Anda di halaman 1dari 23

LEMBAGA PEMBENTUKAN PERATURAN

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Dosen Pengampu : T. Surya Reza,S.H., M.H.

Disusun Oleh Kelompok 2

1. Aldo Brago Pasaribu 210105033

2. Marina 210105007

3. Suci Safira G.LBN Tobing 210105018

PRODI HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
2022-2023
Kata Pengantar

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatnya dan

karunianya sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Serta

shalawat berangkaikan salam kita hadirkan ke Nabi Muhammad SAW. Yang

mana beliau yang telah mengantarkan kita dari zaman kebodohan sampai ke

zaman yang berilmu pengetahuan ini.

Dalam merangkai dan mempresentasikan makalah ini terbagi menjadi

beberapa orang penulis yang akan menjelaskan tentang bagian-bagian isi yang

terdapat dalam materi makalah ini, yaitu:

1. Suci Safira G.LBN Tobing (Lembaga Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan)

2. Aldo Brago Pasaribu (Aturan Pembuatan Peraturan Perundang-Undangan)

3. Marina (Proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan)

Sebagai penyusun kami merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam

penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan serta pengalaman kami.

Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari

pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Banda Aceh, 8 Februari 2023

Penulis

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................................... 1


BAB I .................................................................................................................................. 3
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 3
A. Rumusan Masalah ................................................................................................... 4
B. Tujuan Pembahasan ................................................................................................ 4
BAB II................................................................................................................................. 5
A. Lembaga Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan ....................................... 5
1.Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)........................................................................ 7
2. Presiden ............................................................................................................... 8
3. Dewan Perwakilan Daerah (DPD) ..................................................................... 10
4. Majelis Perwakilan Rakyat (MPR) ..................................................................... 11
B. Aturan Pembuatan Peraturan Perundang-Undangan ............................................. 13
C. Proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan .......................................... 15
BAB III ............................................................................................................................. 19
A. KESIMPULAN ..................................................................................................... 19
B. SARAN ................................................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 21

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai negara hukum, Indonesia tentunya tidak dapat terlepas dari
politik hukum dalam pembentukan peraturan perundang-undangan karena
politik hukum mempunyai peran yang sangat penting dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan. Konsep negara hukum yang digunakan
Indonesia lebih mengarah pada tradisi hukum Eropa Kontinental (civil
law) yang mengutamakan hukum tertulis dalam bentuk peraturan
perundang-undangan sebagai dasar setiap penyelenggaraan aktivitas
pemerintahan. Guna menciptakan hukum yang dapat melindungi rakyat,
perlakuan adil, hukum yang mengayomi setiap warga bangsa agar hak-
haknya terjamin, tentu harus ada peraturan yang dijadikan pedoman dalam
penyusunan peraturan perundang-undangan sebagai aturan pokok yang
berlaku untuk menyusun peraturan dari proses awal pembentukannya
sampai dengan peraturan tersebut diberlakukan kepada masyarakat.
Dengan adanya aturan yang baku maka setiap penyusunan peraturan dapat
dilaksanakan dengan cara dan metode yang pasti, baku, dan standar yang
mengikat semua lembaga yang berwenang membentuk peraturan
perundangunangan. Dengan demikian peraturan dimaksud dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat atas peraturan perundang-undangan
yang baik. Oleh karena itu, politik hukum pembentukan peraturan
perundangundangan adalah kebijakan politik yang diambil dalam
menentukan aturan hukum yang berlaku secara umum guna memperkuat
pembentukan peraturan perundang-undangan yang berkelanjutan.1
Lembaga negara adalah lembaga pemerintahan yang dibentuk oleh
negara untuk melaksanakan fungsi negara sekaligus menyelenggarakan
pemerintahan negara. Ada lembaga negara yang dibentuk dan diberikan

1
Zainal Mubaraq, Politik Hukum Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Pasca
Perubahan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan, Universitas Veteran, Vol. 1, No. 1.

3
kewenangan oleh UUD, ada yang dibentuk atas perintah UUD (organ
UUD), ada yang dibentuk dan mendapatkan kekuasaannya dari
undangundang, serta lembaga negara yang dibentuk melalui keputusan
presiden. Maka dari itu, secara konseptual, tujuan dari dibentuknya
lembaga-lembaga negara yaitu untuk menjalankan fungsi negara dan juga
untuk menjalankan fungsi pemerintahan secara aktual. Sedangkan, secara
praktis, lembaga Negara berfungsi untuk melaksanakan dasar atau ideologi
negara dalam mencapai tujuan.2
Peraturan perundang-undangan merupakan bagian atau subsistem
dari sistem hukum. Oleh karena itu, membahas mengenai politik peraturan
perundang-undangan pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dari
membahas politik hukum. Istilah politik hukum atau politik perundang-
undangan didasarkan pada prinsip bahwa hukum dan/atau peraturan
perundang-undangan pada dasarnya merupakan rancangan atau hasil
desain lembaga politik

A. Rumusan Masalah
1. Apa saja lembaga pembentukan peraturan perundang-undangan?
2. Apa saja peraturan dalam pembentukan perundang-undangan?
3. Bagaimana proses pembentukan peraturan perundang-undangan?

B. Tujuan Pembahasan
Dari uraian rumusan masalah diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
tujuan pembahasan dari makalah ini adalah:
1. Menjelaskan tentang lembaga pembentukan peraturan perundang-
undangan.
2. Agar bisaa memahami peraturan yang ada dalam pembentukan
perundang-undangan.
3. Memaparkan proses apa saja yang ada dalam pembentukan peraturan
perundang-undangan

2
Marwan Mas, Hukum Konstitusi dan Kelembagaan Negara, PT RajaGrafindo
Persada, Depok, 2018, hlm. 195-196

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Lembaga Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan


Awal mula mengenai kelembagaan negara adalah teori kekuasaan

dalam negara. Terdapat tiga kekuasaan utama yang ada dalam

suatu negara agar pemerintahan dapat berjalan dengan baik. Teori

mengenai tiga kekuasaan negara ini, diawali dengan adanya

pendapat dari John Locke yang memisahkan tiga kekuasaan negara

menjadi Kekuasaan Legislatif (merupakan kekuasaan yang untuk

membentuk atau membuat aturan), Kekuasaan Eksekutif (yaitu

kekuasaan untuk menjalankan aturan) dan Kekuasaan Federatif

(kekuasaan yang berkaitan dengan pelaksanaan hubungan luar negeri

atau kerja sama dengan negara lain). Kemudian Montesqueue

mengemukakan pendapatnya mengenai Trias Politicayang membagi

tiga kekuasaan negara menjadi Kekuasaan Legislatif (kekuasaan untuk

membentuk aturan), Kekuasaan Eksekutif (kekuasaan untuk menjalankan

atau melaksanakan aturan yang telah dibuat) dan terakhir adalah

Kekuasaan Yudisial (yaitu kekuasaan untuk mengawasi dan mengadili

apabila terjadi penyimpangan dari pelaksanaaan aturan tersebut).3

Dalam Bahasa Belanda, lembaga negara disebut dengan staatorgaan

yang dalam Kamus Hukum Belanda-Indonesia, staatorgaanditerjemahkan

sebagai alat kelengkapan negara. Hans Kelsen mengemukakan mengenai

3
R. Abdul Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada: Jakarta, 1998, Hlm.
95

5
konsep organ negara dalam arti yang luas yaitu barang siapa yang

menjalankan suatu fungsi yang ditetapkan oleh tata hukum adalah suatu

organ. Fungsi yang dimaksud, baik berupa fungsi pembuatan norma

atau fungsi dari penerapan norma, yang pada akhirnya ditujukan

kepada pelaksanaan sanksi hukum. Jadi berdasarkan pengertian tersebut,

organ adalah individu yang menjalankan suatu fungsi tertentu yang

mana kualitas seseorang dibentuk oleh fungsinya. Seperti lembaga

legislatif, sebagai lembaga yang menetapkan aturan (fungsi legislasi),

yang mana lembaga ini dipiliholeh rakyat, presiden yang

menjalankan fungsi pemerintahan atau hakim yang menghukum pelaku

kejahatan (fungsi yudisial).

Kemudian Hans Kelsen juga mengemukakan mengenai konsep organ

yang lebih sempit (secara material) yang lebih menekankan pada pegawai

negeri yang menempati kedudukan tertentu dan menjalankan fungsi

organ negara. Hakim merupakan kategori organ negara dalam pengertian

material ini, karena hakim diangkat merupakan pegawai negeri yang

menjalankan fungsi yudisial sedangkan untuk presiden dan lembaga

legislatif bukan pegawai negeri.4

Berpijak dari Pasal 20 ayat (1) yang menyatakan bahwa Dewan

Perwakilan Rakyat yang memegang kekuasaan membentuk undang-

undang, jadi terlihat jelas bahwa DPR merupakan lembaga negara yang

memiliki kekuasaan untuk membentuk undang-undang. Akan tetapi,

4
Bernard Arief Sidharta, Ilmu Hukum Indonesia, FH Unika Parahyangan, Bandung, 2010, Hlm. 88

6
apabila dilihat dari pengajuan rancangan undang-undang dan

keikutsertaan, sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 22D ayat (1),

Presiden dan DPD dapat dikatakan sebagai lembaga pembentuk undang-

undang. Hal ini dapat dilihat dari keterlibatan ketiga lembaga

tersebut di dalam proses pembentukan undang-undang.

1. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)


Sebelum adanya amandemen terhadap Undang-Undang Dasar

1945 kekuasaan untuk membentuk Undang-Undang berada di tangan

Presiden. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-

Undang Dasar sebelum amandemen yang berbunyi “Presiden memegang

kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan

Perwakilan Rakyat” dan pada Pasal 20 ayat (1) berbunyi “Tiap-tiap

undang-undang menghendaki persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”.

Jadi dapat dikatakan berdasarkan bunyi pasal tersebut, Presidenlah

yang sebagai lembaga legislatif dan DPR hanya memiliki kekuasaan

untuk memberikan persetujuan semata di dalam pembentukan undang-

undang.Kemudian pada Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar

Negara 1945 setelah amandemen berbunyi “Dewan Perwakilan Rakyat

memegang kekuasaan untuk membentuk Undang-undang”. Lalu pada

Pasal 20 ayat (2) berbunyi “Setiap Rancangan Undang-Undang dibahas

oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapatkan

persetujuan bersama”.Pengalihan kekusaan membentuk undang-undang

dari tangan Presiden ke tangan DPR dalam Undang-Undang Dasar

7
1945 ke Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

menegaskan bahwa Indonesia menganut sistem pembagian kekuasaan.5

Terlihat dengan adanya pembagian kekuasaan yang jelas terhadap

lembaga legislatif yang berada di tangan DPR dan lembaga eksekutif

yang dipegang oleh Presiden. Dalam Undang-Undang Dasar sebelum

amandemen, dinyatakan DPR hanya memiliki tugas untuk menyetujui

undang-undang saja dan kekuasaan membentuk undang-undang ada di

tangan Presiden sedangkan setelah amandemen, kekuasaan membentuk

undang-undang telah dialihkan dari tangan Presiden kepada DPR. 6

2. Presiden
Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 berbunyi “Presiden Republik Indonesia

memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”.

Dalam pasal tersebut, yang dimaksudkan dengan Presiden memegang

kekuasaan pemerintahan, yaitu menunjuk kepada pengertian Presiden

menurut sistem pemerintahan presidensiil. Pada pemerintahan

presidensiil, tidak terdapat perbedaan antara Presiden yang

berkedudukan sebagai kepala negara dan Presiden berkedudukan

sebagai kepala pemerintahan. Presiden adalah Presiden, yaitu

merupakan jabatan yang memegang kekuasaan pemerintahan negara

menurut undang-undangdasar. Akibat adanya pengakuan atas kedua

kedudukan Presiden yaitu baik sebagai kepala negara sekaligus

5
UU No. 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat,Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
6
Dahlan Thaib, DPR dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1994.

8
sebagai kepala pemerintahan, menyebabkan timbulnya kebutuhan

yuridis untuk membedakan keduanya dalam pengaturan terhadap hal-hal

yang lebih teknis dan operasional.7

Kapasitas Presiden sebagai kepala negara dan kepala

pemerintahan tidak dapat dipisahkan.Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang

Dasar 1945 yang telah diamandemen mengatur RUU dibahas oleh

DPR dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama. Makna dari

kata mendapat persetujuan bersama ini, dapat dikatakan mirip

dengan pola yang dianut oleh Belanda, karena istilah bersama-

sama ini di Belanda terdapat dalam art. 81 Grondwetyang disebut

dengan cowetgeving atau medewetgeving, sehingga Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menganut sistem

pembentukan undang-undang secara medewetgeving. eksekutif. DPR

lah yang merupakan lembaga yang memiliki kekuasaan legislatif.

Kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden di dalam proses pembentukan

undang-undang hanya berupa dapat menyampaikan rancangan undang-

undang, membahas rancangan undang-undang bersama DPR untuk

mendapatkan persetujuan bersama dan mengesahkan rancangan undang-

undang yang telah disetujui menjadi undang-undang, yang

memang itu merupakan bagian dari kekuasaan yang dimiliki

oleh Presiden sebagai lembaga yang memegang kekuasaan

menjalankan pemerintahan.

7
Ismail Suny, Pembagian Kekuasaan Negara, Aksara Baru, 1985.

9
3. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) awalnya dibentuk dalam

rangka mereformasi struktur parlemen Indonesia menjadi sistem dua

kamar atau bicameralyang terdiri atas DPR dan DPD. Dengan adanya

DPD diharapkan proses legislasi dapat diselenggarakan berdasarkan

sistem doubl check yang memungkinkan representasi kepentingan seluruh

rakyat secara relatif dapat disalurkan dengan basis sosial yang lebih

luas. DPR adalah cerminan representasi politik, sedangkan DPD cerminan

prinsip representasi teritorial atau regional. Kedudukan DPD sama

dengan DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat. Perbedaannya, hanya

terletak pada penekanan posisi anggota DPD sebagai wakil dan

representatif dari daerah. Pembentukan DPD sendiri bertujuan

untuk memberikan kesempatan kepada orang-orang daerah untuk ikut

serta dalam pengambilan kebijakan di tingkat nasional, khususnya yang

terkait dengan kepentingan daerah.8

Meskipun dalam struktur kenegaraan kedudukan DPD sejajar

dengan DPR, tapi kewenangan yang dimiliki oleh DPD sangat

terbatas. Mengenai kekuasaan yang dimiliki oleh DPD disebutkan

dalam Pasal 22D Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945. Pada ayat (1) dinyatakan DPD dapat mengajukan

rancangan undang-undang kepada DPR yang berkaitan dengan

otonomi daerah, hubungan pusat dan derah, pembentukan dan

pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam


8
Didit Hariadi Estiko dan Suhartono (ED), Mahkamah Konstitusi: Lembaga Negara Baru
Pengawal Konstitusi, Jakarta: P31 Sekretariat Jenderal DPR RI, Agarino Abadi, 2003,

10
dan sumber daya ekonomi lainnya serta berkaitan dengan

perimbangan keuangan pusat dan daerah. 9

Jadi DPD hanya dapat mengajukan rancangan undang-undang

yang berkaitan dengan daerah saja. Kemudian pada Pasal 22D ayat

(2) disebutkan bahwa DPD ikut membahas rancangan undang-undang

yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan derah,

pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah,

pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya serta

berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah, serta

memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang

anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-

undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama.

Sehingga dapat dilihat kekuasaan yang dimiliki oleh DPD

hanya sebatas membahas rancangan undang-undang yang berkaitan

dengan hal-hal yang berkaitan dengan daerah saja. 10

4. Majelis Perwakilan Rakyat (MPR)


MPR adalah lembaga negara. Majelis Permusyawaratan Rakyat

(MPR), sekarang ini bukan lagi merupakan lembaga tertinggi negara. Ia

adalah lembaga negara yang sederajat dengan lembaga negara lainnya.

Dengan tidak adanya lembaga tertinggi negara maka tidak ada lagi sebutan

lembaga tinggi negara dan lembaga tertinggi negara. Semua lembaga yang

disebutkan dalam UUD 1945 adalah lembaga negara. Majelis

9
Ahmad Yani, Kewenangan DPR, DPD dan MPR berdasarkan UUD 1945, Jurnal
Konstitusi, Vol.15, No. 2.
10
Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

11
Permusyawaratan Rakyat (MPR) merupakan lembaga pelaksana

kedaulatan rakyat oleh karena anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat

(MPR) adalah para wakil rakyat yang berasal dari pemilihan umum. MPR

bukan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat sebagaimana tertuang

dalam Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945. 11

Perubahan ketiga bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan

dilaksanakan menurut undang-undang dasar. Ketentuan mengenai

keanggotaan MPR tertuang dalam Pasal 2 Ayat (1) UUD 1945. Majelis

Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat

dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan

umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang. MPR mempunyai

tugas dan wewenang, yaitu :

1. Mengubah dan menetapkan undang-undang dasar.

2. Melantik presiden dan wakil presiden berdasarkan hasil pemilihan

umum dalam sidang paripurna MPR.

3. Memutuskan usul DPR berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi

untuk memberhentikan presiden dan/atau wakil presiden dalam

masa jabatannya setelah presiden dan atau wakil presiden diberi

kesempatan untuk menyampaikan penjelasan di dalam sidang

paripuma MPR.

11
Erika, Lembaga Pembentukan Peraturan Undang-Undang, Jurnal Komunikasi Hukum,
Vol. 2, No. 1.

12
4. Melantik wakil presiden menjadi presiden apabila presiden

mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan

kewajibannya dalam masa jabatannya.

5. Memilih wakil presiden dari dua calon yang diajukan presiden

apabila terjadi kekosongan jabatan wakil presiden dalam masa

jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari.

6. Memilih presiden dan wakil presiden apabila keduanya berhenti

secara bersamaan dalam masa jabatannya, dari dua paket calon

presiden dan wakil presiden yang diusulkan oleh partai politik atau

gabungan partai politik yang paket calon presiden dan wakil

presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam

pemilihan sebelumnya, sampai habis masa jabatannya selambat-

lambatnya dalam waktu tiga puluh hari

7. Menetapkan peraturan tata tertib dan kode etik MPR.

B. Aturan Pembuatan Peraturan Perundang-Undangan


Pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan suatu proses.

Dalam Pasal 1 angka 1 UU No 12 tahun 2011 menyebutkan proses yang harus

dilalui dalam pembuatan peraturan perundang-undangan yaitu mencakup

tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan,

dan pengundangan. Keseluruhan proses tersebut mengikat dan harus dilalui

13
yang bisa berdampak pada pengujian formal di Mahkamah Konstitusi ataupun

Mahkamah Agung jika keseluruhan tahapan tersebut tidak diikuti.12

` Ketentuan dalam UU 12/2011 dan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun

2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011

Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan membagi masing-

masing tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau

penetapan, pengundangan tersebar ke berbagai institusi. Sebagai contoh

tersebarnya institusi dalam tahapan pembentukan adalah saat tahap

perencanaan dan penyusunan. Perencanaan penyusunan UU dilakukan dalam

Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dimana penyusunan Prolegnas di

lingkungan Pemerintah dikoordinasikan oleh Menteri yang menyelenggarakan

urusan pemerintahan di bidang hukum 13

Proses pembentukan undang-undang merupakan suatu tahapan kegiatan

yang dilaksanakan secara berkesinambungan, yang diawali dari terbentuknya

suatu ide atau gagasan tentang perlunya peraturan terhadap suatu

permasalahan . 14

Sebagai pemegang kekuasaan dalam pembuatan peraturan perundang-

undangan Dewan perwakilan rakyat (DPR) dalam membentuk peraturan

perundang-undangan haruslah menciptakan perundang-undangan yang baik.

12
Soehino, Hukum Tata Negara: Teknik Perundang-Undangan, Liberty, Yogyakarta.
1990
13
Bayu Dwi Anggono, Lembaga Khusus di Bidang Pembentukan Peraturan Perundangundangan:
Urgensi Adopsi dan Fungsinya Dalam Meningkatkan Kualitas Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia,
Jurnal Legislasi Indonesia, Vol 17 No. 2 , Juni 2020, hlm. 134
14
Akhmad Aulawi, dkk, Panduan proses legislasi DPR RI, Sekretariat jendral RI, Jakarta, 2014,
hlm. 6

14
Dalam hal ini, maka harus sesuai dengan aturan yang telah ada Dalam pasal 5

UU No 12 tahun 2011. Yang mana menyebutkan dalam membentuk peraturan

perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas pembentukan

peraturan perundang-undangan yang baik, yang meliputi :

a. Kejelasan tujuan

b. Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat

c. Kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan

d. Dapat dilaksanakan

e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan ; dan

f. Keterbukaan15

C. Proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan


Undang - undang (UU) adalah salah satu bentuk dari apa yang

disebut dengan peraturan perundang - undangan. Dalam hirarkhi peraturan

perundang - undangan di Indonenesia, undang - undang merupakan salah

satu produk hukum yang dibentuk bersama antara DPR dengan Presiden

dan untuk undang - undang tertentu dapat melibatkan Dewan Perwakilan

Daerah (DPD).

Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan banyak dasar

atau acuan dalam pembentukannya. Meliputi aspek asas-asas, kaidah

hukum, landasannya dan masih banyak lagi. Konsep pembentukan

peraturan perundangundangan yang baik harus mengedepankan persamaan

15
Khalid, Ilmu Perundang-undangan, CV Manhaji, Medan, Oktober 2014, hlm. 25

15
di hadapan hukum sesuai dengan asas equality before the law. Persamaan

di hadapan hukum merupakan hak bagi manusia dalam memperoleh

keadilan hukum. Persamaan di hadapan hukum berfungsi sebagai tolak

ukur persamaan hak dalam memperoleh keadilan tanpa memandang

kedudukan dan derajat seseorang.16

Secara garis besar proses dan tahapan pembentukan undang - undang

terbagi dalam lima tahapan, yaitu perencanaan, penyusunan, pembahasan,

pengesahan dan pengundangan.17

Berdasarkan Pasal 20 ayat (1) Undang - undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, kekuasaan untuk membentuk undang – undang ini

merupakan kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Selanjutnya, di

dalam Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 diatur bahwa setiap Rancangan Undang-Undang (RUU)

kemudian dibahas lebih lanjut oleh DPR dan presiden untuk mendapatkan

persetujuan bersama. Berikut ini proses pembentukan undang - undang

yang diatur dalam Undang - undang nomor 12 tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang – Undangan (pasal 16 sampai 23, pasal

43 sampai 51 dan pasal 65 sampai 74).18 Berdasarkan ketentuan tersebut

inilah proses pembentukan sebuah undang-undang :

16
Zaid afif, Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Berdasarkan Pancasila Dan Undang-
Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia, Vol.VII, No.1, 2018, hlm 14.
17
Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundangundangan: Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan,
Kanisius, Yogyakarta, 2010, h. 228.
18
Undang - undang nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang –
Undangan (pasal 16 sampai 23, pasal 43 sampai 51 dan pasal 65 sampai 74

16
1. Sebuah RUU bisa berasal dari Presiden, DPR atau DPD.

2. RUU yang diajukan oleh Presiden disiapkan oleh menteri atau

pimpinan lembaga terkait.

3. RUU kemudian dimasukkan ke dalam Program Legislasi Nasional

(prolegnas) oleh Badan Legislasi DPR untuk jangka waktu 5 tahun.

4. RUU yang diajukan harus dilengkapi dengan Naskah Akademik

kecuali untuk RUU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

(APBN), RUU penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang

- undang (Perpu) menjadi undang - undang, serta RUU pencabutan

undang - undang atau pencabutan Perpu.

5. Pimpinan DPR mengumumkan adanya usulan RUU yang masuk

dan membagikan ke seluruh anggota dewan dalam sebuah rapat

paripurna.

6. Di rapat paripurna berikutnya diputuskan apakah sebuah RUU

disetujui, disetujui dengan perubahan atau ditolak untuk

pembahasan lebih lanjut.

7. Jika disetujui untuk dibahas, RUU akan ditindaklanjuti dengan dua

tingkat pembicaraan.

8. Pembicaraan tingkat pertama dilakukan dalam rapat komisi, rapat

gabungan komisi, rapat Badan Legislasi, rapat Badan Anggaran,

atau rapat panitia khusus.

9. Pembicaraan tingkat II dilakukan di rapat paripurna yang berisi:

penyampaian laporan tentang proses, pendapat mini fraksi,

17
pendapat mini DPD, dan hasil Pembicaraan Tingkat I pernyataan

persetujuan atau penolakan dari tiap-tiap fraksi dan anggota secara

lisan yang diminta oleh pimpinan rapat paripurna; dan pendapat

akhir Presiden yang disampaikan oleh menteri yang mewakilinya.

10. Apabila tidak tercapai kata sepakat melalui musyawarah mufakat,

keputusan diambil dengan suara terbanyak.

11. .Bila RUU mendapat persetujuan bersama DPR dan wakil

pemerintah, maka kemudian diserahkan ke Presiden untuk

dibubuhkan tanda tangan. Dalam Undang – Undang ditambahkan

kalimat pengesahan serta diundangkan dalam lembaga Negara

Republik Indonesia.

12. Dalam hal RUU tidak ditandatangani oleh Presiden dalam waktu

paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak RUU disetujui

bersama, RUU tersebut sah menjadi Undang-Undang dan wajib

diundangkan.

13. Setelah diundangkan DPR melakukan penyebarluasan Undang –

undang tersebut melalui media cetak maupun elektronik.

Penyebarluasan dilakukan oleh DPR Pemerintah pada setiap

tahapan proses pembentukan undang - undang.19

19
Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan, Dasar-dasar
Pembentukannya, Conisius, Yogjakarta, 1998.

18
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR ) merupakan pemegang kekuasaan
tertinggi dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di
pemerintahan Indonesia sesuai dengan pasal 20.ayat (1) undang undang
dasar 1945 yang berbunyi “Dewan Perwakilan Rakyat memegang
kekuasaan untuk membentuk Undang-undang” oleh Presiden di dalam
proses pembentukan undang-undang hanya berupa; dapat menyampaikan
rancangan undang-undang, membahas rancangan undang-undang bersama
DPR untuk mendapatkan persetujuan bersama dan mengesahkan
rancangan undang-undang yang telah disetujui menjadi undang-undang,
yang memang itu merupakan bagian dari kekuasaan yang dimiliki oleh
Presiden sebagai lembaga yang memegang kekuasaan menjalankan
pemerintahan.
2. Dalam pembuatan peraturan perundang-undangan,semuanya harus sesuai
edengan asas-asasnya, dan proses yang harus dilalui dalam pembuatan
peraturan perundang-undangan yaitu mencakup tahapan perencanaan,
penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan dan pengundangan.
Keseluruhan proses tersebut mengikat dan harus dilalui yang bisa
berdampak pada peraturan perundang-undangan tersebut tidak akan lolos di
tahap pengujian formal di Mahkamah Konstitusi ataupun Mahkamah
Agung jika keseluruhan tahapan tersebut tidak diikuti.
3. Terdapat beberapa proses atau tahapan dalam pembuatan peraturan
perundang-undangan dan yang terpenting dari pembuatan peraturan
perundang-undangan ialah bermanfaat demi menjaga ketertiban di tengah
masyarakat, menjamin hak-hak warga, mengatur kewajiban warga,
memberikan petunjuk dan batasan bagi lembaga-lembaga negara di
kalangan masyarakat, mengamankan wilayah negara Republik Indonesia,

19
memberikan kepastian hukum bagi masyarakat, memberikan keadilan yang
merata terhadap masyarakat.

B. SARAN
Lembaga negara yang membentuk undang-undang seharusnya lebih
dapat efektif dan melihat pada aspek kebutuhan dan demi kesejahteraan
rakyat, serta penulis melihat adanya kesinambungan antara lembaga yang
membuat undang-undang dengan lembaga lainnya, hal ini dapat
mengakibatkan adanya produk perundang-undangan yang tidak tepat sasaran
atau menguntungkan suatu pihak serta kemungkinan besar berpotensi adanya
pasal-pasal titipan dan rancangan peraturan perundang-undangan.

20
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Marwan Mas, Hukum Konstitusi dan Kelembagaan Negara, PT RajaGrafindo
Persada, Depok, 2018,

R. Abdul Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada:


Jakarta, 1998,

Bernard Arief Sidharta, Ilmu Hukum Indonesia, FH Unika Parahyangan,


Bandung, 2010,

UU No. 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan


Perwakilan Rakyat,Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah

Dahlan Thaib, DPR dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, Liberty,


Yogyakarta, 1994.

Ismail Suny, Pembagian Kekuasaan Negara, Aksara Baru, 1985.

Didit Hariadi Estiko dan Suhartono (ED), Mahkamah Konstitusi: Lembaga


Negara Baru Pengawal Konstitusi, Jakarta: P31 Sekretariat Jenderal DPR
RI, Agarino Abadi, 2003,

Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,


Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah

Soehino, Hukum Tata Negara: Teknik Perundang-Undangan, Liberty,


Yogyakarta. 1990

Akhmad Aulawi, dkk, Panduan proses legislasi DPR RI, Sekretariat jendral RI,
Jakarta, 2014,

Khalid, Ilmu Perundang-undangan, CV Manhaji, Medan, Oktober 2014,

Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundangundangan: Jenis, Fungsi, dan


Materi Muatan, Kanisius, Yogyakarta, 2010,

Undang - undang nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan


Perundang – Undangan (pasal 16 sampai 23, pasal 43 sampai 51 dan pasal
65 sampai 74)

Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan, Dasar-dasar

21
Pembentukannya, Conisius, Yogjakarta, 1998.

Jurnal
Bayu Dwi Anggono, Lembaga Khusus di Bidang Pembentukan Peraturan
Perundangundangan: Urgensi Adopsi dan Fungsinya Dalam Meningkatkan
Kualitas Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia, Jurnal Legislasi
Indonesia, Vol 17 No. 2 , Juni 2020,

Zaid afif, Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Berdasarkan Pancasila


Dan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia,
Vol.VII, No.1, 2018, .
Erika, Lembaga Pembentukan Peraturan Undang-Undang, Jurnal Komunikasi
Hukum, Vol. 2, No. 1.
Achmadudin Rajab, Peran Penting DPR dalam Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 1, No. 1.
Ahmad Yani, Kewenangan DPR, DPD dan MPR berdasarkan UUD 1945, Jurnal
Konstitusi, Vol.15, No. 2.

22

Anda mungkin juga menyukai