a. Undang-Undang.
Undang-undang yang dimaksud disini bukanlah UU dalam arti sempit yaitu
produk legislatif presiden bersama DPR.
Undang-undang disini maksudnya adalah UU dalam arti luas, dalam istilah
belanda disebut “wet”, yakni UU dalam arti meteriil yaitu setiap keputusan
pemerintah yang menurut isinya mengikat langsung setiap penduduk.
Selanjunya berdasarkan Pasal 7 UU No 11 Tahun 2011, hirarki peraturan
PUU meliputi: 1) UUD 1945, 2) Ketetapan MPR, 3) UU/Perpu, 4) PP, 5)
Perpres, 5) Perda provinsi, 6) Perda Kabupaten/Kota.
1. Undang-Undang Dasar.
UUD merupakan terjemahan dari istilah Belanda gondwet, yang dapay
diartikan dengan konstitusi.
Isi suatu UUD pada pokoknya menggambarkan cita-cita suatu bangsa,
garis besar, asas, dan tujuan negara, pengaturan tata tertib pelbagai
lembaga negara, penyebutan hak-hak asasi manusia, pengaturan tentang
perundang-undangan, dan segala sesuatu yang bersifat pengaturan
secara dasar yang merupakan suatu frame work of the nation.
2. Ketetapan MPR.
Ketetapan MPR adalah putusan MPR yang mempunyai kekuatan
hukum mengikat keluar dan kedalam majlis.
Ketetapan MPR merupkan salah satu dari bentuk peraturan tata tertib
MPR. Bentuk peraturan lainnya adalah keputusan MPR dimana
mempunyai kekutan hukum menikat kedalam majlis saja.
3. UU/Perpu.
UU diadakan untuk melaksanakan UUD dan Tap MPR, selain itu juga
mengautur hal-hal yang tidak diatur dalam UUD maupun Tap MPR.
UU yang dibentuk berdasarkan ketentuan dalam UUD dinamakan UU
Organik.
UU dibuat oleh DPR bersama pemerintah. Presiden mempunyai hak
untuk mengajukan RUU kepada DPR.
Suatu UU mulai sah apabila tlah diundang-undangkan dalam lembaran
negara oleh sekretaris negara, dan mulai berlaku sesuai tanggal yang
tertera dalam UU itu.
Jika tidak disebutkan tanggalnya maka berlaku 30 hari setelah
diundangkan untuk Jawa dan Madura, dan 100 hari untuk daerah lain.
Terdapat beberapa asas pertauran perundangan:
a. UU tidak berlaku surut,
b. Lex superior derogat lex inferior,
c. Lex specialist derogat lex generalis,
d. Lex posteriori derogat lex priori,
e. UU tak dapat diganggu gugat.
UU tidak berlaku lagi apabila:
a. Jangka waktu berlakunya yang ditentukan dalam UU tersebut habis,
b. Keadaan atau hal untuk mana UU itu dibuat sudah tidak ada lagi,
c. UU dicabut oleh instansi yang membuat atau yang lebih tinggi,
d. Telah ada UU baruyang isinya bertentangan dengan UU lama.
Perpu dibentuk dalam hal kegentingan yang memaksa atau karena
keadaan yang mendesak.
Perpu bisa disamakan dengan dengan UU Darurat dalam Konstitusi RIS
dan UUDS 1950.
Namun perbedaannya adalah, UU Darurat tidak akan berlaku lagi
karena hukum apabila ditolak, sedangkan Perpu tidak dengan
sendirinya tidak berlaku malainkan harus dicabut terlebih dahulu.
Suatu Perpu yang telah disetujui dengan atau tanpa perubahan lalu
diberi bentuk UU.
Secara substansi keberadaan Perpu sederajat dengan UU, maka akibat
hukum yang timbulpun sama.
Namun antara Perpu dan UU tetap punya perbedaan, Perpu hanya
dibuat oleh Presiden, DPR tidak terlibat dan dibuat hanya dalam
keadaan genting dan mendesak saja.
7. Peraturan daerah
Peraturan Daerah dibuat oleh DPRD bersama pemerintah daerah.
Perda isinya tidak boleh bertentangan dengan peraturan pusat, bila
bertentangan maka Perda itu dengan sendirinya batal (tidak berlaku).
b. Kebiasaan
Kebiasaan adalah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang
dalam hal yang sama, sehingga tindakan yang berlawanan dengannya
dianggap sebagai pelanggaran perasaan hukum, dengan begitu tibullah suatu
kebiasaan hukum yang selanjutnya dianggap sebagai hukum.
Untuk timbulnya hukum kebiasaan diperlukan syarat-syarat tertentu:
1. Pebuatan dilakukan berulang-ulang.
2. Adanya keyakinan hukum dari masyarakat,
3. Adanya akibat hukum bila itu dilanggar.
Ada perbedaan kebiasaan dengan adat. Adat berasal dari suatu yang agak
skaral, yang berhubungan dengan tradisi yang telah turun-temurun.
Sedangkan kebiasaan adalah hasil akulturasi timur dan barat yang belum
diresepsi sebagai tradisi.
Menurut UUD 1945, konvensi diartikan sebagai aturan-aturan dasar yang
timbul dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan negara, meskipun tidak
tertulis.
Kebiasaan ketatanegaraan Indonesia misalnya pidato kenegaraan presiden tiap
tanggal 16 Agustus.
c. Traktat
Traktat adalah perjanjian antar dua negara atau lebih. Ada 3 mavam:
1. Traktat bilateral: diadakan antara dua negara,
2. Traktat multilateral: diadakan oleh lebih dari dua negara; NATO
3. Traktat kolektif atau terbuka : traktat multilateral yang memberikan
kesempatan kepada negara-negara yang pada permulaan tidak turut
mengadakan perjanjian tetapi kemudian juga menjadi pihaknya; PBB
Traktat akan menjadi bagian dari hukum tata negara apabila menyangkut
ketatanegaraan dan telah mempunyai kekutan mengikat.
Traktat mempunyai kekuatan hukum mengikat bila telah diratifikasi oleh
pemerintah dari negara yang mengadakan perjanjian.
Terdapat 2 teori terkait kekuatan hukum traktat mengikat pada penduduk di
suatu wilayah negara:
1. Teori Inkorporasi: traktat harus lebih dahulu diinkorporasikan ke dalam
suasana hukum nasional melalui pengundangan traktat dalam lembaran
negara. (artinya tidak langsung mengikat pada penduduk).
2. Teori Primat Hukum Antarnegara: mengakui hukum antarnegara lebih
tinggi derajatnya daripada hukum nasional. (artinya langsung mengikat
pada penduduk)
Menurut Pasal 4 ayat 1 dan Pasal 9 UUD 1945, perjanjian dengan negara lain
dilakukan Presiden dengan persetujuan DPR. Artinya Presiden harus
mengingat kepentingan nasional dan berpegang teguh pada isi dan jiwa UUD
1945.
Denga kata lain traktat harus bersumber pada UUD sebagai sumber hukum
tertulis tertinggi. Maka tidaklah tepat jika Indonesia menganut teori primat
hukum antarnegara.
Kedudukan dan derajat hukum traktat dapat dikatakan sama dengan UU,
dengan alasan :
1. Presiden membuat perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan DPR.
2. Traktat bertentagan dengan UUD, maka traktat batal.
3. Apabila traktat baru berbeda dengan UU, maka traktatlah yang berlaku,
sebab DPR dan Presiden menyetujui traktat tersebut dan berlakulah asas
lex posteriori deroget lex priori.
d. Doktrin
Doktrin adalah pernyataan/pendapat para ahli hukum.
Dalam kenyataannya pendapat para ahli hukum banyak diikuti orang dan
menjadi dasar atau bahkan pertimbangan dalam penetapan hukum baik oleg
para hakim maupun para pembentuk undang-undang.
ASAS-ASAS HUKUM TATA NEGARA
A. Asas Negara Hukum
Pemikiran negara hukum dimulai dimulai sejak Plato: “bahwa penyelenggaraan
negara yang baik ialah yang didasarkan peraturan yang baik”.
Konsep negara hukum selanjutnya berkembang dalam dua sistem hukum:
a. Eropa Kontinental (Rechstaat) yang berciri: 1) pengakuan dan perlindungan
terhadap HAM, 2) negara berdasar pada teori trias politica, 3) pemerintahan
diselenggarakan berdasarkan UU, 4) ada peradilan administrasi.
b. Sistem Anglo Saxon ((Rule of law) yang berciri: 1) supremasi hukum, 2)
persamaan dihadapan hukum, 3) konstitusi yang didasarkan atas hak-hak
perorangan.
Negara hukum, hakikatnya adalah negara yang menolak melepaskan kekuasaan tanpa
kendali
Indonesia lebih mendekati konsep hukum kontinental dibandingkan konsep rule of
law.
1. Paham Konstitusi
Paham konstitusi memiliki makna bahwa pemerintahan berdasarkan atas hukum
dasar, tidak berdasarkan kekuasaan belaka.
Menurut K.C. Wheare: Konstitusi berarti seluruh peratuturan mengenai
ketatanegaraan suatu negara yang secara keseluruhan akan menggambarkan
sistem ketatanegaraannya.
Paham konstitualisme menhendaki 2 elemen penting sekaligus:
a. Hukum yang menjadi pembatas bagi kemungkinan kesewenag-wenangan
kekuasaan.
b. Akuntabilitas politik sepenuhnya dari pemerintah kepada yang diperintah.