Anda di halaman 1dari 6

TUGAS 2

ILMU PERUNDANG-UNDANGAN

Nama : I Kadek Surya Adi Pranata


Nim : 045184644

1. Bandingkanlah kekuatan hukum mengikat antara Keputusan Presiden dan


Peraturan Presiden.

Jawab :

Berdasarkan pada Pasal 1 angka 2 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan


Peraturan Perundang-Undangan, peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis
yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan
oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan
dalam Peraturan Perundang- undangan.
• Peraturan Presiden (Perpres)
Peraturan Presiden adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibuat olehPresiden
untuk menjalankan perintah Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau
dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan. Perpres memiliki fungsi sebagai
berikut, yaitu:
1) Menyelenggarakan pengaturan secara umum dalam rangka
penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan (Pasal 4 ayat 1 UUD 1945)
2) Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Peraturan
Pemerintah yang secara tegas menyebutnya.
3) Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan lain dlam Peraturan
Pemerintah meskipun tidak secara tegas menyebutnya.
Dalam buku Hukum Acara Pengujian Undang-undang karya Jimly Asshiddiqie (hal.
2), menyebutkan bahwa peraturan (regeling) itu sifatnya umum dan abstrak (general
and abstract). Yang dimaksud bersifat general and abstract, yaitu keberlakuannya
ditujukan kepada siapa saja yang dikenai perumusan kaidah umum. Selain itu
peraturan juga bersifat terus menerus (dauerhaftig).Ini berarti bahwa Perpres memiliki
kekuatan hukum yang mengikat secara umum atau untuk semua orang dan tetap
berlaku secara terus menerus sampai peraturan tersebut dicabut atau diganti
dengan peraturan yang baru.

• Keputusan Presiden (Keppres)


Keputusan Presiden adalah sebuah norma hukum yang sifatnya konkret, individual,
dan sekali selesai. Secara umum, keputusan-keputusan presiden bersifat mengatur.
Dalam buku Hukum Acara Pengujian Undang-undang karangan Jimly Asshiddiqie
(hal. 2), keputusan (beschikking) selalu bersifat individual dan kongkrit (individual
and concrete), dan berlaku sekali selesai (enmahlig). Dalam Pasal 100 UU No. 12
Tahun 2011 menyebutkan :
“Semua Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan Gubernur,
Keputusan Bupati/Walikota, atau keputusan pejabat lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 97 yang sifatnya mengatur, yang sudah ada sebelum
Undang-Undang ini berlaku, harus dimaknai sebagai peraturan, sepanjang
tidak bertentangan dengan UndangUndang ini.”
Maksud dari pasal ini adalah bahwa suatu keputusan yang masih berlaku dn
mengatur hal yang bersifat umum, maka dimaknai sebagai suatu peraturan.
Namun jika Keppres tersebut bersifat konkret, individual, dan berlaku sekali selesai,
maka isi Keppres hanya berlaku dan mengikat kepada pihak tertentu yang disebut
dalam keputusan tersebut dan mengenai hal yang diatur dalam Keppres tersebut.

Sumber :
- UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan ;
- https://jdih.esdm.go.id/storage/document/UU%20No%2012%20thn
%202011.pdf
- Perbedaan antara Keputusan dengan Peraturan
- https://www.hukumonline.com/klinik/a/perbedaan-keputusan-dengan-
peraturan-lt4f0281130c750

2. a. Berdasarkan artikel di atas, berikan analisis anda mengenai


kedudukan Maklumat Polri dalam hierarki peraturan perundang-
undangan di Indonesia.
Prinsip negara hukum (rechtsstaat dan rule of law), maka peraturan perundang-
undangan perlu memperhatikan dua tertib.
- Pertama, tertib dasar peraturan perundang-undangan terkait dengan asas, jenis,
hierarki, dan materi muatan.
- Kedua, tertib pembentukan peraturan perundang-undangan terkait dengan
tahapan pembentukan undang-undang (perencanaan, penyusunan, pembahasan,
pengesahan atau penetapan danpengundangan).

Ditinjau dari tertib dasar peraturan perundang-undangan maklumat bermasalah


secara jenis, hierarki dan materi muatan. Maklumat bukanlah jenis dan hierarki
peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur Pasal
7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundangan-undangan (UU Nomor 12 Tahun 2011), yang menyebutkan jenis dan
hierarki peraturan perundang-undangan terdiri atas
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pengertian Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
sebagaimana diatur dalam pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan PerundangUndangan.
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 merupakan bentuk penegasan
bahwa produk hukum yang dibuat berdasarkan TAP MPR masih diakui dan
berlaku secara sah dalam sistem perundang-undangan Indonesia.
3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. Sebagimana
diatur dalam pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 12Tahun 2011 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
4. Peraturan Pemerintah.
Pengertian Peraturan Pemerintah diatur dalam pasal 1 angka 5 Undang- Undang
Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan PeraturanPerundang-Undangan
5. Peraturan Presiden (Perpres);
Peraturan Presiden merupakan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan
oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.
6. Peraturan Daerah (Perda) Provinsi;
Perda Provinsi adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPRD
Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur.
7. dan Perda Kabupaten/ Kota.
Perda Kabupaten/Kota merupakan peraturan perundang-undangan yang dibentuk
oleh DPRD Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota
Juga tidak ditemukan dalam Pasal 8 jenis peraturan perundang-undangan lain.
Keberadaan hierarki peraturan perundang-undangan memiliki arti penting
mengingat hukum adalah sah jika hukum tersebut dibentuk atau disusun oleh
lembaga atau pejabat yang berwenang dengan berdasarkan norma yang lebih tinggi.
Norma yang lebih rendah tidak akan bertentangan dengan norma yang lebih tinggi
sehingga tercipta suatu kaidah hukum yang berjenjang.
Adanya kejelasan letak kedudukannya dalam hierarki peraturan perundang-
undangan adalah dalam rangka kemudahan pengujian atas keabsahan (validitas).
Dalam konsep negara hukum demokratis, setiap pembentukan peraturan-peraturan,
baik di tingkat pusat maupun daerah harus dapat dipertanggungjawabkan
keabsahannya kepada rakyat. Hal ini juga berkonsekuensi pada mekanisme
pengujiannya validitas norma diMahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung yang
harus jelas jenis dan hierarkinya. Pada posisi inilah pengujian maklumat menjadi
dipertanyakan.
Keberadaan jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan juga berakibat
terhadap materi muatan karena setiap jenis peraturan perundang- undangan
mempunyai materi muatan tersendiri yang biasanya didasarkan pada peraturan
perundang-undangan di atasnya. Sehingga materi yangmenurut ketentuannya harus
diatur dengan undang-undang itu tidak dapat dan tidak dibenarkan diatur dengan
jenis atau bentuk peraturan lain, misalnya dengan PP, atau Keputusan Presiden,
begitu juga sebaliknya.
Pasal 10 UU Nomor 12 Tahun 2011 menyebutkan materi muatan undang- undang
berisi:
1) pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan UUD NRI Tahun 1945;
2) perintah suatu undang-undang;
3) pengesahan perjanjian internasional;
4) tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi;
5) pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.
Atas hal inilah materi muatan undang-undanglah yang lebih tepat mengatur
larangan, perintah, melahirkan norma baru bahkan dapat menetapkan pembatasan
untuk menjamin serta penghormatan atas hak dankebebasan orang lain yang saat ini
tercermin pada isi maklumat Kapolri.
Oleh karena maklumat bermasalah secara asas, jenis, hierarki dan materi muatan,
maka maklumat tentu tidak memenuhi tertib pembentukan peraturan perundang-
undangan dan saat ini mekanisme pembentukannya tidak diatur dalam undang-
undang. Berdasarkan hal itulah dapat dikatakan maklumat Kapolri cacat secara
formil dan materiil. Sehingga perlu ada koreksi dan meninjau ulang wadah hukum
yang digunakan jika pilihan pengaturan itu masih dikehendaki. Di saat yang sama
lembaga negara perlu menumbuhkan kesadaran akan pentingnya menjaga tertib
peraturan perundang-undangan agar ada kepastian hukum.

sumber :
- Maklumat Kapolri dan Tertib Perundang-undangan.
https://nasional.sindonews.com/read/293556/18/maklumat-kapolri-dan-tertib- perundang-
undangan-1610020874.

b. Berikan analisis anda apakah Surat Keputusan Bersama yang dibuat oleh Menteri
Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa
Agung, Kapolri, dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dapat
dikategorikan sebagai Keputusan Menteri.

Jenis dan Hirarki Peraturan Perundang-undangan


Menurut Pasal 1 angka 2 Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan (“UU 12/2011”), peraturan perundang-undangan
adalah peraturan tertulis yang memuat normahukum yang mengikat secara umum dan
dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui
prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.

Sementara itu, dalam Pasal 7 ayat (1) UU 12/2011 mengatur jenis danhierarki
peraturan perundang-undangan terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

Kemudian dalam Pasal 8 ayat (1) UU 12/2011 mengatur jenis peraturan perundang-
undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) UU 12/2011 mencakup
peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (“MPR”), Dewan
Perwakilan Rakyat (“DPR”), Dewan Perwakilan Daerah (“DPD”), Mahkamah Agung
(“MA”), Mahkamah Konstitusi (“MK”), Badan Pemeriksa Keuangan (“BPK”), Komisi
Yudisial (“KY”), Bank Indonesia (“BI”), Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang
setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah
Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang
setingkat.

Apakah Surat Keputusan Bersama Menteri Merupakan Peraturan


Perundang-undangan?
Secara eksplisit memang tidak ada dikatakan bahwa Surat Keputusan Bersama(“SKB”)
dalam Pasal 7 ayat (1) UU 12/2011 ataupun dalam Pasal 8 ayat (1) UU12/2011. Namun
peraturan lain yang tidak disebutkan dalam kedua pasal diatas diperjelas lagi dalam
Pasal 8 ayat (2) UU 12/2011 yang menyatakan:

Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui


keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan
oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan
kewenangan.

Dalam hal Surat Keputusan Bersama Menteri, aturan ini merupakan salah satu
bentuk peraturan sebagaimana dinyatakan Pasal 8 ayat (1) UU12/2011 yang dibentuk
oleh dua atau lebih kementerian untuk mengatur hal yang sama namun sesuai
dengan tugas dan fungsinya masing-masing
kementerian dalam menjalankan urusan dalam pemerintahan. Salah satu contohnya
adalah Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Menteri Komunikasi dan
Informatika Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kepala Badan Nasional Penanggulangan
Terorisme, Nomor 220-4780 Tahun 2020, Nomor M.Hh-14.Hh.05.05 Tahun 2020,
Nomor 690 Tahun
2020, Nomor 264 Tahun 2020, Nomor Kb/3/Xii/2020, Nomor 320 Tahun 2020,
Tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut Serta
Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam.

Secara teoritik, jika dilihat dari segi penamaannya SKB termasuk kategori Keputusan
(beschikking). Walaupun sebenarnya SKB materi muatannya lebih bersifat peraturan
(regeling). Hal inilah yang menyebabkan terjadinya keraguan di mata umum. Namun
menurut Maria Farida Indrati S, suatu penetapan (beschikking) sifat normanya adalah
individual, konkret dan sekali selesai (einmahlig), sedangkan norma dari suatu peraturan
perundang- undangan selalu bersifat umum, abstrak dan berlaku terus-
menerus (dauerhaftig). Materi yang terdapat dalam Surat Keputusan Bersamaini dapat
dikategorikan sebagai suatu norma yang abstrak dan berlaku terus- menerus sehingga
dapat dikatakan bahwa SKB ini adalah suatu regeling.

Menurut Bega Ragawino dalam bukunya Hukum Administrasi Negara (hal.42),hakikat


dan kepastian hukum dalam menentukan adanya inisiatif suatu pemerintah adalah
memastikan dalam tindakan tersebut adanya suatu prinsip legalitas hukum. Tentunya
pelaksanaan tersebut terdapat suatu akibat yang secara makna mengarah pada suatu
kepastian hukum. Dengan demikian, tindakan kebebasan pemerintah tersebut sangat
dimungkinkan olehhukum dan memenuhi unsur dari diskresi pemerintah atau ermessen :
a. Dilakukan untuk kepentingan umum/ kesejahteraan umum.
b. Dilakukan atas inisiatif administrasi Negara itu sendiri.
c. Untuk menyelesaikan masalah konkrit dengan cepat yang timbul secara tibatiba.
d. Tindakan itu dimungkinkan oleh hukum.

Dalam hal SKB yang dikeluarkan oleh menteri, menteri juga mempunyai kewenangan
untuk membuat aturan kebijakan (beleidsregels) yang tidak didasarkan kepada suatu
peraturan perundang-undangan tetapi didasarkan kepada freies ermessen atau
kewenangan diskresi (discretionare bevoegdheid) asalkan beleids tersebut tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada dan prinsip-prinsip
umum penyelenggaraan pemerintahan yang baik.

Beleidsregel menurut Phillipus M. Hadjon, dkk, dalam bukunya Pengantar Hukum


Administrasi Indonesia (hal.169) dibentuk berdasarkan freies ermesen yakni wewenang
yang diberikan kepada pemerintah untuk mengambil tindakan guna menyelesaikan
suatu masalah penting yang mendesak/tiba-tiba tetapi belum ada peraturannya.
Afdeling Rechtspraak Raad van State (ARRS) merumuskan aturan kebijakan
sebagai algemene bekendmaking van het beleid (suatu maklumat yang dibuat dalam
rangka melaksanakan suatu kebijakan).
Ulasan selengkapnya mengenai freies ermesen ini dapat Anda simak dalamartikel
Apakah Asas Legalitas Hanya Berlaku di Hukum Pidana?.

Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa Surat Keputusan Bersama


Menteri mempunyai kedudukan yang sama dengan peraturan perundang-undangan
yang diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat yang dibentuk
berdasarkan kewenangan sesuai dengan hukum positif yang berlaku berdasarkan Pasal
8 ayat (2) UU 12/2011.

Dasar Hukum dan sumber:


1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan;
2. "Isi Lengkap SKB soal FPI Organisasi Terlarang"
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20201230142125-32-587877/isi-lengkap-skb-soal-
fpi- organisasi-terlarang.

Referensi:

1. Bega Ragawino. 2006. Hukum Administrasi Negara. Universitas Padjadjaran;


2. Phillipus M. Hadjon, dkk. 2015. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia Yogjakarta:Gadjah
Mada University Press.

Anda mungkin juga menyukai