di ruang lingkup virtual. Hal
tersebut tercermin dari berbagai peristiwa seperti maraknya ujarankebencian, penyebaran berita
hoax, cyber-bullying, dan perilaku tidak bermoral lainnya yang kita temui dalam interaksi di
dunia virtual. Tentu perilaku-perilaku ini tidak mencerminkan budaya Indonesia, sehingga
dapat dikatakan bahwa ada ancaman yang terjadi di wilayah virtual terhadap budaya kita
Etika Pancasila berbicara tentang nilai-nilai yang sangat mendasar dalam kehidupan
manusia. Nilai yang pertama adalah ketuhanan. Secara hirarkis nilai ini bisa dikatakan sebagai
nilai yang tertinggi karena menyangkut nilai yang bersifat mutlak. Seluruh nilai kebaikan
diturunkan dari nilai ini. Suatu perbuatan dikatakan baikapabila tidak bertentangan dengan nilai,
kaidah dan hukum Tuhan. Pandangandemikian secara empiris bisa dibuktikan bahwa setiap
perbuatan yang melanggar nilai, kaidah dan hukum Tuhan, baik itu kaitannya dengan hubungan
antara manusiamaupun alam pasti akan berdampak buruk. Misalnya pelanggaran akan kaidah
Tuhan tentang menjalin hubungan kasih sayang antarsesama akan menghasilkan konflik dan
permusuhan. Pelanggaran kaidah Tuhan untuk melestarikan alam akan menghasilkanbencana
alam, dan lain-lain.
Nilai yang kedua adalah kemanusiaan. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila sesuai
dengan nilai-nilai kemanusiaan. Prinsip pokok dalam nilai kemanusiaan Pancasila adalah
keadilan dan keadaban. Keadilan mensyaratkan keseimbangan, antara lahir dan batin, jasmani
dan rohani, individu dan sosial, makhluk bebas mandiridan makhluk Tuhan yang terikat hukum-
hukum Tuhan. Keadaban mengindikasikan keunggulan manusia dibanding dengan makhluk
lain, yaitu hewan, tumbuhan, dan benda tak hidup. Karena itu perbuatan itu dikatakan baik
apabila sesuai dengan nilai- nilai kemanusiaan yang didasarkan pada konsep keadilan dan
keadaban.
Nilai yang ketiga adalah persatuan. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila dapat
memperkuat persatuan dan kesatuan. Sikap egois dan menang sendiri merupakan perbuatan
2) Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab: memberi arah dan mengendalikan ilmu
pengetahuan. Ilmu dikembalikan pada fungsinya semula, yaitu untuk kemanusiaan,tidak
hanya untuk kelompok atau lapisan tertentu saja.
3) Sila Persatuan Indonesia: mengkomplementasikan universalisme dalam sila-sila yang lain,
sehingga suprasistem tidak mengabaikan sistem dan sub-sistem. Solidaritas dalam sub-sistem
sangat penting untuk kelangsungan keseluruhan individualitas, tetapi tidak mengganggu
integrasi.
4) Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, mengimbangi otodinamika ilmu pengetahuan dan teknologi
berevolusi sendiri dengan leluasa. Eksperimentasi penerapan danpenyebaran ilmu pengetahuan
harus demokratis dapat dimusyawarahkan secara perwakilan, sejak dari kebijakan, penelitian
sampai dengan penerapan massal.
5) Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, menekankan ketiga keadilan filsuf klasik
Aristoteles: keadilan distributif, keadilan kontributif, dan keadilan komutatif. Keadilan sosial
juga menjaga keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat, karena kepentingan
individu tidak boleh terinjak oleh kepentingan semu.Individualitas merupakan landasan yang
memungkinkan timbulnya kreativitas dan inovasi.
Peran Pancasila sebagai dasar etis dalam ruang lingkup perkembangan IPTEK diatas, tidak
hanya perlu diwujudkan dalam dunia fisik manusia Indonesia, tetapi juga di dunia virtual.
Sebagaimana disampaikan pada bagian sebelumnya, bahwa maraknya perkembangan ujaran
kebencian, cyber-bullying, dan penyebaran hoax adalah tandaketidaksiapan dalam menghadapi
perkembangan teknologi termasuk didalamnya kesiapan karakter, maka, peran Pancasila
sebagai dasar etis harus mampu menjadi titik tolak dalam pembentukan karakter masyarakat
Indonesia. Pembentukan karakter berbasis Pancasila harus dimasukkan sebagai bagian dari
upaya mengembangkan kesiapan masyarakat Indonesia dalam beraktivitas di dunia virtual.
Adapun upaya pengembangan kesiapan masyakarat dalam dunia virtual tidak bisa dilepaskan
dari apa yang dinamakan sebagai literasi digital.
Literasi digital merujuk pada kemampuan yang tidak hanya menyangkut penguasaan
C. Penutup
Tugas
Carilah 1 kasus penyalahgunaan ilmu dan teknologi (IPTEK) sesuai dengan Bidang/Jurusan
kuliah Anda di Binus University dan gunakan Pancasila sebagai dasaretik untuk menyelesaikan
kasus permasalahan keilmuan dimaksud! Anda belajar nilaiapa dari kasus ini untuk hidup lebih
baik menjadi ilmuwan yang Pancasilais di masa- masa mendatang? Jelaskan dan contohkan
secara konkret!