Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH PERAN LEMBAGA LEGISLATIF DAN LEMBAGA

EKSEKUTIF DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-


UNDANGAN

Disusun Oleh :
VANIA GRACHELLA BAHO
D10120569

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU 2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT dan segala puji syukur hanya bagi-Nya
Tuhan semesta alam yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya dalam
penyusunan makalah Pendidikan Agama Islam ini.
Maksud penyusunan makalah ini adalah sebagai syarat memenuhi tugas.
Makalah ini juga menguraikan beberapa materi mengenai
Tentunya ada hal-hal yang ingin kami berikan kepada para mahasiswa dari
hasil makalah ini. Karena itu kami berharap semoga makalah ini dapat menjadi
sesuatu yang berguna bagi kita bersama, bermanfaat bagi penulis khususnya, dan
bagi para pembaca pada umumnya.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun guna sempurnanya makalah ini.

Palu, 22 Oktober 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................i

DAFTAR ISI....................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................2
C. Tujuan...............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep IPTEKS dalam Islam...........................................................


B. Intergrasi iman, ilmu dan amal..........................................................
C. Keutamaan orang berilmu.................................................................
D. Tanggung jawab ilmuan terhadap alam...........................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan...........................................................................20
B...................................................................................................Saran 20

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Perkembangan sistem pemerintahan merupakan hal yang
diinginkan oleh suatu negara agar dapat mencerminkan ideologi yang
tidak lepas dari konsep kekuasaan negara. Jika ditinjau dari konsep Tias
Politica Montesquieu membagi kekuasaan negara dalam tiga cabang,
yaitu: (i) kekuasaan legislatif sebagai pembuat undang-undang (the
legislative function); (ii) kekuasaan eksekutif yang melaksanakan (the
executive or administrative); dan (iii) kekuasaan untuk menghakimi atau
yudikatif (the judicial function). Artinya, dalam prinsip satu sama lain
(kekuasaan) terpisah (Jimly, 2015).
Dalam hal pembentukan undang-undang (legislasi) terdapat
perubahan terhadap lembaga negara yang memiliki kewenangan untuk
melaksanakan fungi legislatif. Dimana perubahan tersebut mengakibatkan
perubahan yang dulunya bercorak Executive Heavy menjadi Legislatif
Heavy. Dapat dilihat dalam Pasal 5 ayat (1) UUD 1945: “Presiden
memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat” yang kini diubahnya dalam Pasal 5 ayat (1)
UUD NRI Tahun 1945:“Presiden berhak mengajukan rancangan undang-
undang kepada Dewan Pewakilan Rakyat” dan juga dapat dikaitkan dalam
Pasal 20 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945: “Dewan Perwkailan Rakyat
memegang kekuasaan membentuk undang-undang”
Pergeseran kekuasaan legislasi tersebut menunjukkan adanya
pemisahan kekuasaan negara secara horizontal menjadi cabang kekuasaan
legislatif dipegang oleh DPR sedangkan kekuasaan eksekutif dipegang
oleh Presiden. Pemisahan kekuasaan negara dengan menganut prinsip
check and balances menandakan adanya keseimbangan peran DPR sebagai
lembaga legislatif dan Presiden pemegang kekuasaan eksekutif, sebagai
lembaga negara dalam menyelenggarakan negara dan pemerintahan
(Anonimus, 2019).
Berdasarkan UUD NRI Tahun 1945 Presiden masih diikut sertakan
dalam mekanisme pembentukan undang-undang. Pertama, dalam Pasal 5
ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 memberikan wewenang kepada presiden
untuk mengajukan undang-undang kepada DPR. Kedua, dalam Pasal 20
ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 Presiden ikut serta dalam membahas
rancangan undang-undang untuk mendapatkan persetujuan bersama.
Ketiga, dalam Pasal 20 ayat (4) NRI Tahun 1945 rancangan undang-
undang yang telah disepakati bersama akan disahkan Presiden untuk
menjadi undang-undang.
Pasal 4 ayat (1) NRI Tahun 1945 ini juga mencirikan bahwa
Indonesia menganut sistem presidensiil. Sebenarnya untuk menguatkan
sistem pemerintahan presidensiil, perlu adanya hak veto bagi presiden
untuk menyusun undang-undang. Persoalan yang muncul secara yuridis
pasal 20 UUD NRI Tahun 1945, baik secara sadar atau tidak, pada pasal
yang terdiri lima ayat tersebut. Apakah memberikan hak veto?
Indonesia hak veto diartikan sebagai hak untuk menyatakan
menolak atau tidak setuju terhadap suatu Rancangan Undang-Undang
(RUU) atau terhadap materi suatu RUU (La Ode, 2015). Melihat pendapat
terkait hak veto menurut pengamat hukum tata negara Universitas
Indonesia Refly Harun mengatakan “Pemerintah memiliki hak yang cukup
istimewa. Dalam Pasal 20 Ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 menyebut
setiap rancangan undang-undang yang dibahas oleh DPR dan presiden
harus mendapat persetujuan bersama” (Elly, 2014).
Demikian pula ditegaskan oleh Jimmly Asshiddiqie mengatakan
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Pasal 20 ayat (2) memang tidak tercantum secara eksplisit kata-kata Hak
Veto. Namun pasal yang berbunyi “Setiap rancangan undang-undang
dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat
persetujuan bersama” mengandung makna implisit, Presiden memiliki hak
veto. ”Memang ngga ada istilah veto tapi itu bisa dibilang veto”.
Patrialis Akbar menyatakan bahwa dalam Pasal 20 ayat (2) tersebut
DPR maupun Presiden memiliki hak veto, yakni dalam bentuk menolak
melakukan pembahasan dan persetujuan Rancangan Undang-Undang di
DPR selalu diwakili oleh para pembantunya atau kementrian/lembaga
yang ditunjuk. Perintah Presiden bisa juga berupa penolakan untuk
membahas suatu RUU (Sulardi, 2012).
Pendapat lain juga menyebutkan bahwa veto yang ada pada
presiden hanya satu bulan, seperti yang dimuat dalam pasal 20 ayat (5)
UUD NRI Tahun 1945.6 Jika menarik sejarah terdapat beberapa undang-
undang yang nyata-nyata tetap di undangkan meski tanpa persetujuan
presiden dan undang-undang tersebut masih tetap berlaku di Indonesia,
diantaranya adalah :
1. UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran
Telah terjadi resistensi yang cukup keras yang dilakukan oleh sebagian
besar masyarakat penyiaran.
2. UU No. 25 Tahun 2002 tentang Kepulauan Riau Telah terjadi pro-
kontra antar masyarakat Riau sendiri.
3. UU No. 18 Tahun 2003 tentang Profesi Advokat
Telah terjadi perdebatan yang sangat pelik di mana sarjana syariah
dibolehkan menjadi Advokat.
4. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
Telah terjadi benturan kepentingan antar interen lembaga pemerintah,
seperti Bapenas dengan Departemen Keuangan
5. Rancangan Undang-Undang Pilkada (UU No 22/2014 tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota)
Rancangan Undang-Undang a quo yang telah disetujui dalam rapat
paripurna DPR. Meski presiden menolak menandatangani dan
mengesahkannya, produk legislasi tersebut akan tetap berlaku.
Akhirnya, disetujui pada 26 September 2014 dan disahkan pada awal
Oktober 2014. Pada saat bersamaan, Presiden membuat peraturan
pemerintah pengganti undangundang (perppu) untuk mencabut UU
itu. Lagi-lagi meski demikian, nasib perppu tersebut bergantung
pada persetujuan DPR. Jika DPR tidak menyetujuinya, maka perppu
itu pun harus dicabut, sesuai Pasal 22 ayat (2) dan (3) UUD NRI
Tahun 1945
6. Kasus lain sebagai presenden buruk, yaitu saat pembahasan RUU
Perdagangan Bebas Free Trade Zona (FTZ) Batam. Presiden
Megawati Soekarnoputri saat itu tidak berkenan dengan rumusan
sejumlah pasal dalam RUU inisiatif DPR tersebut. Buntutnya,
Menkumham Yusril Ihza Mahendra dan sejumlah menteri menarik
diri dari pembahasan dengan DPR. "Kalau DPR setuju, tapi presiden
tidak, RUU tersebut tidak bisa disahkan menjadi UU," kata Yusril
ketika itu. (republica.com_Rabu, 15 October 2014, 14:00 WIB).
7. Hak veto presiden pernah di gunakan pada zaman Presiden Sukarno
dan Soeharto dan itu berjalan efektif. Contohnya, dekrit presiden 5
juli, undangundang penyiaran, undang-undang keadaan bahaya,
kedua UU tersebut ditolak oleh presiden dan terbukti tidak
dilaksanakan.
B. Rumusan masalah
Bagaimana Peran Lembaga Legislatif Dan Lembaga Eksekutif Dalam
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
C. Tujuan
Untuk Mengetahui Peran Lembaga Legislatif Dan Lembaga Eksekutif
Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Badan Eksekutif
Menurut, Budiarjo dan Miriam, 2013 Kekuasaan eksekutif biasanya
dipegang oleh badan eksekutif. Di negara-negara demokratis badan eksekutif
biasanya terdiri atas kepala Negara seperti raja atau presiden, beserta menteri-
menterinya. Badan eksekutif dalam arti yang luas juga mencakup para
pegawai negeri sipil dan militer.
Tugas badan eksekutif, menurut tafsiran tradisional asas Trias
Politika, hanya melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah
ditetapkan oleh badan legislatif serta menyelenggarakan undang-undang yang
dibuat oleh badan legislatif. Kadang malahan dikatakan bahwa dalam negara
modern badan eksekutif sudah mengganti badan legislatif sebagai pembuat
kebijaksanaan yang utama.
Perkembangan ini terdorong oleh banyak faktor, seperti
perkembangan teknologi, proses modernisasi yang sudah berjalan jauh,
semakin terjalinnya hubungan politik dan ekonomi antarnegara, krisis
ekonomi, dan revolusi sosial. Dalam menjalankan tugasnya, badan eksekutif
ditunjang oleh tenaga kerja yang terampil dan ahli seta tersedianya
bermacam-macam fasilitas serta alat-alat di msing-masing kementerian.
Sebaliknya keahlian seta fasilitas yang tersedia bagi badan legislatif jauh
lebih terbatas.
Hal ini tidak berarti bahwa peranan badan legislatif tidak ada artinya.
Di dalam negara demokratis badan legislatif tetap penting untuk menjaga
jangan sampai badan eksekutif keluar dari garis-garis yang telah ditentukan
oleh badan legislatif, dan tetap merupakan penghalang atas kecenderungan
yang terdapat pada hampir setiap badan eksekutif untuk memperluas ruang
lingkup wewenagnya.
1. Wewenang Badan Eksekutif
Kekuasaan badan eksekutif mencakup beberapa bidang :
a. Administrasi, yakni kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang,
dan menyelenggarakan administrasi negara.
b. Legislatif, yaitu membuat rancangan undang-undang dan
membimbingnya dalam badan perwakilan rakyat sampai menjadi
undang-undang.
c. Keamanan, artinya kekuasaan untuk mengatur polisi dan angkatan
bersenjata, menyelenggarakan perang, pertahanan negara serta
keamanan dalam negeri.
d. Yudikatif, memberi grasi, amnesti, dan sebagainya.
e. Diplomatik, yaitu kekuasaan untuk menyelenggarakan hubungan
diplomatik dengan negara-negara lain.
2. Beberapa Macam Badan Eksekutif
Dua macam badan eksekutif yaitu menurut sistem parlementer dan
menurut sistem presidensial. Sekalipun demikian, dalam mengadakan
pengelompokkan ini hendaknya diingat bahwa dalam setiap kelompok
terdapat beberapa variasi.
 Sistem Parlementer dengan Parliamentary Executive
Dalam sistem ini badan eksekutif dan badan legislatif bergantung
satu sama lain. Kabinet, sebagai bagian dari badan eksekutif yang
“bertanggung jawab”, diharap mencerminkan kekuatan-kekuatan
politik dalam badan legislatif yang mendukungnya, dan mati hidupnya
kabinet bergantung pada dukungan dalam badan legislatif
(asastanggung jawab menteri). Kabinet semacam ini dinamakan
kabinet parlementer. Sifat serta bobot “ketergantungan” ini berbeda
dari satu negara dengan negara lain, akan tetapi umumnya dicoba
untuk mencapai semacam keseimbangan antara badan eksekutif dan
badan legislatif.
Dalam hal terjadinya suatu krisis kabinet karena kabinet tidak lagi
memperoleh dukungan dari mayoritas badan legislatif, kadang-kadang
dialami kesukaran untuk membentuk suatu kabinet baru, oleh karena
pandangan masing-masing partai tidak dapat dipertemukan. Dalam
keadaan semacam ini terpaksa dibentuk suatu kabinet ekstra-
parlementer, yaitu suatu kabinet yang dibentuk oleh formatur kabinet
tanpa terikat pada konstelasi kekuatan politik dalam badan legislatif.
Menurut sejarah ketatanegaraan belanda, terdapat beberapa macam
kabinet ekstra palementer:
a. Zaken Kabinet¸ yaitu suatu kabinet yang mengikat diri untuk
menye- lenggarakan suatu program yang terbatas.
b. Kabinet Nasional (Nationaal Kabinet), yaitu suatu kabinet yang
menteri-menterinya diambil dari berbagai golongan masyarakat.
Kebinet semacam ini biasanya dibentuk dalam kedaan krisis,
dimana komposisi kabinet diharap mencerminkan persatuan
nasional.
Disamping itu perlu disebut suatu bentuk sistem parlementer
khusus, yang memberi peluang kepada badan eksekutif untuk
memainkan peranan yang lebih dominan dan karena itu disebut
pemerintah kabinet (cabinet government). Sistem ini terdapat di
Inggris, Australia, dan India. Di sini hubungan antara badan eksekutif
dan badan legislatif begitu terjalin sehingga boleh dinamakan
suatupartnership. Di dalam partnership ini kabinet memainkan
peranan yang cukup dominan. Sistem ini sering disebut
sebagai Westminster model.
Di bawah ini beberapa contoh negara yang menerapkan sistem
parlementer:
a. Republik Prancis IV (1946-1958)
Oleh karena di prancis tidak terdapat satu partai yang cukup
besar untuk membentuk kabinet atas kekuatan sendiri, amka
kabinet di prancis hampir semuanya berdasarkan koalisi. Badan
eksekutif terdiri dari seorang presiden yang sedikit sekali
kekuasaanya serta menteri-menteri yang dipimpin oleh seorang
perdana menteri.
Dalam masa republik prancis IV krisis kabinet tetap tidak
dapat dihindarkan;bukan karena banyaknya mosi, tapi karena salah
satu dari beberapa partai yang tadinya mendukung kabinet koalisi
menghentikan dukungannya dan menarik kembali menterinya. Hal
ini menyebabkan jatuhnya kabinet dan terjadinya krisis kabinet.
b. Republik Prancis V
Presiden de Gaulle pada tahun 1958 berhasil memprakarsai
suatu undang-undang dasar baru yang memperkuat kedudukan
badan eksekutif, baik presidn maupun kabinetnya. Dengan
demikian sistem ini lebih menjurus ke sistem presidensisl.
Kedudukan presiden diperkuat karena ia tidak lagi dipilih oleh
anggota badan legislatif, seperti daam Republik Prancis IV, tetapi
oleh suatu majelis pemilihan yang terdiri atas 80.000 orang; dan
mulai tahun 1962 masa jabatan presiden menjadi tujuh tahun. Juga
kekuasaan untuk bertindak dalam masa darurat diperkuat, di mana
presiden boleh mengambil tindakan apa saja yang dianggap perlu
untuk mengatasi krisis itu. Akan tetapi badan legislatif tidak boleh
dibubarkan dan harus bersidang, dalam masa darurat sekalipun.
Jika timbul pertentangan antara kabinet dan badan legislatif,
presiden boleh membubarkan badan legislatif.
c. Inggris
Badan eksekutif terdiri atas raja sebagai bagian dari badan
eksekutif yang tak dapat diganggu gugat, serta ± 20 menteri yang
bekerja atas asas tanggung jawab menteri (ministerial
responsibility). Kekuasaan raja bersifat simbolis, sedangakan
kekuasaan sesungguhnya adalah di tangan perdana menteri yang
memimpin para menteri.
Wewenang perdana menteri ini dapat dipakai misalnya
dalam keadaan dimana kabinet dikenakan mosi tak percaya dan
harus meletakkan jabatan. Selain itu di Inggris ada beberapa faktor
yang menguntungkan bagi perdana menteri. Ada dua partai politik
yang dominan, yaitu partai konservatif dan partai buruh, sehingga
partai uang menang dalam pemilihan umum dapat mengharapkan
dukungan mayoritas dalam parlemen, sedangkan partai oposisi
hanya ada satu yang menonjol.
Maka dari itu kadang-kadang kabinet Inggris diumpamakan
dengan satu “panitia parlementer”. Faktor lain yang
menguntungkan kepemimpinan perdana menteri Inggris ialah
adanya disiplin yang ketat dalam partai, sehingga sukar bagi
seorang anggota partai untuk terlalu banyak menyimpang dari garis
politik yang telah ditentukan oleh pimpinan partainya.
Hal-hal tersebut di atas telah mengakibatkan sangat
menonjolnya kepemimpinan yang diselenggarakan oleh kabinet
sehingga sistem di Inggris disebut Pemerintahan kabinet (Cabinet
Government). Nyatatalah bahwa perdana menteri Inggris
mempunyai kekuasaan yang cukup besar, berdasarkan wewenang
untuk
1) memimpin kabinet,
2) membimbing majelis rendah,
3) menjadi penghubung dengan raja,
4) memimpin partai mayoritas.
d. India
Badan eksekutif terdiri atas seorang presiden sebagai
kepala negara dan menteri-menteri yang dipimpin oleh seorang
perdana menteri. Sistem parlementer gaya cabinet
gonvernment dapat berjalan agak lancar semasa hiduonya Perdana
Menteri Nehru dan selama partai kongres dapat menguasai
kehidupan politik.
 Sistem Presidensial dengan Fixed Executive atau Non
Parliamentary Executive
Dalam sistem ini kelangsungan hidup badan eksekutif tidak
tergantung pada badan legislatif, dan badan eksekutif mempunyai
masa jabatan tertentu. Dengan demikian pilihan presiden dapat
didasarkan atas keahlian serta faktor-faktor lain yang dianggap
penting. Sistem ini terdapat di Amerika Serikat, Pakistan dalam masa
Demokrasi Dasar (1958-1969), dan Indonesia di bawah UUD 1945. di
bawah ini beberapa contoh negara yang menerapkan sistem
presidensial:
a. Amerika Serikat
Badan eksekutif terdiri atas presiden beserta menteri-
menterinya yang merupakan pembantunya. Presiden
dinamakan Chief Executive. Secara formal, sesuai dengan
asas trias politika klasik, presiden sama sekali terpisah dari badan
legislatif dan tidak boleh mempengaruhi organisasi dan
penyelenggaraan pekerjaan Congress. Dalam memilih menterinya,
presiden tidak terbatas pada partainya sendiri, akan tetapi dapat
memilih dari partai lain, atau sama sekali di luar partai.
b. Pakistan (dalam masa Demokrasi Dasar)
Menurut undang-undang dasar 1962 yang berlaku sampai
tahun 1969, badan eksekutif terdiri atas presiden yang beragama
islam beseta menteri-menterinya. Perdana menteri merupakan
pembantunya dan tidak boleh merangkap menjadi anggota badan
legislatif. Dewasa ini Pakistan telah kembali ke sistem parlementer.
3. Badan Eksekutif di Negara-Negara Komunis
Disamping badan eksekutif di negara-negara demokratis, perlu
juga kita bicarakan badan eklsekutif di negara-negara komunis. Di Uni
Soviet fungsi-fungsi eksekutif di bagi anatara dua badan, yaitu antara
pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat, yakni Presidium Soviet Tertinggi,
dan kabinet.
Kedudukan presidium soviet tertinggi boleh dikatakan unik, sebab
selain menyelenggarakan wewenang Soviet tertinggi tertentu, ia juga
merupakan kepala negara kolektif (collegium president). Wewenang
presidium mencakup bidang eksekutif seperti mengeluarkan dekrit-dekrit,
yang dalam sidang soviet tertinggi berikutnya disahkan.
Anggota kabinet berkisar 25 dan 50 orang. Secara formal para
menteri diangkat oleh Soviet tertinggi dan bertanggung jawab
kepadanya.dlam praktik kabinet lebih berkuasa, karena administrasi negara
mencakup dan menguasai hampir semua aspek kehidupan rakyat, terutama
di bidang ekonomi.
Kabinet juga mempunyai suatu presidium di mana duduk kira-kira
17 menteri ini. Sekalipun kekuasaan kabinet besar sekali, ia pada
hakekatnya hanya merupakan alat untuk melaksanakan keputusan-
keputusan yang di ambil dalam partai. Jabatan perdana menteri di anggap
di bawah kedudukan sekretaris partai.
Membahas badan eksekutif di China, situasinya hampir mirip
dengan di Uni Soviet. Kongres partai komunis China (Chinese Party
Congress), komite sentral partai komunis China (China Committee),
politbiro dan standing committe politbiro adalah organ partai tertinggi
yang berfungsi untuk membuat kebijakan-kebijakan penting.
Komite sentral partai komunis China (CC PKC), adalah organ yang
lebih kecil dibandingkan dengan Chinese Party Congress, tapi jumlahnya
masih terhitung besar untuk bisa berjalan efektif. Politbiro adalah
kelompok yang lebih kecil jumlahnya dan lebih berkuasa dibandingkan
dengan dua organ partai yang dijelaskan sebelumnya. Anggotanya berkisar
antara 25-35 orang.
Kekuasaan, pengaruh, dan wewenang yang terpenting di pegang
oleh standing committee of the politbiro yang anggotanya lebih kecil lagi
dibandiongkan dengan polibiro dan hanya berkisar 5-9 orang. Saat ini
sekjen PKC dipegang oleh Hu Jintao yang terpilih dalam kongres Partai
Nasional ke-16 tahun 2002.
Kekuasaan pemerintahan secara formal seperti yang tertuang dalam
konsititusi China terletak di kongres Rakyat nasional atau KRN (national
people congress) yang bertemu setiap tahun. Di masa lalu, NPC hanya
berfungsi sebagai stempel karet untuk mengesahkan saja semua keputusan
yang sudah dibuat oleh partai komunis China. Dalam teori, NPC memilih
dewan negara (state council) yang diketuai oleh perdana menteri. Perdana
menteri serinmg juga disebut sebagai ketua dewan negara (head of state
council).
4. Badan eksekutif di Indonesia
Dalam masa pra-demokrasi terpimpin, yaitu November 1945
sampai juni 1959, kita kenal badan eksekutif yang terdiri atas presidn yang
tak dapat diganggu gugat, dan menteri-menteri yang dipimpin oleh
seorang perdana menteri dan bekerja atas dasar asas tanggung jawab
menteri. Para menteri dapat dibagi dalam beberapa golongan, yaitu
menteri inti dan menteri negara, kadang-kadang juga terdapat menteri
muda terutama dalam masa sebelum Desember 1949.
Presiden memegang kekuasaan pemerintah selama lima tahun yang
hanya dibatasi oleh peraturan-peraturan dalam undang-undang dasar di
mana sesuatu hal diperlukan adanya suatu undang-undang. Presiden
memerlukan persetujuan dari DPR untuk membentuk undang-undang dan
untuk menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan
negara lain.
Keberhasilan Orde Baru dalam membangaun ekonomi, termasuk
keberhasilan swasembada beras pada pertengahan dekade 1980-an,
memberikan kedudukan dominan yang semakin kokoh bagi Presiden
Soeharto. Kedudukan dominan yang semakin bagi presiden Soeharto.
Kedudukan dominan tersebut menyebabkan tidak ada satu pun diantara
para elite politik nasional yang dapat dianggap sebagai calon pengganti
Presiden Soeharto. Tokoh-tokoh yang lain dianggap sebagai tokoh-tokoh
yang menjadi pengikut soeharto. Mereka bersaing antara mereka sendiri
untuk mendapat posisi terdekat dengan Soeharto. Tidak ada satu pun tokoh
Orde Baru yang mau bersaing dengan Soeharto.
Ternyata kesabaran memang ada batasnya. Kekuasaan yang
dominan menghasilkan penyelewengan politik yang meluas yang berujung
pada maraknya praktik-praktik KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme).
Perkembangan politik tersebut menyulut terjadinya protes besar-besaran
yang dilakukan oleh para mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia
dengan cara menduduki gedung MPR/DPR di senayan, Jakarta. Gerakan
mahasiswa ini mampu memaksa pengunduran diri soeharto. Desakan
rakyat tersebut membuat presiden soeharto mengambil keputusan untuk
mengundurkan diri sebagai presiden pada tanggal 20 mei 1998 yang
menandai berakhirnya periode Orde Baru dalam sejarah politik Indonesia.
Presiden di bawah UUD 1945 hasil amandemen adalah presiden di
dalam sistem presidensial yang demokratis. Ia tidak dapat diberhentikan
oleh DPR karena masalah-masalah politik; sebaliknya, presiden tidak
dapat membubarkan DPR.
B. BADAN LEGISLATIF
Badan legislatif atau legislature mencerminkan salah satu fungsi
badan itu, yaitu legislate, atau membuat undang-undang. Nama lain yang
sering dipakai ialah Assembly yang mengutamakan unsur “berkumpul”
(untuk membicarakan masalah-masalah publik). Nama lain lagi
adalah parliament, suatu istilah yang menekankan unsur “bicara”(parler) dan
merundingkan. Sebutan lain mengutamakan representasi atau keterwakilan
anggota-anggotanya dan dinamakan People’s Representative Bodyatau
Dewan Perwakilan Rakyat.
Menurut teori yang berlaku, rakyatlah yang berdaulat; rakya yang
berdaulau ini mempunyai suatu “kehendak” (yang oleh Rousseau
disebut volonte generale atau general will). Keputusan-keputusan yang
diambil oleh badan ini merupakan suara yang authentic dari general will itu.
Karena itu keputusan-keputusannya, baik yang bersifat kebijakan maupun
undang-undang, mengikat seluruh masyarakat.
Dengan berkembangnya gagasan bahwa kedaulatan ada di tangan
rakyat, maka badan legislatif menjadi badan yang berhak menyelenggarakan
kedaulatan itu dengan jalan menentukan kebijakan umum dan
menuangkannya dalam undang-undang. Dalam pada itu badan eksekutif
hanya merupakan penyelenggara dari kebijakan umum itu.
Badan legislatif di negara-negara demokrasi disusun sedemikian rupa
sehingga ia mewakili mayoritas dari rakyat dan pemerintah bertanggung
jawab kepadanya. Untuk meminjam perumusan C.F. Strong yang
menggabungkan tiga unsur dari suatu negara demokrasi, yaitu, representasi,
partisipasi, dan tanggung jawab politik atau dengan perkataan lain, negara
demokrasi didasari oleh sistem perwakilan demokratis yang menjamin
kedaulatan rakyat.
1. Masalah Perwakilan (Representasi)
Biasanya ada dua kategori yang dibedakan. Kategori pertama
adalah perwakilan politik (political representation) dan perwakilan
fungsional (functional representation). Kategori kedua menyangkut peran
anggota parlemen sebagai trustee, dan perannya sebagai pengemban
“mandat” Perwakilan (representation) adalah konsep bahwa seorang atau
suatu kelompok mempunyai kemampuan atau kewajiban untuk bicara dan
bertindak atas nama suatu kelompok yang lebih besar. Dewasa ini anggota
badan legislatif pada umunya mewakili rakyat melalui partai politik. Hal
ini dinamakan perwakilan yang bersifat politik (political representation).
Di samping itu ditemukan bahwa di beberapa negara asas
perwakilan politik diragukan kewajarannya dan perlu diganti atau
sekurang-kurangnya dilengkapi dengan asas perwakilan fungsional
(functional or occupational representation). Di Indonesia asas perwakilan
fungsional (Golongan Karya) juga telah dikanal, di samping asas
perwakilan politik. Pemilihan umum tahun 1971 di selenggarakan dengan
mengikutsertakan baik partai politik maupun golongan fungsional.
2. Sistem satu Majelis dan Sistem Dua Majelis
Ada negara yang memakai sistem satu majelis (yang biasa
dinamakan House of Representatives atau Lower House). Negara lain
memakai sistem dua majelis yaitu Upper Houseatau Senate. Atas dasar
apa negara memilih anatara dua sistem itu? Para pengajur sistem satu
majelis berpendapat bahwa satu kamar mencerminkan mayoritas dari
“kehendak rakyat” karena biasanya dipilih secara langsung oleh
masyarakat. Prinsip mayoritas inilah yang dianggap sesuai dengan konsep
demokrasi. Lagi pula prosedur pengambilan keputusan dapat berjalan
dengan relatif cepat.
 Mejelis Tinggi
Keanggotaan majelis ini ditentukan atas berbagai dasar:
a. Turun-temurun (Inggris)
b. Ditunjuk (Inggris, Kanada)
c. Dipilih (India, Amerika, Filipina).
Hal ini telah menimbulkan kecaman bahwa adanya majelis
tinggi tidak demokratis, karena tidak mencerminkan konstelasi
kekuasaan yang sebenarnya, padahal wewenangnya cukup besar.
Kecaman lain yang dilontarkan ialah bahwa adanya dua majelis akan
menghambat kelancaran pembahasan perundang-undangan, lagi pula
dapat menimbulkan persaingan antara dua majelis itu. Maka dari itu
sering terjadi bobot wewenang majelis rendah. Misalnya, yang
mempunyai wewenang untuk menjatuhkan kabinet hanya majelis
rendah-kecuali di Amerika Serikat di mana majelis tinggi (Senate)
mempunyai kekuasaan yang lebih besar daripada majelis rendah
(House of Representatives).
Dibawah ini dibentangkan beberapa contoh dari bi-kameralisme:
 Inggris: House of Lords. Jumlah anggota pada tahun 2007 adalah
847 orang. Wewenang: rancangan undang-undang dapat
ditangguhkan selama paling lama satu tahun, akan tetapi
rangcangan anggaran belanja tidak boleh ditolak.
 India: Rajya Sabha (Council of States). Jumlah anggotanya kira-
kira 250 orang dengan masa jabatan 6 tahun. Dibidang
perundangan wewenang hampir sama dengan majelis rendah (Lok
Sabha), kecuali dalam hal rancangan undang-undang keuangan
dimana kedudukannya hanya sebagai penasehat.
 Amerika Serikat: Senate. Jumlah anggota 100 (2 dari setiap negara
bagian) orang yang dipilih secara langsung dalam pemilihan umum
dengan masa jabatan enam tahun. Wewenang jauh lebih besar
daripada Majelis Rendah (House of Representatives).
 Filipina: Senate. Jumlah anggota 24 orang, dengan masa jabatan
enam tahun.
 Australia: Senate. Jumlha anggota pada tahun 1999 adalah 76
orang. Karena terbatasnya wewenang, kadang-kadang
disebut House of Review.
 Republik Indonesia Serikat: Senat. Jumlahn anggota kira-kira 32
orang sebagai wakil dari 16 daerah bagian. Jika rancangan undang-
undang telah diterima oleh badan lagislatif, tetapi ditolak oleh
senat, maka rancangan undang-undang dapat dibicarakan lagi
dalam badan legislatif.
 Majelis Rendah
Wewenang majelis rendah biasanya labih besar daripada
wewenang majelis tinggi, kecuali di Amerika Serikat. Wewenang ini
tercermin baik di bidang legislatif maupun di bidang pengawasan
(kontrol). Di negara-negara yang memakai sistem parlementer, seperti
Inggris, India, dan Australia, majelis ini dapat menjatuhkan kbinet.
Dalam sistem presidensial, seperti Amerika Serikat dan Filipina,
majelis rendah tidak mempunyai wewenang ini.
 Inggris: Lok Sabha. Jumlah anggota 530-552 orang, dengan masa
jabatan maksimal lima tahun. Lok sabha dapat menjatuhkan badan
eksekutif.
 Amerika Serikat: House of Representatives. Jumlah anggotanya
kira-kira 435 orang, dengan masa jabatan dua tahun.
 Filipina: National Assembly. Jumlah anggotanya kira-kira 104
orang, dengan masa jabatan empat tahun.
 Australia: House of Representatives. Jumlha anggotanya 150
orang, dengan masa jabatan tiga tahun.
3. Fungsi Badan Legislatif
Di antara fungsi badan legislatif yang paling pentinga adalah
1) Menentukan kebijakan (policy) dan membuat undang-undang.
2) Mengontrol badan eksekutif dalam arti menjaga agar semua tindakan
badan eksekutif sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah
ditetapkan (scrutiny, oversight).
 Fungsi legislasi
Menurut teori yang berlaku tugas utama legislatif terletak di
bidang perundang-undangan, sekalipun ia tidak mempunyai monopoli
di bidang itu. Untuk membahas rancangan undang-undang sering
dibentuk panitia-panitia yang berwenang untuk memanggil menteri
atau pejabat lainnya untuk dimintai keterangan seperlunya.
Akan tetapi dewasa ini telah menjadi gejala umum bahwa titik
berat di bidang legislatif telah banyak bergeser ke badan eksekutif.
Mayoritas undang-undang dirumuskan dan dipersiapkan oleh badan
eksekutif, sedangkan legislatif tinggal membahas dan
mengamendemennya. Selain itu rancangan undang-undang yangdibuat
atas inisiatif badan legislatif sedikit jumlhanya dan jarang menyangkut
kepentingan umum.
Akan tetapi pada umunya di bidanag keuangan, pengaruh
badan legislatif lebih besar darpaiad bidang legislasi umum.
Rancangan anggaran belanja diajukan ke badan legislatif oleh badan
eksekutif, akan tetapi badan legislatif mempunyai hak untuk
mengadakan amandemen, dan dalam hal ini menentukan anggaran
pemerintah dapat disetujui. jadi, badan legislatiflah yang pada akhirnya
menentukan beberapa dan dengan cara bagaimana uang rakyat
dipergunakan.
 Fungsi Kontrol
Badan legislatif berkewajiban untuk mengawasi aktivitas badan
ekekutif, agar sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkannya.
Pengawasan dilakukan melalui sidang panitia-panitia legislatif dan
melalui hak-hak kontrol yang khusus, seperti hak bertanya, interpelasi,
dan sebagainya.
a. Pertanyaan Parlementer:
Anggota badan legislatif berhak untuk mengajukan
pertanyaan kepada pemerintah mengenai sesuatu masalah. Oleh
karena segala kegiatannya banyak menarik perhatian media massa,
maka badan legislatif dengan mengajukan pertanyaan parlementer
dapat menarik perhatian umum terhadap sesuatu peristiwa dan
mengorek informasi mengenai kebijakan pemerintah.
b. Interpelasi:
Kebanyakan badan legislatif mempunyai hak interpelasi,
yaitu hak untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai
kenijakan di sesuatu bidang. Badan eksekutif wajib memberi
penjelasan dalam sidang pleno, yang mana dibahasa oleh anggota-
anggota dan diakhiri dengan pemungutan suara mengenai apakah
keterangan pemerintah memuaskan atau tidak. Jika hasil
pemungutan suara negatif, hal ini merupakan tanda peringatan bagi
pemerintah bahwa kebijaknnya diragukan. Dalam hal terjadi
perselisihan antara badan legislatif dan badan eksekutif, interpelasi
dapat dijadikan batu loncatan untuk diajukan mosi tidak percaya.
c. Angket (Enquete):
Hak angket adalah hak anggota badan legislatif untuk
mengadakan penyelidikan sendiri. Untuk keprluan ini dapat
dibentuk suatu panitia angket yang melaporkan hasil
penyelidikannya kepada anggota badan legislatif lainnya, yang
selanjutnya merumuskan pendapatnya mengenai soal ini dengan
harapan agar diperhatikan oleh pemerintah.
d. Mosi:
Umumnya dianggap bahwa hak mosi merupakan hak
kontrol yang paling ampuh. Jika badan legislatif menerima suatu
mosi tidak percaya, maka dalam sistem parlementer kabinet terus
mengundurkan diri dan terjadi suatu krisis kabinet.
 Fungsi Lainnya
Disamping fungsi legislatif dan kntrol, badan legislatif
mempunyai beberapa fungsi lain. Dengan meningkatnya peranan
badan eksekutif dan berkurangnya peranan badan legislatif di bidang
perundang-undangan, dewasa ini lebih ditonjolkan peranan
edukatifnya. Badan legislatif dianggap sebagai forum kerja sama
antara berbagai golongan serta partai dengan pemerintah, di mana
beraneka ragam pendapat dibicarakan di muka umum.
Suatu fungsi lain yang tak kalah pentingnya ialah sebagai
sarana rekrutmen politik. Ia merupakan training ground bagi generasi
muda untuk mendapat pengalaman di bidang politik sampai ke tingkat
nasional.
4. Badan Legislatif di Negara-Negara Otoriter
Peranan wewenang badan legislatif di negara-negara komunis
berlainan sekali dengan badan legislatif di negara-negara demokratis oleh
karena di dasari oleh ideologi komunis. Badan legislatif Uni Soviet, yaitu
Soviet Tertinggi, secara resmi sangat di tonjolkan peranannya sebagai
organ kekuasaan negara tertinggi, sebagai perwujudan dari “kemauan
rakyat tunggal”. Soviet Tertinggi tidak hanya mempunyai kekuasaan
legislatif, tetapi juga kekuasaan eksekutif dan yudikatif.
Dalam praktik badan legislatif komunis, baik Uni Soviet maupun
di negara-negara komunis lainnya yang mengikuti pola Uni Soviet, tidak
bertindak sebagai badan pembuat undang-undang atau sebagai badan
pengontrol terhadap pemerintah, akan tetapi merupakan sarana untuk
menjalin hubungan yang lancar antara masyarakat dengan aparatur negara,
sekaligus diharkan dapat meyakinkan masyarakat bahwa mereka
berpartisipasi dalam proses pemerintahan. Untuk badan eksekutif, diskusi
umum ini merupakan forum untuk mengumumkan dan menjelaskan
kebijakannya.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Tugas badan eksekutif, hanya melaksanakan kebijaksanaan-
kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh badan legislatif serta
menyelenggarakan undang-undang yang dibuat oleh badan legislatif.
Kadang malahan dikatakan bahwa dalam negara modern badan eksekutif
sudah mengganti badan legislatif sebagai pembuat kebijaksanaan yang
utama. Tugas utama legislatif terletak di bidang perundang-undangan,
sekalipun ia tidak mempunyai monopoli di bidang itu. Untuk membahas
rancangan undang-undang sering dibentuk panitia-panitia yang berwenang
untuk memanggil menteri atau pejabat lainnya untuk dimintai keterangan
seperlunya.

B. SARAN
Dalam menyelesaikan makalah ini tentunya masih banyak terdapat 
kekurangan, maka dari penulis mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun untuk kesempurnaan pembuatan makalah yang akan
datang.
Daftar Pustaka

Jimly Asshiddiqie. 2015. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta.


Rajawali Pers. Hal. 283

Anonimus. 2019. Pergeseran kekuasaan legislasi menurut perubahan undang-


undang dasar negara Republik Indonesia tahun 1945 : Analisis yuridis
normatif dan studi mengenai peran DPR RI dalam melaksanakan fungsi
legislasi, pada periode keanggotaan DPR RI tahun 1999-2004 dan periode
keanggotaan DPR RI tahun 2004-2009.

La Ode Muhammad Elwan. 2015. Penataan Ulang Sistem Legislasi:


“Efektifitas Hak Veto Presiden Dalam Sistem Pemerintahan di Indonesia
Berdasarkan UUD NRI Tahun 1945”. Universitas Halu Oleo Sulawesi
Tenggara Indonesia. Hal .4

Elly. 2014. Adakah hak veto presiden dalam sistem ketatanegaraan?.


http://www.indonesiamedia.com/adakah-hak-veto-presiden-dalam-sistem-
ketatanegaraan/

Sulardi. 2012. Menuju Sistem Pemerintahan Presidensiil Murni. Malang.


Setara Press. Hal. 107

Budiardjo, Miriam. 2013. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia


Pustaka Utama

Anda mungkin juga menyukai