Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


            Pancasila dianggap sebagai sesuatu yang sacral yang setiap arga negaranya
harus mematuhi segala isi dalam Pancasila tersebut. Namun sebagian besar warga
Negara Indonesia hanya menganggap Pancasila sebagai dasar Negara dan ideologi
Negara semata tanpa memperdulikan makna dan manfaatnya dalam kehidupan.
Dapat dilihat sekarang ini banyaknya perilaku yang menyimpang dari nilai-
nilai yang diajarkan Pancasila. Maka dari itu pentingnya memahami Pancasila tidak
hanya mengerti namun juga mengamalkan dan melaksanakan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila dalam kehidupan sehari-hari yang menjadi kebiasaan dan
akan menjadi karakter bangsa yang terpupuk secara perlahan.
Harus kita sadari bahwa pembangunan karakter bangsa bukan merupakan
tindakan sederhana dan mudah dilaksanakan. Keterbukaan informasi tidak hanya
membawa nilai positif bagi kehidupan bangsa, tetapi juga negative. Simak saja
perilaku seksual yang dilakukan oleh sejumlah anak di bawah umur, dikatakan karena
dipengaruhi oleh meniru perilaku seksual artis tertentu yang beredar luas dan mudah
diakses telepon seluler. Perilaku penyimpangan tidak akan terjadi apabila seseorang
memiliki kepribadian dan karakter kuat yang mampu menjadi penyaring (filter)
terhadap stimulant nilai-nilai negative yang tidak atau kurang sesui dengan nilai luhur
yang didukung oleh masyarakat Indonesia.
Dari permasalahan tersebut banyak pihak yang mulai sadar tentang pentingnya
penddikan karakter, agar mendidik anak bangsa menjadi pribadi yang berkarakter
baik. Dari pemerintah pun mulai menata kembali kehidupan bangsa ini dengan
dikeluarkannya kurikulum 2013. Kuriulum 2013 ini menitikberatkan kepada
pengembangan karakter peserta didik. Diharapkan dengan pembelajaran karakter
yang bertahap mulai dari bangku sekolah menjadikan peserta didik mempunyai
karakter yang baik, karakter yang dapat membangun negeri ini menjadi lebih baik,
dan tidak dapat secara mudah terpengaruh oleh kebudayaan asing yang bukan
merupakan jati diri bangsa Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian karakter?
2. Bagaimana hubungan antar Pancasila dan Karakter Bangsa?
3. Bagimana terhapusnya mata kuliah Pendidikan Pancasila?
4. Bagaimana kondisi jatidiri bangsa Indonesia?
5. Mengapa empat pilar dicabut oleh Mahkamah Konstitusi?
6. Bagaimana desain pendidikan karakter di sekolah?

1.3  Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian karakter
2. Untuk mengetahui hubungan Pancasila dan Karakter Bangsa
3. Untuk mengetahui terhapusnya mata kuliah Pendidikan Pancasila
4. Untuk mengetahui kondisi jatidiri bangsa Indonesia
5. Untuk mengetahui empat pilar yang dicabut oleh Mahkamah Konstitusi
6. Untuk mengetahui desain pendidikan karakter di sekolah.
BAB II
ISI
1.1  Pengertian Karakter
Karakter adalah seperangkat sifat yang selalu dikagumi sebagai tanda-tanda
kebaikan, kebajikan dan kematangan moral seseorang. Secara etimologi, istilah
karakter berasal dari bahasa Latin character, yang berarti watak, tabiat, sifat-sifat
kejiwaan, budi pekerti, kepribadian dan akhlak. Menurut W.B. Saunders, (1977: 126)
menjelaskan bahwa karakter adalah sifat nyata dan berbeda yang ditunjukkan oleh
individu, sejumlah atribut yang dapat diamati pada individu. Wyne mengungkapkan
bahwa karakter yaitu menandai bagaimana cara memfokuskan bagaimana
mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Oleh sebab
itu seseorang yang berperilaku tidak jujur, kejam atau rakus dikatakan sebagai orang
yang berkarakter jelek, sementara orang yang berprilaku jujur, suka menolong
dikatakan sebagai orang yang berkarakter mulia. Jadi istilah karakter erat kaitannya
dengan personality (kepribadian) seseorang.
Definisi karakter dari beberapa ahli sangat berbeda pada setiap penjelasanya.
Menurut W.B. Saunders karakter itu adalah sifat nyata, berbeda dan dapat diamati
oleh individu, yang artinya karakter ini dapat ditunjukkan pada masing-masing orang,
karena sifat dan karakter yang dimiliki setiap individu tidak sama dan dapat terlihat
sehingga dapat dikatakan berbeda. Sedangkan menurut Wyne, bagaimana cara
seseorang mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku,
Karena jika seseorang itu memiliki sikap berbudi pekerti yang baik, berarti orang
tersebut memiliki karakter yang mulia. Sebaliknya jika seseorang yang tidak memiliki
budi pekerti yang baik berarti dapat dikatakan sebagai orang yang memiliki perilaku
yang tidak baik.

 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Karakter memiliki arti: 1).


Sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan
seseorang dari yang lain. 2).Karakter juga bisa bermakna “huruf”.
 Menurut (Ditjen Mandikdasmen – Kementerian Pendidikan Nasional),
Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas
tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup
keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter
baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap
mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.
 Menurut W.B. Saunders, (1977: 126) menjelaskan bahwa karakter
adalah sifat nyata dan berbeda yang ditunjukkan oleh individu,
sejumlah atribut yang dapat diamati pada individu.

Wyne mengungkapkan bahwa karakter yaitu menandai bagaimana cara


memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau
tingkah laku. Oleh sebab itu seseorang yang berperilaku tidak jujur, kejam atau rakus
dikatakan sebagai orang yang berkarakter jelek, sementara orang yang berprilaku
jujur, suka menolong dikatakan sebagai orang yang berkarakter mulia. Jadi istilah
karakter erat kaitannya dengan personality (kepribadian) seseorang.

Definisi karakter dari beberapa ahli sangat berbeda pada setiap penjelasanya.
Menurut W.B. Saunders karakter itu adalah sifat nyata, berbeda dan dapat diamati
oleh individu, yang artinya karakter ini dapat ditunjukkan pada masing-masing orang,
karena sifat dan karakter yang dimiliki setiap individu tidak sama dan dapat terlihat
sehingga dapat dikatakan berbeda. Sedangkan menurut Wyne, bagaimana cara
seseorang mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku,
Karena jika seseorang itu memiliki sikap berbudi pekerti yang baik, berarti orang
tersebut memiliki karakter yang mulia. Sebaliknya jika seseorang yang tidak memiliki
budi pekerti yang baik berarti dapat dikatakan sebagai orang yang memiliki perilaku
yang tidak baik.

1.2  Hubungan Pancasila Dengan Karakter Bangsa


Jatidiri merupakan fitrah manusia yang merupakan potensi dan bertumbuh
kembang selama mata hati manusia bersih, sehat, dan tidak tertutup. Jati diri yang
dipengaruhi lingkungan akan tumbuh menjadi karakter dan selanjutnya karakter akan
melandasi pemikiran, sikap dan perilaku manusia. Oleh karena itu, tugas kita adalah
menyiapkan lingkungan yang dapat mempengaruhi jati diri menjadi karakter yang
baik, sehingga perilaku yang dihasilkan juga baik.
Jatidiri bangsa akan nampak dalam karakter bangsa yang merupakan
perwujudan dari nilai-nilai luhur bangsa. Bagi bangsa Indonesia nilai-nilai luhur
bangsa terdapat dalam dasar negara Negara Kesatuan Republik Indonesia yakni
Pancasila, yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yakni Ketuhanan Yang
Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta
dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Membangun jatidiri bangsa Indonesia berarti membangun jatidiri setiap manusia
Indonesia, yang tiada lain adalah membangun Manusia Pancasila.
Karakter pribadi-pribadi akan berakumulasi menjadi karakter masyarakat dan
pada akhirnya menjadi karakter bangsa. Untuk kemajuan Negara Republik Indonesia,
diperlukan karakter yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran,
bergotong royong, patriotik, dinamis, berbudaya, dan berorientasi Ipteks berdasarkan
Pancasila dan dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karakter
yang berlandaskan falsafah Pancasila artinya setiap aspek karakter harus dijiwai ke
lima sila Pancasila secara utuh dan komprehensif yang dapat dijelaskan sebagai
berikut:
 Bangsa yang Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, adalah bentuk kesadaran dan
perilaku iman dan takwa serta akhlak mulia sebagai karakteristik pribadi bangsa
Indonesia. Karakter Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa seseorang tercermin antara
lain hormat dan bekerja sama antara pemeluk agama dan penganut kepercayaan,
saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaannya itu; tidak memaksakan agama dan kepercayaannya kepada orang
lain.
 Bangsa yang Menjunjung Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, yaitu sikap dan
perilaku menjunjung tinggi kemanusian yang adil dan beradab diwujudkan dalam
perilaku hormat menghormati antarwarga negara sebagai karakteristik pribadi
bangsa Indonesia. Karakter kemanusiaan seseorang tercermin antara lain dalam
pengakuan atas persamaan derajat, hak, dan kewajiban; saling mencintai;
tenggang rasa; tidak semena-mena terhadap orang lain; gemar melakukan kegiatan
kemanusiaan; menjunjung tinggi nilai kemanusiaan; berani membela kebenaran
dan keadilan; merasakan dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia serta
mengembangkan sikap hormat-menghormati.
 Bangsa yang Mengedepankan Persatuan dan Kesatuan Bangsa, adalah bangsa
yang memiliki komitmen dan sikap yang selalu mengutamakan persatuan dan
kesatuan Indonesia di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan
merupakan karakteristik pribadi bangsa Indonesia. Karakter kebangsaan seseorang
tecermin dalam sikap menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan, dan
keselamatan bangsa di atas kepentingan pribadi atau golongan; rela berkorban
untuk kepentingan bangsa dan negara; bangga sebagai bangsa Indonesia yang
bertanah air Indonesia serta menunjung tinggi bahasa Indonesia; memajukan
pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.
 Bangsa yang Demokratis dan Menjunjung Tinggi Hukum dan Hak Asasi Manusia,
yaitu sikap dan perilaku demokratis yang dilandasi nilai dan semangat kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
merupakan karakteristik pribadi warga negara Indonesia. Karakter kerakyatan
seseorang tecermin dalam perilaku yang mengutamakan kepentingan masyarakat
dan negara; tidak memaksakan kehendak kepada orang lain; mengutamakan
musyawarah untuk mufakat dalam mengambil keputusan untuk kepentingan
bersama; beritikad baik dan bertanggung jawab dalam melaksanakan keputusan
bersama; menggunakan akal sehat dan nurani luhur dalam melakukan
musyawarah; berani mengambil keputusan yang secara moral dapat
dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta nilai-nilai kebenaran
dan keadilan.
 Bangsa yang Mengedepankan Keadilan dan Kesejahteraan, yaitu bangsa yang
memiliki komitmen dan sikap untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan
merupakan karakteristik pribadi bangsa Indonesia. Karakter berkeadilan sosial
seseorang tecermin antara lain dalam perbuatan yang mencerminkan sikap dan
suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan; sikap adil; menjaga keharmonisan
antara hak dan kewajiban; hormat terhadap hak-hak orang lain; suka menolong
orang lain; menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain; tidak boros; tidak
bergaya hidup mewah; suka bekerja keras; menghargai karya orang lain.

Jadi, antara karakter bangsa dengan pancasila tidak dapat terpisahkan. Karena
sebagai warga negara Indonesia yang berpedoman kepada pancasila dan setiap
kegiatan harus memuat nilai-nilai yang ada dalam pancasila dari itulah diharuskan
pula tumbuh nilai-nilai pancasila dalam pribadi setiap masyarakat dan dapat
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila adalah harga mati bagi
setiap warga negara Indonesia, yang harus dipatuhi dan tidak boleh bertentangan
dengan pancasila.
1.3  Terhapusnya Mata Kuliah Pendidikan Pancasila
Pendidikan tinggi sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional memiliki
peran strategis dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora
serta pembudayaan dan pemberdayaan bangsa Indonesia yang berkelanjutan. Untuk
meningkatkan daya saing bangsa dalam menghadapi globalisasi di segala bidang,
diperlukan pendidikan tinggi yang mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta menghasilkan intelektual, ilmuwan, dan/atau profesional yang
berbudaya dan kreatif, toleran, demokratis, berkarakter tangguh, serta berani membela
kebenaran untuk kepentingan bangsa.
Wacana penghapusan pendidikan Pancasila memang bersifat responsif
sehingga perlu dihargai. Responsif, antara lain, karena masalah toleransi beragama,
kekerasan, dan terorisme kini mengemuka. Juga responsif karena pendidikan
Pancasila menggugat ingatan kita pada Orde Baru, sebuah orde yang menggunakan
Pancasila sebagai penguatan dan pelanggengan hegemoni para penguasa waktu itu.
Penataran P4 sebagai kepanjangan tangan pendidikan Pancasila, dengan alasan sama,
juga menghidupkan kembali trauma masa lalu. Dalam jangka panjang (beberapa
generasi mendatang), penghapusan tersebut dapat menyebabkan Indonesia menjadi
sebuah negara tanpa orientasi kebangsaan. Hal itu disebabkan para anggota
masyarakatnya tidak lagi memahami jati dirinya sebagai sebuah bangsa yang setiap
anggotanya memanggul tanggung jawab untuk membangun komunitas peradaban
dalam skala kebangsaan. Mengacu tengara John Gardner sebagaimana dikemukakan,
keroposnya pijakan moral kebangsaan dalam setiap individu warganya akan
menyebabkan Indonesia menjadi bangsa yang gagal atau bahkan secara fisik akan
mengalami disintegrasi.
Kementerian Pendidikan Nasional tidak akan memasukkan Pendidikan
Pancasila menjadi kurikulum baru. Menurut Kepala Pusat Kurikulum dan Buku
Kementerian Pendidikan Nasional, Diah Harianti, Pendidikan Pancasila sudah ada
dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Kata dia, dalam Pendidikan
Kewarganegaraan itu disisipkan persoalan tentang kesatuan dan persatuan bangsa,
norma hukum, hak asasi manusia, dan Pancasila. Ia juga menambahkan, jika
pendidikan pancasila dijadikan kurikulum baru justru malah menyulitkan siswa.
(KBR68H, Jakarta. Tuesday, 10 May 2011 08:02)
Penghapusan pendidikan Pancasila bermula sejak Sidang Umum MPR tahun
1999 pencabutan Tap 4/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila(P4). Kemudian, keputusan ini lebih diformalkan dalam UU Nomor 20/2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Didalam UU No. 20 Tahun 2003 pasal 37 ayat 2 menyebutkan bahwa
Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat:
a.  pendidikan agama;
b.  pendidikan kewarganegaraan; dan
c.  bahasa.
Yang berarti bahwa Pendidikan Pancasiala di Perguruan Tinggi sudah tidak ada,
melainkan digabung dengan Pendidikan Kewarganegaraan. Pendidikan
Kewarganegaraan yang dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi
manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Selain itu, dalam surat
Edaran Dikti No 43 Tahun 2006 dan Edaran Dikti No. 44 Tahun 2006 disebutkan
bahwa mata kuliah Pancasila dimasukan pada mata kuliah Kewarganegaraan
sebanyak 3 SKS.
Namun, dengan adanya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012, Pendidikan
Pancasila muncul lagi dalam mata kuliah di perguruan tinggi. Sesuai dengan pasal 35
UU No. 12 Tahun 2012 yang berbunyi :
1. Kurikulum pendidikan tinggi merupakan seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan ajar serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
Pendidikan Tinggi.
2. Kurikulum Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikembangkan oleh setiap Perguruan Tinggi dengan mengacu pada Standar
Nasional Pendidikan Tinggi untuk setiap Program Studi yang mencakup
pengembangan kecerdasan intelektual, akhlak mulia, dan keterampilan.
3. Kurikulum Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
memuat mata kuliah:
a. agama; 
b. Pancasila; 
c. kewarganegaraan; dan 
d. bahasa Indonesia.
4. Kurikulum Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan melalui kegiatan kurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler.
5. Mata kuliah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan untuk
program sarjana dan program diploma.

Pendidikan Pancasila di perguruan tinggi itu sangatlah penting meskipun sejak


masih dibangku sekolah dasar hingga SMA selalu ada mata pelajaran Pendidikan 
Pancasila dan Kewarganegaraan. Pancasila adalah sebagai sumber nilai dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bagi bangsa Indonesia. Sesuai
dengan penjelasan pasal 35 ayat 3 huruf c UU No. 12 Tahun  2012, bahwa mata
kuliah Pancasila adalah Pendidikan untuk memberikan pemahaman dan penghayatan
kepada Mahasiswa mengenai ideologi bangsa Indonesia. Sedangkan Yang dimaksud
dengan “mata kuliah kewarganegaraan” adalah pendidikan yang mencakup Pancasila,
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika untuk membentuk Mahasiswa menjadi
warga negara yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Sebab itu seluruh
tatanan kehidupan masyarakat, bangsa, dan Negara menggunakan Pancasila sebagai
dasar moral atau norma dan tolak ukur tentang baik buruk dan benar salahnya sikap,
perubahan dan tingkah laku sebagai bangsa Indonesia.

1.4  Jatidiri Bangsa Indonesia


Dulu bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang santun dan bermoral,
namun saat ini bangsa Indonesia menjadi bangsa yang kehilangan jati diri karena
pengaruh globalisasi dan modernisasi. Walaupun demikian, hendaknya warga
Indonesia tetap melestarikan kebudayaan ketimuran yang beretika sopan santun
(Sukarto, Mantan anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah  tahun 1999).
kondisi jati diri bangsa Indonesia saat ini dapat kita kaji dan kita identifikasi
dengan melihat prilaku dan kepribadian masyarakat Indonesia pada umumnya yang
tercermin pada tingkah laku masyarakat Indonesia sehari-hari. Perilaku masyarakat
Indonesia pada umumnya saat ini yaitu:
Banyaknya generasi muda yang saat ini telah berprilaku tidak sesuai dengan
butir-butir pancasila. Contohnya tanpa disadari sekarang ini moral para pemuda
bangsa indonesia juga dijajah melalui beredarnya vidio-vidio porno diinternet yang
dapat diakses dengan mudah sehingga banyak diantara pemuda Indonesia yang
melihat dan bahkan menirukan aksi dari video porno tersebut. Selain itu, model-
model pakaian para generasi muda saat ini kebanyakan telah meniru bangsa barat
yang dikenal modis dan trend masa kini. Mereka lebih bangga mengenakan pakaian-
pakaian tersebut dari pada pakaian asli budaya Indonesia.
Keadaan jati diri bangsa Indonesia saat ini yang berhubungan dengan sila
kedua sebagai  jati diri bangsa indonesia. Sekarang ini banyak diantara pemuda
indonesia yang tidak memanusiakan manusia lain sebagai mana mestinya. Maksutnya
yaitu mereka tidak menganggap manusia berhakekat sebagai manusia yang
mempunyai hak dan kewajiban yang harus dihargai seperti dirinya. Segai contoh yaitu
sekarang ini banyak kasus-kasus perkelahian antar pelajar yang disertai dengan
penyiksaan salah satu pihak yang kalah.
Fakta-fakta lain yang terjadi dan mencerminkan terjadinya krisis jati diri pada
generasi muda sesuai sila ke-3 yaitu seperti memudarnya rasa persatuan dan kesatuan
yang terjadi pada generasi penerus bangsa Indonesia saat ini. Hal tersebut dapat kita
lihat dari kasus-kasus bentrok antar pelajar atau mahasiswa, bentrok antar seporter
sepakbola, bentrok antar genk, dan lain sebagainya. Dari kasus diatas dapat kita
ketahui bahwa rasa persatuan kita sebagai warga negara indonesia sudah mulai luntur
dan mudah dipengaruhi atau diprovokasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung
jawab. Keadaan seperti inilah yang menjadi bibit-bibit terjadinya konflik yang lebih
besar seperti konflik antar agama, ras, maupun suku. Selain itu fenomena-fenomena
yang terjadi yang mencerminkan tidak tertanamkannya rasa persatuan indonesia yaitu
terjadinya perpecahan disetiap kelompok sosial.
Selanjutnya yaitu mengenai kepemimpinan yang demokratis. Maksudnya
pemimpin di negara kita ini harus bersifat demokratis baik dalam hal pemilihannya
maupun ketika telah membuat keputusan/kebijakan umum yang terkait dengan
masyarakat karena kekuasaan tertinggi di negara kita ini sebenarnya berada di tangan
rakyat, dan para pemimpin hanya sebagai wakil/pelayan bagi rakyat untuk mengatur
dan mengambil kebijakan dalam negara demi tercapainya kemakmuran bersama.
Sekarang ini fenomena-fenomena pemimpin yang tidak demokratis sudah banyak
terjadi pada generasi muda saat ini, dan apabila hal itu dibiarka saja berlanjut maka
kelak ketika mereka menjadi pemimpin bangsa ini, mereka akan bertindak seperti apa
yang mereka biasakan sejak dini. Contoh nyata yaitu ketua dalam kelas PKn
misalnya. Dia dalam mengambil kebijakan untuk urusan kelas seperti hendak
mengadakan acara pentas seni dan lain sebagainya, dia hanya mendiskusikan/memilih
pengurus dalam acara tersebut secara sepihak.
Selanjutnya mengenai keadilan, banyak fakta-fakta mengenai ketidakadilan
yang di lakukan oleh generasi muda bangsa Inonesia saat ini. Tidak perlu jauh-jauh,
saat ini dapat kita lihat pada kelompok belajar kita saja sebagai faktanya. Dalam
kelompok belajar PPKN misalnya, tugas PPKN membuat makalah secara kelompok
ketidak adilan selalu kita rasakan. Hal tersebut karena sebenarnya yang mengerjakan
tugas kelompok dari 8 anggota kelompok, hanya 3 orang saja dan yang lainnya
tinggal nitip nama. Padahal ia menginginkan mendapatkan nilai yang sama. Sungguh
ini adalah contoh kecil yang berada pada kehidupan para pelajar sehari-hari.
Dari uraian kasus dan fakta diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa JatiDiri
Bangsa Indonesia saat ini sedang mengalami krisis. Hal itu dapat dilihat dari Ideologi
Pancasila sebagai salah satu ciri khas bangsa Indonesia yang merupakan landasan
dalam bertindak dan berperilaku sebagai masyarakat Indonesia, sudah tidak
dilaksanakan dengan baik oleh masyarakat Indonesia sebagai kepribadiannya.

1.5  Munculnya Pendidikan Karakter


Dengan kondisi sosial budaya dan kekayaan alam yang melimpah, rakyat
Indonesia dapat merasakan kehidupan yang makmur dan sejahtera dari waktu ke
waktu. Kenyataan yang dialami oleh bangsa ini menunjukkan kondisi yang berbeda
dengan logika kekayaan sosial, budaya, dan alam. Kondisi yang dialami menunjukkan
bahwa kekayaan alam tereksploitasi besar-besaran, pembangunan industri terjadi
terus-menerus, dan pergantian pemerintah terus berlangsung dari waktu ke waktu
secara damai, tetapi kebanyakan rakyat Indonesia belum mendapatkan dan mengalami
kehidupan yang makmur dan sejahtera.
            Berbagai pengalaman ini menunjukkan bahwa bangsa ini merupakan bangsa
yang unik. Unik merujuk pada kondisi yang dialami bangsa sampai saat ini. Banyak
orang dan pihak yang bertanya “Apa yang salah dengan bangsa ini?” Sejenak kita
melihat beberapa indikasi tentang “Apa yang salah dengan bangsa ini?”
1. Kondisi moral/akhlak generasi muda yang hancur. Hal ini ditandai dengan
maraknya seks bebas di kalangan remaja, peredaran narkoba di kalangan
remaja, tawuran pelajar, peredaran foto dan video porno pada kalangan
pelajar, dan sebagainya.
2. Pengangguran terdidik yang mengkhawatirkan (Lulusan SMA, SMK, dan
perguruan tinggi)
3. Rusaknya moral bangsa dan menjadi akut (korupsi, asusila, kejahatan,
tindakan kriminalitas pada semua sektor pembangunan, dll)

Selanjutnya kagan (2003) mengutip sejumlah angka statistic terkait kenakalan


remaja sebagai berikut:
 180.000 siswa membolos setiap hari karena takut pada kekerasan dan
pemalakan
 83% siswa perempuan dan 60% siswa lelaki telah mengalami pelecehan
seksual di sekolah beripa disentuh, dicubit, dan digerayangi
 54% siswa sekolah menengah pertama dan 70% siswa sokolah menengah
atas mengaku telah berbuat curang pada saat ujian tahun sebelumnya
 47% siswa sekolah menengah atas mengaku mereka mencuri di tko
swalayan selama 12 bulan terakhir

Fenomena nyata yang dialami dan terjadi pada bangsa ini sebagaimana
tergambar dalam paparan diatas menunjukkan bahwa “sungguh unik bangsa ini.”
Pandangan tentang keunikan ini harus mengarahkan pandangan dan pikiran untuk
menelaah lebih jauh mengenai apa penyebabnya bagaimana memecahkannya, dan
bagaimana bangsa ini dibangun untuk masa depan yang lebih baik, serta sukses di
dunia dan bahagia di akherat.
            Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas
pelaksanaan pendidikan karater pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut
didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang. Oleh karena itu, lembaga
pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat
meningkat peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta didik melalui
peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.
Salah satu bapak pendiri bangsa, presiden pertama Republik Indonesia, Bung
Karno, bahkan menegaskan: “Bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan
pembangunan karakter (character building) karena character building inilah yang
akan membuat Indonesia menjadi bangsa yang besar, maju, serta bermatabat.
Kalau character building ini tidak dilakukan, maka bangsa Indonesia akan menjadi
bangsa kuli.
Sejalan dengan kerinduan terhadap pancasila, dunia pendidikan hari ini pun
sedang merindukan dan mengelu-elukan pendidikan karakter. Pemerintah melalui
kementerian pendidikan nasional, sedang mencanangkan program pendidikan karakter
secara besar-besaran. Pendidikan karakter dianggap sebagai solusi terbaik terhadap
berbagai bencana moral yang melilit bangsa ini, yakni; hilangnya nilai-nilai
Ketuhanan YME, lemahnya nilai-nilai peri-kemanusiaan yang adil dan beradab,
lunturnya persatuan dan lemahnya prinsip musyawarah untuk mufakat, serta semakin
terpinggirkannya nilai-nilai keadilan.
Dalam kebijakan nasional ditegaskan, antara lain bahwa pembangunan
karakter bangsa merupakan kebutuhan asasi dalam proses berbangsa dan bernegara.
Sejak awal kemerdekaan, bangsa Indonesia sudah bertekad untuk menjadikan
pembangunan karakter bangsa sebagai bahan penting dan tidak dipisahkan dari
pembangunan nasional.
Secara ekplisit pendidikan karakter (watak) adalah amanat Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang pada pasal 3
menegaskan bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Dalam arah dan kebijakan dan prioritas pendidikan karakter ditegaskan bahwa
pendidikan karakter sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari upaya
pencapaian visi pembangunan nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Tahun 2005-2025. Bahwa pendidikan karakter sejalan dengan
prioritas pendidikan nasional, dapat dicermati dari Standar Kompetensi Lulusan
(SKL) pada setiap jenjang pendidikan. Sebagaimana diketahui untuk memantau
pelaksanaan pendidikan dan mengukur ketercapaian kompentensi yang ingin diraih
pada setiap jenjang pendidikan telah diterbitkan peemendiknas nomor 23 tahun 2006
tentang SKL. Jika  dicermati secara mendalam, sesungguhnya hampir pada setiap
rumusan SKL tersebut secara implisit maupun eksplisit baik pada SKL SD/MI,
SMP/MTs, SMA/MA dan SMK, memuat subtansi nilai/karakter.
Potensi peserta didik yang akan dikembangkan seperti beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab pada
hakikatnya dekat dengan makna karakter. Senada dengan sembilan pilar pendidikan
karakter yang telah dilansir oleh Kementrian Pendidikan Nasional antara lain. (1).
Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya, (2). Kemandirian dan Tanggung jawab, (3).
Kejujuran dan Diplomatis, (4). Hormat dan Santun, (5). Dermawan, Suka tolong
menolong, dan Gotong royong, (6). Percaya diri dan Kerja keras, (7). Kepemimpinan
dan Keadilan, (8). Baik dan Rendah hati, dan (9). Toleransi, Perdamaian, dan
Kesatuan.
Tidak dapat disangkal bahwa, sekolah memiliki dampak dan pengaruh terhadap
karakter siswa, baik disengaja maupun tidak. Kenyataan ini menjadi entry point untuk
menyatakan bahwa sekolah mempunyai tugas dan tanggugjawab untuk melakukan
pendidikan moral dan pembentukan karakter. Tidak perlu disangsikan lagi, bahwa
pendidikan karakter merupakan upaya yang harus melibatkan semua pihak baik
rumah tangga, sekolah dan lingkungan sekolah, masyarakat luas. Oleh karena itu,
pendidikan  harus terus didorong untuk mengembangkan karakter bangsa Indonesia
menjadi bangsa yang kuat sehingga pada gilirannya bangsa Indonesia akan mampu
membangun peradaban yang lebih maju dan modern.

1.6  Empat Pilar Dicabut Oleh Mahkamah Konstitusi


Sejak runtuhnya kekuasaan rezim otoritarian Orde Baru oleh gerakan
reformasi yang memuncak di pertengahan Mei 1998 lalu, Pancasila memang nyaris
dilupakan dan secara sadar mulai dikubur dalam-dalam dari ingatan. Seiring dengan
perkembangan kehidupan global dan tuntutan sebagai akibat dari adanya kemajuan
dalam segala bidang, kemerdekaan bangsa harus kita terjemahkan dalam format
pembentukan kedaulatan ekonomi, demokratisasi, serta pembebasan seluruh rakyat
Indonesia dari segala bentuk belenggu kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan
(MPR dalam Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, 2013:xix).
Dalam artikel opininya di harian KOMPAS (1/6) , guru besar UI Prof. Sri-Edi
Swasono, kembali mengulas gugatannya, ia menegaskan sebaiknya MPR RI yang
bekerja berdasarkan amanat UU No. 27 Tahun 2009 tersebut harus lebih bijaksana
dan berani mengoreksi kesalahan sekecil apapun termasuk pada gagasan sosialisasi 4
pilar yang justru kembali mengkebiri peranan Pancasila, menurutnya Pancasila tak
boleh diganggu gugat sebagai dasar negara.
Empat pilar yang terkandung di dalam Pasal 34 ayat (3) huruf b UU No. 2
Tahun 2011 tentang Partai Politik (UU Parpol) yang menempatkan Pancasila sebagai
salah satu pilar kebangsaan. Dalam putusan Mahkamah Konstitusi frasa “empat pilar
kebangsaan dan bernegara” dalam pasal itu dihapus, sehingga Pancasila, NKRI,
Bhineka Tunggal Ika, dan UUD 1945 bukan lagi dianggap sebagai pilar kebangsaan.
“Frasa ‘empat pilar kebangsaan dan bernegara’ dalam Pasal 34 ayat (3b) UU Parpol
bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,”
ujar Ketua Majelis MK, Hamdan Zoelva saat membacakan putusan bernomor
100/PUU-XI/2013 di ruang pleno MK, Kamis (3/4).
Pengujian Pasal 34 ayat (3b) UU Parpol ini diajukan sejumlah warga negara
yang tergabung dalam Masyarakat Pengawal Pancasila Jogya, Solo, dan Semarang
(MPP Joglosemar). Mereka keberatan masuknya Pancasila sebagai salah satu pilar
kebangsaan. Pasal yang diuji, parpol wajib mensosialisasikan Empat Pilar
Kebangsaan yaitu Pancasila, NKRI, Bhineka Tunggal Ika, dan UUD 1945.
Pasal itu dinilai menimbulkan ketidakpastian hukum karena menempatkan
Pancasila sebagai salah satu pilar kebangsaan yang sejajar dengan ketiga pilar lainnya.
Penempatan Pancasila sebagai pilar merupakan kesalahan fatal karena Pancasila telah
disepakati para pendiri bangsa sebagai dasar negara (philosophie groundslaag) dalam
Pembukaan UUD 1945. Sedangkan kata ”dasar” dan ”pilar” memiliki makna yang
berbeda yang menimbulkan kebingungan dosen di perguruan tinggi saat menjelaskan
kepada mahasiswanya. Karena itu, ”proyek” sosialisasi oleh MPR mengenai empat
pilar yang salah satunya Pancasila harus dihentikan karena menyesatkan bangsa ini.
Dalam Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, 2012:5, disebutkan bahwa
penyebutan Empat Pilar kehidupan berbangsa dan bernegara tidaklah dimaksudkan
bahwa keempat pilar tersebut memiliki kedudukan yang sederajat. Setiap pilar
memiliki tingkat, fungsi dan konteks yang berbeda. Pada prinsipnya Pancasila sebagai
ideologi dan dasar negara kedudukannya berada di atas tiga pilar yang lain.
Namun, pasal itu tetap diminta dinyatakan inkonstitusional atau sekurang-
kurangnya kata “Pancasila” dalam pasal itu dicabut dan dinyatakan tidak mempunyai
kekuatan mengikat. Pendidikan politik berbangsa dan bernegara bukan hanya terbatas
pada keempat pilar itu, melainkan masih banyak aspek lain yang penting antara lain
negara hukum, kedaulatan rakyat, wawasan nusantara, ketahanan nasional.
Karenanya, partai politik juga harus melakukan pendidikan politik terhadap aspek-
aspek itu.
Hakim konstitusi Arief Hidayat menyatakan concurring opinion (alasan
berbeda), dan hakim Patrialis Akbar mengajukan dissenting opinion (pendapat
berbeda). Arief mengatakan istilah empat pilar yang memasukkan Pancasila sebagai
salah satu pilarnya tidak dapat dimaknai Pancasila memiliki kedudukan yang sama
dengan pilar lainnya. Sebab, masing-masing pilar memiliki kedudukan beragam
sesuai karakter dan fungsinya.
Namun, penyebutan pilar terhadap Pancasila bertentangan dengan alinea
keempat Pembukaan UUD 1945. Karenanya, frasa “empat pilar berbangsa dan
bernegara” dalam Pasal 34 ayat (3b) UU Parpol bertentangan dengan UUD 1945
sepanjang tidak dimaknai Pancasila merupakan dasar dan ideologi negara. Pancasila
sebagai ideologi dan dasar negara harus menjadi jiwa yang menginspirasi  seluruh
pengaturan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Nilai-nilai Pancasila
baik sebagai ideologi dan dasar negara sampai hari ini tetap kokoh menjadi landasan
dalam bernegara. Pancasila juga  tetap tercantum dalam konstitusi negara kita
meskipun beberapa kali mengalami pergantian dan perubahan konstitusi. Ini
menunjukkan bahwa  Pancasila merupakan  konsensus nasional dan dapat diterima
oleh semua kelompok masyarakat Indonesia. Pancasila terbukti mampu memberi 
kekuatan kepada bangsa Indonesia, sehingga  perlu dimaknai, direnungkan, dan
diingat oleh seluruh komponen bangsa.

1.7  Desain Pendidikan Karakter di Sekolah


Dinamika perubahan jaman selalu diikuti pula oleh dinamika penyempurnaan
desain pendidikan, yaitu kurikulum. Kurikulum adalah sebuah alat untuk mencapai
tujuan pendidikan sekaligus sebagai pedoman  pelaksanaan pendidikan. Falsafah
hidup bangsa, tujuan ke arah mana bentuk tujuan hidup bangsa kelak itu ditentukan
semuanya tergantung pada kurikulum yang digunakan. Dalam kehidupan sosial
kebutuhan dan tuntutan masyarakat cenderung mengalami perubahan, dan kurikulum
lah yang mengantisipasi  perubahan tersebut. Karena bagaimanapun juga pendidikan
dianggap sebagai langkah yang paling strategis untuk mengimbangi kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi.  Pendidikan jualah yang mengantarkan sebuah bangsa
mencapai peradaban kebudayaan tinggi. Dan dalam sejarah perjalanannya sejak
bangsa Indonesia merdeka desain pendidikan mengalami perubahan, yaitu kurikulum
Rencana Pelajaran tahun 1948-1968, Kurikulum Berbasis Tujuan tahun 1975-1984,
serta KBK dan KTSP tahun 2004-2006. Sedangkan kurikulum yang diberlakukan
pada saat ini adalah kurikulum 2013.
Disdik, Abd Kadir, M. Pd. , menyatakan bahwa  perubahan yang paling
mendasar dan riil dari kurikulum 2013 adalah lebih menitikberatkan pada
pembentukan karakter, “ Penguatan fondasi ettitut dari bawah yaitu di pendidikan
dasar, penanaman nilai-nilai etika, etiket, moral dan norma mendapatkan porsi yang
besar dan diintegralkan dalam mata pelajaran yang diajarkan. Semakin ke atas yaitu
tingkat SMP maka porsi tersebut semakin berkurang dan semakin ke atas lagi  tingkat
SMA semakin berkurang. Yang kedua adalah penguatan pada skill (Ketrampilan) dan
baru kemudian pada ilmu pengetahuan dan teknologinya. Semakin jenjang pendidikan
ke atas maka semakin banyak dan luas pengetahuan diberikan. (Lilik Rosida
Irmawati)
Untuk memahami makna belajar dalam pendidikan karakter pengajar harus
bisa membawa suasana agar peserta didik dapat mengikuti pelajaran tersebut dan
tidak menyebabkan jenuh. Untuk hal tesebut dibutuhkan model pembelajaran
pendidikan karakter yang sesuai dengan keadaan peserta didik.
Sebagai kerangka kerja, dalam pendidikan karakter penting sekali
dikembangkan nilai-nilai etika inti, seperti keimanan, kejujuran, rasa hormat,
kepedulian, dan nilai-nilai kinerja pendukungnya, seperti komitmen, kesungguhan,
ketekunan dan kegigihan sebagai basis karakter yang baik.
 Sekolah berkomitmen untuk mengembangkan karakter peserta didik
berdasarkan nilai-nilai dimaksud.
 Mendefinisikan karakter dalam bentuk perilaku yang dapat diamati dalam
kehidupan sekolah sehari-hari.
 Mencontohkan nilai-nilai karakter, mengkaji dan mendiskusikannya,
menggunakannya sebagai dasar dalam hubungan antar warga sekolah.
 Mengapresiasi manifestasi nilai-nilai tersebut di sekolah dan masyarakat.
Hal terpenting, semua komponen sekolah bertanggung jawab terhadap
standar-standar perilaku yang konsisten sesuai dengan nilai-nilai inti.

Siswa memahami nilai-nilai inti dengan mempelajari dan mendiskusikannya,


mengamati perilaku model dan mempraktekkan pemecahan masalah yang melibatkan
nilai-nilai. Siswa belajar peduli terhadap nilai-nilai inti dengan mengembangkan
keterampilan empati, membentuk hubungan yang penuh perhatian, membantu
menciptakan komunitas bermoral, mendengar cerita ilustratif dan inspiratif, dan
merefleksikan pengalaman hidup. Dalam konteks seperti itu diperlukan pembelajaran
yang dialogis antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, dan siswa dengan semua
warga sekolah. Untuk pembelajaran di kelas dapat diterapkan pembelajaran kooperatif
dengan memberikan penguatan pada kegiatan kelompok.
Implementasi strategi pendidikan karakter di sekolah dapat dilakukan melalui
model pendidikan terintegrasi. Model pendidikan terintegrasi dilakukan dengan
mengintegasikan nilai-nilai karakter pada kompetensi-kompetensi mata pelajaran.
Implementasinya melalui kegiatan pembelajaran/KBM, pengembangan budaya
sekolah, dan ekstra kurikuler. Misalnya:
 Kegiatan Pembelajaran/Belajar Mengajar (KBM). Untuk menumbuhkan
nilai karakter rasa ingin tahu melalui kegiatan observasi, meningkatkan
keterampilan berkomunikasi yang efektif dengan kegiatan diskusi dan
presentasi, mengembangkan berfikir kritis dengan kegiatan penelitian
sederhana, dsb.
 Budaya Sekolah. Untuk menumbuhkan karakter keimanan melalaui doa
awal dan akhir pelajaran, dan/atau sholat berjamaah, meningkatkan sikap
dan perilaku rasa hormat/respek dengan membiasakan berjabatan tangan
dan mengucap salam secara santun,  untuk karakter peduli lingkungan
dengan membiasakan menjaga kebersihan kelas dan membuang sampah di
tempatnya. Dapat juga melalui kegiatan yang bersifat spontan, misalnya
mengumpulkan sumbangan bagi korban bencana alam, mengunjungi
teman yang sakit atau tertimpa musibah.
 Kegaiatan Ekstra Kurikuler: Pramuka, Olah raga, Karya Ilmiah, Seni,
PMR, dsb. Untuk mengembangkan kecakapan kerjasama dan jiwa sportif
melalui bermain olah raga, mengembangkan rasa percaya diri melalui
PENSI, peduli kemanusiaan dengan PMR donor darah, peduli sosial
dengan bahti sosial bantuan bencana. Melalui kegiatan luar ruang akan
terbentuk karakter keberanian, kerja sama, partiotisme, memahami dan
menghargai alam, saling menolong, dengan demikian juga memupuk sikap
peduli dan empati.
Pendidikan Karakter merupakan bagian dari pembelajaran secara keseluruhan.
Nilai-nilai dari pendidikan karakter merupakan bagian dari kompetensi yang ingin
dicapai dalam kegiatan pembelajaran. Karena itu, penilaiannya tirintegrasi dengan
dengan penilaian pembelajaran untuk mencapai kompetensi yang dimaksud. Hal
penting yang perlu disadari adalah kepastian untuk menilai aspek karakter yang telah
diintegrasikan tersebut. Agar tidak memberatkan tugas, sebaiknya dipilih karakter
yang esensial saja yang dinilai. Misalnya menilai kemampuan berkomunikasi dengan
penilaian kinerja, menilai nilai keuletan dengan penilaian sikap, dsb.
Hasil penilaian pendidikan karakter, selanjutnya diformulasikan untuk di
masukkan ke dalam buku rapor siswa. Misalnya nilai ini untuk mengsisi hasil belajar
aspek ahklak dan kepribadian. Bentuk nilai sebaiknya tidak berupa angka, tetapi 
kualifikasi kata:  Baik, Sedang, dan Kurang. Jika ingin lebih baik baik lagi dengan
deskripsi kalimat pernyataan. Misalnya keimanan, rasa hormat, cinta tanah air baik,
tetapi kepeduliaan lingkungan kurang.
Dengan desain yang dipaparkan diatas diharapkan dapat menambah
pengetahuan peserta didik mengenai karakter yang baik, selain itu diharapkan dapat
mampu diwujudkan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Jika hal tersebut
dapat berjalan dengan baik maka akan mencetak anak bangsa yang luar biasa yang 
dapat meneruskan bangsa ini dengan tidak melupakan karate luruh bangsa Indonesia
yang tercermin dalam nilai-nilai Pancasila.

BAB III
PENUTUP
Simpulan
            Karakter bangsa Indonesia harus tercerminkan dari nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila. Di era arus globalisasi yang semakin maju akan menjadi tantangan
tersendiri untuk membentuk karakter bangsa ini, harus dengan bertahap dan di dukung
oleh semua elemen agar pembentukan karakter dapat berjalan dengan baik. Salah
satunya dapat dilakukan dengan pendidikan.
            Saat ini banyak pihak yang menuntut untuk meningkatkan pelaksanaan dan
intensitas pendidikan karakter. Karena kenyataanya banyak anak muda sekarang ini
mulai melupakan karakter yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia, mereka terseret
oleh kebudayaan asing yang semakin merajalela. Jika perkembangan budaya asing
yang terus memasuki Indonesia tanpa didampingi perkembangan karakter budaya
Indonesia, maka secara perlahan budaya Indonesia itu sendiri akan tergeserakan dan
dilupakan.
            Pemerintah kini juga sudah mulai mengembangkan kurikulum 2013,
kurikulum yang menekankan pada perkembangan karakter bangsa. Peserta didik
dituntut aktif serta dapat memiliki karakter yang sesuai dengan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila.

DAFTAR PUSTAKA
Aqib, Zainal; Sujak. Panduan dan Aplikasi Pendidikan Karakter. 2011. Bandung: Yrama
Widya.
Galih Manunggal Putra. Pancasila sebagai karakter dan jati diri bangsa
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI DEPARTEMEN PENDIDIKAN
NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 44/DIKTI/Kep/2006  TENTANG  RAMBU-
RAMBU PELAKSANAAN KELOMPOK MATAKULIAH BERKEHIDUPAN
BERMASYARAKAT DI PERGURUAN TINGGI
Kesuma, Dharma; Cepi, Triatna; Johar, Permana. 2011. Pendidikan Karakte Kajian Teori
dan Praktik di Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Narwanti, Sri. 2011. Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Familia.
Samani, Muchlas; Hariyanto. 2014. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Soegito AT dkk. 2013. Pendidikan Pancasila. Semarang:Pusat Pengembangan MKU/MKDK Universitas
Negeri Semarang.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG
PENDIDIKAN TINGGI
Finaldi, Zulkarnain. 2013. “Mahasiswa Unigal Demo
Lagi”. http://www.kabar-priangan.com/news/detail/7838 (Diunduh 7 Mei 2015)
http://alhada-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-42607-Makalah-Cara%20Mengembalikan%20Jati
%20Diri%20Bangsa%20Indonesia.html
http://definisimu.blogspot.com/2012/09/definisi-karakter.html
http://lidawati.com/penerapan-kurikulum-2013-menuju-pembentukan-karakter/ (26 April 2015, 13:45)
http://www.academia.edu/9112705/
PEMBANGUNAN_KARAKTER_BANGSA_INDONESIA_BERDASARKAN_PA
NCASILA_MENUJU_BANGSA_MANDIRI_DI_ERA_GLOBALISASI_Oleh
http://www.jatengtime.com/2012/sospol/saat-ini-generasi-muda-kehilangan-jati-diri/
#.VW8YPlJ0PIU
https://abiechuenk.wordpress.com/2012/01/17/pendidikan-dan-pembentukan-karakter/ (26
April 2015, 13:12)
https://hangeo.wordpress.com/2012/03/15/kendala-kendala-implementasi-pendidikan-karakter-di-sekolah/ 
(5 Mei 2015, 21:31)
https://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20121106212218AA6bcNq
PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS PANCASILA. I Nyoman Yoga
Segara.http://bdkjakarta.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=924 (23 April 2015,
22:30)

Anda mungkin juga menyukai