Reformasi yang terjadi pada tahun 1999-2002 menyebabkan perubahan fundamental
terhadap kedudukan dan kewenangan lembaga negara, terlebih terhadap kedudukan MPR yang sebelum reformasi merupakan lembaga tertinggi negara dengan kekuasaan sangat besar menjadi lembaga yang memiliki kedudukan sejajar dengan lembaga negara lainnya seperti DPR, Presiden, dan MA setelah reformasi. Perubahan kewenangan tersebut juga secara otomatis mengurangi porsi kewenangan yang dimiliki oleh MPR sebelumnya seperti wewenang memilih Presiden dan Wakil Presiden, memberhentikan Presiden dan/ atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya, menyusun Garis-garis Besar Haaluan Negara (termasuk GBHN didalamnya). Penurunan kedudukan dan kewenangan MPR tersebut merupakan dampak dari amandemen UUD 1945 yang dilakukan masa reformasi tersebut untuk mengembalikan makna demokrasi. Dampak lain reformasi adalah terwujud pola sparation of power konsep Checks and balances antara cabang kekuasaan Negara. a. Buatlah suatu analisa mengenai keterkaitan konstitusi dan struktur lembaga negara dalam pemahaman hukum tata negara, amandemen UUD 1945 sangat berpengaruh terhadap kedudukan dan kewenangan MPR dalam struktur negara! Pemikiran mengenai pentingnya suatu pengadilan konstitusi telah muncul dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia sebelum kemerdekaan. Pada saat pembahasan rancangan UUD di Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), anggota BPUPKI Prof. Muhammad Yamin telah mengemukakan pendapat bahwa Mahkamah Agung (MA) perlu diberi kewenangan untuk membanding Undang-Undang. Namun ide ini ditolak oleh Prof. Soepomo berdasarkan dua alasan, pertama, UUD yang sedang disusun pada saat itu (yang kemudian menjadi UUD 1945) tidak menganut paham trias politika. Kedua, pada saat itu jumlah sarjana hukum kita belum banyak dan belum memiliki pengalaman mengenai hal ini. Pada saat pembahasan perubahan UUD 1945 dalam era reformasi, pendapat mengenai pentingnya suatu Mahkamah Konstitusi muncul kembali. Perubahan UUD 1945 yang terjadi dalam era reformasi telah menyebabkan MPR tidak lagi berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara dan supremasi telah beralih dari supremasi MPR kepada supremasi konstitusi. Karena perubahan yang mendasar ini maka perlu disediakan sebuah mekanisme institusional dan konstitusional & hadir lembaga negara yang mengatasi sengketa antarlembaga negara yang telah menjadi sederajat, saling mengimbangi dan saling mengendalikan (checks and balances). b. Dampak lain dari reformasi adalah terwujud suatu kebutuhan akan adanya hukum yang mengatur organisasi negara secara tepat, bagaimana pendapat Saudara terkait urgensi pengaturan organisasi negara sebagaimana pola sparation of power juga konsep Checks and balances antara cabang kekuasaan Negara, bagaimana jika pola relasi diabaikan dalam penyelenggaraan negara! Dari pengalaman praktek Indonesia menerapkan prinsip tersebut memang belumlah sempurna karena disain kelembagaan negara paska reformasi masih sangat banyak jumlahnya, terkadang tumpang tindih kewenangannya, dan belum ideal untuk menampung kebutuhan ketatanegaraan Indonesia.Akibatnya, konflik kewenangan antar lembaga/komisi/badan negara tak terhindarkan.Di sisi lain, konflik kewenangan antar lembaga/komisi/badan negara juga belum dapat sepenuhnya ditampung oleh Mahkamah Konstitusi, karena kewenangan Mahkamah Konstitusi baru sebatas pada konflik antar lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945. Ke depan perlu ada perluasan pemaknaan terhadap lembaga negara sehingga konflik-konflik kewenangan antar kelembagaan negara ada saluran untuk menyelesaikannya secara yuridis. Adanya pergeseran kewenangan membentuk undang-undang dari eksekutif ke legislatif memberikan satu pertanda ditinggalkannya prinsip “pembagian kekuasaan” (distribution of power) dengan prinsip supremasi MPR menjadi “pemisahan kekuasaan” (separation of power) dengan prinsip checks and balances sebagai ciri melekatnya. Hal ini juga merupakan penjabaran lebih jauh dari kesepakatan untuk memperkuat sistem presidensial. Dengan adanya prinsip checks and balances ini maka kekuasaan negara dapat diatur, dibatasi bahkan dikontrol dengan sebaik- baiknya, sehingga penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penyelenggara negara ataupun pribadi yang kebetulan sedang menduduki jabatan dalam lembaga-lembaga negara yang bersangkutan dapat dicegah dan ditanggulangi dengan sebaiknya. Jika prinsip diabaikan maka kekuasaan Negara sulit diatur dengan baik dan kemungkinan terjadi penyalahgunaan kekuasaan aparat, penyelenggaraan sulit dicegah dan ditanggulangi. c. Buatlah analisa komparasi mengenai staatsrecht in ruimere zin (Hukum negara dalam arti luas) dan staatrecht in engeree zin (Hukum Negara dalam arti sempit) dalam perspektif konstitusi dan kewenangan dimiliki lembaga negara dalam konsepsi pemahaman hukum tata negara dalam kajian HTN konstitusi, struktur lembaga negara, pola relasi kerja antar organ dipelajari secara bersamaan? Hukum Tata Negara (staatrecht) dibedakan menjadi 2 (dua) pengertian, yaitu staatrecht in ruimere zin (arti luas), dan staatrecht in engere zin (arti sempit), dimana dalam arti in engere zin inilah Hukum Tata Negara atau verfassungrecht yang dapat dibedakan antara pengertian yang luas dan pengertian yang sempit. Hukum Tata Negara dari segi Istilah biasanya juga dipersamakan dengan istilah law constitutional yang apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Hukum Konstitusi, walaupun ada juga yang membedakan antara Hukum Tata Negara dan Hukum Konstitusi. Hukum Tata Negara juga dapat dipelajari dari segi Hukum Tata Negara positif dan Hukum Tata Negara umum. Hukum Tata Negara positif mempelajari tentang norma-norma dasar yang berlaku di suatu wilayah dan waktu tertentu. Sementara Hukum Tata Negara umum mempelajari segala gejala ilmiah yang berkaitan dengan hukum tata Negara pada umumnya. Hal ini berkaitan pula dengan istilah lehredan recht pada istilah verfassung yang mengindikasikan bahwa domain akademis Ilmu Hukum Tata Negara sangat luas jangkauan pembahasannya. 2. Dalam pelaksanaan HTN pada nyatanya tidak selalu hanya diselenggarakan dalam keadaan normal, kedaan darurat juga sangat memungkinkan menjadi sutu realita sebuah negara yang tidak dapat dihindari dan mengakibatkan terbitnya Perpu. Misalnya saja pada masa kepemimpinan Presiden Jokowi setidaknya 4 PERPU telah diterbitkan oleh Presiden yaitu; Perpu No.1Tahun 2015 tentang KPK pada tahun 2015, kemudian Perpu No.1 Tahun 2016 tentang perlindungan anak yang kemudian mejadi Undang-undang, Perpu tentang Akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan pada tahun 2017 dan Perpu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Masyarakat tahun 2017 oleh sebabnya HTN keadaan darurat menjadi bagian dalam HTN berkaitan dengan pelaksanaan keadaan dengan syarat ketat sehingga penyelenggaraan negara dilaksanakan termaktub Pasal 12 dan Pasal 22 Ayat (1) UUD NRI 1945. a. Dalam Pasal 22 Ayat (1) UUD NRI 1945 dikatakan bahwa “Dalam hal ihwal kepentingan yang memaksa, presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang- undang” (PERPU), bagaimana kedudukan PERPU dalam hirarki peraturan perundang- undangan menurut Undang-undang No. 12 Tahun 2011? Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) disebutkan dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, “Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang.” Penetapan Perpu yang dilakukan oleh Presiden ini juga tertulis dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan yang berbunyi: “Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.” Pasal 7 ayat (1) UU 12/2011 menyatakan bahwa jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; d. Peraturan Pemerintah; e. Peraturan Presiden; f. Peraturan Daerah Provinsi; dan g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Jika dilihat dari hierarki peraturan perundang-undangan di atas bahwa UU dan Perpu itu memiliki kedudukan yang sejajar/sederajat. Akan tetapi Perpu ini dikatakan tidak sama dengan UU karena belum disetujui oleh DPR. Proses dan Teknik Pembentukannya selama ini UU selalu dibentuk oleh Presiden dengan persetujuan DPR, dan dalam keadaan normal, atau menurut Perubahan UUD 1945 dibentuk oleh DPR dan disetujui bersama oleh DPR dan Presiden, serta disahkan oleh Presiden, sedangkan Perpu dibentuk oleh Presiden tanpa persetujuan DPR karena adanya “suatu hal ihwal kegentingan yang memaksa.” UU dan Perpu dalam hierarki peraturan perundang-undangan memang memiliki kedudukan yang sama, hanya saja keduanya dibentuk dalam keadaan yang berbeda. UU dibentuk oleh Presiden dalam keadaan normal dengan persetujuan DPR, sedangkan Perpu dibentuk oleh Presiden dalam keadaan memaksa tanpa persetujuan DPR. Kondisi inilah yang kemudian membuat kedudukan Perpu dibentuk tanpa persetujuan DPR kadang dianggap memiliki kedudukan di bawah UU. Perpu ini jangka waktunya terbatas (sementara) sebab secepat mungkin harus dimintakan persetujuan pada DPR, yaitu pada persidangan berikutnya. Apabila Perpu itu disetujui oleh DPR, akan dijadikan UU. Sedangkan,apabila Perpu itu tidak disetujui oleh DPR, akan dicabut. Karena itu, hierarkinya adalah setingkat/sama dengan Undang-Undang sehingga fungsi maupun materi muatan Perpu adalah sama dengan fungsi maupun materi muatan Undang-Undang. Perpu telah disetujui oleh DPR dan dijadikan UU, saat itulah biasanya Perpu dipandang memiliki kedudukan sejajar/setingkat dengan UU. Hal ini disebabkan karena Perpu itu telah disetujui oleh DPR, walaupun sebenarnya secara hierarki perundang-undangan, fungsi, maupun materi, keduanya memiliki kedudukan yang sama meski Perpu belum disetujui oleh DPR. b. Sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 12 dan 22 mengenai makna “keadaan berbahaya” dan “kegentingan yang memaksa”, menjadi syarat penetapan keadaan berbahaya dan kegentingan yang memaksa tersebut sehingga kemudian Presiden diperbolehkan menerrbitkan PERPU. Buatlah Analisa keadaan berbahaya” dan “kegentingan memaksa” yang menjadi sebab lahirnya Perpu No.1 Tahun 2015 tentang KPK pada tahun 2015? Dikeluarkannya Perppu Nomor 1 Tahun 2015 ini dikarenakan pada saat itu 3 (tiga) orang Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi diberhentikan sementara terkait dengan tersangka tindak pidana, yang mengakibatkan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi hanya tersisa 2 (dua) orang. Dalam konsideran menimbang Perppu Nomor 1 Tahun 2015 ini dinyatakan: 1) Bahwa terjadinya kekosongan keanggotaan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi telah menggangu kinerja Komisi Pem- berantasan Korupsi; 2) Bahwa menjaga kesinambungan upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi perlu pengaturan mengenai pengisian keanggotaan sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; 3) Bahwa ketentuan mengenai pengisian keanggotaan sementara Pimpinan Korupsi belum diatur dalam Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jadi, sebab dilahirkannya Perpu no.1 tahun 2015 Tentang KPK dalam “kegentingan yang memaksa” yaitu Karena orang Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi diberhentikan sementara terkait dengan status sebagai mengakibatkan KPK lumpuh dan tidak dapat menjalankan tugasnya. c. Dalam UUD NRI 1945 Pasal 12 dan 22 diatur mengenai pelaksanaan HTN Darurat, buatlah analisa mengenai makna “keadaan berbahaya” dan “kegentingan yang memaksa” dan kaitkan dengan keadaan Pandemi yang saat ini sedang terjadi apakah sudah mencukupi syarat sehingga dapat diberlakukan HTN darurat? Dalam UUD NRI 1945 Pasal 12 dan 22 diatur mengenai pelaksanaan HTN Darurat, mengenai makna “keadaan berbahaya” dan “kegentingan yang memaksa” yang berkaitkan dengan keadaan Pandemi yang saat ini sedang terjadi sudah sangat mencukupi syarat sehingga dapat diberlakukan HTN darurat. Karena, manusia tengah menghadapi suatu krisis global yang mungkin menjadi salah satu krisis terbesar dalam kehidupan manusia. Kondisi ini menuntut setiap elemen masyarakat, pemerintah, dan elit politik untuk bersinergi dalam mengatasi kompleksitas implikasi yang ditimbulkan dari mulai kesehatan, ekonomi, sosial politik, sampai budaya. Per tanggal 17 Juni 2020, tercatat 41.431 kasus positif di Indonesia. Pandemi ini menghantam perekonomian Indonesia dengan pertumbuhan ekonomi tahun ini yang diperkirakan stagnan atau 0% menurut World Bank. Persebaran pandemi Covid-19 yang semakin meluas menyebabkan krisis kesehatan nasional bahkan global. Dan Pemerintah Indonesia telah menyatakan status kedaruratan kesehatan pada tanggal 31 Maret 2020 melalui Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19. 3. Karl Loewenstein membagi konstitusi dalam 3 (tiga) penilaian yaitu nilai normatif, nilai nominal dan nilai semantik. Hal tersebut dikarenakan sebuah negara tidak dapat melaksanakan keseluruhan ketentuan yang diatur dalam konstitusi. Berdasarkan pernyataan tersebut buatlah analisa nilai yang terkandung dalam Pasal berikut dan berikan argumen serta fenomenanya. Buatlah analisa nilai konstitusi yang terkandung dalam Pasal-pasal berikut: a. Pasal 28b ayat 2 yang berbunyi “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang berhak perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.” Pasal 28B ayat (2) UUD 1945 berbunyi, setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan dikriminasi. Anak merupakan termasuk subyek dan warna negara yang berhak atas perlindungan hak konstitusionalnya, termasuk menjamin peraturan perundang- undangan seperti Undang-undang yang pro hak anak atau produk yuridis yang mengayomi dan menjembatani kebutuhan perkembangan fisik dan psikologis anak. Pembahasan mengenai anak tersebut sangat penting, karena anak merupakan potensi nasib manusia hari mendatang, dialah yang ikut berperan menentukan cermin sikap hidup bangsa pada masa mendatang. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi Karena para tokoh pendidikan dan para ahli sudah memperhatikan perkembangan kejiwaan anak, karena anak adalah anak, anak tidak sama dengan orang dewasa. Anak memiliki system penilaian kanak- kanak yang menampilkan martabat anak sendiri dan criteria norma tersendiri, sebab sejak lahir anak sudah menampakan ciri-ciri dan tingkah laku karakteristik yang mandiri, memiliki kepribadian yang khas dan unik Pengertian anak dimata hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa (minderjarig/person under age), orang yang dibawah umur (minderjarigheid/infertority) atau kerap juga disebut sebagai anak yang di bawah pengawasan wali (minderjarige ondervoordij). Bertitik tolak kepada aspek tersebut diatas ternyata hukum positif Indonesia (ius constitum/ius operatum) tidak mengatur adanya unifikasi hukum yang baku dan berlaku universal untuk menentukan kriteria batasan umur bagi seorang anak. Penetapan batas umur dengan mempertimbangkan bahwa anak secara relatif sudah memiliki kecerdasan emosional, mental, dan intelektual yang stabil serta sesuai dengan psikologi anak dan budaya bangsa Indonesia, sehingga dapat bertanggung jawab secara hukum karena telah mengetahui hak dan kewajibannya. Oleh karena itu, Mahkamah berpendapat, batas umur minimal 12 tahun lebih menjamin hak anak untuk tumbuh berkembang dan mendapatkan perlindungan sebagaimana dijamin dalam Pasal 28B ayat (2) UUD 1945. b. Pasal 31 ayat 2 yang berbunyi “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya” Dalam pasal 31 UUD 1945 amandemen mengatakan: “(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. Berdasarkan pasal 31 ini, negara memiliki dua kewajiban yaitu: menyelenggarakan pendidikan bagi setiap warga negara, dan membiayai pendidikan bagi warga negara. Menyelenggarakan pendidikan harus menyediakan sekolah, pendidik, sarana prasarana, kegiatan belajar tersebut bisa berjalan. Membiayai pendidikan artinya negara harus menyediakan dana/anggaran agar kegiatan belajar-mengajar yang melibatkan pendidik, sekolah, sarana dan prasana bisa teralisir. Menyelenggarakan pendidikan merupakan salah satu pelayanan negara kepada wargannya (public service obligation), yang bertujuan untuk mencerdaskan mereka. Karena pendidikan merupakan hak asasi, maka tidak diperbolehkan adanya pembatasan kepada setiap warga negara untuk mendapatkannya. Tidak ada diskriminasi apakah warga itu tinggal di kota atau di pedalaman, apakah mereka orang miskin atau mampu, negara menyediakan layanan pendidikan ini. Pendidikan merupakan hal penting yang harus diperhatikan negara. Pendidikan merupakan cara formal yang dilakukan negara untuk mencerdaskan warga, sehingga akan dihasilkan sumber daya manusia yang memiliki daya saing. Dari proses pendidikan akan lahir para intelektual, politisi, ilmuwan, negarawan, guru dan profesi lainnya. Oleh sebab itu, warga harus diberikan akses bisa mendapatkan pendidikan gratis hingga perguruan tinggi. Jika dengan kuliah di perguruan tinggi dihasilkan kader yang berkualitas untuk kemajuan negaranya. Menjadi kewajiban negara untuk mengalokasikan anggaran guna bisa terselenggaranya amanah tersebut dengan baik. Negara dapat membiayainya dari dana yang diperoleh dari sumber daya alam yang dimiliki oleh negeri ini. Dengan sumber daya alam yang ada, baik itu yang berada di daratan seperti tambang, maupun sumber daya laut, yang ikannya melimpah, hingga dicuri negara lain, lebih dari cukup untuk membiayai pendidikan dengan gratis. ika semua sumber daya alam tersebut dikelola dan miliki oleh negara sendiri. Karena itu mendidik warganya menjadi cerdas, menguasai pengetahuan dan teknologi merupakan investasi. Sehingga nagara memiliki sumber daya manusia berkualitas untuk mengeksplorasi sumber daya alam yang ada. Tidak perlu lagi mengundang negara asing untuk mengeksplorasi sumber daya alam yang ada. c. Pasal 7 "presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama,hanya untuk satu kali masa jabatan" Norma konstitusi yang ada di dalam Pasal 7 UUD 1945 tersebut sudah jelas secara tata bahasa. Dari pasal 7 UUD 1945 itu, yang intinya adalah pembatasan masa jabatan, dapat dibagi norma hukumnya sebagai berikut: a. Subjek yang dibatasi adalah, “Presiden dan Wakil Presiden”. b. Batasan waktu masa jabatan satu periode adalah, “lima tahun”. c. Batasan dipilih kembali, “untuk jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan”. Perumusan demikian karenanya sudah terlalu jelas, crystal clear, yaitu untuk jabatan yang sama, maka masa jabatan lima tahun bagi Presiden dan Wakil Presiden, dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali lagi. Tegasnya, seseorang menjadi presiden maksimal 10 tahun, dan wakil presiden 10 tahun. 4. Pengaturan pewarganegaraan sendiri di dunia menganut 2 asas yakni Asas Ius Soli dan Asas Ius Sanguinis yang mana pemilihan asas diserahkan sepenuhnya oleh negara masing-masing. Hal inilah yang kemudian menimbulkan permasalahan dalam pengaturan pewarganegaraan, seseorang dapat menjadi Apatride atau Bipatride manakala dalam asas tersebut masing-masing negara sama-sama mengakui atau sama-sama menolak. Dalam Pasal 26 ayat 1 UUD 1945 ditentukan siapa saja yang menjadi WNI, yaitu orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang- orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara. Permasalahan muncul berkaitan dengan warga negara Indonesia yang memiliki keturunan China, di Negara China pengaturan pewarganegaraan menganut asas ius sanguinis sedangkan di Indonesia menganut asas ius soli a. Berdasarkan fenomena di atas buatlah analisa status pewarganegaraan seseorang yang memiliki keturunan China dan dilahirkan di Indonesia! Seseorang dengan keturunan china dan lair di Indonesia, status kewarganegaraannya Warga negara Indonesia (WNI) Karena ia lahir di Indonesia yang menganut ius Soli (asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara tempat kelahiran) dan jika menetap di Indonesia maka otomatis orang tersebut adalah WNI, Namun jika seseorang keturunan china yang menganut ius sanguinis (asas menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan) maka seseorang tersebut menjadi Apatride (kewarganegaraan Ganda) jika superti itu maka saat ia sudah umur 18 tahun, ia harus memilih salah satu Kewarganegaraannya ,yaitu menjadi WNI atau WNA. b. Berdasarkan fenomena di atas dan merujuk Pasal 26 ayat 1 UUD 1945, apakah warga negara China dapat menjadi warga negara Indonesia? Jika iya, bagaimanakah caranya! Yang menjadi warganegara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang- orang bangsa lain yang disahkan dengan Undang-undang ayat (2) menyatakan “syarat-syarat mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan ini memberikan penegasan bahwa untuk orang-orang bangsa Indonesia asli secara otomatis merupakan warganegara, sedangkan bagi orang bangsa lain untuk menjadi warga negara Indonesia harus disahkan terlebih dahulu dengan undang-undang. asal 26 ayat (I) UUD 1945 Icmang hal bahwa orang -orang bangsa lain umuk memperoleh kewarganegaraan Indonesia harus disahkan dengan UU adalah slIaW hal yang su iil dilaksanakan pada saat ini, karena tugas anggota legislatif yang berat dengan jumlah anggota yang terbatas. serta tidak sedikitnya jumlah orang yang ingin memperoleh kewarganegaraan Indonesia. Namun Dalam Undang-Undang, persoalan Kewarganegaraan Indonesia diatur dalam UU nomor 12 tahun 2006 dan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 2 tahun 2007. c. Maraknya media sosial berbasis digital ikut meningkatkan maraknya perkawinan beda negara, bagaimana status pewarganegaraan seorang anak yang dilahirkan dari Ibu WNI dan seorang Ayah berstatus warga negara Amerika, buatlah analisa! Menurut Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, hukum Indonesia memungkinkan adanya kewarganegaraan ganda mengikuti asas-asas kewarganegaraan umum atau universal sebagai berikut: keturunan, bukan berdasarkan negara tempat kelahiran: 1) Asas ius soli (law of the soil): Kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang; a) Asas kewarganegaraan tunggal: Menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang; b) Asas kewarganegaraan ganda: Menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang. Dengan merujuk kepada Pasal 6 ayat (1) Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf l UU No. 12 tahun 2006 yang mengatur sebagai berikut: Pasal 6 ayat (1) UU No. 12 tahun 2006, “Dalam hal status Kewarganegaraan Republik Indonesia terhadap anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf 1, dan Pasal 5 berakibat anak berkewarganegaraan ganda” Ada 4 keadaan memungkinkan seseorang berkewarganegaraan ganda yaitu: 1) Anak yang lahir dari perkawinan sah dari ayah WNI dan ibu WNA; 2) Anak yang lahir dari perkawinan sah dari ayah WNA dan ibu WNI; 3) Anak yang lahir di luar perkawinan sah ibu WNA yang diakui ayah WNI; 4) anak yang lahir di luar wilayah Republik Indonesia dari ayah ibu WNI yang karena ketentuan dari negara tersebut anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut. Maka anak Dari ibu WNI dengan ayah yang berstatus WNA maka anak tersebut adalah bipartisan atau berkewarganegaraan Ganda dan sampai panda batas umur yang telah ditentukan yaitu 18 tahun anak tersebut harus memilih salah satu Dali kewarganegaraannya.