Anda di halaman 1dari 19

BAB 3

Memaknai Peraturan Perundang-Undangan

A. Makna Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia


Dalam hidup bernegara, hukum menjadi alat untuk menciptakan ketertiban dan
keadilan. Suatu masyarakat/negara pastilah hidupnya akan kacau apabila hukum tidak
dilaksanakan oleh masyarakat tersebut. Dalam bab ini, kalian akan mempelajari dan
menumbuhkan ketaatan terhadap hukum sesuai peraturan perundang-undangan.

1. Pengertian Peraturan Perundang-undangan Nasional


Peraturan perundang-undangan adalah suatu aturan yang bentuknya tertulis
dan dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat
secara umum (berlaku secara umum tanpa terkecuali). Peraturan perundang-
undangan nasional adalah aturan-aturan yang dibuat oleh lembaga negara yang
memiliki wewenang. Peraturan ini dibuat untuk dipatuhi oleh seluruh warga
negara dan berskala nasional. Jadi, peraturan ini berlaku untuk seluruh warga
negara atau rakyat Indonesia tanpa terkecuali. Semua rakyat Indonesia wajib
menaati peraturan yang telah dibuat. Bila tidak atau melanggar, maka berhak
untuk dihukum sesuai dengan peraturan yang berlaku. Biasanya peraturan ini
berisi aturan dalam berbagai bidang kehidupan.
Peraturan perundang-undangan nasional yang mengeluarkan adalah lembaga
yang berwenang atau legislatif. Jadi, di dalamnya terdapat struktur atau tata
perundang-undangan dalam sebuah negara. Peraturan perundang-undangan yang
dikeluarkan oleh lembaga yang lebih rendah tidak boleh bertentangan (bertolak
belakang) dengan perundangan-undangan yang dikeluarkan oleh lembaga yang
lebih tinggi. Jika bertentangan, maka peraturan yang dikeluarkan oleh lembaga
yang lebih rendah tidak berlaku, yang berlaku tetap yang lebih tinggi.
Semua peraturan perundang-undangan mempunyai sifat dan ciri ciri sebagai
berikut.
a. Wujud dari peraturan perundang-undangan adalah keputusan tertulis.
b. Peraturan perundang-undangan ini dibentuk, ditetapkan, dan dikeluarkan oleh
pejabat yang memiliki wewenang untuk membuat peraturan tersebut, baik
yang berada di tingkat pusat maupun yang berada di tingkat daerah.
c. Peraturan perundang-undangan isinya aturan pola tingkah laku.
d. Peraturan perundang-undangan mengikat secara umum dan menyeluruh.

2. Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia


Istilah negara hukum terdapat dalam UUD 1945 Pasal 1 Ayat (3), yaitu
"Negara Indonesia adalah negara hukum". Akan tetapi, pengertian atau asas
negara hukum dapat ditemukan secara tegas dalam Penjelasan UUD 1945. Dalam
bagian Penjelasan UUD 1945 ditegaskan tentang hal-hal sebagai berikut.
a.Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak
berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat).
b. Pemerintah berdasarkan sistem konstitusi (hokumdasar), tidak bersifat
absolutisme (kekuasaan yang tak terbatas). Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa dalam melaksanakan fungsinya, kekuasaan pemerintah
berdasarkan dan dibatasi oleh hukum dasar.
Negara hukum berarti negara dalam menjalankan tindakannya didasarkan pada
aturan-aturan hukum yang ada. Dengan demikian, tugas negara adalah
menjalankan kesadaran hukum dalam bentuk peraturan-peraturan hukum yang
berlaku dan harus ditaati oleh setiap warga negaranya. Sifat negara hukum adalah
alat perlengkapan negaranya hanya bertindak menurut dan terikat kepada aturan -
aturan yang telah ditentukan terlebih dahulu oleh alat-alat perlengkapan negara
yang terdahulu.
a. Ciri-ciri negara hukum
Adapun ciri-ciri negara hukum adalah sebagai berikut.
1) Pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia yang mengandung
persamaan dalam bidang politik, hukum, ekonomi, dan kebudayaan.
2) Peradilan yang bebas dan tidak dipengaruhi oleh suatu kekuasaan atau
kekuatan apapun.
3) Persamaan di depan hukum.

b. Tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia


Berikut ini hierarki/tata urutan peraturan perundang-undangan yang
berlaku di Indonesia.
1) Undang-Undang Dasar 1945
UUD 1945 bersifat singkat, artinya UUD 1945 hanya memuat 37 Pasal
ditambah beberapa pasal aturan peralihan dan aturan tambahan. Dalam
hal ini berarti UUD 1945 hanya memuat aturan pokok atau garis besar
sebagai instruksi kepada pemerintah pusat dan penyelenggara negara
untuk menyelenggarakan kehidupan bernegara.
2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR)
Ketetapan dalam dan ke luar majelis. Mengikat ke dalam berarti
mengikat kepada seluruh anggota majelis. Adapun, mengikat ke luar
berarti ketetapan MPR berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia, lembaga
negara, dan penyelenggara negara.
3) Undang-undang
Undang-undang adalah Peraturan Perundang-undangan untuk
melaksanakan UUD 1945. Lembaga yang berwenang membuat UU
adalah DPR bersama Presiden. Berikut kriteria agar suatu
permasalahan diatur melalui undang-undang.
a) UU dibentuk atas perintah ketentuan UUD 1945.
b) UU dibentuk atas perintah ketentuan UU terdahulu.
c) UU dibentuk dalam rangka mencabut, mengubah, dan menambah UU
yang sudah ada.
d) UU dibentuk karena berkaitan dengan hak asasi manusia.
e) UU dibentuk karena berkaitan dengan kewajiban atau kepentingan
orang banyak.
4) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu)
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) dibentuk oleh
presiden tanpa terlebih dahulu mendapat persetujuan DPR. Hal ini
dikarenakan Perppu dibuat dalam keadaan "darurat" atau mendesak
dalam arti persoalan yang muncul harus segera ditindaklanjuti. Namun
demikian, pada akhirnya Perppu tersebut harus diajukan ke DPR untuk
mendapatkan persetujuan. Jadi, bukan berarti presiden dapat seenaknya
mengeluarkan Perppu, karena pada akhirnya harus diajukan kepada DPR
pada persidangan berikutnya. Sebagai lembaga legislatif, DPR dapat
menerima atau menolak Perppu yang diajukan presiden tersebut,
konsekuensinya jika PERPPU tersebut ditolak, maka harus dicabut,
dengan kata lain harus dinyakan tidak berlaku lagi.
5) Peraturan Pemerintah
Guna melaksanakan suatu undang-undang, maka dikeluarkanlah
Peraturan Pemerintah. Jadi, Peraturan Pemerintah tersebut merupakan
bentuk pelaksanaan dari suatu undang undang. Adapun kriteria untuk
dikeluarkannya Peraturan Pemerintah adalah sebagai berikut.
a) PP tidak dapat dibentuk tanpa adanya UU induknya.
b) PP tidak dapat mencantumkan sanksi pidana, jika UU induknya
tidak mencantumkan sanksi pidana.
c) PP tidak dapat memperluas atau mengurangi ketentuan UU
induknya.
d) PP dapat dibentuk meskipun UU yang bersangkutan tidak
menyebutkan secara tegas, asal PP tersebut untuk melaksanakan
UU.
6) Peraturan Presiden
Sesuai dengan kedudukan Presiden menurut Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Peraturan Presiden adalah
peraturan yang dibuat oleh Presiden dalam menyelenggarakan
pemerintahan negara sebagai atribusi dari Pasal 4 Ayat (1) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Peraturan
Presiden dibentuk untuk menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut
perintah Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah, baik secara
tegas maupun tidak tegas diperintahkan pembentukannya. Materi
muatan Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh
Undang-Undang atau materi untuk melaksanakan Peraturan
Pemerintah.

7) Peraturan Daerah
Peraturan Daerah adalah peraturan yang dibuat oleh Pemerintah
Daerah Propinsi dan Kabupaten dan/atau Kota. Masuknya Peraturan
Daerah dalam herarki/tata Urutan peraturan perundang-undangan
sejalan dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah. Peraturan Daerah dibuat untuk
melaksanakan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Selain itu, Peraturan Daerah dibuat dalam rangka melaksanakan
kebutuhan daerah. Dengan demikian, jika Peraturan Daerah tersebut
dibuat sesuai kebutuhan daerah, dimungkinkan Perda yang berlaku
di suatu daerah Kabupaten/Kota belum tentu diberlakukan di daerah
kabupaten/ kota lain. Materi muatan Peraturan Daerah adalah
seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi
daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus
daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan
yang lebih tinggi.
8) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota (Perda Kabupaten/Kota)
Adapun peraturan daerah kabupaten/kota ialah peraturan perundang-
undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Wali kota.

c. Asas-asas dalam pembentukan peraturan perundangan


Asas-asas dalam pembentukan peraturan perundangan ditegaskan
dalam Pasal 5 dan penjelasannya sebagai berikut.
1) Kejelasan tujuan, artinya bahwa setiap pembentukan peraturan
perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak
dicapai.
2) Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, artinya setiap jenis
peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga negara atau
pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang.
Peraturan perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal
demi hukum apabila dibuat oleh lembaga yang tidak berwewenang.
3) Kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan, artinya bahwa
dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus benar-benar
memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan
hierarki Peraturan perundang-undangan.
4) Dapat dilaksanakan, artinya bahwa setiap pembentukan Peraturan
Perundang-undangan harus memperhitungkan efektivitas peraturan
perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara
filosofis, sosiologis, maupun yuridis.
5) Kedayagunaan dan kehasilgunaan, artinya bahwa setiap peraturan
perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan
dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara
6) Kejelasan rumusan, artinya bahwa setiap peraturan perundang-
undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan
perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa
hukum yang jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan
berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
7) Keterbukaan, artinya bahwa dalam pembentukan peraturan
perundang-undangan mulai dari perencanaan, penyusunan,
pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat
transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat
mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan
masukan dalam pembentukan.

B. Proses Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan


Proses pembuatan peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan dalam
tata urutan perundang-undangan yang diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011, secara
lebih jelas sebagai berikut.
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar dalam
peraturan perundangan-undangan. Sebagai hukum, maka UUD mengikat setiap
warga negara dan berisi norma dan ketentuan yang harus ditaati. Sebagai hukum
dasar, maka UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan sumber
hukum bagi peraturan perundangan, dan merupakan hukum tertinggi dalam tata
urutan peraturan perundangan di Indonesia. Secara historis, UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 disusun oleh Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan ditetapkan oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945.
Majelis Permusyawaratan Rakyat berwewenang mengubah dan menetapkan
UUD sesuai amanat Pasal 3 Ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Perubahan terhadap UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sudah
dilakukan sebanyak 4 (empat) kali perubahan. Perubahan ini dilakukan sebagai
jawaban atas tuntutan reformasi dalam sistem pemerintahan di Indonesia.
Tata cara perubahan UUD ditegaskan dalam Pasal 37 UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, secara singkat sebagai berikut.
a. Usul perubahan pasal-pasal diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari
jumlah anggota MPR dan disampaikan secara tertulis yang memuat bagian
yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
b. Sidang MPR untuk mengubah pasal-pasal dihadiri sekurang-kurangnya 2/3
anggota MPR.
C. Putusan untuk mengubah disetujui oleh sekurang-kurangnya 50% ditambah
satu dari anggota MPR.
d. Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat
dilakukan perubahan.
Dalam perubahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, terdapat
beberapa kesepakatan dasar, yaitu sebagai berikut.
a. Tidak mengubah Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
c. Mempertegas sistem pemerintahan presidensial.
d. Penjelasan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat hal
hal bersifat normatif (hukum) akan dimasukkan ke dalam pasal-pasal
e. Melakukan perubahan dengan cara addendum, artinya menambah pasal
perubahan tanpa menghilangkan pasal sebelumnya. Tujuan perubahan bersifat
adendum agar untuk kepentingan bersejarah.

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat


Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, atau disingkat Ketetapan MPR
atau Tap MPR, adalah bentuk putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang
berisi hal-hal yang bersifat penetapan. Proses pembuatan putusan majelis
dilakukan melalui empat tingkat pembicaraan.
Tingkat pembicaraan tersebut, yaitu sebagai berikut.
a. Pembahasan tingkat I
Pembahasan oleh Badan Pekerja Majelis terhadap bahan-bahan
yang masuk dan hasil dari pembahasan ini menjadi rancangan putusan
majelis sebagai bahan pokok pembicaraan tingkat II.
b. Pembahasan tingkat II
Pembahasan oleh Rapat Paripurna Majelis yang didahului oleh
penjelasan pimpinan dan dilanjutkan dengan pemandangan umum fraksi-
fraksi.
c. Pembahasan tingkat III
Pembicaraan oleh Komisi atau Panitia Ad Hoc (Badan Istimewa yang
dibentuk untuk menyelesaikan permasalahan yang bersifat kontemporer
(sementara)) majelis terhadap semua hasil pembicaraan tingkat I dan II. Hasil
pembicaraan pada tingkat III ini menjadi Rancangan Putusan Majelis.
d. Pembahasan tingkat IV
Pengambilan putusan oleh Rapat Paripurna Majelis setelah mendengar
laporan dari Pimpinan Komisi atau Panitia Ad Hoc Majelis serta usulan atau
pendapat dari fraksi-fraksi jika diperlukan.

3. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Penggati Undang-Undang


Undang-undang adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh
DPR dengan persetujuan bersama presiden. Adapun, Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang adalah peraturan yang ditetapkan oleh presiden dalam
hal ihwal kegentingan yang memaksa. Kedua bentuk peraturan perundangan ini
memiliki kedudukan yang sederajat. DPR merupakan lembaga negara yang
memegang kekuasaan membentuk undang-undang, berdasarkan Pasal 20 Ayat (1)
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Namun, kekuasaan ini harus
dengan persetujuan presiden.
Suatu rancangan undang-undang dapat diusulkan oleh DPR atau presiden. Dewan
Perwakilan Daerah juga dapat mengusulkan rancangan undang-undang tertentu
kepada DPR. Proses pembuatan undang-undang apabila rancangan diusulkan oleh
DPR sebagai berikut.
a. DPR mengajukan rancangan undang-undang secara tertulis kepada Presiden
b. Presiden menugasi menteri terkait untuk membahas rancangan undang-undang
Bersama
c. Apabila rancangan undang-undang disetujui bersama DPR dan presiden,
selanjutnya disahkan oleh presiden menjadi undang-undang.
Proses pembuatan undang-undang apabila rancangan diusulkan oleh presiden
sebagai berikut.
a.Presiden mengajukan rancangan undang-undang secara tertulis kepada pimpinan
DPR,berikut memuat menteri yang ditugaskan untuk membahas bersama DPR.
b. DPR bersama Pemerintah membahas rancangan undang-undang dari Presiden.
c. Apabila rancangan undang-undang disetujui bersama DPR dan presiden,
selanjutnya disahkan oleh presiden menjadi undang-undang.

4. Peraturan Pemerintah (PP)


Penjelasan Pasal 22 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan Peratuan
Pemerintah)Pengganti Undang-Undang (PERPU) sebagai suatu
"noodverordeningsrecht' presiden (hak presiden untuk mengatur dalam
kegentingan yang memaksa). Semua peraturan perundang undangan nasional
memiliki proses dalam pembuatannya, termasuk peraturan pemerintah. Berikut
proses pembuatan peraturan pemerintah.
a. Proses penyiapan rancangan peraturan pemerintah
Setiap departemen ataupun lembaga pemerintahan mempunyai
kesempatan untuk mengambil prakarsa sendiri untuk mempersiapkan
rancangan PP sesuai dengan bidang tugasnya.
b. Proses pengajuan rancangan peraturan pemerintah
Peraturan Pemerintah yang masih berupa rancangan ini kemudian akan
diajukan kepada presiden untuk mendapatkan persetujuan dari presiden.
Kemudian, sekretaris negara akan memeriksa dan meneliti rancangan PP
tersebut dan akan mempertimbangkan aspek hukumnya. Setelah disetujui
oleh presiden, sekretaris negara akan menyampaikan surat persetujuan dan
meminta departemen yang berkaitan untuk membentuk sebuah panitia
yang bertugas untuk membahas peraturan pemerintah yang masih berupa
rancangan yang sudah disetujui oleh presiden.
c. Proses pembahasan rancangan peraturan pemerintah
Panitia yang bertugas untuk membahas prakarsa rancangan PP tersebut
disebut panitia antardepartemen atau disebut juga panitia internal
departemen. Panitia antardepartemen akan membahasnya, apabila sudah
selesai dan mendapatkan keputusan (kesimpulan), ketua panitia akan
segera menyerahkan prakarsa RPP kepada menteri yang bersangkutan.
Rancangan yang telah diberikan kepada para menteri, akan kembali
diedarkan ke menteri yang bersangkutan seperti kepada. Proses
pembahasannya, antara lain para menteri atau pimpinan lembaga
pemerintahan yang ada hubungannya dengan materi rancangan PP untuk
mendapatkan tanggapan dan pertimbangan, Menteri Kehakiman untuk
mendapatkan tanggapan dari segi hukum, serta Sekretaris Kabinet untuk
persiapan penyelesaian rancangan PP selanjutnya.
d. Proses pengesahan peraturan pemerintah
Hasil pembahasan rancangan PP yang telah disetujui bersama,
selanjutnya akan dikirim kembali kepada Sekretaris Negara untuk
disampaikan kepada presiden guna ditetapkan dan ditandatangani.
Rancangan PP yang telah disetujui presiden, selanjutnya disahkan oleh
presiden menjadi peraturan pemerintah.
e. Proses pengundangan dan penyebarluasan peraturan pemerintah
Supaya setiap orang mengetahui peraturan pemerintah yang telah
disahkan, maka peraturan pemerintah tersebut diundangkan dengan
menempatkannya dalam lembaran Negara Indonesia, serta berita Negara
Indonesia.
Pemerintah memiliki kewajiban untuk menyebarluaskan peraturan
tersebut yang telah diundangkan dalam lembaran negara dan berita negara
RI. Pengundangan tersebut dilaksanakan oleh menteri yang tugas dan
tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan.

5. Peraturan Presiden (Perpres)


Peraturan Presiden adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan
untuk menjalankan perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau
dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan. Proses penyusunan Peraturan
Presiden ditegaskan dalam Pasal 55 UU Nomor 12 Tahun 2011, yaitu sebagai
berikut.
a. Pembentukan panitia antarkementerian dan/atau lembaga pemerintah
nonkementerian oleh pengusul.
b. Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan
Peraturan Presiden dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum.
c. Pengesahan dan penetapan oleh presiden.

6. Peraturan Daerah Provinsi


Peraturan Daerah (Perda Provinsi) adalah peraturan perundang-undangan yang
dibentuk oleh DPRD provinsi dengan persetujuan bersama gubernur. Peraturan
Daerah dibuat dengan
untuk melaksanakan peraturan perundangan yang lebih tinggi. Perda juga dibuat
dalam rangka melaksanakan kebutuhan daerah. Perda tidak boleh bertentangan
dengan peraturan yang lebih tinggi. Pemerintah pusat dapat membatalkan Perda
yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.
Proses penyusunan Peraturan Daerah Provinsi sesuai UU Nomor 12 Tahun 2011,
sebagai berikut.
a. Rancangan perda provinsi dapat diusulkan oleh DPRD Provinsi atau Gubernur.
b. Apabila rancangan diusulkan oleh DPRD Provinsi, maka proses penyusunan
adalah sebagai berikut.
1) DPRD Provinsi mengajukan rancangan perda kepada gubernur secara tertulis.
2) DPRD Provinsi bersama Gubernur membahas rancangan Perda Provinsi.
3) Apabila rancangan perda memperoleh persetujuan bersama, maka disahkan
oleh gubernur menjadi Perda Provinsi.
Apabila rancangan diusulkan oleh gubernur maka proses penyusunan adalah
sebagai berikut.
a. Gubernur mengajukan rancangan Perda kepada DPRD Provinsi secara tertulis
b. DPRD Provinsi bersama gubernur membahas rancangan Perda Provinsi.
c. pabila rancangan Perda memperoleh persetujuan bersama, maka disahkan oleh
gubernur menjadi Perda Provinsi.

7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota


Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten/Kota adalah Peraturan Perundang-
undangan yang dibentuk oleh DPRD Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama
Bupati/Wali kota. Perda dibentuk sesuai dengan kebutuhan daerah yang
bersangkutan, sehingga peraturan daerah dapat berbeda-beda antara satu daerah
dengan daerah yang lainnya.
Proses penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sesuai UU Nomor 12
Tahun 2011.Rancangan Perda kabupaten/kota dapat diusulkan oleh DPRD
Kabupaten/Kota atau Bupati/Wali kota Gubernur.
a. Apabila rancangan diusulkan oleh DPRD Kabupaten/Kota, maka proses
penyusunan adalah sebagai berikut.
1) DPRD Kabupaten/Kota mengajukan rancangan perda kepada
Bupati/Walikota secara tertulis
2) DPRD Kabupaten/Kota bersama Bupati/Walikota membahas
rancangan perda Kabupaten/ Kota.
3) ) Apabila rancangan perda memperoleh persetujuan bersama,
maka disahkan oleh Bupati/Walikota menjadi Perda
Kabupaten/Kota.
b. Apabila rancangan diusulkan oleh Bupati/ Walikota maka proses
penyusunan adalah sebagai berikut.
1) Bupati/Walikota mengajukan rancangan perda kepada DPRD
Kabupaten/Kota secara tertulis.
2) DPRD Kabupaten/Kota bersama Bupati/Walikota membahas
rancangan perda Kabupaten/Kota.
3) Apabila rancangan perda memperoleh persetujuan bersama, maka
disahkan oleh Bupati/Walikota menjadi Perda Kabupaten/Kota.
TUGAS MANDIRI

Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar!

1. Sebutkan ciri-ciri dan sifat peraturan negara!


2. Jelaskan mengenai UUD 1945!
3. Jelaskan yang dimaksud Perppu!
4. Jelaskan yang dimaksud Peraturan Daerah!
5. Tuliskan kriteria untuk dikeluarkannya peraturan pemerintah!
6. Uraikan tata cara perubahan pasal dalam UUD 1945 sesuai Pasal 37 UUD 1945!
7. Uraikan mengenai pembahasan tingkatan I dalam Ketetapan MPR!
8. Tuliskan proses pembuatan undang-undang jika diusulkan DPR!
9. Uraikan proses pembahasan rancangan peraturan pemerintah!
10. Tuliskan tahapan penyusunan peraturan presiden!
C. Menampilkan Sikap sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan

Peraturan perundang-undangan yang telah mendapatkan persetujuan dari Dewan


Perwakilan Rakyat atau pemerintah dan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, maka
wajib ditaati dan dilaksanakan oleh seluruh bangsa Indonesia. Menaati berasal dari kata dasar
taat yang artinya patuh alau tunduk. Orang yang patuh atau tunduk pada peraturan adalah
orang yang sadar. Seseorang katakan mempunyai kesadaran terhadap aturan atau hukum,
apabila dia memiliki hal-hal berikut.

1. Memiliki pengetahuan tentang peraturan-peraturan hukum yang berlaku, baik di


lingkungan masyarakat maupun di Negara Indonesia.
2. Memiliki pengetahuan tentang isi peraturan-peraturan hukum, artinya bukan hanya
sekadar dia tahu ada hukum tentang pajak, melainkan dia juga mengetahui isi
peraturan tentang pajak tersebut.
3. Memiliki sikap positif terhadap peraturan-peraturan hukum.
4. Menunjukkan perilaku yang sesuai dengan apa yang diharuskan oleh peraturan
perundang undangan yang berlaku.

Orang yang mempunyai kesadaran terhadap berbagai aturan hukum akan mematuhi
apa yang menjadi tuntutan peraturan tersebut. Dengan kata lain. dia akan menjadi patuh
terhadap berbagai peraturan yang ada. Orang menjadi patuh, karena alasan berikut :

1. Sejak kecil dia dididik untuk selalu mematuhi dan melaksanakan berbagai aturan
yang berlaku. baik di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat sekitar, maupun
yang berlaku secara nasional (Indoctrination).
2. Pada awalnya bisa saja seseorang patuh terhadap hukum karena adanya tekanan
atau paksaan untuk melaksanakan berbagai aturan tersebut. Pelaksanaan aturan
yang semula karena faktor paksaan lama kelamaan menjadi suatu kebiasaan
(habit). Sehingga, tanpa sadar dia melakukan perbuatan itu sesuai dengan
peraturan perundang- undangan yang berlaku.
3. Orang taat karena dia merasakan, bahwa peraturan yang ada tersebut dapat
memberikan manfaat atau kegunaan bagi kehidupan diri dan lingkungannya
(utility).
4. Kepatuhan atau ketaatan karena merupakan salah satu sarana untuk mengadakan
identifikasi dengan kelompok.

Suatu peraturan perundang-undangan yang baik, sekurang-kurangnya harus memiliki


tiga landasan, yaitu landasan filosofis, landasan sosiologis, dan landasan yuridis. Suatu
peraturan perundang-undangan dikatakan mempunyai landasan sosiologis jika ketentuan-
ketentuannya sesuai dengan keyakinan umum atau kesadaran hukum masyarakat. Landasan
filosofis, artinya bahwa peraturan perundang-undangan harus berdasarkan pada pengetahuan
dan penyelidikan dengan akal sehat mengenai hakikat segala sesuatu yang menjadi materi
peraturan tersebut. Adapun landasan yuridis berarti bahwa peraturan tersebut dibentuk tidak
bertentangan dengan aturan dan prosedur hukum yang berlaku dalam negara.

1. Pengawasan dari Masyarakat terhadap Pelaksanaan UU


Masyarakat perlu mengawasi pelaksanaan UU oleh eksekutif untuk
mewujudkan pemerintahan yang sesuai dengan UU dan hak-hak asasi manusia. Hal
tersebut karena pada kenyataannya masih terdapat UU yang belum berfungsi dengan
baik dan tidak memenuhi kepentingan masyarakat. Misalnya, masyarakat terbebani
dengan kenaikan BBM dan tarif listrik, perlakuan diskriminatif oknum penegak
hukum terhadap pelanggar hukum, terhambatnya bantuan pangan dan merajalelanya
korupsi.
Pengawasan masyarakat mengarah pada hal-hal sebagai berikut.
a. Keserasian mentalitas penegak hukum dan kesadaran masyarakat serta fasilitas
yang mendukung terlaksananya perundang-undangan.
b. Kritik dan saran membangun serta menawarkan alternatif pemecahan atas
beberapa kegagalan masa lalu.
c. Kepedulian akan hak dan kewajiban warga negara.
d. Penyaluran aspirasi pada lembaga yang ada bila pelaksanaan perundang-
undangan dan hak-hak masyarakat terabaikan. Sebagai contoh, melalui
organisasi sosial politik, organisasi massa, lembaga swadaya masyarakat,
organisasi kepemudaan, dan media massa bahkan melalui unjuk rasa.
2. Sikap Kritis terhadap Perundang-undangan yang tidak Mengakomodasi
Aspirasi Rakyat
Supaya suatu peraturan sesuai dengan kenyataaan yang hidup dalam
masyarakat khususnya dalam bidang hukum, masyarakat dapat berpartisipasi terutama
dalam penyusunan perundang undangan. Mereka dapat berpartisipasi, di antaranya
dengan cara berikut :
a. Mengembangkan budaya hukum di semua lapisan masyarakat untuk
terciptanya kesadaran dan kepatuhan hukum dalam kerangka supremasi
hukum dan tegaknya negara hukum.
b. Menata sistem hukum nasional yang menyeluruh dan terpadu. Caranya
dengan mengakui dan menghormati hukum agama dan hukum adat serta
memperbarui perundang-undangan warisan Kolonial dan hukum nasional
yang diskriminatif. Hal tersebut termasuk ketidakadilan gender dan
ketidaksesuaiannya dengan tuntutan reformasi melalui program legislasi.
c. Menegakkan hukum secara konsisten untuk lebih menjamin kepastian
hukum, keadilan dan kebenaran, supremasi hukum, serta menghargai hak
asasi manusia.
d. Menyampaikan pendapat apabila merasa bahwa perundang-undangan yang
ada tidak melindungi kepentingan masyarakat.
e. Meningkatkan integritas moral dan keprofesionalan aparat penegak hukum
untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat dengan meningkatkan
kesejahteraan, dukungan sarana dan prasarana hukum, pendidikan, serta
pengawasan yang efektif.
f. Mewujudkan lembaga peradilan yang mandiri dan bebas dari pengaruh
penguasa dan pihak manapun.
g. Mengembangkan peraturan perundang-undangan yang mendukung
kegiatan perekonomian dalam menghadapi era perdagangan bebas tanpa
merugikan kepentingan nasional.
h. Menyelenggarakan proses peradilan secara cepat mudah, murah, dan
terbuka serta bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme dengan tetap
menjunjung tinggi asas keadilan dan kebenaran. dan penegakan.
i. Meningkatkan pemahaman dan penyadaran serta meningkatkan
perlindungan hak asasi manusia dalam seluruh aspek kehidupan.
j. Menyelesaikan berbagai proses peradilan terhadap pelanggaran hukum dan
hak asasi manusia yang belum ditangani secara tuntas.
3. Mendukung Antikorupsi dan Upaya Pemberantasannya
Sikap antikorupsi dan upaya pemberantasannya yang dapat dilakukan, antara
lain sebagai berikut.
a. Pendidikan antikorupsi merupakan bentuk taat hukum. Nilai-nilai di dalamnya
dapat kita kembangkan, misalnya komitmen, tanggung jawab, sportif, berani,
konsekuen, disiplin, dan adil. Perilaku yang harus kita hindari, antara lain ingkar
janji, pemerasan, menyuap (gratifikasi), bersaing tidak sehat, ambisi yang
merugikan, dan menggelapkan dana.
b. Mengembangkan sikap dan mental antikorupsi di berbagai bidang sebagai berikut.
a) Bidang politik
Kebijakan berdasar kepentingan umum, melaksanakan kebijakan dilandasi
kejujuran dan keberanian, dan mengawasi kebijakan dengan adil.
b) Bidang sosiologi
Menepati janji, melayani tanpa diskriminatif, tidak nepotisme
(penyelenggaraan negara secara melawan hukum yang mementingkan
keluarga/kroninya semata), tidak kolusi (persengkokolan secara melawan
hukum antara penyelenggara dan pihak lain yang merugikan masyarakat
dan negara).
c) Bidang ekonomi
Bersaing secara sehat, tidak menyuap, tidak boros, menggunakan sumber
daya, serta tidak menyelewengkan alokasi dan distribusi dana.
d) Bidang hukum
Tidak menggelapkan dana pajak, tidak memalsukan dokumen-surat-tanda
tangan, tidak mencuri, tidak menipu, tidak bersekongkol dalam membuat
putusan, tidak merusak fasilitas, menolak gratifikasi, dan tidak melanggar
aturan.
c. Para penyelenggara negara melaporkan kekayaannya kepada Komisi Pemeriksa
Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) dan melaksanakan hak dan kewajiban
sebagai penyelenggara negara.
d. Masyarakat berpartisipasi mengawasi kinerja penyelenggara negara apakah bersih
atau terlibat korupsi. Mereka berhak mencari, memperoleh, dan memberikan
informasi tentang penyelenggaraan negara.
4. Perwujudan Ketaatan Terhadap Peraturan Perundang-undangan
Menaati berasal dari kata dasar taat yang artinya patuh atau tunduk. Orang
yang patuh atau tunduk pada peraturan adalah orang yang sadar. Salah satu peran
serta masyarakat dalam peraturan perundang-undangan adalah menaati semua
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menaati peraturan perundang-undangan
dapat diwujudkan dengan hal-hal berikut :
a. Di lingkungan keluarga
Berikut adalah contoh sikap mencati undang-undang di lingkungan keluarga.
1) Bersikap sopan dan santun dalam lingkungan keluarga.
2) Menjaga nama baik dan kehormatan keluarga.
3) Menggunakan fasilitas keluarga dengan tertib.
4) Menjauhi perilaku buruk yang merugikan diri dan keluarga.
5) Mematuhi nasihat orang tua.
b. Di lingkungan sekolah
Berikut adalah contoh sikap menaati undang-undang di lingkungan sekolah.
1) Disiplin waktu masuk sekolah, pulang sekolah, upacara, dan menyelesaikan
tugas.
2) Mengenakan pakaian seragam sekolah sesuai dengan peraturan yang berlaku.
3) Tekun belajar.
4) Menjaga kebersihan sekolah.
5) Membuang sampah pada tempatnya.
6) Berperilaku baik dan sopan, serta tidak merokok.
7) Tidak menggelandang sepulang sekolah.
8) Mengerjakan pekerjaan rumah.
c. Di lingkungan masyarakat
Berikut adalah contoh sikap menaati undang-undang di lingkungan masyarakat.
1) Tidak berbuat onar.
2) Menghormati tata cara adat kebiasaan setempat.
3) Menjaga nama baik masyarakat.
4) Peduli terhadap aturan yang berlaku di masyarakat.
5) Melaksanakan hasil musyawarah di lingkungan masing-masing.
d. Di lingkungan negara
Berikut adalah contoh sikap menaati undang-undang di lingkungan negara.
1) Taat dan tepat waktu membayar pajak.
2) Mematuhi aturan ataupun rambu-rambu lalu lintas.
3) Mengendarai kendaraan dengan surat izin mengemudi.
4) Menyeberang jalan di tempat penyeberangan.
5) Menjaga nama baik negara dan bangsa.
6) Menjaga rahasia negara.
7) Melaksanakan perundang-undangan yang berlaku baik tertulis maupun yang
tidak tertulis.

TUGAS MANDIRI

Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar!

1. Sebutkan syarat jika orang memiliki kesadaran hukum!


2. Tuliskan pengawasan masyarakat terhadap UU!
3. Sebutkan sikap kritis terhadap perundang-undangan yang tidak mengakomodasi
aspirasi rakyat!
4. Tuliskan contoh sikap menaati undang-undang di lingkungan keluarga!
5. Sebutkan contoh sikap menaati undang-undang di lingkungan negara!

Anda mungkin juga menyukai