Anda di halaman 1dari 4

HUKUM KETENAGAKERJAAN

“PEKERJA OUTSOURCING PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA”


Praktik outsourcing yang merujuk pada penggunaan pihak ketiga untuk menyediakan
layanan atau pekerjaan, telah menjadi bagian integral dalam lanskap bisnis global. Fenomena ini
tidak hanya menjadi praktik umum di tingkat internasional, tetapi juga telah meresap ke dalam
struktur perusahaan di Indonesia. Salah satu entitas bisnis yang menerapkan model ini adalah PT
Telekomunikasi Indonesia (Telkom), sebuah perusahaan telekomunikasi terkemuka di negeri ini.
Meskipun outsourcing dapat memberikan keuntungan dalam efisiensi operasional dan fokus inti
bisnis, penting untuk secara teliti mengamati dampaknya.
Terutama terhadap pekerja outsourcing dan sejalan dengan peraturan ketenagakerjaan
yang berlaku di Indonesia. Dengan melibatkan pihak ketiga untuk menyediakan tenaga kerja,
Telkom, seperti perusahaan lainnya, harus bersiap untuk menanggung tanggung jawab etis dan
hukum yang melekat pada hubungan pekerjaan ini. Oleh karena itu, analisis mendalam terhadap
dampak sosial dan ekonomi terhadap pekerja outsourcing menjadi imperatif dalam menilai
keberlanjutan dan keadilan dalam praktik outsourcing, sekaligus memastikan kepatuhan terhadap
peraturan ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia.
Outsourcing sebagai praktik yang melibatkan pengaturan pihak ketiga untuk
menyediakan pekerjaan atau layanan, tunduk pada kerangka hukum yang ditetapkan oleh
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan di Indonesia. Undang-Undang
tersebut dirancang untuk mengatur dan melindungi hak dan kewajiban pekerja, serta menetapkan
pedoman bagi perusahaan dalam mengelola hubungan kerja. Meskipun demikian, kenyataan di
lapangan, terutama yang terungkap melalui kasus-kasus yang melibatkan PT Telekomunikasi
Indonesia (Telkom), memberikan indikasi kuat akan potensi pelanggaran terhadap peraturan
tersebut. Kejadian nyata ini menyoroti kompleksitas dan tantangan dalam mengimplementasikan
peraturan ketenagakerjaan terkait outsourcing di sektor bisnis. Sehingga, perlu adanya evaluasi
yang seksama terhadap praktik outsourcing di Telkom dan sejenisnya guna memastikan
keselarasan dengan landasan hukum yang telah ditetapkan.
Telkom sebagai perusahaan telekomunikasi ternama di Indonesia terlibat dalam
penggunaan pekerja outsourcing. Melalui studi kasus yang telah dilakukan, terungkap adanya
pelanggaran serius terhadap hak-hak pekerja yang terlibat dalam model outsourcing ini. Salah
satu aspek yang mencolok adalah pelanggaran terhadap standar upah minimum yang seharusnya
dijamin untuk pekerja. Selain itu, hak-hak asuransi yang seharusnya menjadi jaminan keamanan
finansial bagi pekerja juga terancam oleh praktek-praktek yang dilaporkan.
Terlebih lagi, jaminan kesejahteraan pekerja, yang seharusnya menjadi prioritas dalam
lingkungan kerja, terabaikan dalam konteks outsourcing ini. Dalam menghadapi realitas ini,
muncul kebutuhan mendesak untuk mengevaluasi dan memperbarui kebijakan outsourcing
Telkom guna memastikan perlindungan hak-hak pekerja. Perlu adanya langkah-langkah konkrit,
seperti meninjau kembali kontrak kerja, meningkatkan mekanisme pengawasan, dan memastikan
keseimbangan yang adil antara kebutuhan perusahaan dan hak-hak pekerja. Evaluasi mendalam
ini tidak hanya relevan untuk memitigasi dampak negatif terhadap pekerja outsourcing, tetapi
juga untuk memastikan bahwa Telkom beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip etika dan hukum
yang mengatur hubungan kerja di Indonesia.
Dalam kasus ini, terdapat pelanggaran terhadap pasal-pasal yang memiliki relevansi
signifikan terhadap hak-hak pekerja. Sebagai contoh, Pasal 77 ayat 1 menjadi poin kritis yang
telah dilanggar, di mana pasal ini menegaskan bahwa upah yang diterima oleh pekerja harus
memadai untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak. Pelanggaran terhadap pasal ini
mencerminkan tidak hanya ketidakpatuhan terhadap standar upah minimum, tetapi juga
penyalahgunaan sistem pembayaran yang seharusnya memberikan penghidupan yang layak bagi
pekerja. Begitu pula, Pasal 66 yang mengatur perlindungan sosial bagi pekerja outsourcing juga
terpapar pelanggaran dalam konteks ini.
Perlindungan sosial yang dimaksudkan untuk mencakup aspek-aspek seperti asuransi dan
jaminan kesejahteraan pekerja, ternyata tidak sepenuhnya terwujud dalam praktek outsourcing
yang diterapkan dalam kasus ini. Oleh karena itu, penting untuk mengevaluasi implementasi dan
kepatuhan terhadap peraturan-peraturan ini, guna memastikan bahwa hak-hak pekerja tetap
dihormati dan dilindungi sesuai dengan amanat hukum yang ada. Evaluasi yang cermat dan
perbaikan substansial terhadap kebijakan perusahaan menjadi suatu keharusan untuk
mengembalikan keseimbangan dan keadilan dalam hubungan kerja, serta menjamin kepatuhan
yang sesuai dengan norma-norma hukum yang berlaku di lingkup ketenagakerjaan.
Pelanggaran tersebut menjadi lebih serius karena merusak prinsip-prinsip dasar
Ketenagakerjaan di Indonesia, yang seharusnya menjadi pilar utama dalam menegakkan
perlindungan hak-hak pekerja. Dampaknya tidak hanya bersifat lokal, melainkan dapat merembet
ke tingkat ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang lebih luas dalam dunia kerja. Fenomena ini
menggarisbawahi urgensi untuk mengatasi tidak hanya pelanggaran konkret yang telah terjadi,
tetapi juga untuk menyelidiki akar penyebab yang mungkin menciptakan lingkungan di mana
pelanggaran semacam itu dapat berkembang.
Sehingga, proses peninjauan kembali terhadap praktik outsourcing di PT Telkom harus
dilakukan secara komprehensif dan mendalam. Hal ini bukan hanya demi memastikan kepatuhan
terhadap peraturan ketenagakerjaan di Indonesia, tetapi juga untuk menciptakan lingkungan kerja
yang adil, etis, dan sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang melindungi hak-hak pekerja.
Dengan pendekatan yang holistik, perusahaan dapat memastikan bahwa praktik outsourcing
mereka tidak hanya mengikuti standar hukum, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai keadilan dan
kesetaraan dalam dunia kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Anis, M. (2017). Tinjauan yuridis terhadap Pengawasan Ketenagakerjaan menurut Undang-
undang Nomor 13 Tahun 2003 di Kota Makassar. Jurnal Al-Qadau: Peradilan dan
Hukum Keluarga Islam, 4(2), 413-428.
Atsar, A., & Fadlian, A. (2022). PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG
PATEN DALAM HUBUNGAN KERJA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO.
13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN DAN UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003
TENTANG KETENAGAKERJAAN. Jurnal Hukum Positum, 7(1), 150-170.
Effendy, D. (2021). Masuknya Syarat Kerja Baru di Luar yang diperjanjikan oleh Pengusuha di
PT. X Padalarang Kabupaten Bandung Barat ditinjau dari Undang-Undang No. 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan. Jurnal Riset Ilmu Hukum, 11-14.
Jurnalpost.com. (2023, 7 Agustus). Kasus Dugaan Korupsi dan Kejanggalan Aliran Dana
Telkom dengan Perusahaan Swasta. https://jurnalpost.com/kasus-dugaan-korupsi-dan-
kejanggalan-aliran-dana-telkom-dengan-perusahaan-swasta/57002/. Diakses pada 8
Oktober 2023
Mkri.id. (2012, 17 Oktober). Dirugikan Perusahaan Outsourcing, Petugas Keamanan Uji UU
Tenaga Kerja. https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=7651. Diakses pada
8 Oktober 2023
Soeryabrata, T. H. (2019). Aspek Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja
Outsourcing. SPEKTRUM HUKUM, 16(1), 184-203.
Telaumbanua, D. (2019). Hukum Ketenagakerjaan. Deepublish.
Wildan, M. (2017). Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Kontrak Dalam Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu Berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan. Jurnal Hukum Khaira Ummah, 12(4), 833-841.

Anda mungkin juga menyukai