Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah Pancasila dan
Pembangunan Karakter Bangsa ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada bapak/ibu dosen, orang tua, teman-teman, serta seluruh pihak
yang terlibat dalam membantu terselesaikannya makalah ini.
Makalah Pancasila dan Pembangunan Karakter Bangsa ini disusun untuk memenuhi
tugas mata kuliah Pancasila 2. Selain itu juga dimaksudkan untuk memberikan pemahaman dan
pengetahuan mengenai pembangunan karakter bangsa. penulis berharap makalah ini dapat
memberi gambaran ataupun menjadi referensi kita dalam mengenal dan mempelajari Pancasila
dan Pembangunan Karakter Bangsa.
Dalam makalah ini penulis menyadari masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu segala
saran dan kritik guna perbaikan dan kesempurnaan sangat kami nantikan. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun dan para pembaca pada umumnya.
Pekanbau,15 November
Penulis
DAFTAR ISI
Pendidikan tinggi sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional memiliki peran
strategis dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan ilmu pengetahuan dan
teknologi dengan memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora serta pembudayaan dan
pemberdayaan bangsa Indonesia yang berkelanjutan. Untuk meningkatkan daya saing bangsa
dalam menghadapi globalisasi di segala bidang, diperlukan pendidikan tinggi yang mampu
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta menghasilkan intelektual, ilmuwan,
dan/atau profesional yang berbudaya dan kreatif, toleran, demokratis, berkarakter tangguh, serta
berani membela kebenaran untuk kepentingan bangsa.
Wacana penghapusan pendidikan Pancasila memang bersifat responsif sehingga perlu
dihargai. Responsif, antara lain, karena masalah toleransi beragama, kekerasan, dan terorisme
kini mengemuka. Juga responsif karena pendidikan Pancasila menggugat ingatan kita pada Orde
Baru, sebuah orde yang menggunakan Pancasila sebagai penguatan dan pelanggengan hegemoni
para penguasa waktu itu. Penataran P4 sebagai kepanjangan tangan pendidikan Pancasila,
dengan alasan sama, juga menghidupkan kembali trauma masa lalu. Dalam jangka panjang
(beberapa generasi mendatang), penghapusan tersebut dapat menyebabkan Indonesia menjadi
sebuah negara tanpa orientasi kebangsaan. Hal itu disebabkan para anggota masyarakatnya tidak
lagi memahami jati dirinya sebagai sebuah bangsa yang setiap anggotanya memanggul tanggung
jawab untuk membangun komunitas peradaban dalam skala kebangsaan. Mengacu tengara John
Gardner sebagaimana dikemukakan, keroposnya pijakan moral kebangsaan dalam setiap individu
warganya akan menyebabkan Indonesia menjadi bangsa yang gagal atau bahkan secara fisik
akan mengalami disintegrasi.
Kementerian Pendidikan Nasional tidak akan memasukkan Pendidikan Pancasila menjadi
kurikulum baru. Menurut Kepala Pusat Kurikulum dan Buku Kementerian Pendidikan Nasional,
Diah Harianti, Pendidikan Pancasila sudah ada dalam mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan. Kata dia, dalam Pendidikan Kewarganegaraan itu disisipkan persoalan
tentang kesatuan dan persatuan bangsa, norma hukum, hak asasi manusia, dan Pancasila. Ia juga
menambahkan, jika pendidikan pancasila dijadikan kurikulum baru justru malah menyulitkan
siswa. (KBR68H, Jakarta. Tuesday, 10 May 2011 08:02)
Penghapusan pendidikan Pancasila bermula sejak Sidang Umum MPR tahun 1999
pencabutan Tap 4/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila(P4).
Kemudian, keputusan ini lebih diformalkan dalam UU Nomor 20/2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Didalam UU No. 20 Tahun 2003 pasal 37 ayat 2 menyebutkan bahwa Kurikulum pendidikan
tinggi wajib memuat:
a. pendidikan agama;
b. pendidikan kewarganegaraan; dan
c. bahasa.
Yang berarti bahwa Pendidikan Pancasiala di Perguruan Tinggi sudah tidak ada,
melainkan digabung dengan Pendidikan Kewarganegaraan. Pendidikan Kewarganegaraan yang
dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan
dan cinta tanah air. Selain itu, dalam surat Edaran Dikti No 43 Tahun 2006 dan Edaran Dikti No.
44 Tahun 2006 disebutkan bahwa mata kuliah Pancasila dimasukan pada mata kuliah
Kewarganegaraan sebanyak 3 SKS.
Namun, dengan adanya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012, Pendidikan Pancasila
muncul lagi dalam mata kuliah di perguruan tinggi. Sesuai dengan pasal 35 UU No. 12 Tahun
2012 yang berbunyi :
1) Kurikulum pendidikan tinggi merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan ajar serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan Pendidikan Tinggi.
2) Kurikulum Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh setiap
Perguruan Tinggi dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi untuk setiap
Program Studi yang mencakup pengembangan kecerdasan intelektual, akhlak mulia, dan
keterampilan.
3) Kurikulum Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memuat mata
kuliah:
a. agama;
b. Pancasila;
c. kewarganegaraan; dan
d. bahasa Indonesia.
4)Kurikulum Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui
kegiatan kurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler.
5)Mata kuliah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan untuk program sarjana dan
program diploma.
Pendidikan Pancasila di perguruan tinggi itu sangatlah penting meskipun sejak masih
dibangku sekolah dasar hingga SMA selalu ada mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan. Pancasila adalah sebagai sumber nilai dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara bagi bangsa Indonesia. Sesuai dengan penjelasan pasal 35 ayat 3 huruf
c UU No. 12 Tahun 2012, bahwa mata kuliah Pancasila adalah Pendidikan untuk memberikan
pemahaman dan penghayatan kepada Mahasiswa mengenai ideologi bangsa Indonesia.
Sedangkan Yang dimaksud dengan “mata kuliah kewarganegaraan” adalah pendidikan yang
mencakup Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika untuk membentuk Mahasiswa menjadi
warga negara yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Sebab itu seluruh tatanan
kehidupan masyarakat, bangsa, dan Negara menggunakan Pancasila sebagai dasar moral atau
norma dan tolak ukur tentang baik buruk dan benar salahnya sikap, perubahan dan tingkah laku
sebagai bangsa Indonesia.
1.4 Jatidiri Bangsa Indonesia
Dulu bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang santun dan bermoral, namun saat ini
bangsa Indonesia menjadi bangsa yang kehilangan jati diri karena pengaruh globalisasi dan
modernisasi. Walaupun demikian, hendaknya warga Indonesia tetap melestarikan kebudayaan
ketimuran yang beretika sopan santun (Sukarto, Mantan anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah
tahun 1999).
kondisi jati diri bangsa Indonesia saat ini dapat kita kaji dan kita identifikasi dengan
melihat prilaku dan kepribadian masyarakat Indonesia pada umumnya yang tercermin pada
tingkah laku masyarakat Indonesia sehari-hari. Perilaku masyarakat Indonesia pada umumnya
saat ini yaitu:
Banyaknya generasi muda yang saat ini telah berprilaku tidak sesuai dengan butir-butir
pancasila. Contohnya tanpa disadari sekarang ini moral para pemuda bangsa indonesia juga
dijajah melalui beredarnya vidio-vidio porno diinternet yang dapat diakses dengan mudah
sehingga banyak diantara pemuda Indonesia yang melihat dan bahkan menirukan aksi dari video
porno tersebut. Selain itu, model-model pakaian para generasi muda saat ini kebanyakan telah
meniru bangsa barat yang dikenal modis dan trend masa kini. Mereka lebih bangga mengenakan
pakaian-pakaian tersebut dari pada pakaian asli budaya Indonesia.
Keadaan jati diri bangsa Indonesia saat ini yang berhubungan dengan sila kedua sebagai
jati diri bangsa indonesia. Sekarang ini banyak diantara pemuda indonesia yang tidak
memanusiakan manusia lain sebagai mana mestinya. Maksutnya yaitu mereka tidak menganggap
manusia berhakekat sebagai manusia yang mempunyai hak dan kewajiban yang harus dihargai
seperti dirinya. Segai contoh yaitu sekarang ini banyak kasus-kasus perkelahian antar pelajar
yang disertai dengan penyiksaan salah satu pihak yang kalah.
Fakta-fakta lain yang terjadi dan mencerminkan terjadinya krisis jati diri pada generasi
muda sesuai sila ke-3 yaitu seperti memudarnya rasa persatuan dan kesatuan yang terjadi pada
generasi penerus bangsa Indonesia saat ini. Hal tersebut dapat kita lihat dari kasus-kasus bentrok
antar pelajar atau mahasiswa, bentrok antar seporter sepakbola, bentrok antar genk, dan lain
sebagainya. Dari kasus diatas dapat kita ketahui bahwa rasa persatuan kita sebagai warga negara
indonesia sudah mulai luntur dan mudah dipengaruhi atau diprovokasi oleh pihak-pihak yang
tidak bertanggung jawab. Keadaan seperti inilah yang menjadi bibit-bibit terjadinya konflik yang
lebih besar seperti konflik antar agama, ras, maupun suku. Selain itu fenomena-fenomena yang
terjadi yang mencerminkan tidak tertanamkannya rasa persatuan indonesia yaitu terjadinya
perpecahan disetiap kelompok sosial.
Selanjutnya yaitu mengenai kepemimpinan yang demokratis. Maksudnya pemimpin di
negara kita ini harus bersifat demokratis baik dalam hal pemilihannya maupun ketika telah
membuat keputusan/kebijakan umum yang terkait dengan masyarakat karena kekuasaan tertinggi
di negara kita ini sebenarnya berada di tangan rakyat, dan para pemimpin hanya sebagai
wakil/pelayan bagi rakyat untuk mengatur dan mengambil kebijakan dalam negara demi
tercapainya kemakmuran bersama. Sekarang ini fenomena-fenomena pemimpin yang tidak
demokratis sudah banyak terjadi pada generasi muda saat ini, dan apabila hal itu dibiarka saja
berlanjut maka kelak ketika mereka menjadi pemimpin bangsa ini, mereka akan bertindak seperti
apa yang mereka biasakan sejak dini. Contoh nyata yaitu ketua dalam kelas PKn misalnya. Dia
dalam mengambil kebijakan untuk urusan kelas seperti hendak mengadakan acara pentas seni
dan lain sebagainya, dia hanya mendiskusikan/memilih pengurus dalam acara tersebut secara
sepihak.
Selanjutnya mengenai keadilan, banyak fakta-fakta mengenai ketidakadilan yang di
lakukan oleh generasi muda bangsa Inonesia saat ini. Tidak perlu jauh-jauh, saat ini dapat kita
lihat pada kelompok belajar kita saja sebagai faktanya. Dalam kelompok belajar PPKN misalnya,
tugas PPKN membuat makalah secara kelompok ketidak adilan selalu kita rasakan. Hal tersebut
karena sebenarnya yang mengerjakan tugas kelompok dari 8 anggota kelompok, hanya 3 orang
saja dan yang lainnya tinggal nitip nama. Padahal ia menginginkan mendapatkan nilai yang
sama. Sungguh ini adalah contoh kecil yang berada pada kehidupan para pelajar sehari-hari.
Dari uraian kasus dan fakta diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa JatiDiri Bangsa Indonesia
saat ini sedang mengalami krisis. Hal itu dapat dilihat dari Ideologi Pancasila sebagai salah satu
ciri khas bangsa Indonesia yang merupakan landasan dalam bertindak dan berperilaku sebagai
masyarakat Indonesia, sudah tidak dilaksanakan dengan baik oleh masyarakat Indonesia sebagai
kepribadiannya.
1.5 Munculnya Pendidikan Karakter
Dengan kondisi sosial budaya dan kekayaan alam yang melimpah, rakyat Indonesia dapat
merasakan kehidupan yang makmur dan sejahtera dari waktu ke waktu. Kenyataan yang dialami
oleh bangsa ini menunjukkan kondisi yang berbeda dengan logika kekayaan sosial, budaya, dan
alam. Kondisi yang dialami menunjukkan bahwa kekayaan alam tereksploitasi besar-besaran,
pembangunan industri terjadi terus-menerus, dan pergantian pemerintah terus berlangsung dari
waktu ke waktu secara damai, tetapi kebanyakan rakyat Indonesia belum mendapatkan dan
mengalami kehidupan yang makmur dan sejahtera.
Berbagai pengalaman ini menunjukkan bahwa bangsa ini merupakan bangsa yang unik.
Unik merujuk pada kondisi yang dialami bangsa sampai saat ini. Banyak orang dan pihak yang
bertanya “Apa yang salah dengan bangsa ini?”
Sejenak kita melihat beberapa indikasi tentang “Apa yang salah dengan bangsa ini?”
1.Kondisi moral/akhlak generasi muda yang hancur. Hal ini ditandai dengan maraknya seks
bebas di kalangan remaja, peredaran narkoba di kalangan remaja, tawuran pelajar, peredaran foto
dan video porno pada kalangan pelajar, dan sebagainya.
2.Pengangguran terdidik yang mengkhawatirkan (Lulusan SMA, SMK, dan perguruan tinggi)
3.Rusaknya moral bangsa dan menjadi akut (korupsi, asusila, kejahatan, tindakan kriminalitas
pada semua sektor pembangunan, dll)
Selanjutnya kagan (2003) mengutip sejumlah angka statistic terkait kenakalan remaja sebagai
berikut:
1. 180.000 siswa membolos setiap hari karena takut pada kekerasan dan pemalakan
2. 83% siswa perempuan dan 60% siswa lelaki telah mengalami pelecehan seksual di sekolah
beripa disentuh, dicubit, dan digerayangi
3.54% siswa sekolah menengah pertama dan 70% siswa sokolah menengah atas mengaku telah
berbuat curang pada saat ujian tahun sebelumnya
4.47% siswa sekolah menengah atas mengaku mereka mencuri di tko swalayan selama 12 bulan
terakhir
Fenomena nyata yang dialami dan terjadi pada bangsa ini sebagaimana tergambar dalam
paparan diatas menunjukkan bahwa “sungguh unik bangsa ini.” Pandangan tentang keunikan ini
harus mengarahkan pandangan dan pikiran untuk menelaah lebih jauh mengenai apa
penyebabnya bagaimana memecahkannya, dan bagaimana bangsa ini dibangun untuk masa
depan yang lebih baik, serta sukses di dunia dan bahagia di akherat.
Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan
pendidikan karater pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada
fenomena sosial yang berkembang. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah
resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkat peranannya dalam pembentukan
kepribadian peserta didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.
Salah satu bapak pendiri bangsa, presiden pertama Republik Indonesia, Bung Karno,
bahkan menegaskan: “Bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan pembangunan karakter
(character building) karena character building inilah yang akan membuat Indonesia menjadi
bangsa yang besar, maju, serta bermatabat. Kalau character building ini tidak dilakukan, maka
bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli.
Sejalan dengan kerinduan terhadap pancasila, dunia pendidikan hari ini pun sedang
merindukan dan mengelu-elukan pendidikan karakter. Pemerintah melalui kementerian
pendidikan nasional, sedang mencanangkan program pendidikan karakter secara besar-besaran.
Pendidikan karakter dianggap sebagai solusi terbaik terhadap berbagai bencana moral yang
melilit bangsa ini, yakni; hilangnya nilai-nilai Ketuhanan YME, lemahnya nilai-nilai peri-
kemanusiaan yang adil dan beradab, lunturnya persatuan dan lemahnya prinsip musyawarah
untuk mufakat, serta semakin terpinggirkannya nilai-nilai keadilan.
Dalam kebijakan nasional ditegaskan, antara lain bahwa pembangunan karakter bangsa
merupakan kebutuhan asasi dalam proses berbangsa dan bernegara. Sejak awal kemerdekaan,
bangsa Indonesia sudah bertekad untuk menjadikan pembangunan karakter bangsa sebagai bahan
penting dan tidak dipisahkan dari pembangunan nasional.
Secara ekplisit pendidikan karakter (watak) adalah amanat Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang pada pasal 3 menegaskan bahwa
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Dalam arah dan kebijakan dan prioritas pendidikan karakter ditegaskan bahwa
pendidikan karakter sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari upaya pencapaian visi
pembangunan nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahun
2005-2025. Bahwa pendidikan karakter sejalan dengan prioritas pendidikan nasional, dapat
dicermati dari Standar Kompetensi Lulusan (SKL) pada setiap jenjang pendidikan. Sebagaimana
diketahui untuk memantau pelaksanaan pendidikan dan mengukur ketercapaian kompentensi
yang ingin diraih pada setiap jenjang pendidikan telah diterbitkan peemendiknas nomor 23 tahun
2006 tentang SKL. Jika dicermati secara mendalam, sesungguhnya hampir pada setiap rumusan
SKL tersebut secara implisit maupun eksplisit baik pada SKL SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA dan
SMK, memuat subtansi nilai/karakter.
Potensi peserta didik yang akan dikembangkan seperti beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab pada hakikatnya dekat dengan makna
karakter. Senada dengan sembilan pilar pendidikan karakter yang telah dilansir oleh Kementrian
Pendidikan Nasional antara lain. (1). Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya, (2). Kemandirian
dan Tanggung jawab, (3). Kejujuran dan Diplomatis, (4). Hormat dan Santun, (5). Dermawan,
Suka tolong menolong, dan Gotong royong, (6). Percaya diri dan Kerja keras, (7).
Kepemimpinan dan Keadilan, (8). Baik dan Rendah hati, dan (9). Toleransi, Perdamaian, dan
Kesatuan.
Tidak dapat disangkal bahwa, sekolah memiliki dampak dan pengaruh terhadap karakter
siswa, baik disengaja maupun tidak. Kenyataan ini menjadi entry point untuk menyatakan bahwa
sekolah mempunyai tugas dan tanggugjawab untuk melakukan pendidikan moral dan
pembentukan karakter. Tidak perlu disangsikan lagi, bahwa pendidikan karakter merupakan
upaya yang harus melibatkan semua pihak baik rumah tangga, sekolah dan lingkungan sekolah,
masyarakat luas. Oleh karena itu, pendidikan harus terus didorong untuk mengembangkan
karakter bangsa Indonesia menjadi bangsa yang kuat sehingga pada gilirannya bangsa Indonesia
akan mampu membangun peradaban yang lebih maju dan modern.
Simpulan
Karakter bangsa Indonesia harus tercerminkan dari nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila. Di era arus globalisasi yang semakin maju akan menjadi tantangan tersendiri untuk
membentuk karakter bangsa ini, harus dengan bertahap dan di dukung oleh semua elemen agar
pembentukan karakter dapat berjalan dengan baik. Salah satunya dapat dilakukan dengan
pendidikan.
Saat ini banyak pihak yang menuntut untuk meningkatkan pelaksanaan dan intensitas
pendidikan karakter. Karena kenyataanya banyak anak muda sekarang ini mulai melupakan
karakter yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia, mereka terseret oleh kebudayaan asing yang
semakin merajalela. Jika perkembangan budaya asing yang terus memasuki Indonesia tanpa
didampingi perkembangan karakter budaya Indonesia, maka secara perlahan budaya Indonesia
itu sendiri akan tergeserakan dan dilupakan.
Pemerintah kini juga sudah mulai mengembangkan kurikulum 2013, kurikulum yang
menekankan pada perkembangan karakter bangsa. Peserta didik dituntut aktif serta dapat
memiliki karakter yang sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
DAFTAR PUSTAKA
Aqib, Zainal; Sujak. Panduan dan Aplikasi Pendidikan Karakter. 2011. Bandung: Yrama Widya.
Galih Manunggal Putra. Pancasila sebagai karakter dan jati diri bangsa
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI DEPARTEMEN
PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 44/DIKTI/Kep/2006
TENTANG RAMBU-RAMBU PELAKSANAAN KELOMPOK MATAKULIAH
BERKEHIDUPAN BERMASYARAKAT DI PERGURUAN TINGGI
Kesuma, Dharma; Cepi, Triatna; Johar, Permana. 2011. Pendidikan Karakte Kajian Teori dan
Praktik di Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Narwanti, Sri. 2011. Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Familia.
Samani, Muchlas; Hariyanto. 2014. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Soegito AT dkk. 2013. Pendidikan Pancasila. Semarang:Pusat Pengembangan MKU/MKDK
Universitas Negeri Semarang.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG
PENDIDIKAN TINGGI
undang-undang-no-20-tentang-sisdiknas
Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara.2012.
http://sida.lanri.info/sida/attachment/Pilar%20Kehidupan%20Berbangsa%20dan
%20Bernegara.pdf
Finaldi, Zulkarnain. 2013. “Mahasiswa Unigal Demo Lagi”. http://www.kabar-
priangan.com/news/detail/7838 (Diunduh 7 Mei 2015)
http://alhada-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-42607-Makalah-Cara%20Mengembalikan
%20Jati%20Diri%20Bangsa%20Indonesia.html
http://definisimu.blogspot.com/2012/09/definisi-karakter.html
http://lidawati.com/penerapan-kurikulum-2013-menuju-pembentukan-karakter/ (26 April 2015,
13:45)
http://www.academia.edu/9112705/PEMBANGUNAN_KARAKTER_BANGSA_INDONESIA
_BERDASARKAN_PANCASILA_MENUJU_BANGSA_MANDIRI_DI_ERA_GLOBALISAS
I_Oleh
http://www.jatengtime.com/2012/sospol/saat-ini-generasi-muda-kehilangan-jati-
diri/#.VW8YPlJ0PIU
https://abiechuenk.wordpress.com/2012/01/17/pendidikan-dan-pembentukan-karakter/ (26 April
2015, 13:12)
https://hangeo.wordpress.com/2012/03/15/kendala-kendala-implementasi-pendidikan-karakter-
di-sekolah/ (5 Mei 2015, 21:31)
https://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20121106212218AA6bcNq
PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS PANCASILA. I Nyoman Yoga Segara.
http://bdkjakarta.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=924 (23 April 2015, 22:30)