Anda di halaman 1dari 6

Nama : Farrel Satya Adindra

Nim : 010001700166
Mata Kuliah : Teknik Penyusunan Perundang-Undangan
Nama Dosen : 1. Dr. Tri Sulistyowati, SH. Mhum
2. Ninuk Wijiningsih, SH.,MH
3. Dr. Intan Nevia Cahyana, SH.,MH

1. Ilmu Perundangan-undangan dan TPPU sangat penting dalam pembangunan


Hukum Nasional karena perundang-undangan sebagai proses pembentukan
atauproses membentuk peraturan negara, baik di tingkat pusat maupunditingkat
daerah dan perundang-undangan sebagai segala peraturan negara yang
merupakan hasil pembentukan peraturan baik ditingkat pusat maupun ditingkat
daerah. Sehingga perencanaan undang-undang sangat berpengaruh untuk
membangun secara menyeluruh yang perlu dilakukan secara bertahap untuk
mewujudkan masyarakat adil dan Makmur sebagaimana diamanatkan oleh UUD
Negara RI tahun 1945.
2. Norma adalah suatu ukuran yang harus dipatuhi oleh seseorang dalam
hubungannya dengan sesamanya ataupun dengan lingkungannya:
• Perbedaan Norma dengan Norma Hukum:
Norma Norma Hukum
Adalah aturan yang terjadi secara Adalah aturan yang dapat dibentuk
tidak tertulis tetapi tumbuh dan secara tertulis maupun tidak
berkembang dari kebiasaan- tertulis oleh lembaga-lembaga
kebiasaan yang ada dalam yang berwenang membentuknya ,
masyarakat. Kebiasaan-kebiasaan namun terkadang dalam
yang terjadi , akan selalu sesuai penerapannya norma-norma
dengan rasa keadilan dalam hukum negara terkadang tidak
masyarakat tersebut. selalu sesuai dengan rasa
keadilan/pendapat masyarakat.

• Sistem Norma yang Statis dan Dinamis


a) Sistem norma yang statis adalah sistem yang melihat pada isi
norma. Menurut sistem norma yang statis, suatu norma umum dapat
ditarik menjadi norma-norma khusus , atau norma-norma khusus itu
dapat ditarik dari suatu norma yang umum
Contohnya :
- Dari suatu norma umum yang menyatakan “Hendaknya engkau
menghormati orangtua” dapat ditarik./ dirinci menjadi norma-
norma khusus seperti kewajiban membantu orangtua kalau ia
dalam kesusahan , atau kewajiban merawatnya kalau orang tua
itu sedang sakit dan sebagainya.
- Dari suatu norma umum yang menyatakan “ Hendaknya engkau
menjalankan perintah agama” dapat ditarik/dirinci menjadi
norma-norma khusus sperti kewajiban menjalankan sholat lima
waktu, menjalankan puasa pada waktunya, membayar Zakat-
fitrah dan lain sebagainya )
b). Karakteristik norma dari suatu Peraturan/Regeling adalah selalu berlaku
secara terus-menerus, bersifat umum dan abstrak. Contohnya adalah UU No.9
Tahun 1998 dan Undang-undang No.9 Tahun 1998 tentang kebebasan
mengemukakan pendapat di muka umum. Dimana Undang-undang ini merupakan
norma dari suatu peraturan yang berlaku secara terus menerus. Karakteristik
norma dari suatu Penetapan/Beschiking adalah norma hukum yang berlakunya
hanya satu kali saja dan setelah itu selesai. Contohnya adalah keputusan
mengenai penetapan seseorang dikeluarkan dari tempat kerjanya
3. a). Hans Nawiasky dalam bukunya yang berjudul ‘Allgemeine Rechtslehre’
mengemukakan bahwa sesuai dengan teori Hans Kelsen, maka suatu norma
hukum dari negara manapun selalu berlapis-lapis dan berjenjang-jenjang. Norma
yang di bawah berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi,
norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih
tinggi lagi, sampai pada suatu norma yang tertinggi yang disebut Norma Dasar.
Hans Nawiasky juga berpendapat bahwa selain norma itu berlapis-lapis dan
berjenjang-jenjang, norma hukum dari suatu negara itu juga berkelompok-
kelompok, dan pengelompokan norma hukum dalam suatu negara itu terdiri atas
4 kelompok besar yaitu :
➢ Kelompok I : Staatsfundamentalnorm (Norma Fundamental Negara)
Tertuang dalam Pancasila
➢ Kelompok II : Staatsgrundgesetz (Aturan Dasar Negara/ Aturan Pokok
Negara)
Terdapat dalam Batang Tubuh UUD 1945 dan Ketetapan MPR, SERTA Hukum
Dasar tidak tertulis yang sering disebutkan dengan Konvensi Ketatanegaraan.
Dasar Hukum nya ada dalam Penjelasan Umum Angka IV UUD 1945.
➢ Kelompok III : Formell Gesetz (Undang-undang ‘formal’)
Terdapat dalam Undang-undang, yaitu suatu keputusan yang dibentuk oleh DPR
dengan persetujuan Presiden. Dasar hukum nya ada dalam Pasal 20 ayat (1),
(2). dan (3) UUD 1945.
➢ Kelompok IV : Verordnung&Autonome Satzung (Aturan pelaksana&Aturan
otonom)
Terdapat dalam Pasal 22 ayat (1) UUD 1945, yaitu memberikan kewenangan
kepada Presiden untuk membentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
undang jika terjadi kegentingan yang memaksa.
b). Norma membentuk norma dan norma yang menjadi dasar pembentukan
norma lebih tinggi dari pada norma yang dibentuk seterusnya sampai
pada norma yang paling rinci.
I.Dalam kehidupan bernegara dimulai dari,
o Konstitusi.
o kemudian norma hukum yang dibentuk atas dasar konstitusi
o Selanjutnya hukum yang substantif atau materil dan seterusnya
II. Karena norma membentuk norma, maka norma yang dibentuk dari
norma dasar yang membentuknya, tidak boleh bertentang dengan norma
dasar pembentukannya. Dengan kata lain bahwa ketentuan Perundang-
undangan yang ditetapkan oleh suatu negara maka ketentuan yang lebih
rendah tidak boleh bertentangan ddengan ketentuan yang lebih tinggi.
4. a). Ada sejumlah fungsi dalam peraturan perundang-undangan, yakni :
• Mengatur hubungan antar manusia dalam hidup bermasyarakat.
• Menjaga dan melindungi hak-hak warga Negara.
• Menyelesaikan masalah-masalah atau sengketa-sengketa secara adil.
• Mengatur jalannya pemerintahan Negara.
Dalam buku Penuntun Perundang-Undangan Negara Republik Indonesia (2006)
karya Muchtar Rosyidi, perundang-undangan bersifat mengikat atau memaksa
bagi semua warga negara untuk menaati.

b). Lembaga yang membentuk peraturan perundang – undangan sesudah


perubahan UUD 1945 yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Disetujui oleh
presiden dan ditetapkan oleh Majelis Permusyarakatan Rakyat (MPR).

5. TAP MPR mempunyai kedudukan sebagai Lembaga Legislatif, sedang


Peraturan mentri yang dimana Lembaga tersebut merupakan lemabaga
Eksekutif punya tugas yang luas.

6. a. Atribusi:

1. Pasal 20 ayat (1) UUD 1945: Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai


kekuasaan membentuk undang-undang.
2. Pasal 136 Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah
I. Peraturan Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah setelah mendapat
persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
II. Peraturan Daerah dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi
daerah Provinsi/Kabupaten/Kota dan tugas pembantuan.
III. Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah
Memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk
membentuk peraturan daerah dengan sanksi pidana.
b. Delegasi:
1. Pasal 146 Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
I. Untuk melaksanakan Perda dan atas kuasa peraturan perundang-undangan,
kepala daerah menetapkan peraturan kepala daerah dan atau keputusan
kepala daerah.
II. Pasal 5 ayat (2) UUD 1945 bahwa presiden menetapkan peraturan
pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.

7. a). Materi Muatan Peraturan Pemerintah Dalam Pasal 5 ayat (2) UUD Tahun
1945
menyebutkan : Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk
menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya. Ketentuan tersebut
menegaskan bahwa PP hanya dapat ditetapkan oleh Presiden jika ada UU
induknya. Kewenangan Presiden untuk menetapkan PP adalah merupakan salah
satu wujud dari fungsi Presiden sebagai kepala pemerintahan, yakni kepala
kekuasaan eksekutif dalam negara, sehingga dalam rangka menjalankan UU ,
Presiden mempunyai kekuasaan untuk menetapkan PP ( pouvoir reglementair).

Hal yang sama juga diatur dalam Pasal 12 UU No,12 Tahun 2011 yang
menentukan bahwa materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk
menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Dengan demikian maka
PP berisi pengaturan lebih lanjut dari UU.J.A.H Logemann mengatakan:Dit is een
zeer ruime bevoegheid, maar het moet uitvoering blijven, geen aan vulling ( ini
adalah suatu kewenangan yang sangat luas, tetapi ia (PP) harus tetap sebagai
pelaksana belaka, tidak ada penambahan). Terkait materi yang memuat sanksi
pidana, atau pemaksa, bila UU tidak mencantumkannya maka dalam PP tidak
boleh mencantumkan sanksi pidana maupun sanksi pemaksa.
Materi Muatan Peraturan Presiden Pasal 13 UU No.12 Tahun 2011
menyebutkan
bahwa materi muatan Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan
oleh Undang-Undang, materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah, atau
materi untuk melaksanakan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan.
Materi Muatan Peraturan Daerah Propinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten
Dalam Pasal 14 UU No.12 Tahun 2011
disebutkan bahwa Materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan
otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah
dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi
Sedangkan dalam Pasal 236 ayat (1) UU No.23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa: Untuk menyelenggarakan Otonomi
Daerah dan Tugas Pembantuan, Daerah membentuk Perda. Selanjutnya dalam
Pasal 236 ayat (3) ditentukan bahwa: Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memuat materi muatan:
a. penyelenggaraan Otonomi Daerah dan Tugas Pembantuan; dan b. penjabaran
lebih lanjut ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dalam
ayat (4) : Selain materi muatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Perda dapat
memuat materi muatan lokal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Namun khusus untuk materi yang terkait dengan ketentuan pidana,
Pasal 15 UU No.12 Tahun 2011 menentukan: (1) Materi muatan mengenai
ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam:
a. Undang-Undang
b. Peraturan Daerah Provinsi
c.Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. (2) Ketentuan pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c berupa ancaman pidana kurungan
paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah). (3) Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota dapat memuat ancaman pidana kurungan atau pidana denda
selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan yang diatur dalam
Peraturan Perundang-undangan lainnya. Selain rumusan dalam UU No.12 Tahun
2011 penjabaran lebih lanjut tentang materi muatan Perda Propinsi dan Perda
Kabupaten diatur lebih lanjut dalam Permendagri N.80 Tahun 2015.
Dalam Pasal 4 ayat (2) Permendagri No.80 Tahun 2015 menentukan bahwa
materi muatan Perda adalah:
a. penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan dan
b. penjabaran lebih lanjut ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi. Dalam Pasal 4 ayat (3) ditentukan bahwa selain materi muatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Perda dapat memuat materi muatan lokal
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya dalam
Pasal 5 ditentukan bahwa Perda provinsi memuat materi muatan untuk mengatur:
a. kewenangan provinsi
b. kewenangan yang lokasinya lintas daerah kabupaten/kota dalam satu provinsi;
c. kewenangan yang penggunanya lintas daerah kabupaten/kota dalam satu
provinsi
d. kewenangan yang manfaat atau dampak negatifnya lintas daerah
kabupaten/kota dalam satu provinsi; dan/atau e. kewenangan yang penggunaan
sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh daerah provinsi. Perda
kabupaten/kota memuat materi muatan untuk mengatur:
a. kewenangan kabupaten/kota
b. kewenangan yang lokasinya dalam daerah kabupaten/kota
c. kewenangan yang penggunanya dalam daerah kabupaten/kota
d. kewenangan yang manfaat atau dampak negatifnya hanya dalam daerah
kabupaten/kota dan/atau
e. kewenangan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila
dilakukan oleh daerah kabupaten/kota.
b). Undang-undang: UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. PP: PP No. 35
Tahun 2021 tentang Peranjian Kerja Waktu Tertentu. PERPRES: PERPRES No.9
Tahun 2021 tentang Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan PERDA:
PERDA PROVINSI Jawa Barat No. 2 tahun 2006 tentang Pengelolaa Kawasan
Lindung.

Anda mungkin juga menyukai