Tujuan pembelajaran:
Bagi orang Indonesia Pancasila merupakan kristalisasi nilai-nilai luhur yang hidup dan
merasuk dalam kehidupan keseharian masyarakat suku-suku bangsa di Indonesia sejak lama
sekaligus merupakan ciri khas budaya dan peradaban manusia Indonesia yang harus terus
dipelihara. Menjelang kemerdekaan Indonesia para founding fathers bangsa Indonesia berhasil
menggali dan merumuskan nilai-nilai luhur masyarakat suku-suku bangsa di Indonesia ke
dalam lima (5) sila yang disebut Pancasila, yang kemudian disepakati sebagai dasar negara
republik Indonesia merdeka. Kelima sila atau dasar tersebut, pertama adalah nilai ketuhanan,
kedua adalah nilai kemanusiaan, ketiga adalah nilai persatuan, keempat adalah nilai kerakyatan
(demokrasi) dan kelima adalah nilai keadilan. Tanpa menyangkal adanya berbagai nilai lain
yang tentu sangat penting dalam kehidupan bersama, berbangsa dan bernegara, para pendiri
bangsa ini telah menjadikan kelima sila ini, yang memuat kelima nilai-nilai luhur budaya dan
peradaban suku-suku bangsa di bumi Nusantara sebagai dasar bagi terbentuknya negara yang
disebut Indonesia.
Sebagai dasar negara, Pancasila memiliki kedudukan sangat penting bagi Indonesia,
yang perlu selalu tertanam dalam hati sanubari masyarakat Indonesia dari generasi ke generasi
secara turun temurun. Kelima sila dalam Pancasila harus selalu menjiwai seluruh kehidupan
bangsa Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga Pancasila dalam
perannya sebagai dasar negara juga berperan sebagai pemersatu bangsa, pengikat seluruh
keragaman suku dan budaya yang tumbuh dan berkembang di bumi persada Nusantara,
Indonesia ini. Bagi bangsa Indonesia, Pancasila tetap dihayati sebagai pengikat dan pemersatu
sekalipun mereka tinggal berada di negara lain jauh dari wilayah teritorial republik Indonesia.
Pancasila, dengan kelima nilai yang terkandung di dalamnya harus terus diusahakan
agar selalu tampil dalam keseharian praktek hidup orang-orang Indonesia, dan tidak hanya
terbatas pada hal-hal tertentu yang secara sengaja dicari landasannya dalam sila-sila Pancasila,
seperti dalam merumuskan kebijakan tertentu terkait pembangunan ekonomi umpamanya.
Nilai-nilai Pancasila harus bisa kelihatan dalam segala aspek kehidupan masyarakat Indonesia,
baik dalam mengelola kehidupannya pribadi maupun dalam menjalani kehidupan sosialnya,
dalam hubungan dengan sesama, dunia dan Tuhannya. Supaya hal itu bisa terjadi maka jiwa
atau semangat sila-sila Pancasila harus menjadi pola pikir, paradigma, yang mendasari sikap
dan perilaku keseharian orang-orang Indonesia, yang terbentuk melalui pembiasaan, sehingga
menjadi budaya dan ciri khas nyata orang-orang Indonesia.
B. Pengertian Karakter1
Sebagai sebuah konsep, karakter memiliki ragam arti dan bisa digunakan oleh berbagai
disiplin ilmu untuk menjelaskan sifat sesuatu yang unik, menonjol dan berbeda dengan sesuatu
yang lainnya. Konsep ini bisa digunakan dalam ilmu-ilmu sosial dan teknologi. Tentu, tidak
setiap makna dari setiap ilmu itu akan dibahas disini. Terminologi karakter yang akan menjadi
rujukan di sini terutama berkaitan dengan disposisi mental, moral atau etika yang dimiliki oleh
seorang individu atau kelompok yang dapat menjadikannya berbeda dengan orang lain. Sifat
tersebut akan menentukan bagaimana ia berpikir, merasa dan bertindak dalam sebuah situasi
yang konkrit yang dihadapinya. Dengan demikian karakter yang dimaksudkan dalam
pembahasan ini lebih merujuk pada sifat-sifat yang dipandang baik dan diharapkan oleh sebuah
masyarakat atau Negara.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) karakter adalah (1) tabiat; sifat-
sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain; watak;
1
Sub Topik ini diambil dari Yustinus Suhardi Ruman, dkk (2018), Character Building Kewarganegaraan, Jakarta:
Bina Nusantara, Media & Publishing
Character Building: Pancasila
(2) huruf, angka, ruang, simbol khusus yang dapat dimunculkan pada layar dengan papan ketik
berkarakter mempunyai tabiat; mempunyai kepribadian; berwatak. Berdasarkan pengertian
leksikal tersebut kata karakter dapat merujuk pada manusia, dan juga pada obyek tertentu yang
membedakan satu manusia dengan manusia yang lainnya, atau antara satu obyek dengan obyek
yang lainnya.
Merriam Webster Dictionary mengartikan kata karakter untuk menjelaskan berbagai
hal. Kata itu dapat menjelaskan grafik device, grafik symbol, astrologi emblem, tulisan atau
huruf, dan terakhir kata karakter merujuk pada individu. Dalam kaitan dengan individu,
karakter dimaknai sebagai ciri, sifat atau corak (attributes, features) yang membedakan antara
satu individu dengan individu lainnya, atau antara satu kelompok dengan kelompok yang
lainnya. Selain itu, kata karakter juga menerangkan sifat etis dan mental yang kompleks yang
menandai seorang individu dan kelompok.
Perhatian terhadap karakter warga Negara sebetulnya telah berusia tua. Aristoteles (384
SM – 322 SM) seorang filsuf klasik dari Yunanai misalnya telah memberikan perhatian pada
pentingnya karkter manusia pada umumnya dan warga negara Yunani pada khususnya.
Pandangan Arisoteles tentang karakter itu dapat dibaca dalam artikel yang ditulis oleh Perkins
dan Timmerman yang berjudul “Critical Examination of the Debate Over Virtue Ethics and
Situationism”. Dalam artikel ini, Perkins dan Timmerman menjelaskan bahwa menurut
Aristotels, karakter itu terdiri dari kebajikan-kebajikan yang dapat meningkatkan kebahagiaan
manusia. Kebajikan-kebajikan ini dapat mencegah berkembangnya kejahatan. Menurut
Aristotels, kebajikan-kebajikan ini bersifat intekletual karena berasal dari apa yang disebutnya
phronesis yakni sebuah tindakan berdasarkan pertimbangan yang benar. Phronesis dapat
diperoleh melalui pendidikan yang diikuti dengan latihan-latihan. Bagi Aristoteles orang baik
akan menjadi baik karena ia bersikap baik.
Selain Aristotles, seorang filsuf eksistensial modern dari Prancis, Jean-Paul Sartre
(1905-1980) sebagaimana dibahas oleh Weber (2006) mendefinisikan karakter sebagai
kumpulan sifat yang dimiliki oleh seorang pribadi. Sifat ini merupakan disposisi yang relatif
stabil untuk berpikir, merasakan dan berperilaku dengan cara terentu dalam situasi tertentu
pula. Contohnya adalah sifat berani atau pengecut. dalam menghadapi bahaya nyata. Orang
yang memiliki karakter pemberani akan mengahadapi situasi tersebut secara berani, namun
seorang pengecut akan melarikan diri. Seorang yang memiliki karakter pengecut tidak akan
tiba-tiba menjadi pemberani, demikian juga sebaliknya. Dengan demikian disposisi seseorang
tersebut tidak hanya relative stabil tetapi juga disposisi dalam waktu yang panjang.
C. Pendidikan dan Internalisasi Nilai sebagai Pendidikan Karakter
Dilihat dari kondisi masyarakat kita, mulai dari diri pribadi para pemimpin dan
berpendidikan di negara kita, maka tidak dapat disangkal lagi bahwa pendidikan atau
pembentukan karakter merupakan hal sangat mendesak. Ada cukup banyak perilaku tidak
terpuji bahkan sangat keji terjadi di tengah-tengah masyarakat kita. Banyak penyahgunaan
kekuasaan, bertindak merugikan bahkan berperilaku tidak berperikemanusiaan. Ketidak-
jujuran dan korupsi terjadi di mana-mana, praktek ketidakadilan dan pelanggaran hak azasi
Pancasila memuat nilai-nilai luhur yang merupakan endapan warisan budaya yang
Character Building: Pancasila
hidup dan berkembang cukup lama dalam kehidupan suku-suku bangsa di Indonesia. Ketika
Indonesia hendak memproklamirkan kemerdekaannya, para founding fathers menggali hal-hal
sangat mendasar yang dimiliki oleh suku-suku bangsa di Indonesia yang dijadikan sebagai
modal, landasan, sekaligus sebagai kekuatan pemersatu bangsa Indonesia menuju pintu
kemerdekaannya, yang kemudian dijadikan sebagai dasar Negara Indonesia, yang akan terus
mengikat soliditas seluruh warga Negara Indonesia ke depan.
Pancasila yang berhasil dirumuskan dengan baik, singkat dan padat, yang terdiri atas
lima sila, tidak lain adalah rumusan dari nilai-nilai luhur yang digali dari kekayaan budaya
masyarakat Indonesia, sekaligus merupakan modal utama yang membuat Indonesia akhirnya
mampu memproklamirkan kemerdekaannya. Nilai-nilai luhur itulah yang menjadi kekuatan,
bukan saja dalam mencapai kemerdekaan, melainkan juga yang diyakini menjadi kekuatan
yang tetap dibutuhkan untuk mengisi kemerdakaan itu serta mewujudkan cita-cita luhur bangsa
Indonesia, menjadi Negara yang sejahtera, adil dan makmur.
Sebagai nilai-nilai luhur bangsa Indonesia sudah seharusnya hal itu terus
terinternalisasikan dalam hati dan diri pribadi setiap orang Indnesia di manapun dia berada.
Namun hal itu tidak selalu terjadi, terutama untuk generasi muda di zaman sekarang ini dan di
masa depan. Hal ini terkait dengan semakin banyaknya tantangan kemajuan zaman yang
menawarkan nilai-nilai lain yang sepertinya lebih menggugah, lebih menarik minat, mudah dan
praktis, sehingga mudah mengikutinya. Namun demikian nilai-nilai baru tersebut tidak selalu
dapat menjamin kekokohan diri pribadi individu dan juga pribadi bangsa, karena kebanyakan
sifatnya semu dan instan. Daya tawar nilai-nilai baru yang dengan mudah sampai kepada kita
melalui berbagai bentuk propaganda yang dikemas dalam wujud samar dan bahkan terang-
terangan, melalui berbagai media sosial yang sangat mudah diakses, sangat berpotensi
meruntuhkan dengan mudah nilai-nilai luhur bangsa kita yang sudah teruji kekokohan dan
kegunaannya yang sangat hakiki dalam kehidupan kita.
Berhadapan dengan nilai-nilai baru, yang sangat potensial menggerogoti nilai-nilai
luhur bangsa kita sebagaimana tertuang dalam Pancasila, maka kita, sambil tetap terbuka bagi
nilai-nilai baru produk kemajuan zaman dan peradaban, kita harus tetap memelihara identitas
dan jati diri kita sebagai bangsa.
Kita perlu terus mencari cara-cara baru yang sesuai dengan kondisi zaman menghidupi nilai-
nilai luhur bangsa kita sebagai ciri khas kita sebagai bangsa Indonesia. Nilai-nilai luhur yang
terkristal dalam Pancasila selain sebagai endapan nilai-nilai mulia bangsa kita, juga kita ketahui
bahwa nilai-nilai tersebut sungguh bersifat universal, diakui keluhurannya oleh bangsa-bangsa
lain di dunia. Cara agar nilai luhur Pancasila itu terus bisa hidup dan berkembang dalam sendi-
sendi kehidupan bangsa kita dari generasi ke generasi berikutnya, maka kita perlu terus
Character Building: Pancasila
mendalaminya, membicarakan dan mengkajinya, serta menerapakan semangat nilai-nilai itu
dalam peri dan perjuangan hidup kita sehari-hari. Kita perlu melestarikan, melanggengkan dan
mengabadikan nilai-nilai filosofi Pancasila dalam praksis hidup kita, setiap orang yang
menyandang predikat warga negara Indonesia.
Untuk semakin akrab dengan nilai-nilai luhur Pancasila, dan terutama cara
penerapannya dalam praktek hidup konkrit kita sehari-hari, maka kita perlu mendalaminya
bersama, sila per sila, mencari makna hakiki dari setiap nilai yang terkandung dalam sila-sila
itu, berusaha mencari cara penerapannya yang pas dalam kehidupan, sikap dan perilaku kita
sehar-hari. Sebelum sampai pada penerapan itu tentu kita mantapkan lebih dulu keyakinan dan
penerimaan kita atas nilai-nilai tersebut, sehingga terbentuklah paradigma dan pola pikir kita
bahwa inilah nilai-nilai luhur bangsa kita dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara
kita. Nilai-nilai tersebut mesti terus kita pelihara, junjung tinggi, hidupi dan wariskan turun-
temurun kepada anak cucu kita.
Dari paradigma dan pola pikir yang terbentuk dan diikat oleh nilai-nilai itu, barulah kita
kemudian turunkan ke ranah sikap dan perilaku nyata kita, yang mencerminkan secara jelas
semangat dan sekaligus kekuatan serta urgensinya nilai-nilai dasar Negara kita itu.
Terdapat lima nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila, tertuang secara
eksplisit dalam sila-silanya. Nilai ke-1 adalah nilai ketuhahan, terkandung dalam sila pertama.
Nilai ke-2 adalah nilai kemanusiaan, terkandung dalam sila kedua. Nilai ke-3 adalah nilai
persatuan, terkandung dalam sila ketiga. Nilai ke-4 adalah nilai demokrasi, terkandung dalam
sila keempat. Dan nilai ke-5 adalah nilai keadilan, terkandung dalam sila kelima. Inilah kelima
nilai dasar dan luhur yang tertuang dalam Pancasila, yang merupakan dasar Negara kita, bahkan
juga merupakan ideologi Negara kita Indonesia tercinta ini. Kelima nilai inilah yang terus kita
perdalam dan kembangkan pemahamannya serta penghayatannya dalam sendi-sendi kehidupan
kita berbangsa dan bernegara.
Pembahasan, pendalaman, dan upaya mengkonkritkan penerapan dan penghayatan
nilai-nilai pancasila dalam kehidupan kita bisa dilakukan dalam berbagai cara dan kesempatan,
secara formal, informal, dan bahkan non formal. Untuk di lembaga-lembaga pendidikan
pelaksanaannya akan dilakukan secara formal, menjadi bagian dari pembelajaran, namun yang
harus diikuti dengan penerapan, pembiasaan, yang kemudian direfleksikan lagi, sehingga
pemahaman dan penghayatannya jauh lebih bermutu dan berdaya pikat kuat.
Buatlah sebuah tulisan refleksif (renungan) yang menunjukkan bahwa Pancasila yang dimiliki
oleh kita orang Indonesia ini sungguh dapat diandalkan sebagai sumber nilai bagi pendidikan
karakter (character education) kita sebagai anak bangsa. Identifikasikan nilai-nilai umum apa
saja yang terdapat di dalam Pancasila itu? Uraikan!
Frederikus Fios, Murty Magda Pane, Nikodemus Thomas Martoredjo, Dalmeri, Alfensius
Alwino. (2018). Character Building Pancasila. PT. Widia Inovasi Nusantara. Jakarta. ISBN:
978-6021138519. Chapter 1
Supporting material:
SM01 - CHARACTER EDUCATION BASED ON PANCASILA VALUES THROUGH
CURRICULUM 2013 ON PRIMARY EDUCATION CHILDREN IN MADURA
https://www.researchgate.net/publication/321047636_Character_Education_Based_on_Pa
ncasila_Values_Through_Curriculum_2013_on_Primary_Education_Children_in_Madura/lin
k/5a0a4070aca272d40f412890/download