Anda di halaman 1dari 4

Diskusi 5.

Soal :
Hukum dapat digolongkan atau diklasifikasi salah satunya hukum berdasarkan bentuknya.
Bagaimana bila dihubungkan dengan hirarki peraturan perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia? Lalu Mazhab ilmu Pengetahuan hukum apa yang relevan dalam konteks Negara
hukum Indonesia? Sertakan alasan.

Jawab:

Hukum berdasarkan Klasifikasi dari segi bentuknya dibagi atas :

1. Hukum Tertulis
Hukum Tertulis ini dibedakan atas dua jenis yaitu:
 Hukum tertulis yang dikodifikasi yaitu hukum yang disusun secara lengkap,
sistematis, teratur dan dibukukan sehingga tidak perlu lagi aturan pelaksanaan.
 Hukum tetulis yang tidak dikodifikasi yaitu hukum yang meskipun tertulis tetapi tdak
disusun secara sistematis, tidak lengkap dan memerlukan aturan pelaksanaan dalam
penerapannya.
2. Hukum Tidak Tertulis yaitu hukum yang hidup dan diyakini oleh warga masyarakat serta
dipatuhi yang tidak dibentuk secara formal, tetapi lahir dan tumbuh di kalangan
masyarakat sendiri.
Dari pengertian tersebut di atas maka untuk memahami Hubungan Klasifikasi Hukun dari
Segi Bentuk dengan Hirarki Peraturan Perundang-Undangan terlebih dahulu kita pahami
Pengertian Hirarki dalam Peraturan Perundang-Undangan.

Hierarki adalah tata tingkatan suatu aturan yang mana dengan ketentuan
bahwa peraturan yang derajatnya lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan
yang derajatnya lebih tinggi atau secara sederhana hierarki adalah struktur norma hukum
tertulis dalam peraturan perundang-undangan.

Selajutnya, Peraturan dapat dikatakan sebagai pedoman agar manusia hidup tertib dan
teratur. Jika tidak terdapat peraturan, manusia bisa bertindak sewenang-wenang, tanpa
kendali, dan sulit diatur. Banyak jenis mengenai peraturan yang ada dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara, namun dalam konteks negara Indonesia peraturan tertulis yang
ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum
disebut sebagai peraturan perundang-undangan
Didalam peraturan perundang-undangan tersebut atau subtansinya berisi norma hukum
tertulis adalah sistem aturan yang diciptakan oleh lembaga kenegaraan yang ditunjuk melalui
mekanisme tertentu. Artinya, norma hukum tertulis diciptakan dan diberlakukan oleh institusi
yang memiliki kewenangan dalam membentuk dan memberlakukan norma hukum tertulis.
Kemudian lebih tegas lagi norma hukum merupakan norma yang memuat sanksi yang
tegas. Dimana sanksi tersebut tersusun atas suatu sistem aturan tersebut diwujudkan dalam
perundang-undangan, namun norma hukum sejatinya tidak hanya berisi sanksi, tetapi
larangan, hak dan kewajiban. Empat elemen inilah yang merupakan karakteristik norma
hukum, yaitu ada larangan, hak dan kewajiban serta sanksi, oleh karena itulah kemudian
subyek hukum yang terdiri dari manusia pribadi dan badan hukum dipahami dalam ilmu
hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban.
Dalam sistem perundang-undangan dikenal adanya hierarki peraturan perundang-
undangan. Ada peraturan perundang-undangan yang mempunyai tingkatan yang tinggi dan
ada yang mempunyai tingkatan lebih rendah. Pengaturan mengenai jenis dan hierarki
peraturan perundang-undangan diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, selengkapnya berbunyi
sebagai berikut:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
4. Peraturan Pemerintah;
5. Peraturan Presiden;
6. Peraturan Daerah Provinsi; dan
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Di samping jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan yang disebutkan
diatas, terdapat peraturan perundangan-undangan yang diluar hierarki. Pasal 8 Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
juga mengatur jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan yang lain, selengkapnya
berbunyi sebagai berikut:
(1) Jenis Peraturan Perundang-undangan selain
sebagai mana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang
ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi,
Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan,
lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau
Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota,
Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat
(2) Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui
keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan
oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan
kewenangan.

Untuk menilai apakah suatu peraturan perundang-undangan yang lebih rendah


tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi perlu
dilakukan pengujian undang-undang. Baik di dalam kepustakaan maupun praktek dikenal
adanya 2 (dua) macam hak menguji, yaitu hak menguji formal (formele toetsingsrecht)
dan hak menguji material (material toetsingsrecht).[17]
Adapun yang dimaksud dengan hak uji formal adalah wewenang untuk menilai,
apakah suatu produk legislatif seperti undang-undang misalnya terjelma melalui cara-cara
(procedure) sebagaimana yang telah ditentukan/diatur dalam peraturan perundang-
undangan yang berlaku ataukah tidak.[18] Sedangkan hak uji material adalah suatu
wewenang untuk menyelidiki dan kemudian menilai, apakah suatu peraturan perundang-
undangan isinya sesuai atau bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi derajatnya,
serta apakah suatu kekuasaan tertentu (verordenende macht) berhak mengeluarkan suatu
peraturan tertentu.[19]
Dalam mekanisme pengujian undang-undang dikenal ada 3 (tiga) model
pengujian undang-undang, yaitu executive review, legislatif review, dan judicial review.
Dalam model executive review, mekanisme pembatalan ini dapat juga disebut mekanisme
pengujian, tidak dilakukan oleh lembaga kehakiman (judiciary) ataupun legislator,
melainkan oleh lembaga pemerintahan eksekutif tingkat atas.
Dalam model legislative review, pengujian konstitusionalitas (constitutional review)
dilakukan oleh lembaga legislatif atau badan-badan yang terkait dengan cabang
kekuasaan legislatif. Misalnya Ketetapan MPR RI No. III/MPR/2000 yang
menentukan bahwa Majelis inilah yang diberi secara aktif menilai dan menguji
konstititusionalitas undang-undang. Sedangkan dalam model judicial reviewtidak
memerlukan lembaga baru, melainkan cukup dikaitkan dengan fungsi Mahkamah
Agung yang sudah ada. Mahkamah Agung itulah yang selanjutnya akan bertindak dan
berperan sebagai Pengawal atau Pelindung Undang-Undang Dasar .

Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa Hukum Tertulis dan Tidak
tertulis memilik tingkatan Hirarki. Artinya Peraturan Perundang-Undangan tertulis
yang tingkatan lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-
Undangan yang Tingkatannya lebih tinggi.

Selanjutnya dapat saya katakan bahwa Mazhab Pengetahuan Hukum yang relevan dalam konteks
Negara Hukum Indonesia adalah Mazhab Kedaulatan Hukum. Kenapa saya katakana demikian
karena negara adalah suatu konstruksi yuridis, karena tidak mempunyai kehendak sendiri.
Kehendak pada hakikatnya adalah kehendak dari pemerintah, sedangkan yang disebut
pemerintah itu sendiri dari orang-orang tertentu.

Hukum identik dengan undang-undang, sehingga hakim dalam melakukan tugasnya terikat pada
undang-undang. Bahwa undang-undang itu sebagai sumber hukum formal, dalam hal undang-
undang itu dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu
• Undang-undang dalam arti formal adalah setiap keputusan pemerintah yang karena bentuknya
disebut undang-undang.
• Undang-undang dalam bentuk materiel adalah keputusan pemerintah yang karena isinya
langsung mengikat masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai