Anda di halaman 1dari 11

1.

Reformasi yang terjadi pada tahun 1999-2002 menyebabkan perubahan fundamental


terhadap kedudukan dan kewenangan lembaga negara, terlebih terhadap kedudukan
MPR yang sebelum reformasi merupakan lembaga tertinggi negara dengan
kekuasaan sangat besar menjadi lembaga yang memiliki kedudukan sejajar dengan
lembaga negara lainnya seperti DPR, Presiden, dan MA setelah reformasi.
Perubahan kewenangan tersebut juga secara otomatis mengurangi porsi kewenangan
yang dimiliki oleh MPR sebelumnya seperti wewenang memilih Presiden dan Wakil
Presiden, memberhentikan Presiden dan/ atau Wakil Presiden dalam masa
jabatannya, menyusun Garis-garis Besar Haaluan Negara (termasuk GBHN
didalamnya). Penurunan kedudukan dan kewenangan MPR tersebut merupakan
dampak dari amandemen UUD 1945 yang dilakukan masa reformasi tersebut untuk
mengembalikan makna demokrasi. Dampak lain reformasi adalah terwujud pola
sparation of power konsep Checks and balances antara cabang kekuasaan Negara.
a. Buatlah suatu analisa mengenai keterkaitan konstitusi dan struktur lembaga
negara dalam pemahaman hukum tata negara, amandemen UUD 1945 sangat
berpengaruh terhadap kedudukan dan kewenangan MPR dalam struktur negara!
Pemikiran mengenai pentingnya suatu pengadilan konstitusi telah muncul dalam
sejarah ketatanegaraan Indonesia sebelum kemerdekaan. Pada saat pembahasan
rancangan UUD di Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI), anggota BPUPKI Prof. Muhammad Yamin telah
mengemukakan pendapat bahwa Mahkamah Agung (MA) perlu diberi
kewenangan untuk membanding Undang-Undang. Namun ide ini ditolak oleh
Prof. Soepomo berdasarkan dua alasan, pertama, UUD yang sedang disusun
pada saat itu (yang kemudian menjadi UUD 1945) tidak menganut paham trias
politika. Kedua, pada saat itu jumlah sarjana hukum kita belum banyak dan
belum memiliki pengalaman mengenai hal ini. Pada saat pembahasan perubahan
UUD 1945 dalam era reformasi, pendapat mengenai pentingnya suatu
Mahkamah Konstitusi muncul kembali. Perubahan UUD 1945 yang terjadi
dalam era reformasi telah menyebabkan MPR tidak lagi berkedudukan sebagai
lembaga tertinggi negara dan supremasi telah beralih dari supremasi MPR
kepada supremasi konstitusi. Karena perubahan yang mendasar ini maka perlu
disediakan sebuah mekanisme institusional dan konstitusional & hadir lembaga
negara yang mengatasi sengketa antarlembaga negara yang telah menjadi
sederajat, saling mengimbangi dan saling mengendalikan (checks and balances).
b. Dampak lain dari reformasi adalah terwujud suatu kebutuhan akan adanya
hukum yang mengatur organisasi negara secara tepat, bagaimana pendapat
Saudara terkait urgensi pengaturan organisasi negara sebagaimana pola sparation
of power juga konsep Checks and balances antara cabang kekuasaan Negara,
bagaimana jika pola relasi diabaikan dalam penyelenggaraan negara!
Dari pengalaman praktek Indonesia menerapkan prinsip tersebut memang
belumlah sempurna karena disain kelembagaan negara paska reformasi masih
sangat banyak jumlahnya, terkadang tumpang tindih kewenangannya, dan belum
ideal untuk menampung kebutuhan ketatanegaraan Indonesia.Akibatnya, konflik
kewenangan antar lembaga/komisi/badan negara tak terhindarkan.Di sisi lain,
konflik kewenangan antar lembaga/komisi/badan negara juga belum dapat
sepenuhnya ditampung oleh Mahkamah Konstitusi, karena kewenangan
Mahkamah Konstitusi baru sebatas pada konflik antar lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh UUD 1945. Ke depan perlu ada perluasan
pemaknaan terhadap lembaga negara sehingga konflik-konflik kewenangan antar
kelembagaan negara ada saluran untuk menyelesaikannya secara yuridis.
Adanya pergeseran kewenangan membentuk undang-undang dari eksekutif ke
legislatif memberikan satu pertanda ditinggalkannya prinsip “pembagian
kekuasaan” (distribution of power) dengan prinsip supremasi MPR menjadi
“pemisahan kekuasaan” (separation of power) dengan prinsip checks and
balances sebagai ciri melekatnya. Hal ini juga merupakan penjabaran lebih jauh
dari kesepakatan untuk memperkuat sistem presidensial. Dengan adanya prinsip
checks and balances ini maka kekuasaan negara dapat diatur, dibatasi bahkan
dikontrol dengan sebaik- baiknya, sehingga penyalahgunaan kekuasaan oleh
aparat penyelenggara negara ataupun pribadi yang kebetulan sedang menduduki
jabatan dalam lembaga-lembaga negara yang bersangkutan dapat dicegah dan
ditanggulangi dengan sebaiknya. Jika prinsip diabaikan maka kekuasaan Negara
sulit diatur dengan baik dan kemungkinan terjadi penyalahgunaan kekuasaan
aparat, penyelenggaraan sulit dicegah dan ditanggulangi.
c. Buatlah analisa komparasi mengenai staatsrecht in ruimere zin (Hukum negara
dalam arti luas) dan staatrecht in engeree zin (Hukum Negara dalam arti sempit)
dalam perspektif konstitusi dan kewenangan dimiliki lembaga negara dalam
konsepsi pemahaman hukum tata negara dalam kajian HTN konstitusi, struktur
lembaga negara, pola relasi kerja antar organ dipelajari secara bersamaan?
Hukum Tata Negara (staatrecht) dibedakan menjadi 2 (dua) pengertian, yaitu
staatrecht in ruimere zin (arti luas), dan staatrecht in engere zin (arti sempit),
dimana dalam arti in engere zin inilah Hukum Tata Negara atau verfassungrecht
yang dapat dibedakan antara pengertian yang luas dan pengertian yang sempit.
Hukum Tata Negara dari segi Istilah biasanya juga dipersamakan dengan istilah
law constitutional yang apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
menjadi Hukum Konstitusi, walaupun ada juga yang membedakan antara
Hukum Tata Negara dan Hukum Konstitusi. Hukum Tata Negara juga dapat
dipelajari dari segi Hukum Tata Negara positif dan Hukum Tata Negara umum.
Hukum Tata Negara positif mempelajari tentang norma-norma dasar yang
berlaku di suatu wilayah dan waktu tertentu. Sementara Hukum Tata Negara
umum mempelajari segala gejala ilmiah yang berkaitan dengan hukum tata
Negara pada umumnya. Hal ini berkaitan pula dengan istilah lehredan recht pada
istilah verfassung yang mengindikasikan bahwa domain akademis Ilmu Hukum
Tata Negara sangat luas jangkauan pembahasannya.
2. Dalam pelaksanaan HTN pada nyatanya tidak selalu hanya diselenggarakan dalam
keadaan normal, kedaan darurat juga sangat memungkinkan menjadi sutu realita
sebuah negara yang tidak dapat dihindari dan mengakibatkan terbitnya Perpu.
Misalnya saja pada masa kepemimpinan Presiden Jokowi setidaknya 4 PERPU telah
diterbitkan oleh Presiden yaitu; Perpu No.1Tahun 2015 tentang KPK pada tahun
2015, kemudian Perpu No.1 Tahun 2016 tentang perlindungan anak yang kemudian
mejadi Undang-undang, Perpu tentang Akses informasi keuangan untuk
kepentingan perpajakan pada tahun 2017 dan Perpu Nomor 2 Tahun 2017 tentang
Perubahan atas UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Masyarakat tahun
2017 oleh sebabnya HTN keadaan darurat menjadi bagian dalam HTN berkaitan
dengan pelaksanaan keadaan dengan syarat ketat sehingga penyelenggaraan negara
dilaksanakan termaktub Pasal 12 dan Pasal 22 Ayat (1) UUD NRI 1945.
a. Dalam Pasal 22 Ayat (1) UUD NRI 1945 dikatakan bahwa “Dalam hal ihwal
kepentingan yang memaksa, presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah
pengganti undang- undang” (PERPU), bagaimana kedudukan PERPU dalam hirarki
peraturan perundang- undangan menurut Undang-undang No. 12 Tahun 2011?
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) disebutkan dalam Pasal 22
ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, “Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa,
Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang.”
Penetapan Perpu yang dilakukan oleh Presiden ini juga tertulis dalam Pasal 1 angka
4 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan yang berbunyi: “Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah
Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal
kegentingan yang memaksa.” Pasal 7 ayat (1) UU 12/2011 menyatakan bahwa jenis
dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Jika dilihat dari hierarki peraturan perundang-undangan di atas bahwa UU dan
Perpu itu memiliki kedudukan yang sejajar/sederajat. Akan tetapi Perpu ini
dikatakan tidak sama dengan UU karena belum disetujui oleh DPR. Proses dan
Teknik Pembentukannya selama ini UU selalu dibentuk oleh Presiden dengan
persetujuan DPR, dan dalam keadaan normal, atau menurut Perubahan UUD 1945
dibentuk oleh DPR dan disetujui bersama oleh DPR dan Presiden, serta disahkan
oleh Presiden, sedangkan Perpu dibentuk oleh Presiden tanpa persetujuan DPR
karena adanya “suatu hal ihwal kegentingan yang memaksa.” UU dan Perpu dalam
hierarki peraturan perundang-undangan memang memiliki kedudukan yang sama,
hanya saja keduanya dibentuk dalam keadaan yang berbeda. UU dibentuk oleh
Presiden dalam keadaan normal dengan persetujuan DPR, sedangkan Perpu
dibentuk oleh Presiden dalam keadaan memaksa tanpa persetujuan DPR. Kondisi
inilah yang kemudian membuat kedudukan Perpu dibentuk tanpa persetujuan DPR
kadang dianggap memiliki kedudukan di bawah UU. Perpu ini jangka waktunya
terbatas (sementara) sebab secepat mungkin harus dimintakan persetujuan pada
DPR, yaitu pada persidangan berikutnya. Apabila Perpu itu disetujui oleh DPR,
akan dijadikan UU. Sedangkan,apabila Perpu itu tidak disetujui oleh DPR, akan
dicabut. Karena itu, hierarkinya adalah setingkat/sama dengan Undang-Undang
sehingga fungsi maupun materi muatan Perpu adalah sama dengan fungsi maupun
materi muatan Undang-Undang. Perpu telah disetujui oleh DPR dan dijadikan UU,
saat itulah biasanya Perpu dipandang memiliki kedudukan sejajar/setingkat dengan
UU. Hal ini disebabkan karena Perpu itu telah disetujui oleh DPR, walaupun
sebenarnya secara hierarki perundang-undangan, fungsi, maupun materi, keduanya
memiliki kedudukan yang sama meski Perpu belum disetujui oleh DPR.
b. Sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 12 dan 22 mengenai makna “keadaan
berbahaya” dan “kegentingan yang memaksa”, menjadi syarat penetapan keadaan
berbahaya dan kegentingan yang memaksa tersebut sehingga kemudian Presiden
diperbolehkan menerrbitkan PERPU. Buatlah Analisa keadaan berbahaya” dan
“kegentingan memaksa” yang menjadi sebab lahirnya Perpu No.1 Tahun 2015
tentang KPK pada tahun 2015?
Dikeluarkannya Perppu Nomor 1 Tahun 2015 ini dikarenakan pada saat itu 3 (tiga)
orang Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi diberhentikan sementara terkait
dengan tersangka tindak pidana, yang mengakibatkan Pimpinan Komisi
Pemberantasan Korupsi hanya tersisa 2 (dua) orang. Dalam konsideran menimbang
Perppu Nomor 1 Tahun 2015 ini dinyatakan:
1) Bahwa terjadinya kekosongan keanggotaan Pimpinan Komisi Pemberantasan
Korupsi telah menggangu kinerja Komisi Pem- berantasan Korupsi;
2) Bahwa menjaga kesinambungan upaya pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana korupsi perlu pengaturan mengenai pengisian keanggotaan sementara
Pimpinan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
3) Bahwa ketentuan mengenai pengisian keanggotaan sementara Pimpinan Korupsi
belum diatur dalam Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jadi, sebab dilahirkannya Perpu no.1 tahun 2015 Tentang KPK dalam “kegentingan
yang memaksa” yaitu Karena orang Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi
diberhentikan sementara terkait dengan status sebagai mengakibatkan KPK lumpuh
dan tidak dapat menjalankan tugasnya.
c. Dalam UUD NRI 1945 Pasal 12 dan 22 diatur mengenai pelaksanaan HTN Darurat,
buatlah analisa mengenai makna “keadaan berbahaya” dan “kegentingan yang
memaksa” dan kaitkan dengan keadaan Pandemi yang saat ini sedang terjadi apakah
sudah mencukupi syarat sehingga dapat diberlakukan HTN darurat?
Dalam UUD NRI 1945 Pasal 12 dan 22 diatur mengenai pelaksanaan HTN Darurat,
mengenai makna “keadaan berbahaya” dan “kegentingan yang memaksa” yang
berkaitkan dengan keadaan Pandemi yang saat ini sedang terjadi sudah sangat
mencukupi syarat sehingga dapat diberlakukan HTN darurat. Karena, manusia
tengah menghadapi suatu krisis global yang mungkin menjadi salah satu krisis
terbesar dalam kehidupan manusia. Kondisi ini menuntut setiap elemen masyarakat,
pemerintah, dan elit politik untuk bersinergi dalam mengatasi kompleksitas
implikasi yang ditimbulkan dari mulai kesehatan, ekonomi, sosial politik, sampai
budaya. Per tanggal 17 Juni 2020, tercatat 41.431 kasus positif di Indonesia.
Pandemi ini menghantam perekonomian Indonesia dengan pertumbuhan ekonomi
tahun ini yang diperkirakan stagnan atau 0% menurut World Bank. Persebaran
pandemi Covid-19 yang semakin meluas menyebabkan krisis kesehatan nasional
bahkan global. Dan Pemerintah Indonesia telah menyatakan status kedaruratan
kesehatan pada tanggal 31 Maret 2020 melalui Keputusan Presiden Nomor 11
Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19.
3. Karl Loewenstein membagi konstitusi dalam 3 (tiga) penilaian yaitu nilai normatif,
nilai nominal dan nilai semantik. Hal tersebut dikarenakan sebuah negara tidak
dapat melaksanakan keseluruhan ketentuan yang diatur dalam konstitusi.
Berdasarkan pernyataan tersebut buatlah analisa nilai yang terkandung dalam Pasal
berikut dan berikan argumen serta fenomenanya.
Buatlah analisa nilai konstitusi yang terkandung dalam Pasal-pasal berikut:
a. Pasal 28b ayat 2 yang berbunyi “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,
tumbuh dan berkembang berhak perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”
Pasal 28B ayat (2) UUD 1945 berbunyi, setiap anak berhak atas kelangsungan
hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan
dan dikriminasi. Anak merupakan termasuk subyek dan warna negara yang
berhak atas perlindungan hak konstitusionalnya, termasuk menjamin peraturan
perundang- undangan seperti Undang-undang yang pro hak anak atau produk
yuridis yang mengayomi dan menjembatani kebutuhan perkembangan fisik dan
psikologis anak. Pembahasan mengenai anak tersebut sangat penting, karena
anak merupakan potensi nasib manusia hari mendatang, dialah yang ikut
berperan menentukan cermin sikap hidup bangsa pada masa mendatang. Setiap
anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi Karena para tokoh pendidikan dan
para ahli sudah memperhatikan perkembangan kejiwaan anak, karena anak
adalah anak, anak tidak sama dengan orang dewasa. Anak memiliki system
penilaian kanak- kanak yang menampilkan martabat anak sendiri dan criteria
norma tersendiri, sebab sejak lahir anak sudah menampakan ciri-ciri dan tingkah
laku karakteristik yang mandiri, memiliki kepribadian yang khas dan unik
Pengertian anak dimata hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang
yang belum dewasa (minderjarig/person under age), orang yang dibawah umur
(minderjarigheid/infertority) atau kerap juga disebut sebagai anak yang di bawah
pengawasan wali (minderjarige ondervoordij). Bertitik tolak kepada aspek
tersebut diatas ternyata hukum positif Indonesia (ius constitum/ius operatum)
tidak mengatur adanya unifikasi hukum yang baku dan berlaku universal untuk
menentukan kriteria batasan umur bagi seorang anak. Penetapan batas umur
dengan mempertimbangkan bahwa anak secara relatif sudah memiliki
kecerdasan emosional, mental, dan intelektual yang stabil serta sesuai dengan
psikologi anak dan budaya bangsa Indonesia, sehingga dapat bertanggung jawab
secara hukum karena telah mengetahui hak dan kewajibannya. Oleh karena itu,
Mahkamah berpendapat, batas umur minimal 12 tahun lebih menjamin hak anak
untuk tumbuh berkembang dan mendapatkan perlindungan sebagaimana dijamin
dalam Pasal 28B ayat (2) UUD 1945.
b. Pasal 31 ayat 2 yang berbunyi “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan
dasar dan pemerintah wajib membiayainya”
Dalam pasal 31 UUD 1945 amandemen mengatakan: “(1) Setiap warga negara
berhak mendapat pendidikan, (2) Setiap warga negara wajib mengikuti
pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. Berdasarkan pasal 31
ini, negara memiliki dua kewajiban yaitu: menyelenggarakan pendidikan bagi
setiap warga negara, dan membiayai pendidikan bagi warga negara.
Menyelenggarakan pendidikan harus menyediakan sekolah, pendidik, sarana
prasarana, kegiatan belajar tersebut bisa berjalan. Membiayai pendidikan artinya
negara harus menyediakan dana/anggaran agar kegiatan belajar-mengajar yang
melibatkan pendidik, sekolah, sarana dan prasana bisa teralisir.
Menyelenggarakan pendidikan merupakan salah satu pelayanan negara kepada
wargannya (public service obligation), yang bertujuan untuk mencerdaskan
mereka. Karena pendidikan merupakan hak asasi, maka tidak diperbolehkan
adanya pembatasan kepada setiap warga negara untuk mendapatkannya. Tidak
ada diskriminasi apakah warga itu tinggal di kota atau di pedalaman, apakah
mereka orang miskin atau mampu, negara menyediakan layanan pendidikan ini.
Pendidikan merupakan hal penting yang harus diperhatikan negara. Pendidikan
merupakan cara formal yang dilakukan negara untuk mencerdaskan warga,
sehingga akan dihasilkan sumber daya manusia yang memiliki daya saing. Dari
proses pendidikan akan lahir para intelektual, politisi, ilmuwan, negarawan, guru
dan profesi lainnya. Oleh sebab itu, warga harus diberikan akses bisa
mendapatkan pendidikan gratis hingga perguruan tinggi. Jika dengan kuliah di
perguruan tinggi dihasilkan kader yang berkualitas untuk kemajuan negaranya.
Menjadi kewajiban negara untuk mengalokasikan anggaran guna bisa
terselenggaranya amanah tersebut dengan baik. Negara dapat membiayainya dari
dana yang diperoleh dari sumber daya alam yang dimiliki oleh negeri ini.
Dengan sumber daya alam yang ada, baik itu yang berada di daratan seperti
tambang, maupun sumber daya laut, yang ikannya melimpah, hingga dicuri
negara lain, lebih dari cukup untuk membiayai pendidikan dengan gratis. ika
semua sumber daya alam tersebut dikelola dan miliki oleh negara sendiri.
Karena itu mendidik warganya menjadi cerdas, menguasai pengetahuan dan
teknologi merupakan investasi. Sehingga nagara memiliki sumber daya manusia
berkualitas untuk mengeksplorasi sumber daya alam yang ada. Tidak perlu lagi
mengundang negara asing untuk mengeksplorasi sumber daya alam yang ada.
c. Pasal 7 "presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan
sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama,hanya untuk satu kali
masa jabatan"
Norma konstitusi yang ada di dalam Pasal 7 UUD 1945 tersebut sudah jelas
secara tata bahasa. Dari pasal 7 UUD 1945 itu, yang intinya adalah pembatasan
masa jabatan, dapat dibagi norma hukumnya sebagai berikut:
a. Subjek yang dibatasi adalah, “Presiden dan Wakil Presiden”.
b. Batasan waktu masa jabatan satu periode adalah, “lima tahun”.
c. Batasan dipilih kembali, “untuk jabatan yang sama, hanya untuk satu kali
masa jabatan”.
Perumusan demikian karenanya sudah terlalu jelas, crystal clear, yaitu untuk
jabatan yang sama, maka masa jabatan lima tahun bagi Presiden dan Wakil
Presiden, dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali lagi. Tegasnya,
seseorang menjadi presiden maksimal 10 tahun, dan wakil presiden 10 tahun.
4. Pengaturan pewarganegaraan sendiri di dunia menganut 2 asas yakni Asas Ius Soli
dan Asas Ius Sanguinis yang mana pemilihan asas diserahkan sepenuhnya oleh
negara masing-masing. Hal inilah yang kemudian menimbulkan permasalahan
dalam pengaturan pewarganegaraan, seseorang dapat menjadi Apatride atau
Bipatride manakala dalam asas tersebut masing-masing negara sama-sama
mengakui atau sama-sama menolak. Dalam Pasal 26 ayat 1 UUD 1945 ditentukan
siapa saja yang menjadi WNI, yaitu orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-
orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.
Permasalahan muncul berkaitan dengan warga negara Indonesia yang memiliki
keturunan China, di Negara China pengaturan pewarganegaraan menganut asas ius
sanguinis sedangkan di Indonesia menganut asas ius soli
a. Berdasarkan fenomena di atas buatlah analisa status pewarganegaraan seseorang
yang memiliki keturunan China dan dilahirkan di Indonesia!
Seseorang dengan keturunan china dan lair di Indonesia, status
kewarganegaraannya Warga negara Indonesia (WNI) Karena ia lahir di
Indonesia yang menganut ius Soli (asas yang menentukan kewarganegaraan
seseorang berdasarkan negara tempat kelahiran) dan jika menetap di Indonesia
maka otomatis orang tersebut adalah WNI, Namun jika seseorang keturunan
china yang menganut ius sanguinis (asas menentukan kewarganegaraan
seseorang berdasarkan keturunan) maka seseorang tersebut menjadi Apatride
(kewarganegaraan Ganda) jika superti itu maka saat ia sudah umur 18 tahun, ia
harus memilih salah satu Kewarganegaraannya ,yaitu menjadi WNI atau WNA.
b. Berdasarkan fenomena di atas dan merujuk Pasal 26 ayat 1 UUD 1945, apakah
warga negara China dapat menjadi warga negara Indonesia? Jika iya,
bagaimanakah caranya!
Yang menjadi warganegara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-
orang bangsa lain yang disahkan dengan Undang-undang ayat (2) menyatakan
“syarat-syarat mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan ini memberikan
penegasan bahwa untuk orang-orang bangsa Indonesia asli secara otomatis
merupakan warganegara, sedangkan bagi orang bangsa lain untuk menjadi
warga negara Indonesia harus disahkan terlebih dahulu dengan undang-undang.
asal 26 ayat (I) UUD 1945 Icmang hal bahwa orang -orang bangsa lain umuk
memperoleh kewarganegaraan Indonesia harus disahkan dengan UU adalah
slIaW hal yang su iil dilaksanakan pada saat ini, karena tugas anggota legislatif
yang berat dengan jumlah anggota yang terbatas. serta tidak sedikitnya jumlah
orang yang ingin memperoleh kewarganegaraan Indonesia. Namun Dalam
Undang-Undang, persoalan Kewarganegaraan Indonesia diatur dalam UU nomor
12 tahun 2006 dan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 2 tahun 2007.
c. Maraknya media sosial berbasis digital ikut meningkatkan maraknya perkawinan
beda negara, bagaimana status pewarganegaraan seorang anak yang dilahirkan
dari Ibu WNI dan seorang Ayah berstatus warga negara Amerika, buatlah
analisa!
Menurut Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, hukum
Indonesia memungkinkan adanya kewarganegaraan ganda mengikuti asas-asas
kewarganegaraan umum atau universal sebagai berikut: keturunan, bukan
berdasarkan negara tempat kelahiran:
1) Asas ius soli (law of the soil): Kewarganegaraan seseorang berdasarkan
negara diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam Undang-Undang;
a) Asas kewarganegaraan tunggal: Menentukan satu kewarganegaraan bagi
setiap orang;
b) Asas kewarganegaraan ganda: Menentukan kewarganegaraan ganda bagi
anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang.
Dengan merujuk kepada Pasal 6 ayat (1) Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf
l UU No. 12 tahun 2006 yang mengatur sebagai berikut:
Pasal 6 ayat (1) UU No. 12 tahun 2006, “Dalam hal status Kewarganegaraan
Republik Indonesia terhadap anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c,
huruf d, huruf h, huruf 1, dan Pasal 5 berakibat anak berkewarganegaraan
ganda”
Ada 4 keadaan memungkinkan seseorang berkewarganegaraan ganda yaitu:
1) Anak yang lahir dari perkawinan sah dari ayah WNI dan ibu WNA;
2) Anak yang lahir dari perkawinan sah dari ayah WNA dan ibu WNI;
3) Anak yang lahir di luar perkawinan sah ibu WNA yang diakui ayah WNI;
4) anak yang lahir di luar wilayah Republik Indonesia dari ayah ibu WNI yang
karena ketentuan dari negara tersebut anak tersebut dilahirkan memberikan
kewarganegaraan kepada anak tersebut.
Maka anak Dari ibu WNI dengan ayah yang berstatus WNA maka anak tersebut
adalah bipartisan atau berkewarganegaraan Ganda dan sampai panda batas umur
yang telah ditentukan yaitu 18 tahun anak tersebut harus memilih salah satu Dali
kewarganegaraannya.

Anda mungkin juga menyukai