Anda di halaman 1dari 6

SUMBER HUKUM DAN TATA URUTAN

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN REPUBLIK INDONESIA

Hukum adalah himpunan peraturan yang bersifat memaksa yang mengatur tata tertib
suatu lingkungan masyarakat.
Memiliki ciri memaksa yaitu adanya perintah dan larangan yang harus ditegakkan dengan
cara paksa. Bila tidak ditaati, maka penegak hukum dapat menggunakan cara-cara paksa
tertentu (sanksi), hukuman atau ganti kerugian (dalam hukum perdata).

Sumber hukum yaitu segala sesuatu dari mana orang dapat mengenal bermacam-macam
peraturan yang berlaku di dalam masyarakat dan oleh hukum dianggap sebagai peraturan
yang mempunyai kekuatan hukum. Dapat berupa tulisan, dokumen, naskah dimana hukum
tersebut berlaku di suatu wilayah pada masa tertentu.

Sumber hukum terdiri dari :


1. Undang-Undang
Undang-Undang merupakan sumber hukum yang utama yaitu setiap keputusan
pemerintah yang menentukan peraturan-peraturan yang mengikat. Ini merupakan
pengertian Undang-Undang dalam arti luas (materiil).
Sementara dari segi formil, pengertian Undang-Undang yaitu ketetapan yang
diputuskan berdasarkan Undang-Undang Dasar oleh pemerintah (eksekutif) bersama
Dewan Perwakilan Rakyat (legislative).
2. Kebiasaan
Kebiasaan dapat menjadi sumber hukum, bila kebiasaan itu diterima masyarakat dan
menjadi kebiasaan dalam pergaulan hidup dan dipandang sebagai hukum.
Contoh : hukum adat
3. Yurisprudensi/ keputusan hakim
Bila kebiasaan atau peraturan perundang-undangan tidak memberikan peraturan yang
dapat dipakai untuk menyelesaikan suatu perkara, maka Hakim harus membuat
peraturan sendiri untuk memutuskannya. Keputusan ini atau Yurisprudensi di kemudian
hari dapat dijadikan sumber hukum di pengadilan dalam mengadili perkara serupa.
4. Pengetahuan
Sebelum mengeluarkan keputusan, hakim mengkaji buku-buku dan karya ilmiah
maupun saksi ahli mengenai suatu persoalan yang dapat dijadikan referensi dalam
pengambilan keputusan.
5. Perjanjian
Perjanjian juga merupakan suatu sumber hukum. Bila dua pihak atau lebih
mengadakan permufakatan tentang suatu hal yang melahirkan suatu perjanjian, maka
pihak-pihak yang bersangkutan akan terikat isi perjanjian yang mereka adakan
tersebut. Oleh karena itu, harus ditepati dan ditaati, bila ada pihak yang merasa
dirugikan dapat melakukan gugatan ke pengadilan.
SUMBER HUKUM DAN TATA URUTAN PERATURAN
PERUNDANGAN-UNDANGAN REPUBLIK INDONESIA
diatur dalam

UNDANG-UNDANG NO. 12 TAHUN 2011


TENTANG
PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Pasal 2
Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara.

Pasal 3
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar
dalam Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 7 ayat (1)


Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas :
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Pasal 8 ayat (1) dan (2)


Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan
Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi
yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-
Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat, diakui
keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh
Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan
kewenangan.

KONSEKUENSI DARI PERLAPISAN (TATA URUTAN) PERATURAN PERUNDANG-


UNDANGAN TERSEBUT TIMBUL BEBERAPA PRINSIP :
1. Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kedudukannya dapat dijadikan landasan
atau dasar hukum bagi peraturan perundang-undangan yang lebih rendah atau berada di
bawahnya.
2. Peraturan perundang-undangan tingkat lebih rendah harus bersumber atau memiliki
dasar hukum dari peraturan perundang-undangan yang tingkat lebih tinggi.
3. Isi atau muatan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh
menyimpang atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
tingkatannya.
4. Suatu peraturan perundang-undangan hanya dapat dicabut, diganti atau diubah dengan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau paling tidak dengan yang
sederajat.
5. Peraturan perundang-undangan yang sejenis apabila mengatur materi yang sama,
peraturan yang baru harus diberlakukan walaupun tidak secara tegas dinyatakan bahwa
peraturan yang lama dicabut.
6. Peraturan yang mengatur materi yang lebih khusus harus diutamakan dari peraturan
perundang-undangan yang lebih umum.

Penjelasan tambahan :
Konsekuensi penting dari prinsip-prinsip di atas adalah harus diadakannya mekanisme yang
menjaga dan menjamin agar prinsip tersebut tidak simpang siur atau dilanggar.
Mekanismenya yaitu ada sistem pengujian secara yudisial atas setiap peraturan
perundang-undangan, kebijakan, maupun tindakan pemerintah lainnya terhadap peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya atau tingkat tertinggi yaitu UUD.

Penjelasan tambahan mengenai PERPU


PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPUU)
Fungsi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, adalah sebagai :
Menggantikan kedudukan UU yang karena keadaan tertentu belum dapat dibentuk sementara
kebutuhan akan aturan tersebut sudah sangat mendesak. Dasar pemberian kewenangan ini
adalah “saluspopuli suprema lex” keselamatan rakyat adalah hukum yang tertinggi.
PERPU diatur dalam UUD 1945 sebagai berikut :
a. Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan Peraturan
Pemerintah sebagai pengganti Undang-Undang;
b. Peraturan Pemerintah itu harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan yang
berikut;
c. Jika tidak mendapat persetujuan, maka Peraturan Pemerintah itu harus dicabut.

Berkenaan dengan PERPU ini dijelaskan dalam UUD 1945, bahwa peraturan seperti ini
memang perlu diadakan, agar supaya keselamatan Negara dijamin oleh Pemerintah dalam
keadaan yang genting, yang memaksa Pemerintah untuk bertindak lekas dan cepat.
Walaupun demikian, Pemerintah tidak akan terlepas dari pengawasan DPR. Oleh karena itulah
PERPU yang kekuatannya sama dengan Undang-Undang harus disahkan pula oleh DPR.
Ketentuan UUD 1945 tersebut sebenarnya memberikan suatu kekuasaan yang sangat besar
kepada Presiden, oleh karena PERPU yang ditetapkaan sendiri oleh Presiden mempunyai
derajat/kekuatan berlaku yang sama dengan suatu Undang-Undang.
Dengan demikian, Presiden dengan jalan mengeluarkan PERPU yang dibuatnya sendiri dapat
merubah atau menarik kembali suatu Undang-Undang biasa yang ditetapkan oleh Presiden
bersama-sama dengan DPR. Tentu saja seperti telah dikemukakan, kekuasaan Presiden
tersebut memerlukan suatu pengawasan (dari DPR) supaya tidak disalahgunakan.

Ada beberapa asas peraturan perundang-undangan yang kita kenal, diantaranya :


1. Asas lex superior derogat legi inferior ;
2. Asas lex specialis derogat legi generalis ;
3. Asas lex posterior derogat legi priori ;
4. Asas undang-undang tidak boleh berlaku surut (non-retroaktif) / Asas
Legalitas

Asas lex superior derogat legi inferior yang artinya peraturan yang lebih tinggi
mengesampingkan yang rendah (asas hierarki), Dalam kerangka berfikir mengenai jenis
dan hierarki peraturan perundang-undangan, pasti tidak terlepas dalam benak kita menganai
Teori Stuffen Bow karya Hans Kelsen (selanjutnya disebut sebagai ”Teori Aquo”). Hans
Kelsen dalam Teori Aquo mambahas mengenai jenjang norma hukum, dimana ia
berpendapat bahwa norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam
suatu hierarki tata susunan.Yaitu digunakan apabila terjadi pertentangan, dalam hal ini yang
diperhatikan adalah hierarkhi peraturan perundang-undangan, misalnya ketika terjadi
pertentangan antara Peraturan Pemerintah (PP) dengan Undang-undang, maka yang
digunakan adalah Undang-undang karena undang-undang lebih tinggi derajatnya.Teori Aquo
semakin diperjelas dalam hukum positif di Indonesia dalam bentuk undang-undang tentang
pembentukan peraturan perundang-undangan.

Lex specialis derogat legi generali adalah asas penafsiran hukum yang menyatakan
bahwa hukum yang bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat
umum (lex generalis).  *) Menurut Bagir Manan dalam bukunya yang berjudul Hukum Positif
Indonesia (hal. 56), sebagaimana kami kutip dari artikel yang ditulis A.A. Oka Mahendra
berjudul Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan, ada beberapa prinsip yang harus
diperhatikan dalam asas lex specialis derogat legi generalis, yaitu:   

1. Ketentuan-ketentuan yang didapati dalam aturan hukum umum tetap berlaku, kecuali yang
diatur khusus dalam aturan hukum khusus tersebut;
2. Ketentuan-ketentuan lex specialis harus sederajat dengan ketentuan-ketentuan lex
generalis (undang-undang dengan undang-undang);
3. Ketentuan-ketentuan lex specialis harus berada dalam lingkungan hukum (rezim) yang
sama dengan lex generalis. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata sama-sama termasuk lingkungan hukum keperdataan..

Asas Lex Posterior Derogat Legi Priori yaitu pada peraturan yang sederajat, peraturan
yang paling baru melumpuhkan peraturan yang lama. Jadi peraturan yang telah diganti
dengan peraturan yang baru, secara otomatis dengan asas ini peraturan yang lama tidak
berlaku lagi.  Biasanya dalam peraturan perundangan-undangan ditegaskan secara ekspilist
yang mencerminkan asas ini. Contoh yang berkenaan dengan Asas Lex Posterior
Derogat Legi Priori : dalam Pasal 76 UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas dalam Ketentuan
penutup disebutkan bahwa Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, Undang-undang
Nomor 48/Prp./1960 tentang Pengawasan Pendidikan dan Pengajaran Asing (Lembaran
Negara Tahun 1960 Nomor 155, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2103) dan Undang-
undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun
1989 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3390) dinyatakan tidak berlaku.

Asas Legalitas
Tiada suatu peristiwa dapat dipidana selain dari kekuatan ketentuan undang-undang pidana
yang mendahuluinya.” (Geen feit is strafbaar dan uit kracht van een daaran voorafgegane
wetteljke strafbepaling). asas legalitas yang mengandung tiga pengertian, yaitu:

1. Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu tidak
terlebih dahulu dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang
2. Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi (qiyas)
3. Aturan-aturan hukum pidana tidak berlaku surut.

Anda mungkin juga menyukai