Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG


(PERPU)

Disusun Oleh:

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS WARMADEWA
DENPASAR
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Peraturan
Pemerintahan Pengganti Undang-Undang (PERPU) ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen
pada mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang Peraturan Pemerintahan Pengganti Undang-Undang (Perpu)
bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen
mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan mata kuliah yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami
menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Denpasar, 27 Desember 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................i

DAFTAR ISI...............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................1

1.1 Latar Belakang.......................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................2

1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................................3


BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................4

2.1 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang....................................................4


2.2 Eksistensi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang sebagai Sumber Hukum. 6

2.3 Proses Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang dari Masa ke Masa.............7


BAB III PENUTUP...................................................................................................10

3.1 Kesimpulan..........................................................................................................10
3.2 Saran...................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah


mengeluarkan banyak kebijakan, salah satunya adalah kebijakannya mengeluarkan
Peraturan Pengganti Undang-Undang (PERPU). Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang merupakan peraturan yang ditetapkan oleh Presiden dalam keadaan
genting dan memaksa. Dalam hal kegentingan tersebut, seorang Presiden diberi
kewenangan oleh Undang-Undang Dasar untuk menetapkan suatu Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang dengan maksud agar keselamatan negara dapat
dijamin oleh pemerintah dalam keadaan genting yang memaksa, sehingga pemerintah
dalam hal ini dapat bertindak cepat dan tepat.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau biasa disingkat menjadi
PERPU adalah hak prerogatif Presiden selaku kepala negara dan juga pemangku
kekuasaan tertinggi pemerintah untuk menetapkan peraturan pemerintah sebagai
pengganti undang-undang dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, hak prerogatif
ini tertuang dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Dalam hierarki
Peraturan Perundang-undangan, Perppu berada sejajar atau setara dengan Undang-
undang setelah Undang-undang Dasar 1945. Oleh karena itu, Perppu dapat pula
melaksanakan perintah UUD NKRI Tahun 1945. Pasal 1 ayat (4) UU No.12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, disebutkan bahwa Peraturan
Pemerintah Pengganti undang-undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang
ditetapkan oleh presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.
Kedudukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPU) di
Indonesia sering menjadi kontroversi, baik dari segi pembentukannya maupun dari segi
pelaksanaannya. Hal ini mengingat bahwa sistem hukum Indonesia lebih cenderung ke
positivistik, dimana dominasi teks tertulis dalam peraturan lebih dominan. Menurut
penjelasan UUD 1945, Perppu perlu dibentuk agar keselamatan negara dapat dijamin
pemerintah dalam keadaan yang genting. Dengan demikian, tahapan penerbitan perppu
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a) Adanya situasi bahaya atau situasi genting.
b) Situasi tersebut dapat mengancam keselamatan negara jika pemerintah selaku
perwakilan representasi masyarakat tidak segera mengambil tindakan konkret.

1
c) Akibat situasi tersebut membutuhkan tindakan pemerintah secepatnya dikarenakan
apabila menunggu mekanisme oleh DPR memerlukan waktu yang lama. Akan tetapi
ketentuan yang mengatur secara detail mengenai syarat kegentingan yang
memaksa didalam peraturan perundang-undangan tidak ada sehingga perppu
sewaktu-waktu dapat diselewengkan fungsinya oleh Presiden yang berkuasa untuk
kepentingan kekuasaannya dalam waktu sewaktu-waktu sebelum adanya
pembahasan di tingkat DPR.
Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No.138/PUU-VII/2009, ada tiga
syarat sebagai parameter adanya “kegentingan yang memaksa” bagi Presiden untuk
menetapkan Perpu, yaitu:
a) Adanya keadaan yaitu kebutuhan yang mendesak untuk menyelesaikan masalah
hukum secara cepat berdasarkan Undang-undang.
b) Undang-undang yangdibutuhkan belum ada sehingga menyelesaikan hukum, atau
ada Undang-undang tetapi tidak memadai
c) Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang-
undang secara prosedur bisa karena memerlukan waktu yang cukup lama
sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.
Dengan demikian, maka presiden melakukan pengesahan atau tidak, maka
rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama dalam sidang paipurna terakhir
wajib untuk diundangan. Pasal tersebut juga membuktikan bahwa kewenangan legislasi
tetap pada kendali Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 12 (dua belas) UUD 1945 berbunyi
“Presiden menyatakan keadaan bahaya, syarat-syarat dan akibatnya bahaya ditetapkan
dengan undang-undang”. Dengan demikian, dalam hukum tata negara, hukum dapat
dibedakan antara hukum dalam keadaan normal dan hukum dalam keadaan
pengecualian. Hukum tata negara menurut kategori yang pertama adalah hukum yang
berlaku dalam keadaan normal, sedangkan dalam kategori kedua adalah hukum yang
berlaku dalam keadaan yang tidak biasa atau luar biasa, atau yang dalam sistem
Prancis biasa inamakan sebagai “etat de siege” atau “state of siege”.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan rumusan masalah


sebagai berikut :
1. Apa itu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang?
2. Bagaimana Eksistensi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang sebagai
Sumber Hukum?

2
3. Bagaimana Proses Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang dari Masa ke
Masa?
1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan dari makalah ini
ialah sebagai berikut :
1. Agar mengetahui pengertian dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.
2. Agar mengetahui Eksistensi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
sebagai Sumber Hukum.
3. Agar mengetahui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang dari Masa ke
Masa.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

Perpu dijabarkan kembali pada UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan


Peraturan Perundang-undangan. Pada Pasal 1 Angka 4 UU tersebut, tertera, “Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang- undangan yang
ditetapkan oleh Presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa”. Materi muatan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah sama dengan materi muatan
Undang-Undang. Perpu ditandatangani oleh Presiden. Setelah diundangkan, Perppu
harus diajukan ke DPR dalam persidangan yang berikut, dalam bentuk pengajuan RUU
tentang Penetapan Perpu menjadi Undang-Undang. Pembahasan RUU tentang
penetapan Perpu menjadi Undang-Undang dilaksanakan melalui mekanisme yang sama
dengan pembahasan RUU. DPR hanya dapat menerima atau menolak Perppu. Jika
Perpu ditolak DPR, maka Perpu tersebut tidak berlaku, dan Presiden mengajukan RUU
tentang Pencabutan Perpu tersebut, yang dapat pula mengatur segala akibat dari
penolakan tersebut. Perpu pada dasarnya ditetapkan oleh Presiden dan merupakan
peraturan perundang-undangan yang bersifat darurat karena itu dalam Konstitusi RIS
Tahun 1949 dan UUDS 1950 disebut dengan "Undang-Undang Darurat".
Menurut Jimly Asshiddiqie, Konstitusi RIS Tahun 1949 menggunakan terminologi
keadaan yang mendesak dan Undang-Undang Darurat. Pasal 139 ayat (1) Konstitusi
RIS Tahun 1949 menyatakan "Pemerintah berhak atas kuasa dan tanggung jawab
sendiri menetapkan UU darurat untuk mengatur hal-hal penyelenggaraan pemerintah
federal yang karena keadaan-keadaan yang mendesak perlu diatur dengan segera".
Hampir sama dengan Konstitusi RIS Tahun 1949, Pasal 96 ayat (1) UUDS 1950
menyatakan "Pemerintah berhak atas kuasa dan tanggung jawab sendiri menetapkan
undang-undang darurat untuk mengatur hal-hal penyelenggaraan pemerintahan yang
karena keadaan-keadaan yang mendesak perlu diatur dengan segera". Dalam sejarah
ketatanegaraan Indonesia, dikenal dua hukum darurat yakni konstitusional objektif dan
ekstra konstitusional subjektif. Mahfud MD mengemukakan bahwa hukum darurat
konstitusional objektif (ada peraturan dan ada kriterianya lebih dulu) dikaitkan dengan
Pasal 12 UUD NRI 1945, sedangkan hukum darurat ekstra konstitusional subjektif
(pertimbangan subjektif penguasa) dikaitkan dengan Pasal 22 ayat (1) UUD NRI 1945.8
Dengan demikian implementasi pasal 22 ayat (1) UUD NRI 1945 tentang hal ikhwal
kegentinan memaksa terhadap keluarnya Perppu No.2 tahun 2017 tentang Perubahan

4
atas Undang-Undang No.17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakat yang
ditetapkan oleh Presiden sudah sesuai, cepat dan tepat. Ketentuan tentang alasan
keberlakuan Perpu tersebut sudah sesuai prosedur yng diatur dalam Pasal 22 ayat (1)
UUD NRI 1945, dimana lahirnya Perpu yang harus dalam hal ikhwal kegentinan yang
memaksa,Presiden berhak menetapkan Perpu. Kemudian lahirmya Perppu tersebut
sudah memenuhi unsur-unsur dan persyaratan “hal ikhwal kegentingan yang memaksa”
yang dikeluakan oleh Mahkamah Konstitusi.
Perpu merupakan suatu Peraturan Perundang-undangan yng ditetapkan oleh
Presiden dlam hal ikhwal kegentingan yng memaksa. Materi muatan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang ialah sama dngan materi muatan Undang-
Undang. Perpu ditandatangani oleh Presiden. Setelah diundangkan, Perpu harus
diajukan ke DPR dalam persidangan yang berikut, dlam bentuk pengajuan RUU tentang
Penetapan Perpu Menjadi Undang-Undang. Pembahasan RUU tentang penetapan Perpu
menjadi Undang-Undang dilaksanakan melalui mekanisme yang sama dngan
pembahasan RUU. DPR hanya dapat menerima atau menolak Perppu. Jika Perpu ditolak
DPR, maka Perpu tersebut tidak berlaku, dan Presiden mengajukan RUU tentang
Pencabutan Perpu tersebut, yang dapat pula mengatur segala akibat dari penolakan
tersebut. Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan), yang harus segera diatasi, karena pembentukan
Undang-Undang memerlukan waktu yang relative lama.
“Noodverordeningsrecht” atau “hak Presiden mengatur kegentingan yang
memaksa”, tidak selalu ada hubungannya dengan keadaan bahaya, tetapi cukup apabila
menurut keyakinan Presiden terdpat keadaan mendesak dan dibutuhkan peraturan yang
mempunyai derajat Undang-Undang. Dan Perpu tdak dpat ditangguhkan sampai DPR
melakukan pembicaraan pengaturan keadaan tersebut. Jangka waktu berlakunya
perppu ialah terbatas, sebab harus dimintakan persetujuan oleh DPR untuk dijadikan
Undang-Undang ataukah dicabut. Kedudukan Perpu dalam hirarki peraturan perundang-
undangan ialah sederajat dengan Undang-Undang. Demikian pula, materi muatan yang
diatur dalam Perppu sama dngan materi muatan yang diatur dalam Undang-Undang.
Hal tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Di mana, terdapat kewenangan
Presiden untuk membentuk Perpu menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, hanya dapat dilaksanakan
apabila terdapat keadaan yang genting atau keadaan yang memaksa. Dengan demikian,
Presiden tidak perlu menunggu persetujuan dari DPR untk membentuk Perppu.

5
2.2 Eksistensi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang sebagai Sumber
Hukum

Presiden merupakan pemegang kekuasaan pemerintahan yang diatur dalam


Pasal 4 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan bahwa Presiden Republik Indonesia
memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. Disini Presiden
sebagai penyelenggara pemerintahan dibantu oleh Wakil Presiden. Dalam menjalankan
pemerintahan negara,kekuasaan dan tanggung jawab berada di tangan Presiden yang
dikenal dengan prinsip pemusatan kekuasaan dan tanggung jawab kepada presiden.
Selain itu, Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR dan Presiden dibantu oleh
Menteri Negara. Dalam keadaan normal,sistem norma hukum diberlakukan berdasarkan
konstitusi dan produk hukum lain yang resmi. Sedangkan dalam keadaan abnormal
sistem hukum tersebut tidak dapat berfungsi dengan baik. Maka pengaturan keadaan
darurat mempunyai arti penting sebagai dasar hukum bagi pemerintah mengambil
tindakan guna mengatasi keadaan abnormal tersebut.
Pada keadaan abnormal (darurat) pranata hukum yang diciptakan untuk
keadaan normal tidak dapat bekerja. Hukum tata negara darurat menurut doktrin ada
dua yakni hukum tata negara darurat objektif dan subjektif. Hukum tata negara darurat
subjektifitas adalah hak negara untuk bertindak dalam keadaan bahaya atau darurat
dengan cara menyimpang dari ketentuan undang-undang atau bahkan ketentuan
undang-undang dasar. Sedangkan hukum tata negara darurat objektif adalah hukum
tata negara yang berlaku ketika negara berada dalam keadaan darurat, bahaya, atau
genting.Hukum Tata Negara dikenal sebagai hukum darurat untuk kondisi darurat atau
abnormale recht voor abnormale tijden. Asas ini kemudian menjadi hak prerogatif
presiden seperti dalam ketentuan Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang DasarNRI Tahun
1945. Perpu sebagai legislasi darurat yang didasarkan pada alasan dalam pendirian
(keadaan darurat yang bersifat internal) dalam keadaan (i) mendesak dari segi
substansi, dan (ii) genting dari segi waktu. Sementara itu, hal ihwal kegentingan yang
memaksa" merupakan syarat konstitutif yang menjadi dasar kewenangan presiden
dalam menetapkan Perpu. Apabila tidak dapat menunjukkan syarat nyata keadaan itu,
presiden tidak menyelesaikan pembuatan Perpu.
Perpu yang ditetapkan tanpa adanya hal ihwal kegentingan maka batal demi
hukum (batal dan batal), karena pelanggaran asas legalitas yaitu dibuat tanpa
berwenang. Hal ihwal kegentingan yang memaksa juga harus menunjukkan beberapa
syarat adanya krisis, yang menimbulkan bahaya atau hambatan secara nyata terhadap

6
kelancaran menjalankan fungsi pemerintahan. Oleh karena itu, muatan perppu hanya
terbatas pada pelaksanaan (administratiefrechtelijk).Suasana bahaya atau darurat harus
dapat didefinisikan.pemberian cakupan ini bertujuan agar tidak terjadi penyerangan
berwenang oleh penguasa.Karena dalam keadaan tersebut negara dapat melakukn t
indakan apapun termasuk membatasi hak warga negara. Sehingga negara perlu
melanggar prinsip yang dianutnya sendiri untuk menyelamatkan diri dari keadaan
tersebut.
Keberadaan Perpu sebagai salah satu peraturan perundang-undangan-undangan
yang berlaku di Indonesia. Karena mengingat dalam keadaan tidak normal Presiden
harus bertindak cepat dan sigap untuk mengatasi keadaan tersebut. Dan dalam
keadaan kembali normal Presiden harus membicarakan bersama dengan DPR dengan
kemungkinan disetujui menjadi Undang-undang ataupun sebaliknya dilakukan
pencabutan. Perpu adalah suatu peraturan yang dibentuk oleh Presiden dalam hal
ikhwal kegentingan yang memaksa, dalam arti pembentukannya memerlukan alasan-
alasan tertentu, yaitu adanya keadaan mendesak, memaksa atau darurat yang dapat
dirumuskan sebagai keadaan yang sukar atau sulit dan tidak menjadi tersangka yang
memerlukan penanggulangan yang segera.

2.3 Proses Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang dari Masa ke Masa

Istilah Perpu sepenuhnya adalah ciptaan UUD NRI 1945,17 yaitu sebagaimana
yang tertuang dalam ketentuan Pasal 22 UUD NRI 1945. Berdasarkan Pasal 22 UUD NRI
1945 tersebut, dapat diketahui beberapa hal yaitu:
a. Peraturan tersebut disebut peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-
undang, yang berarti bahwa bentuknya adalah peraturan pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 bahwa:
“Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang
yang seharusnya”. Jika biasanya bentuk peraturan pemerintah itu adalah peraturan
yang ditetapkan untuk menjalankan undang-undang yang seharusnya, maka dalam
keadaan kegentingan yang memaksa bentuk peraturan pemerintah itu dapat
dipakai untuk membuat ketentuan-ketentuan yang seharusnya dituangkan dalam
bentuk undang-undang dan untuk menggantikan undang-undang.
b. Pada pokoknya, perppu sendiri bukanlah nama resmi yang diberikan oleh UUD NRI
1945. Namun, dalam praktiknya selama ini, peraturan pemerintah yang demikian

7
lazim disebut sebagai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau
disingkat Perpu.
c. Perpu tersebut pada pokoknya hanya dapat ditetapkan oleh Presiden apabila
persyaratan kegentingan yang memaksa dipenuhinya seharusnya. Keadaan
“kegentingan yang memaksa” yang dimaksud disini berbeda dan tidak boleh
dicampuradukkan dengan pengertian “keadaan bahaya” sebagaimana ditentukan
oleh Pasal 12 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
berbunyi “Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya
keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang”
d. Karena pada dasarnya Perpu itu sederajat atau memiliki kekuatan yang sama
dengan undang-undang, maka Dewan Perwakilan Rakyat harus secara aktif
mengawasi penetapan baik maupun pelaksanaan Perppu di lapangan, jangan
sampai hal ini harus bersifat eksesif dan bertentangan dengan tujuan awal yang
melatarbelakanginya. Karena itu, Perppu harus dijadikan sebagai objek
pengawasan yang sangat ketat oleh Dewan Perwakilan Rakyat sesuai dengan
pelaksanaan di bidang pengawasan
e. Karena materi Perppu seharusnya dituangkan dalam bentuk undang-undang, maka
masa berlakunya Perppu dibatasi hanya untuk sementara. Menurut ketentuan Pasal
22 ayat (2) dan (3) UUD NRI 1945 yaitu sampai dengan mendapat persetujuan dari
Dewan Perwakilan Rakyat, dan jika tidak mendapat persetujuan maka perppu
tersebut harus dicabut.
Dalam sejarah pembentukan Perpu di Indonesia, dari tujuh presiden yang
menggunakan kewenangan tersebut, Perpu-Perpu yang dibentuk pada umumnya
melakukan pengaturan di bidang ekonomi dan menunjukkan kriteria-kriteria antara lain
yaitu bersifat mendesak karena keterbatasan waktu, tidak mengalami terjadinya krisis,
adanya perbedaan hukum, adanya aturan yang tidak memadai sehingga butuh
penyempurnaan, serta tertundanya pemberlakuan suatu ketentuan undang-undang.
Kriteria-kriteria yang menjadi alasan dalam pembentukan Perpu ini memuaskan tidak
secara kompulsif dan cenderung lebih menampakkan unsur kemendesakan semata dan
sangat sedikit menunjukkan terjadinya krisis unsur. Kegentingan yang Memaksa pada
umumnya hanya dibicarakan pada persoalan kemendesakan semata-mata bagi Presiden
untuk menyelesaikan suatu permasalahan atau kebutuhan hukum. Bahkan pada
beberapa Perpu, unsur kemendesakan pun tidak terpenuhi, apalagi berharap terdapat
unsur krisis didalamnya atau bahkan apakah permasalahan tersebut dapat diselesaikan
dengan menggunakan instrumen hukum biasa. Berdasarkan hasil penelitian tersebut,

8
maka kriteria kegentingan yang memaksa minimal harus memenuhi unsur
kemendesakan untuk mengatasi suatu permasalahan yang mengancam nyawa dan atau
harta, bangsa dan negara yang bersifat masif dan atau suatu permasalahan hukum
yang mengancam sistem hukum yang berlaku.

9
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang mempunyai kedudukan yang
sama dengan undang-undang. Dalam sistem Negara Republik Indonesia yang
menganut sistem presidensil, maka eksistensinya tetap harus dipertahankan, yang
harus dipertegas mengenai persyaratan “Kegentingan yang memaksa” sebagai dasar
penerbitan Perpu. Presiden sebagai penggagas Perpu, selintas dengan mudah
mengeluarkannya, dengan asumsi untuk memenuhi desakan dari kelompok kepentingan
(interest group), tanpa mempertimbangkan substansi persyaratan penerbitan Perpu,
bahkan belum sebulan Undang-undang berlaku, karena desakan, langsung diterbitkan
Perpu. Untuk menjawab keambiguan kegentingan yang memaksa, perlu disebutkan
dengan jelas baik pengertian maupun persyaratan agar subjektifitas presiden berada
dalam koridor yang jelas. Keberadaan Perpu sebagai salah satu peraturan perundang-
undangan-undangan yang berlaku di Indonesia. Karena mengingat dalam keadaan tidak
normal Presiden harus bertindak cepat dan sigap untuk mengatasi keadaan tersebut.
Dan dalam keadaan kembali normal Presiden harus membicarakan bersama dengan
DPR dengan kemungkinan disetujui menjadi Undang-undang ataupun sebaliknya
dilakukan pencabutan. Perpu adalah suatu peraturan yang dibentuk oleh Presiden
dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, dalam arti pembentukannya memerlukan
alasan-alasan tertentu, yaitu adanya keadaan mendesak, memaksa atau darurat yang
dapat dirumuskan sebagai keadaan yang sukar atau sulit dan tidak menjadi tersangka
yang memerlukan penanggulangan yang segera.

3.2 Saran
Dalam memberikan persetujuan dan keputusan terhadap Perpu yang telah
dibentuk oleh presiden, sebaiknya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang memiliki
kewenangan menolak atau menerima Perppu dapat melakukan kajian yang mendalam
kepada Perppu tersebut sehingga hasilnya dapat diharapkan untuk membawa keadilan
dan kemanfaatan bagi seluruh rakyat Indonesia.

10
DAFTAR PUSTAKA

Buku-Buku
Ashidiqie, Jimly. Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, Jakarta :
Bhuana Ilmu Populer, Tahun 2008.
Bagir Manan, Dasar-Dasar Perundang-undangan Indonesia, Ind-Hill.Co., Jakarta, 1992.
Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta : Gramedia Pustaka, Tahun 1992.
Indrati, Farida, Maria. Ilmu Perundang-undangan dan Dasar-Dasar Pembentukannya,
Yogyakarta : Kanisius, Tahun 2008.
Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara Darurat, Rajawali Pers, Jakarta, 2008
Kansil, C.S.T. Hukum Tata Pemerintahan Indonesia, Jakarta : Ghalia Indonesia, Tahun 1983.
Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-undangan; Jenis, Fungsi dan Materi Muatan, Kanisius,
Yogyakarta, 2008.
MD, Mahfud, Membangun Politik Hukum, Yogyakarta : UII Press, Tahun 2008.
Nonet, Selznick, Philipe. Law Society in Trantition, New York : Harper and Row, Tahun 1978.
Siragih, Raden, Bintan. Politik Hukum, Bandung : CV Utomo, Tahun 2006.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, Pasal 1 Ayat 2
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 22 ayat (1)
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 139 ayat (1)
Jurnal
Anshori, Z. (2015). Keberlakuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU)
(Doctoral dissertation, UNIVERSITAS AIRLANGGA).
APRILINGGA, M. R. (2022). ALASAN IHWAL KEGENTINGAN MEMAKSA DALAM
PEMBENTUKAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG (Doctoral
dissertation).
Arsil, F. (2018). Menggagas Pembatasan Pembentukan Dan Materi Muatan Perppu: Studi
Perbandingan Pengaturan Dan Penggunaan Perppu Di Negara-Negara Presidensial.
Jurnal Hukum & Pembangunan, 48 (1), 1-21.
Aziz, M. (2010). Pengujian peraturan perundang-undangan dalam sistem peraturan
perundang-undangan Indonesia. Jurnal Konstitusi, 7(5), 113-150.
Einstein, T., Helmi, M. I., & Ramzy, A. (2020). Kedudukan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 Perspektif Ilmu Perundang-Undangan. SALAM:
Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i, 7(7), 595-612.

11
Faqih, M. (2019). PROSES PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG DAN PERATURAN
PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG. Mimbar Yustitia, 3 (2), 165-178.
Hsb, A. M. (2019). Kegentingan yang Memaksa dalam Pembentukan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang.
Mirdin, A. A. (2014). Tinjauan Yuridis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Pengujian

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. Skripsi tidak diterbitkan,

Makassar, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

Nuh, M. S. N. S. (2011). Hakekat Keadaan Darurat Negara (State Of Emergency) sebagai

Dasar Pembentukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. Jurnal Hukum

Ius Quia Iustum, 18(2), 229-246.

Saleh, A. M., & Hajri, W. A. (2018). Perihal Pengujian Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang. Deepublish.

Saputra, A. (2011). PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPU)

DALAM SISTEM PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA. Fakultas Hukum, 6 (1).

12

Anda mungkin juga menyukai