Anda di halaman 1dari 9

Kata pengantar

Pertama-tama kami panjatkan puja & Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
tanpa Rahmat & RidhoNya, kita tidak dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan
selesai tepat waktu. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Risma Silaban sekalu
Guru kewarganegaraan yang membimbing kami dalam pengerjaan tugas makalah ini.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas Pendidikan Kewarganegaraan. Akhirnya
saya sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah ini, dan penulis berharap
semoga makalah ini bermanfaat bagi diri saya sendiri dan khususnya pembaca pada
umumnya. Tak ada gading yang tak retak, begitulah adanya makalah ini. Dengan segala
kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif sangat saya harapkan dari para
pembaca guna peningkatan pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu
mendatang
BAB II

PENDAHULUAN

Hingga saat ini masih banyak sekali peraturan perundang-undangan yang dinilai
mengancam perlindungan HAM di Indonesia. Salah satu penyebabnya ditenggarai karena
pembentukan peraturan perundang-undangan yang tidak didasarkan prinsipprinsip good
governance. Dalam makalah ini akan membahas , tentang hubungan antara pembentukan
peraturan perundang-undangan, hak asasi manusia dan good governance serta bagaimana
Implementasi Prinsip-Prinsip Good Governance dalam pembentukan Peraturan Perundang-
undangan sebagai Upaya Perlindungan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Pembentukan
peraturan perundang-undangan yang dibentuk hendaknya menghormati keragaman budaya,
memuat solusi terhadap penyelesaian konflik dan menyelesaikan kesenjangan dan
kemiskinan ditengah tengah masyarakat.
Peraturan perundang-undangan atau kebijakan yang demikianlah yang dapat
menjamin terlaksananya perlindungan HAM. oleh karena itu, pembentukan peraturan
perundang-undangan harus diselenggarakan dengan ideal. Pembentukan aturan hukum ideal
(dalam persepektif good governance) bermakna bahwa proses merumuskan norma atau
kaidah hukum harus didasarkan pada prinsip-prinsip good governance yang menjamin
perlindungan hak asasi manusia Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan
akses seluas-luasnya terhadap partisipasi masyarakat, berbagai informasi dan
mengembangkan bentuk pertanggungjawaban bagi pembentuk peraturan perundang-
undangan.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian peraturan perundang - undangan
Peraturan perundang-undangan di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.Pengertian
peraturan perundang-undangan menurut para ahli sendiri sangatlah beragam.Seperti pendapat
Bagir Manan, bahwa peraturan perundang-undangan adalah keputusan tertulis negara atau
pemerintah yang berisi petunjuk atau pola tingkah laku yang bersifat dan mengikat secara
umum
Pengertian lain mengenai peraturan perundang-undangan menurut Attamimi adalah
peraturan Negara, di tingkat Pusat dan di tingkat Daerah, yang dibentuk berdasarkan
kewenangan perundang-undangan, baik bersifat atribusi maupun bersifat delegasi sedangkan
Menurut Maria Farida Indrati, istilah perundang-undangan (legislation, wetgeving, atau
gesetzgebung) mempunyai dua pengertian yang berbeda, yaitu:
a) Perundang-undangan merupakan proses pembentukan/proses membentuk peraturan-
peraturan negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah;

b) Perundang-undangan adalah segala peraturan negara, yang merupakan hasil


pembentukan peraturan-peraturan, baik di tingkat Pusat maupun di Tingkat Daerah;

2. Asas asas pembentukan peraturan perundang undangan


Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan dikenal beberapa asas umum, antara
lain:
a. Undang-undang tidak berlaku surut. Asas ini dapat dibaca dalam Pasal 13 Algemene
Bepalingen van Wetgeving (selanjutnya disebut A.B.) yang terjemahannya berbunyi
sebagai berikut: “Undang-undang hanya mengikat untuk masa mendatang dan tidak
mempunyai kekuatan yang berlaku surut.” Pasal 1 Ayat (1) Kitab Undang-undang
Hukum Pidana,yang berbunyi sebagai berikut: “Tiada peristiwa dapat dipidana,
kecuali atas dasar kekuatan suatu aturan perundang-undangan pidana yang
mendahulukan.” Artinya dari asas ini adalah, bahwa undang-undang hanya boleh
dipergunakan terhadap peristiwa yang disebut dalam undang-undang tersebut, dan
terjadi setelah undang-undang dinyatakan berlaku.
b. Undang-undang yang tidak dapat diganggu gugat. Makna asas ini adalah sebagai
berikut: 1) adanya kemungkinan isi undang-undang menyimpang dari Undang-
Undang Dasar; dan 2) Hakim atau siapapun juga tidak mempunyai hak uji materiil
terhadap undang-undang tersebut. Hak tersebut hanya dimiliki oleh si pembuat
Undang-undang.
c. Undang-undang sebagai sarana untuk semaksimal mungkin untuk mencapai
kesejahteraan spiritual dan materiil bagi masyarakat maupun individu, melalui
pembaharuan (asas welvarstaat).
d. Undang-undang yang lebih tinggi mengesampingkan undang-undang yang lebih
rendah (lex superiori derogate lex inferiori). Menurut asas ini bahwa peraturan
perundang-undangan yang lebih rendah tingkatannya tidak boleh bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dalam mengatur hal yang sama.
Konsekuensi hukum asas lex superiori derogate lex inferiori ialah: 1) undang-undang
yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi mempunyai kedudukan yang lebih tinggi
pula; 2) undang-undang yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan undang-
undang yang lebih tinggi; 3) perundang-undangan hanya dapat dicabut, diubah, atau
ditambah oleh atau dengan peraturan perundang-undangan yang sederajat atau yang
lebih tinggi tingkatannya. Tidak ditaatinya asas tersebut akan dapat menimbulkan
ketidak-tertiban dan ketidakpastian dari sistem perundang-undangan. Bahkan dapat
menimbulkan kekacauan atau kesimpangsiuran perundang-undangan.
undang-undang yang berlaku belakangan membatalkan undang-undang terdahulu (lex
posteriori derogate lex priori). Maksudnya adalah undang-undang atau peraturan
yang terdahulu (lama) menjadi tidak berlaku apabila penguasa yang berwenang
memberlakukan undang-undang atau peraturan yang baru dalam hal mengatur objek
yang sama, dan kedudukan undang-undang atau peraturannya sederajat.11
Pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik harus dilakukan berdasarkan
asas-asas yang sebagaimana disebutkan dalam UU pembentukan Peraturan
Perundang-undangan yakni:

1. Asas Kejelasan Tujuan


Asas pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia yang pertama
harus dipenuhi yaitu asas kejelasan tujuan. Maksud dari asas ini ialah setiap peraturan
perundang-undangan yang hendak dibentuk tersebut harus memiliki tujuan yang jelas.
Kejelasan tujuan ini harus didukung oleh landasan hukum pembentukan peraturan
perundang-undangan di Indonesia. Ketika tujuan pembentukan peraturan perundang-
undangan tersebut tidak jelas, maka peraturan perundang-undangan tersebut tidak
akan diterima.
2. Asas Kelembagaan atau Organ Pembentuk yang Tepat
Asas kedua yang harus dipenuhi ketika hendak membentuk peraturan
perundang-undangan yaitu asas kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat.
Maksud dari asas ini ialah lembaga atau organ pembentuk peraturan perundang-
undangan harus lembaga atau organ yang berwenang mengenai materi yang hendak
diundangkan. Ini merupakan salah satu tugas lembaga negara. Ketika lembaga negara
atau organ pembentuk ini tidak tepat, maka peraturan perundang-undangan yang
hendak dibuat akan dialihkan kepada lembaga atau organ lain yang lebih berwenang.
3. Asas Kesesuaian antara Hierarki, Jenis, dan Materi Muatan
Asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang selanjutnya harus
dipenuhi yaitu asas kesesuaian antara hierarki, jenis, dan muatan. Maksud dari asas ini
yaitu di dalam pembentukan peraturan perundang-undangan setiap hierarki, jenis, dan
materi muatan harus diperhatikan dengan seksama. Terdapat prinsip-prinsip dalam
hierarki peraturan perundang-undangan yang harus dipenuhi oleh peraturan
perundang-undangan. Ketika di antara hierarki, jenis, dan materi muatan ini tidak
bersesuaian, maka peraturan perundang-undangan dapat dicabut dari
pemberlakuannya.
4. Asas Dapat Dilaksanakan

Asas keempat yang harus dipenuhi dalam pembentukan peraturan perundang-


undangan yaitu asas dapat dilaksanakan. Arti dari asas ini yaitu suatu peraturan
perundang-undangan harus realistis alias sesuai dengan kenyataan sehingga harus
dapat dilaksanakan. Agar dapat dilaksanakan, maka lembaga atau organ yang
membuat peraturan perundang-undangan tersebut harus memperhitungkan efektivitas
adanya peraturan perundang-undangan tersebut di tengah masyarakat, baik secara
yuridis, sosiologis, maupun fisiologis.

5. Asas Kehasilgunaan dan Kedayagunaan


Asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang kelima yaitu asas
kedayagunaan dan kehasilgunaan. Maksud dari asas ini ialah setiap peraturan
perundang-undangan yang hendak dibuat harus benar-benar dibutuhkan dan juga
memiliki manfaat yang nyata bagi bangsa ini, berikut masyarakat dan seluruh warga
negara yang ada di negara ini. Asas kedayagunaan dan kehasilgunaan ini merupakan
salah satu ciri-ciri negara hukum secara umum di Indonesia.

6. Asas Kejelasan Rumusan

Pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia juga harus


memenuhi asas satu ini, yaitu asas kejelasan rumusan. Yang dimaksud dengan
rumusan ialah kalimat dari peraturan perundang-undangan. Maksud dari asas ini ialah
setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi syarat-syarat teknis
penyusunannya, baik yang berupa sistematika, pemilihan kata, dan bahasa hukum
yang harus jelas agar dapat dipahami oleh siapapun. Hal ini untuk menghindari
kesalahan tafsir di tengah pemberlakuannya. Negara ini pernah menjadi korban dari
kesalahan tafsir dalam Undang-undang Dasar 1945. Terdapat pasal multitafsir di
dalamnya yang membuat presiden Soeharto sampai menjabat selama tiga puluh dua
tahun. Hal tersebut baru dapat dihentikan ketika dilakukan amandemen atau
perubahan terhadap pasal Undang-undang Dasar 1945 tersebut.

7. . Asas Keterbukaan

Asas pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia yang terakhir


kita bahas dalam kesempatan kali ini ialah asas keterbukaan. Maksud dari asas ini
ialah di dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, tahap-tahap kebijakan
publik yang dilalui harus transparan dan terbuka sehingga dapat dengan mudah
diawasi oleh siapapun.

Materi muatan yang terkandung dalam suatu peraturan perundang-undangan juga harus
mencerminkan asas-asas meliputi:

a. pengayoman;

b. kemanusiaan;

c. kebangsaan;
d. kekeluargaan;

e. kenusantaraan;

f. bhinneka tunggal ika;

g. keadilan;

h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;

i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau

j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

3. Penguatan tata kelola peraturan perundang - undangan


Indonesia sebagai salah satu negara yang karena faktor sejarah dekat dengan sistem
hukum Eropa Kontinental atau sering disebut dengan sistem hukum civil law. Salah satu ciri
utama dari sistem hukum civil law adalah pentingnya peraturan perundang-undangan tertulis
atau “Statutory law” atau “Statutory legislation”. Konsekuensinya, peraturan perundang-
undangan dipergunakan sebagai instrumen utama dalam operasionalisasi prinsip negara
hukum. Idealnya keberadaan peraturan perundang-undangan berbanding lurus dari sisi
kuantitas dan kualitas. Namun, dewasa ini bermunculan berbagai fakta yang sulit dibantahkan
bahwa tidak sedikit UU masih sangat jauh untuk dapat dikatakan baik atau sering diistilahkan
dengan “Undang-undang bermasalah”.
Lahirnya undang-undang bermasalah menimbulkan beberapa persoalan antara lain:
pertama, dalam pelaksanaannya tidak berlaku efektif ditengah masyarakat; kedua,
mendapatkan penolakan dari masyarakat karena dianggap tidak berpihak kepada masyarakat;
ketiga,dapat menghambat pembangunan nasional karena tidak mendukung upaya
menciptakan iklim usaha dan investasi yang kondusif, dan, keempat yang paling penting
adalah dapat mengancamperlindungan Hak Asasi Manusia.
Dalam berbagai penelitian dan kajian telah banyak yang mendiagnosa. permasalahan
rendahnya peraturan perundang-undangan. Rendahnya kualitas peraturan perundang-
undangan di Indonesia salah satunya dikarenakan pembentukan peraturan perundang-
undangan tidak didukung oleh kajian ilmiah yang memadai. Selain itu, tingginya ego sektoral
dalam bidang pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan salah satu penyebab
utama buruknya kualitas peraturan perundang-undangan di Indonesia. Selain itu, sebagian
pendapat menyebutkan rendahnya kualitas legas drafter, kurangnya sarana dan prasarana
serta konfigurasi politik yang tidak memadai ikut berkontribusi terhadap tingginya angka
peraturan perundang-undangan yang berkualitas buruk.
Bertitik tolak dari hal ini banyak pula yang kemudian mengajukan berbagai
rekomendasi untuk meningkatkan kualitas peraturan perundangundangan. Mulai dari
meningkatkan kualitas legal drafter, membenahi aspek kelembagaan, meningkatkan sarana
dan prasarana serta diperlukannya penyusunan Naskah Akademik (NA) dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan. Berbagai rekomendasi tersebut cukup banyak diakomodir.
Namun, peraturan perundang-undangan ideal tak kunjung terwujud. Bahkan, dalam beberapa
hal hingga saat ini masih cukup banyak peraturan perundang-undangan yang bukan
melindungi HAM melainkan malah dinilai dapat mengancam HAM.
Banyaknya produk legislasi yang bermasalah tentunya menarik ketika dihubungkan
dengan berbagai rekomendasi perbaikan yang sudah disarankan. Saran tersebut dirasakan
belum mampu mengubah keadaan menjadi lebih baik. Bertitik tolak dari kenyataan ini,
sebagai bentuk upaya memecah kebuntuan”, kiranya penting dilakukan analisis terhadap
pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia ditinjau dari perspektif good
governance. Dugaan peneliti bahwa selama ini pembentukan peraturan perundang-undangan
di Indonesia belum sepenuhnya didasarkan prinsip prinsip good governance. Prinsip-prinsip
good goverance yang dimaksud disini paling tidak meliputi tiga prinsip utama sebagaimana
yang disebutkan di atas, yakni, partisipasi, transparansi dan akuntabilitas.
a. Prinsip Partisipasi masyarakat
mengharuskan bahwa aktor-aktor yang memiliki kewenangan membuka akses seluas-
luasnya keterlibatan masyarakat dalam setiap tahapan pembentukan peraturan
perundangundangan. Yang perlu digaris bawahi adalah titik tekannya bukan hanya pada
seberapa jumlah dan jauh masyarakat telah terlibat dalam pembentukan speraturan
perundang-undangan (Degrees of tokenism)tetapiseberapa jauh
masyarakat dapat menentukan hasil akhir atau dampak dari peraturan
perundang-undangan.
Partisipasi masyarakat harus sampai pada derajat tertinggi partisipasi
yang dikenal dengan istilah Degrees of citizen power. Dalam tahap ini
partisipasi masyarakat termasuk masyarakat rentan sudah mampu bernegoisasi
dalam posisi politik yang sejajar (kemitraan) serta peran masyarakat sangat
dominan dalam menentukan hasil akhir kebijakan. Berkenaan dengan hal ini,
Yuliandri mengingatkan bahwa bentuk ukuran untuk menentukan adanya

Anda mungkin juga menyukai