OLEH :
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya
kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “PENGUJIAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN”. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah
Hukum Ekonomi.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi
sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk
pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
2
Daftar isi
3
A. Latar Belakang
Pengujian peraturan perundang-undangan merupakan pengenalan dasar tentang judicial
review (uji materiil sebuah peraturan perundang-undangan), yang di dalam sistem hukum di
Indonesia, baru diadopsi setelah amandemen UUD 1945. Sebelumnya, tidak dikenal uji
materiil sebuah peraturan perundang-udangan terhadap konstitusi. Dalam UU No. 14 Tahun
1970 tentang kekuasaan kehakiman yang telah diubah dengan UU No. 4 Tahun 2004 dan
diubah dengan UU No. 48 Tahun 2009, disebut kewenangan uji materiil peraturan perundang-
undangan di bawah dan terhadap Undang-undang.[1] Dalam UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 pasca perubahan, diadakan pembedaan yang tegas antara undang-undang dengan
peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang. Pasal 24C ayat (1) UUD 1945
mengatur sebagai berikut : “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama
dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-
Undang Dasar… “. Dalam Pasal 24A ayat (1) UUD 1945 mengatur sebagai berikut :
“Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-
undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang… “[2] Dalam Pasal 145 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang diubah dengan UU No. 12 Tahun 2008
mengatur sebagai berikut : “Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bertentangan
dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat
dibatalkan oleh Pemerintah.” Dalam pasal 7 UU No. 12 Tahun 2011, jenis dan Hierarki
peraturan peraturan perundang-undangan yaitu :
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Dari ketentuan tersebut diatas, dapat dipastikan mengenai apa saja bentuk-bentuk peraturan
perundang-undangan yang resmi dalam sistem hukum Indonesia berdsarkan UUD 1945 dan
bentuk-bentuk peraturan mana saja yang lebih tinggi dan man yang lebih rendah tingkatannya
satu sama lain. berkaitan dengan itu dapat pula diketahui dengan pasti mana saja bentuk
peraturan perundang-undangan yang disebut sebagai peraturan di bawah undang-undang,
mana saja yang setingkat dan mana yang lebih tinggi dari pada undang-undang.
B. Rumusan Masalah
Dalam pembahasan Pengujian Peraturan Perundang-undangan ini kami membatasi masalah
kedalam beberapa bagian, yaitu :
1. Pengertian Pengujian Perundang-undangan?
2. Siapa yang berwenang dalam pengujian peraturan perundang-undangan?
C. TUJUAN
Adapun yang menjadi tujuan penulisan makalah ini adalah agar pembaca sekalian
mengetahui tentang apa yang dimaksud dengan konstitusi dan peraturan perundang-undangan
lainnya yang setiap negara memilikinya termasuk juga negara kita indonesia.yang mana
dengan memiliki pemahaman tentang konstitusi dan perundang-undangan ini kita sebagi
generasi penerus bangsa akan mempunyai arah dan pedoman yang jelas dalam melanjutkan
pembangunan ini di masa yang akan datang yang pada prinsipnya semua agenda penting
kenegaraan, serta prinsip – prinsip dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara,
telah tercoverdalam konstitusi dan dilaksanakandalam bentuk perundang-undangan.untuk itu
kami rasa perlu dalam makalah ini mengajak rekan-rekan sekalian untuk mempelari semua
4
hal yang berhubungan dengan konstitusi ini dan menumbuhkan kesadaran berkonstitusi kita
sebagai warga Negara.
BAB II PEMBAHASAN
5
Departemen Dalam Negeri, sebagai departemen yang secara administrative
menanggungjawabi penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sedangkan kewenangan legislatif
reviewdimiliki Dewan Perwakilan Rakyat.[8]
6
1) Materi muatan ayat, pasal, dan / atau bagian peraturan perundang-undangan dianggap
bertentangan dengan peraturan perundang-undagan yang lebuh tinggi. Dan / atau
2) Pembentukan peraturan perundang-undangan tidak memenuhi ketentuan yang berlaku. c.
Hal-hal yang diminta untuk dihapus
3. Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa pemohon atau permohonannya tidak
memenuhi syarat, amar putusan menyatakan permohonan tidak diterima.
4. Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa permohonan beralasan, amar putusan
menyatakan permohonan dikabulkan
5. Dalam hal permohonan dikabulkan sebagaimana dimaksud pada ayat 4, amar putusan
menyatakan dengan tegas materi muatan ayat, pasal, dan / atau bagian dari peraturan
perundang-undangan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebuh
tinggi.
6. Dalam hal peraturan perundang-undangan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang lebuh tinggi dan/ atau tidak bertentangan dalam pembentukannya, amar
putusan menyatakan permohonan ditolak.
7. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengajuan peraturan perundang-undangan dibawah UU
diatur oleh Mahkamah Agung
3. Dewan Perwakilan Rakyat
Tidak ada mekanisme yang baku mengenai bagaimana, kapan dan terhadap UU seperti apa
DPR melakukan peninjauan dan revisi UU. Kewenangan melakukan peninjauan terhadap UU
melekat dan berpijak pada kewenangan yang dimiliki DPR sebagai lembaga legislasi.
Mengenai praktik selama ini, DPR bersama pemerintah melakukan berbagai perubahan UU,
jika menemukan ketidaksesuaian UU dengan UU yang lain. Bisa juga karena factor
ketertinggalan sebuah UU dengan situasi terbaru yang muncul belakangan, atau juga karena
peristiwa hukum yang lahir belakangan tidak cukup terwadahi penyelesaiannya dalam UU
yang sudah ada. Sebagai contoh, di tahun 2006 DPR bersama pemerintah melakukan
peninjauan dan membahas perubahan UU tentang kesehatan. Juga UU pemilu, patai polotik,
yang selalu hamper berubah-ubah pada setiap periode pemilu.
4. Departemen Dalam Negeri
Kewenangan Departemen Dalam Negeri untuk membatalkan peraturan daerah jika tidak
sesuai dengan peraturan yang lebih tinggi ini merupakan konsekuensi dari keberdaan
Departemen Dalam Negeri sebagai pihak yang diberi mandat untuk melakukan pengawasan
terhadap jalannya penyelenggaraan pemerintahan daerah. UU No. 32 Tahun 2004 bagian
pendahuluan angka 7 (tujuh) menyebutkan pembinaan atas penyelenggraan pemerintahan
daerah adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintahan pusat dan atau Gubernur selaku wakil
pemerintah di daerah untuk mewujudkan tercapainya tujuan penyelenggaraan otonomi daerah.
Dalam rangka pembinaan oleh pemerintah, menteri dan pimpinan lembaga pemerintah non-
departemen melakukan pembinaan sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing
yang dikoordinasikan oleh menteri dalam negeri untuk pembinaan dan pengawasan provinsi
serta oleh Gubernur untuk pembinaan dan pengawasan Kabupaten atau kota. Dalam hal
pengawasan terhadap rancangan peraturan daerah dan peraturan daerah, pemerintah
malakukan dengan 2 cara :
1) Pengawasan terhadap rancangan peraturan daerah (RAPERDA), yaitu terhadap rancangan
peraturan daerah yang mengatur pajak daerah, retribusi daerah, APBD, dan RUTR sebelum
disahkan oleh kepala daerah terlebih dahulu dievaluasi oleh MENDAGRI untuk RAPERDA
Provinsi, dan oleh Gubernur terhadap RAPERDA Kabupaten/Kota.
2) Pengawasan terhadap semua peraturan daerah di luar yang termasuk dalam angka 1, yaitu
setiap peraturan daerahwajib disampaikan kepada MENDAGRI untuk provinsi dan Gubernur
untuk Kabupaten/Kota untuk memperoleh klarifikasi. Mekanisme pembatalan peraturan
Daerah, disebutkan dalam pasal 145 UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah,
7
sebagai berikut :
1. Perda disampaikan kepada Pemerintah paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan.
2. Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bertentangan dengan kepentingan umum
dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan oleh Pemerintah.
3. Keputusan pembatalan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan
Peraturan Presiden paling lama 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya Perda sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
4. Paling lama 7 (tujuh) hari setelah keputusan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), kepala daerah harus memberhentikan pelaksanaan Perda dan selanjutnya DPRD bersama
kepala daerah rnencabut Perda dimaksud.
5. Apabila provinsi/kabupaten/kota tidak dapat menerima keputusan pembatalan Perda
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan alasan yang dapat dibenarkan oleh peraturan
perundang-undangan, kepala daerah dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Agung.
6. Apabila keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikabulkan ;sebagian atau
seluruhnya, putusan Mahkamah Agung tersebut menyatakan Peraturan Presiden menjadi batal
dan tidak mempunyai kekuatan hukum.
7. Apabila Pemerintah tidak mengeluarkan Peraturan Presiden untuk membatalkan Perda
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Perda dimaksud dinyatakan berlaku.
8
D. KEDUDUKAN KONSTITUSI
Dalam pengertian yang sederhana, konstitusi adalah suatu dokumen yang berisi aturan-aturan
untuk menjalankan suatu organisasi. Organisasi dimaksud bera¬gam bentuk dan kompleksitas
struktur¬nya, mulai dari orga¬nisasi mahasiswa, perkumpulan masyarakat di dae¬rah
ter¬ten¬tu, serikat buruh, organisasi-organisasi kemasya¬ra¬kat¬an, organisasi politik,
organisasi bisnis, perkumpulan sosial sam¬pai ke organisasi tingkat dunia seperti misalnya
Perkum¬pul¬an ASEAN, European Communities (EC), World Trade Orga¬nization (WTO),
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan sebagainya semua¬nya membutuhkan dokumen
dasar yang disebut konstitusi. Demikian pula negara, pada umumnya selalu memiliki naskah
yang disebut sebagai konstitusi atau Undang-Undang Dasar. Bahkan negara yang tidak
memiliki satu naskah konstitusi seperti Inggris, tetap memiliki aturan-aturan yang tum¬buh
menjadi konstitusi dalam pengalaman praktek ketatanegaraan dan para ahli tetap dapat
menyebut adanya konstitusi dalam konteks hukum tata negara Inggris, sebagaimana
dikemukakan oleh Phillips Hood and Jackson sebagai berikut” “a body of laws, customs and
conventions that define the composition and powers of the organs of the State and that
regulate the relations of the various State organs to one another and to the private citizen.”
Dengan demikian, ke dalam konsep konstitusi itu ter-cakup juga pengertian peraturan tertulis
dan tidak tertulis. Peraturan tidak tertulis berupa kebiasaan dan konvensi-konvensi
ke¬negaraan (ketatanegaraan) yang me¬nen¬tukan susunan dan kedu¬dukan organ-organ
negara, meng¬atur hubungan antar organ-organ negara itu, dan mengatur hubungan organ-
organ negara tersebut dengan warga negara. Berlakunya suatu konstitusi sebagai hukum dasar
yang meng¬ikat didasarkan atas kekuasaan tertinggi atau prinsip kedaulatan yang dianut
dalam suatu negara. Jika negara itu menganut paham kedau¬latan rakyat, maka sumber
legitimasi konstitusi itu adalah rakyat. Jika yang berlaku adalah paham kedaulatan raja, maka
raja yang menentukan berlaku tidaknya suatu konstitusi. Hal inilah yang dise¬but oleh para
ahli sebagaiconstituent power yang merupakan kewe¬nangan yang berada di luar dan
sekaligus di atas sistem yang diatur¬nya. Karena itu, di lingkungan negara-negara
demo¬krasi, rak¬yatlah yang dianggap menentukan berlakunya suatu konstitusi. Hal itu dapat
dilakukan secara langsung oleh rakyat, misalnya melalui referendum, seperti yang dilakukan
di Irlan¬dia pada tahun 1937, atau dengan cara tidak langsung melalui lembaga perwakilan
rakyat. Dalam hubungannya dengan kewenangan mengubah UUD,secara tidak langsung ini
misalnya dilakukan di Amerika Serikat dengan menambah¬kan naskah perubahan Undang-
Undang Dasar secara terpi¬sah dari naskah aslinya. Meskipun, dalam pembukaan Konsti¬tusi
Amerika Serikat (preambule ) terdapat perkataan “We the people”,tetapi yang diterapkan
sesungguhnya ada¬lah sistem perwa¬kilan, yang pertama kali diadopsi dalam konvensi
khusus ( special convention ) dan kemudian disetu¬jui oleh wakil-wakil rakyat terpilih dalam
forum perwakilan negara yang didirikan bersama. Dalam hubungan dengan pengertian
constituent po-wer tersebut di atas, muncul pula pengertian constituent act . Dalam hubungan
ini, konstitusi dianggap sebagai consti¬tuent act , bukan produk peraturan legislatif yang biasa
( ordinary legislative act ). Constituent power menda¬hului konstitusi, dan konstitusi
mendahului organ pe¬me¬rin¬tahan yang diatur dan dibentuk berdasarkan konstitusi. Seperti
dikatakan oleh Bryce, konstitusi tertulis meru¬pakan : “The instrument in which a
constitution is embodied proceeds from a source different from that whence spring other laws,
is regulated in a different way, and exerts a sovereign force. It is enacted not by the ordinary
legislative authority but by some higher and specially empowered body. When any of its
provisions conflict with the provisions of the ordinary law, it prevails and the ordinary law
must give way”. Karena itu, dikembangkannya pengertian constituent power berkaitan pula
dengan pengertian hirarki hukum ( hierarchy of law ). Konstitusi merupakan hukum yang
lebih tinggi atau bahkan paling tinggi serta paling fundamental sifatnya, karena konstitusi itu
9
sendiri merupakan sumber legitimasi atau landasan otorisasi bentuk-bentuk hukum atau
peraturan-peraturan perundang-undangan lainnya. Sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku
universal, maka agar peraturan-peraturan yang tingkatannya berada di bawah Undang-Undang
Dasar dapat berlaku dan diberlakukan, peraturan-peraturan itu tidak boleh bertentangan
dengan hukum yang lebih tinggi tersebut. Atas dasar logika demikian itulah maka Mahkamah
Agung Amerika Serikat menganggap dirinya memiliki kewenangan untuk menafsirkan dan
menguji materi peraturan produk legislatif ( judicial review ) terhadap materi konstitusi,
meskipun Konstitusi Amerika tidak secara eksplisit memberikan kewenangan demikian
kepada Mahkamah Agung . Basis pokok berlakunya konstitusi adalah adanya kesepa¬katan
umum atau persetujuan (consensus) di antara mayo¬ritas rakyat mengenai bangunan yang
diidealkan berkenaan dengan negara. Organisasi negara itu diperlukan oleh warga masyarakat
politik agar kepentingan mereka bersama dapat dilindungi atau dipromosikan melalui
pembentukan dan penggunaan mekanisme yang disebut negara. Kata kunci¬nya adalah
konsensus atau general agreement . Jika kesepa¬katan umum itu runtuh, maka runtuh pula
legitimasi ke¬kua¬saan negara yang bersangkutan, dan pada gi¬lir¬annya perang saudara
( civil war ) atau revolusi dapat terjadi. Hal ini misal¬nya, ter¬cermin dalam tiga peristiwa
besar dalam sejarah umat manusia, yaitu revolusi penting yang terjadi di Perancis tahun 1789,
di Ame¬rika pada tahun 1776, dan di Rusia pada tahun 1917, ataupun di In¬do¬nesia pada
tahun 1945, 1965 dan 1998. E.PERUBAHAN UUD 1945 Salah satu keberhasilan yang
dicapai oleh bangsa Indonesia pada masa reformasi adalah reformasi konstitusional
( constitutional reform ) . Reformasi konstitusi dipandang merupakan kebutuhan dan agenda
yang harus dilakukan karena UUD 1945 sebelum perubahan dinilai tidak cukup untuk
mengatur dan mengarahkan penyelenggaraan negara sesuai harapan rakyat, terbentuknya
good governance , serta mendukung penegakan demokrasi dan hak asasi manusia. Perubahan
UUD 1945 dilakukan secara bertahap dan menjadi salah satu agenda Sidang MPR dari 1999
hingga 2002 . Perubahan p ertama dilakukan dalam Sidang Umum MPR Tahun 1999 . Arah
perubahan pertama UUD 1945 adalah membatasi kekuasaan Presiden dan memperkuat
kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai lembaga legislatif. Perubahan kedua
dilakukan dalam sidang Tahunan MPR Tahun 2000 . Perubahan kedua menghasilkan rumusan
perubahan pasal-pasal yang meliputi masalah wilayah negara dan pembagian pemerintahan
daerah, menyempumakan perubahan pertama dalam hal memperkuat kedudukan DPR, dan
ketentuan¬-ketentuan terperinci tentang HAM. Perubahan ketiga ditetapkan pada Sidang
Tahunan MPR 2001 . Perubahan tahap ini mengubah dan atau menambah ketentuan-
ketentuan pasal tentang a sas-asas landasan bemegara, kelembagaan negara dan hubungan
antarlembaga negara, serta ketentuan-ketentuan tentang Pemilihan Umum. Sedangkan p
erubahan k eempat dilakukan dalam Sidang Tahunan MPR Tahun 2002. Perubahan Keempat
tersebut meliputi ketentuan tentang kelembagaan negara dan hubungan antarlembaga negara,
penghapusan Dewan Pertimbangan Agung (DPA), pendidikan dan kebudayaan,
perekonomian dan kesejahteraan sosial, dan aturan peralihan serta aturan tambahan. Empat
tahap perubahan UUD 1945 tersebut meliputi hampir keseluruhan materi UUD 1945. Naskah
asli UUD 1945 berisi 71 butir ketentuan, sedangkan perubahan yang dilakukan menghasilkan
199 butir ketentuan. Saat ini, dari 199 butir ketentuan yang ada dalam UUD 1945, hanya 25
(12%) butir ketentuan yang tidak mengalami perubahan. Selebihnya, sebanyak 174 (88%)
butir ketentuan merupakan materi yang baru atau telah mengalami perubahan. Dari sisi
kualitatif, perubahan UUD 1945 bersifat sangat mendasar karena mengubah prinsip
kedaulatan rakyat yang semula dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR menjadi dilaksanakan
menurut Undang-Undang Dasar. Hal itu menyebabkan semua lembaga negara dalam UUD
1945 berkedudukan sederajat dan melaksanakan kedaulatan rakyat dalam lingkup
wewenangnya masing-masing. Perubahan lain adalah dari kekuasaan Presiden yang sangat
besar (concentration of power and responsibility upon the President)menjadi prinsip saling
10
mengawasi dan mengimbangi (checks and balances) . Prinsip-prinsip tersebut menegaskan
cita negara yang hendak dibangun, yaitu negara hukum yang demokratis. Setelah berhasil
melakukan perubahan konstitusional, tahapan selanjutnya yang harus dilakukan adalah
pelaksanaan UUD 1945 yang telah diubah tersebut. Pelaksanaan UUD 1945 harus dilakukan
mulai dari konsolidasi norma hukum hingga dalam praktik kehidupan berbangsa dan
bernegara. Sebagai hukum dasar , UUD 1945 harus menjadi acuan dasar sehingga benar-
benar hidup dan berkembang dalam penyelenggaraan negara dan kehidupan warga negara (the
living constitution) . Tata Urutan Perundang-undangan: Fungsi Perundang-undangan adalah
sebagai:
1. Memberikan Jaminan Perlindungan bagi hak-hak kemanusiaan;
2. Memastikan posisi hukum setiap orang sesuai dengan kedudukan hukumnya masing-
masing;
3. Sebagai Pembatasan Larangan, perintah tertentu yang harus dipatuhi dalam berperilaku.
11
A. Kesimpulan
Judicial Review Adalah pengujian yang dilakukan melalui mekanisme lembaga peradilan
terhadap kebenaran suatu norma. yakni menguji bertentangan-tidaknya suatu undang-undang
terhadap konstitusi, dan peraturan UU dengan UU yang lebih tinggi. Mahkamah Konstitusi
berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk
menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Mahkamah Agung berwenang
mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-
undang terhadap undang-undang Kewenangan melakukan peninjauan terhadap UU melekat
dan berpijak pada kewenangan yang dimiliki DPR sebagai lembaga legislasi. Departemen
Dalam Negeri dalam Kewenangannya untuk membatalkan peraturan daerah jika tidak sesuai
dengan peraturan yang lebih tinggi ini merupakan konsekuensi dari keberdaan Departemen
Dalam Negeri sebagai pihak yang diberi mandat untuk melakukan pengawasan terhadap
jalannya penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Hieraki peraturan perundang-undangan di indonesia menurut Undang-Undang No 10/2004
tentang pembentukan peraturan perundang –undangan :
1. UUD 1945
2. Undang-Undang
3. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
4. Peraturan Pemerintah
5. Peraturan Presiden
6. Peraturan Daerah.
Konstitusi
• Konstitusi berasal dari kata constituer (bhs Perancis) yang berarti membentuk.
Dimaksudkan untuk pembentukan suatu negara
• Konstitusi sebagai peraturan dasar/awal mengenai negara. Sebagai dasar pembentukan
negara, landasan penyelenggaraan bernegara
• Berarti hukum dasar- nya negara, hukum tertinggi negara . Hukum dasar tertulis maupun
tidak tertulis (pengertian luas)
• Sebagai undang-undang dasar – nya negara (Konstitusi tertulis/ pengertian sempit) •
Sebagai hukum dasar yang tertulis atau undang-undang Dasar dan hukum dasar yang tidak
tertulis / Konvensi.(pengertian luas)
• Konstitusi penting bagi negara karena penyelenggaran bernegara diatur dan didasarkan atas
konstitusi negara Isi Konstitusi
12
• Berisi hal-hal yg mendasar, penting bagi negara
• Umumnya bersifat garis - garis besar yang nanti dituangkan lebih lanjut dalam peraturan
perundangan dibawahnya
• Konstitusi negara umumnya berisi tentang identitas /organisasi negara, pola kekuasaan
negara, hubungan antar lembaga negara, hubungan negara dengan warga negara, aturan
tentang perubahan konstitusi
• Konstitusi juga mengandung pandangan hidup, cita-cita, dan falsafah yang merupakan nilai-
nilai luhur bangsa ybs.
• Dalam jenjang norma, konstitusi termasuk kelompok Staatgrundgesetz atau aturan
dasar/pokok negara
B. SARAN
sebagai generasi penerus bangsa kita harus tahu dan memahami akan pentingnya konstitusi
bagi negara,serta berusaha untuk mempelajari semua hal yang berkaitan dengan konstitusi ini
untuk dapat kita jadikan pedoman dalam mengatasi setiap masalah dalam kapasitas kita
sebagai warga negara. Karena adanya konstitusi ini tidak lain di tujukan untuk menjamin hak
asasi kita sebagi warga negara agar kekuasaan tidak disalah gunakan dengan adanya norma
yang memberi arah terhadap jalannya pemerintahan sehingga para penguasa tidak bisa
berlaku semena-mena.
13
DAFTAR PUSTAKA
Hasani, Ismail & Abdullah, A. Gani. Pengantar Ilmu Perundang-undangan, FSH UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2006. Asshiddiqqi, Jimliy. Hukum Acara Pengujian Undang-Undang,
Jakarta : Konstitusi Press, 2006. Artikel Judicial
Review,http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl4257 Artikel Judicial
Review,http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl1105/praktik-legislative-review-dan-
judicial-review-di-indonesia, diakses tgl 14 mei 2012.
Paramitha,Regina.Makalah Peraturan Perundang-undangan.Tangerang,2016.
Review,http://reginamitha.blogspot.co.id/
14