Anda di halaman 1dari 13

Nama : Riyadus Shalihin

NPM : 203110071
Mata Kuliah : Legal Drafting
Dosen Pengampu : Ita Dwilestari, M.H.

PERBEDAAN ANTARA PERUBAHAN, PENCABUTAN, DAN


PERALIHAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

A. Perubahan Peraturan Perundang-undangan


Perubahan Peraturan Perundang-undangan yang selanjutnya disebut
Perubahan Peraturan atau Amandemen Peraturan adalah sebuah peraturan
yang mengubah peraturan lain yang telah ada sebelumnya. Pada umumnya,
perubahan peraturan diterbitkan dalam bentuk peraturan yang selevel dalam
hirarki dengan peraturan yang diubah seperti; 1) Perubahan atas Undang-
Undang APBN atau yang dikenal dengan Undang-Undang APBN Perubahan
dan 2) Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-11/PB/2011 tentang
Perubahan atas Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-66/PB/2005.
Namun, ada kalanya perubahan peraturan diterbitkan dalam bentuk peraturan
yang level hirarkinya di bawah peraturan yang diubah.1

B. Pencabutan Peraturan Perundang-undangan


Pada dasarnya, suatu peraturan perundang-undangan atau ketentuan dalam
peraturan perundangundangan hanya dapat dicabut oleh peraturan perundang-
undangan yang setara.
Di sisi lain, jika kata dicabut dimaknai sebagai keadaan ketika suatu peraturan
perundangundangan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, maka
sebuah “pencabutan” bisa dilakukan pelaku kekuasaan kehakiman atau
pengadilan yang memiliki yurisdiksi untuk melakukan pengujian terhadap
peraturan perundang-undangan tersebut. Untuk menguji peraturan perundang-
undangan di bawah undang-undang (“UU”) terhadap UU diajukan ke
Mahkamah Agung (Pasal 24A ayat [1] UUD 1945), sedangkan untuk menguji

1
https://ahmad.fandom.com/id/wiki/Perubahan_Peraturan_Perundang-undangan
UU terhadap UUD 1945 diajukan kepada Mahkamah Konstitusi (Pasal 24C
ayat [1] UUD 1945).
Menurut Maria Farida, secara teori, pencabutan undang-undang dibedakan
menjadi dua, yaitu:
1. Pencabutan dengan Penggantian
Pencabutan dengan penggantian terjadi apabila suatu undang-undang yang
ada digantikan dengan suatu undang-undang yang baru.Dalam pencabutan
dengan penggantian ini, ketentuan pencabutan tersebut dapat diletakkan di
depan (dalam pembukaan) ataupun diletakkan di belakang (dalam
ketentuan penutup).Apabila ketentuan pencabutan tersebut diletakkan di
depan (dalam pembukaan), maka ketentuan pencabutan ini berakibat
bahwa undang-undang yang dinyatakan dicabut itu akan tercabut beserta
akar-akarnya, dalam arti undang-undang tersebut tercabut beserta seluruh
peraturan pelaksanaannya.
2. Pencabutan tanpa Penggantian
Pencabutan suatu undang-undang dengan undang-undang diajukan melaui
rancangan undang-undang yang berasal dari DPR, Presiden, atau DPD.
Namun, berbeda dengan pembentukan undang-undang pada umumnya,
dalam rancangan undang-undangan pencabutan undang-undang tidak
disertai naskah akademik. Dalam mencabut suatu undang-undang karena
undang-undang yang lama tidak diperlukan lagi dan diganti dengan yang
baru, maka dalam undang-undang yang baru harus secara tegas mencabut
undangundang yang tidak diperlukan itu. Jika materi dalam undang-
undang baru menyebabkan perlunya penggantian seluruh atau sebagian
materi dalam undang-undang lama, di dalam undang-undang baru harus
secara tegas diatur mengenai pencabutan seluruh atau pencabutan sebagian
undangundang.2

C. Peralihan Peraturan Perundang-undangan


Ketentuan peralihan dalam UU dapat dikata- kan bukan aturan pokok,
melaikan aturan yang mengatur kelancaran penerapan aturan pokok UU.

2
https://www.hukumonline.com/klinik/a/tata-cara-pencabutan-undang-undang-
lt542f9da05dba4
Menurut Bagir Manan, pengadaan ketentuan peralihan dalam UU didasarkan
pada dua asas, yaitu: pertama, asas umum pembentukan UU dengan prinsip
bahwa hukum baru meniadakan hukum lama; dan kedua, asas ubi societas ibi
ius dengan prinsip bahwa di mana ada masyarakat, di situ ada hukum.
Menurut asas umum pembentukan UU, dengan berlakunya peraturan yang
baru, maka peraturan lama, yang mengatur pokok yang sama, tidak berlaku
lagi. Prinsip ini berlaku pada peraturan per-UU-an sejenis atau sederajat dan
juga pada peraturan yang lebih rendah seperti peraturan pemerintah, keputusan
presiden, atau kebijakan-kebijakan mengenai pelaksanaan peraturan per-UU-
an.
KONSEP NEGARA HUKUM DAN DEMOKRASI SERTA KONSEP
TENTANG PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN; SEJARAH
PERKEMBANGAN PEMIKIRAN DARI SENI HINGGA ILMU
PERUNDANGUNDANGAN DALAM ARTI LUAS
(Teori Perundang-Undangan; Ilmu Perundang-Undangan
Dalam Arti Sempit)

A. Konsep Negara Hukum dan Demokrasi


Aristoteles yang melihat pemerintahan dalam polis dengan wilayah
yang kecil serta penduduk sedikit memberikan ciri-ciri negara hukum, adalah :
1. Segala urusan negara dilakukan dengan musyawarah;
2. Seluruh warganegara ikut serta dalam urusan penyelenggaraan negara;
3. Berdiri di atas hukum yang mencerminkan keadilan
Dalam negara hukum konsep Eropa kontinental negara dikatakan sebagai
negara hukum, bila memenuhi unsur-unsur:
1. Pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia
2. Trias Politica
3. Wetmatig Bestuur
4. PeradilanAdministrasi
Konsep negara hukum Anglo Saxon membagi unsur-unsur negara
hokum menjadi tiga, yaitu :
1. Supremasi hukum, dalam arti bahwa hukum mempunyai kekuasaan
tertinggi
2. Persamaan di dapan hukum bagi semua warga negara, dan
3. Jaminan terhadap Hak-hak asasi manusia.
Sedangkan konsep negara hukum menurut Hukum Islam ialah suatu
pemerintahan yang didasarkan pada asas-asas dan kaidah-kaidah hukum Islam
(Syariah). Dalam Syariah ini diatur dua aspek hubungan, yaitu hubungan
vertical dan horizontal. Hubungan vertical ialah hubungan manusia dengan
Allah disebut ibadah dan hubungan horizontal adalah hubungan manusia
dengan manusia serta manusia dengan alam lingkungan hidupnya disebut
muamalat atau kemasyarakatan.
Indonesia sebagai negara yang lahir pada abad modern menyatakan diri
sebagai negara hukum. Landasan berpijak yang dapat digunakan untuk
menyatakan Indonesia sebagai negara hukum adalah Penjelasan Umum
Undang-undang Dasar 1945 (UUD’45) tentang system pemerintahan negara
yang menyatakan:
1. Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat) tidak berdasarkan
atas kekuasaan belaka (machtsstaat)
2. Pemerintah berdasarkan atas system konstitusi (hukum dasar) tidak
bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Penjelasan UUD’45
ini lebih dikuatkan lagi dengan amandemen ketiga UUD’45 dalam Pasal 1
Ayat (3) yang menyatakan “Negara Indonesia adalah negara hukum”.
B. Konsep Tentang Peraturan Perundang-undangan
Konsep pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan
rencana atau plan dalam membentuk hukum. Hukum pada hakekatnya adalah
produk penilaian akalbudi yang berakar dalam hati nurani manusia tentang
keadilan berkenaan dengan perilaku manusia dan situasi kehidupan manusia.
Penghayatan tentang keadilan memunculkan penilaian bahwa dalam situasi
kemasyarakatan tertentu, orang seyogyanya berperilaku dengan cara tertentu,
karena hal itu adil atau memenuhi rasa keadilan.
Salah satu hal yang penting dalam sebuah pemerintahan, baik dalam
tingkat nasional maupun daerah adalah pembentukan produk hukum yang
sangat diperlukan karena diperlukan untuk merespon kepentingan masyarakat.
Dalam membentuk hukum, diperlukan pedoman sehingga produk hukum yang
diterbitkan nantinya akan kuat demi hukum dan dapat diimplementasikan di
kemudian hari. Berawal dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 10
Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan PerundangUndangan yang
kemudian disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan diundangkan pada
tanggal 12 Agustus 2011, maka setiap pembentukan produk hukum
mempunyai dasar dan pedoman. Pembentukan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan tersebut
merupakan pelaksanaan perintah Pasal 22 A Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
MATERI MUATAN PERUNDANG UNDANGAN

Pasal 8 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 mengatur materi muatan


yang harus diatur dengan undang-undang berisi hal-hal yang:
1. Mengatur lebih lanjut ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang meliputi:
a. Hak-hak asasi manusia;
b. Hak dan kewajiban warga negara;
c. Pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian
kekuasaan negara;
d. Wilayah negara dan pembagian daerah;
e. Kewarganegaraan dan kependudukan;
f. Keuangan negara.
2. Diperintahkan oleh suatu Undang-undang untuk diatur dengan Undang-
undang.
Pasal 10 UU Nomor 12 Tahun 2011 menyatakan bahwa:
(1) Materi muatan yang harus diatur dengan Undang-Undang berisi :
a. pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945
b. perintah suatu Undang-Undang untuk diatur Undang-Undang
c. pengesahan perjanjian internasional tertentu
d. tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/atau
e. pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.
(2) Tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 huruf d dilakukan oleh DPR atau Presiden.
Pasal 11 UU Nomor 12 Tahun 2011 menyebutkan bahwa Materi muatan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang sama dengan materi muatan
Undang-Undang
Selanjutnya dalam Pasal 12 UU Nomor 12 Tahun 2011 disebutkan bahwa
Materi muatan Peraturan Peemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-
Undang sebagaimana mestinya
Pasal 13 UU Nomor 12 Tahun 2011 menyebutkan bahwa Materi muatan
Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang, materi
untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah, atau materi untuk melaksanakan
penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan.
Pasal 14 UU Nomor 12 Tahun 2011 “Materi muatan Peraturan Daerah
Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam
rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung
kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-
undangan yang lebih tinggi”.
Pasal 6 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Ayat (1) disebutkan bahwa
“Materi Muatan Peraturan Perandang-undangan mengandung asas sebagai
berikut:
1. Pengayoman,
2. Kemanusian,
3. Kebangsaan,
4. Kekeluargaan,
5. Kenusantaraan,
6. Bhinneka tunggal ika,
7. Keadilan,
8. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan,
9. Ketertiban dan kepastian hukum dan atau
10. Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
Sedangkan ayat (2) menyatakan “Selain asas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Peraturan Perundang-undangan tertentu dapat berisi asas lain sesuai
dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan”.
PER-UUAN SEBAGAI SUMBER HUKUM, DAN MENJELASKAN
KONSEP TENTANG NORMA HUKUM; FILOSOFI
PERANCANGAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-undang tentang pembentukan peraturan perundang-undangan


didasarkan pada pemikiran bahwa negara Indonesia adalah negara hukum.
Sebagai negara hukum, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan,
kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus berdasarkan atas
hukum yang sesuai dengan sistem hukum nasional. Sistem hukum nasional
merupakan hukum yang berlaku di Indonesia dengan semua elemennya yang
saling menunjang satu dengan yang lain dalam rangka mengantisipasi dan
mengatasi permasalahan yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara yang berdasarkan pancasila dan undang-undang dasar negara
republik Indonesia tahun 1945.3
Proses pembentukan undang-undang di era reformasi melibatkan
pemerintah, DPR, dan masyarakat merupakan suatu bentuk ideal dalam proses
pembentukan undang-undang yang partisipatif untuk melahirkan undang-undang
yang responsif. Semua kekuatan politik secara riil termasuk masyarakat terdapat
di dalamnya. Akan tetapi, karena belum ditopang oleh perangkat peraturan
perundang-undangan yang mengatur partisipasi masyarakat secara memadai,
maka bentuk ideal tersebut belum dapat menghasilkan produk Undang-undang
yang sepenuhnya responsif bagi keinginan masyarakat luas. Undang-undang
merupakan salah satu bagian dari sistem hukum. karenanya, proses pembentukan
undang-undang akan sangat dipengaruhi oleh sistem hukum yang dianut oleh
negara tempat undang-undang itu dibentuk. Sehingga untuk mengkaji
pembentukan undangundang secara komprehensif, harus dimulai dengan
mengkaji sistem hukum itu sendiri. Program pembangunan hukum perlu menjadi
prioritas utama karena perubahan UUD 1945 memiliki implikasi yang luas dan
mendasar dalam sistem ketatanegaraan yang perlu diikuti dengan perubahan-
perubahan di bidang hukum. disamping itu, arus globalisasi yang berjalan pesat
3
Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan peraturan perundang-
undangan di Indonesia.
yang ditunjang oleh perkembangan teknologi informasi telah mengubah pola
hubungan antara negara dan warga negara dengan pemerintahnya. Perubahan
tersebut menuntut adanya penataan sistem hukum dan kerangka hukum yang
melandasinya. Dalam kerangka itulah maka Prolegnas diperlukan untuk menata
sistem hukum nasional secara menyeluruh dan terpadu berlandaskan konstitusi.
MATERI NASKAH AKADEMIK

A. Landasan Filosofis
Dalam rangka mencapai tujuan Negara Republik Indonesia
sebagaimana tercantum dalam alinea keempat Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu melindungi
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan
ikut melakanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka Pemerintah Negara
Kesatuan Republik Indonesia, sebagai bagian dari masyarakat
internasional melakukan hubungan dan kerja sama yang diwujudkan
dalam perjanjian internasional.
Dalam kehidupan bernegara aspek pertahanan merupakan faktor
yang sangat fundamental dalam menjamin kelangsungan hidup negara.
Kemampuan mempertahankan diri terhadap ancaman dari luar negeri
dan/atau dari dalam negeri merupakan syarat mutlak bagi suatu negara
dalam mempertahankan kedaulatannya. Dengan demikian, Pemerintah
berkomitmen untuk meningkatkan dan memperkuat hubungan bilateral
yang ada melalui kegiatan kerja sama di bidang pertahanan.

B. Landasan Sosiologis
Indonesia dan Vietnam telah pula melakukan beberapa pertemuan
bilateral dan penandatangan MoU kerja sama kedua belah pihak, yakni
pertemuan bilateral Presiden Vietnam dengan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono di selal-sela KTT Gerakan Non Blok (GNB) ke 14 di
Havana, Kuba, 17 September 2006; Kunjungan kerja Presiden RI ke
Vietnam dalam rangka pertemuan Puncak ke-14 para Pemimpin anggota
APEC, 17-19 November 2006; Pertemuan bilateral Presiden RI dengan
PM Vietnam H.E. Mr. Nguyen Tan Dung disela-sela pertemuan Puncak
ASEAN-Republik Vietnam Selatan di Jeju, Vietnam Selatan pada 1Juni
2009. Pada 8 Agustus 2007 atas kunjungan PM Vietnam Nguyen Tan
Dung di Jakarta menghasilkan penandatanganan MoU Kerja sama
Kebudayaan dan MoU Kerja sama Anti Korupsi RI-Vietnam.
Dalam rangka meningkatkan kemampuan pertahanan negara,
Pemerintah Republik Indonesia perlu mengadakan hubungan kerja sama
dengan negara yang mempunyai kemampuan pertahanan yang lebih maju,
diantaranya hubungan kerja sama dengan Republik Sosialis Vietnam.
Dengan telah ditandatanganinya Memorandum saling pengertiantentang
Kerja SamaDiBidang Pertahananantara Pemerintah Republik Indonesia
dan Pemerintah Republik Sosialis Vietnam diharapkan dapat
meningkatkan hubungan dan kerja sama yang lebih erat antara Republik
Indonesia dan Republik Sosialis Vietnam, khususnya kerja sama di
bidang DiBidang Pertahanan.
C. Landasan Yuridis
Pelaksanaan perjanjian internasional harus dilaksanakan
berdasarkan peraturan perundang-undangan. Di Indonesia peraturan
perundang-undangan yang melandasi pelaksanaan perjanjian
internasional tersebut, meliputi:
1. Pasal 11 Undang-Undang Dasar Negara Republik Tahun 1945,
yang menyebutkan:
(1) Presiden dengan memorandum saling pengertian Dewan
Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian,
dan perjanjian dengan Negara lain.
(2) Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang
menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan
rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau
mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus
dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasonal diatur
dengan undang-undang.
2. Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang
Hubungan Luar Negeri.
(1) Kewenangan penyelenggaraan Hubungan Luar Negeri dan
pelaksanaan Politik Luar Negeri Pemerintah Republik Indonesia
berada di tangan Presiden. Sedangkan dalam hal menyatakan
perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain
diperlukan memorandum saling pengertian Dewan Perwakilan
Rakyat.
3. Pasal 10 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang
Perjanjian Internasional.
Pengesahan perjanjian internasional dilakukan dengan undang-undang
apabila berkenaan dengan:
a. masalah politik, perdamaian, pertahanan dan keamanan negara;
b. perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara Republik
Indonesia;
c. kedaulatan atau hak berdaulat negara;
d. hak asasi manusia dan lingkungan hidup;
e. pembentukan kaidah hukum baru;
f. pinjaman dan/atau hibah luar negeri.
MATERI PROSES PERANCANGAN PERUNDANG UNDANGAN

METODE PERANCANGAN PERUNDANG UNDANGAN

1. Pembentukan undang-undang harus mempunyai dasar hukum dikarenakan:


a. Undang-undang merupakan salah satu bagian dari sistem hukum.
Dalam pembentukan undang-undang harus diketahui sistem hukum apa
yang dipakai oleh negara terssebut.
b. Pembentukan undang-undang mengalami ketidak jelasan arti dan
penjabarannya dalam perumusan pembuatannya, sistemtika yang tidak
baik dan bahasa yangsukar dimengerti.
c. Politik sering melakukan intervensi atas pembuatan undang-undang dan
pelaksanaan hukum.
2. Proses pembentukan undang-undang dibagi menjadi dua yakni:
a. Atas inisiatif Presiden yang prosesnya dimulai dari perencanaan melalui
prolegnas, pembahasan ditingkat pemerintah, pembahasan ditingkat Dewan
Perwakilan Rakyat, pengundangan, sosialisasi, penyebar luasan melalui
berbagaimedia.
b. Atas inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat yang prosenya dimulai dari
perencanaan melalui prakarsa Dewan Perwakiilan Rakyat dengan
persetujuan Presiden, pembahasan, pengundangan, sosialisasi,
penyebarluasan melalui berbaga media.

Anda mungkin juga menyukai