Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH

“DEWAN PERWAKILAN RAKYAT (DPR) DAN DEWAN


PERWAKILAN DAERAH (DPD)”
DosenPembimbing: Afrizal M.Si

DisusunOleh :
KELOMPOK 3
1. NELLY ANRIYANIBR PINEM (12070522896)
2. NOR NAJMI (12070522504)
3. NOR HAPILAH (12070522779)
4. NOVIA ERIZA (12070522837)
5. NUR ATIKA (12070522843)
6. NUR INDAH SARI (12070522660)

ILMU ADMINISTRASI NEGARA


FAKULTAS ILMU EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan
pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “DEWAN PERWAKILAN RAKYAT (DPR)
DAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD)”ini tepat waktu. Makalah “DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT (DPR) DAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD)”ini
disusun guna memenuhi tugas dari Bapak Afrizal M.Si pada bidang studi Ilmu Negara. Selain
itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibuk Bapak Afrizal


M.Siselaku dosen pembimbing. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan
dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

i
Ujung Gading, 4 Mei 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................I

DAFTAR ISI.............................................................................................................................II

BAB 1 PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG................................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH...........................................................................................................1
C. TUJUAN................................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT (DPR)...................................................................................2


B. DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD)..................................................................................11
C. SEJARAH TERBENTUKNYA DPR DAN DPD ............................................................................16
D. PERBEDAAN ANTARA DPD DAN DPR....................................................................................24

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN........................................................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................28

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan sebuah negara yang menganut prinsip-prinsip kedaulatan rakyat dan
sebagai negara yang demokrasi, adanya lembaga perwakilan ialah hak mutlak yang harus
dimiliki negara tersebut.Keberadaan lembaga perwakilan merupakan hal yang sangat esensial
karena ia berfungsi untuk mewakili kepentingan-kepentingan rakyat. Lewat lembaga
perwakilan inilah aspirasi rakyat ditampung yang tertuang dalam berbagai macam
kebijaksanaan umum yang sesuai dengan aspirasi rakyat.

Lembaga-lembaga Negara merupakan pembagian tugas-tugas kepadapemerintah yang


berkuasa, dimana yang memerintah tidak hanya satu dua orang tetapiterdiri dari beberapa
lembaga, organisasi dan sebagainya. Pada pemerintahan pusat terbagi tiga yaitu legislatif,
eksekutif dan yudikatif,yang memiliki tugas yang berbeda-beda dan terpisah satu sama
lainnya, baikmengenai tugas maupun mengenai alat perlengkapan yang melakukan.

Lembaga legislatif merupakan lembaga perwakilan rakyat yang terdiri dari tiga lembaga yaitu
MPR, DPR dan DPD yang memiliki tugas dan wewenang yang berbeda-beda.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu DPR?


2. Apa itu DPD?
3. Bagaimana sejarah terbentuknya DPR dan DPD?
4. Apakah perbedaan antara DPR dan DPD?

1
C. Tujuan

5. Untuk mengetahui apa itu DPR


6. Untuk mengetahui apa itu DPD
7. Untuk mengetahui sejarahterbentuknya DPR dan DPD
8. Untuk mengetahui perbedaan antara DPR dan DPD
BAB II
PEMBAHASAN

A. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

1. Definisi DPR

DPR adalah lembaga utama yang menjalankan fungsi sebagai lembagaperwakilan rakyat
atau parlemen. DPR diatur dalam Bab VII Pasal 19, Pasal20, Pasal 21 dan Pasal 22 UUD
NRI 1945. Pasal 19 ayat (1) menentukanbahwa susunan DPR ditetapkan dengan undang-
undang.Dalam ayat (2)dinyatakan bahwa DPR bersidang sedikitnya sekali dalam
setahun.
Berdasarkan Perubahan Kedua UUD NRI 1945, ketentuan Pasal 19 yang berisidua ayat
tersebut telah diubah menjadi terdiri atas tiga ayat, yaitu: “(1)Anggota DPR dipilih
melalui pemilihan umum. (2) Susunan DPR diaturdengan undang-undang.(3) DPR
bersidang sedikitnya sekali dalam setahun”.

Selanjutnya, Pasal 20 yang aslinya terdiri atas dua ayat, menentukanbahwa setiap
undang-undang menghendaki persetujuan DPR.Jika sesuatu rancangan undang-undang
tidak mendapat persetujuan DPR, maka rancangantadi tidak boleh dimajukan lagi dalam
persidangan masa itu.

Berdasarkanperubahan pertama UUD NRI 1945, Pasal 20 itu diubah menjadi terdiri atas
4ayat, dan berdasarkan Perubahan Kedua ditambah lagi dengan ayat (5), sehingga
seluruhnyamenjadi 5 ayat. Rumusan kelima ayat Pasal 20 UUD NRI1945 tersebut
selengkapnya berbunyi sebagai berikut :

2
(1) DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang.

(2) Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh DPR dan Presiden untukmendapat
persetujuan bersama.

(3) Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama,rancangan


undang-undang itu tidak boleh dimajukan lagi dalam persidanganDPR masa itu.
(4) Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujuibersama untuk
menjadi undang-undang.
(5) Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebuttidak
disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semejakrancangan undang-undang
tersebut disetujui, rancangan undang-undangtersebut sah menjadi undang-undang dan
wajib diundangkan.
Selain itu, dalam Perubahan Kedua UUD NRI 1945, ditambah lagiketentuan Pasal 20 A
yang berisi 4 ayat sebagai berikut :
(1) DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan.

(2) Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal- pasal lain
Undang-Undang Dasar ini, DPR mempunyai hak interpelasi,hak angket, dan hak
menyatakan pendapat.
(3) Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini,setiap
anggota DPR mempunyai hak mengajukan pertanyaan,menyampaikan usul dan
pendapat,serta hak imunitas.

(4) Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang-undangdiatur dengan
undang-undang.

2. Tugas dan wewenang DPR

Adapun tugas dan wewenang yang dimiliki oleh DPR disebutkan pada

beberapa pasal dalam UUD NRI 1945 antara lain:

3
1. Mengajukan pendapat kepada Majelis Perwakilan Rakyat (MPR)mengenai pemberhentian
Presiden danWakil Presiden bahwa Presidendan atau Wakil Presiden telah
melakukanpelanggaran hukum berupapengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan,
tindakpidana beratlainnya, atau perbuatan tercela danatau pendapat bahwa Presiden
danatauWakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden danatau Wakil Presiden
(Pasal 7B ayat1);
2. Memberi persetujuan kepada Presiden mengenai menyatakan perang,membuat perdamaian
dan perjanjian dengan negara lain (Pasal 11 ayat 1);
3. Memberi pertimbangan kepada Presiden dalam hal pengangkatan dutabesar (Pasal 13 ayat
2);
4. Memberi pertimbangan kepada Presiden dalam hal menerima penempatanduta besar dari
negara lain (Pasal 13 ayat 3);
5. Memberi pertimbangan kepada Presiden mengenai pemberian amnesti danabolisi (Pasal 14
ayat 2);
6. Kekuasaan membentuk undang-undang (Pasal 20 ayat 1);
7. Membahas rancangan undang-undang bersama Presiden untuk mendapatpersetujuan
bersama (Pasal 20 ayat2 );
8. Berhak mengajukan usul rancangan undang-undang ( Pasal 21);
9.Memilih calon anggota Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) denganmemperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) (Pasal23F ayat 1);
10. Memberi persetujuan kepada Presiden apabila Peraturan PemerintahPengganti Undang-
Undang (Perpu) ingin diubah menjadi undang-undang(Pasal 22 ayat 2);
11. Mengawasi pengelolaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN)dengan
memperhatikan pertimbangan DPD (Pasal 23 ayat 2);
12. Memberi persetujuan terhadap pengangkatan calon Hakim Agung (Pasal24A ayat 3);

13. Memberi persetujuan kepada Presiden dalam mengangkat danmemberhentikan anggota


Komisi Yudisial (KY) (Pasal 24B ayat 3); serta
14. Mengusulkan 3 orang calon Hakim Konstitusi (Pasal 24C ayat 3);

Para anggota DPR menurut ketentuan Pasal 21 ayat (1) berhak memajukanrancangan undang-
undang.Ketentuan ayat (1) ini, dalam perubahan pertamaUUD NRI 1945, diperbaiki
rumusannya menjadi: “Anggota DPR berhakmengajukan usul rancangan undang-undang”.

4
Ayat (2) pasal ini lebih lanjutmenyatakan, “jika rancangan undang-undang itu, meskipun
disetujui olehDPR, tidak disahkan oleh Presiden, maka rancangan tadi tidak boleh
dimajukanlagi dalam persidangan DPR masa itu”.

Selanjutnya,Pasal 22B hasilperubahan kedua, menentukan: “Anggota DPR


dapatdiberhentikan darijabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-
undang.
Selain berkaitan dengan proses legislasi, dalam kewenangannya DPRsebagai penentu terakhir
dalam hal pemberian “persetujuan” terhadap agendakenegaraan meliputi:

(1) menyatakan perang, membuat perdamaian, perjanjiandengan negara lain,

(2) membuat perjanjian internasional lainnya yangmenimbulkan akibat yang luas dan
mendasar bagi kehidupan rakyat yangterkait dengan beban keuangan negara,

(3) menetapkan peraturan pemerintahpengganti undang-undang,

(4) pengangkatan Hakim Agung,

(5) pengangkatandan pemberhentian anggota Komisi Yudisial,

Agenda kenegaraan lain yangmemerlukan “pertimbangan” DPR yaitu:

(1) pengangkatan Duta,

(2) menerimapenempatan duta negara lain,

(3)pemberian amnesti dan abolisi.

Kekuasaan DPR semakin komplit dengan adanya kewenangan untukmengisi beberapa


jabatan strategis kenegaraan, seperti :

5
(1) memilih anggotaBPK

(2) menentukan tiga dari sembilan orang hakim konstitusi dan

(3)menjadi institusi yang paling menentukan dalam proses pengisian lembaganon-state


lainnya (auxiliary bodies) seperti Komisi Nasional Hak AsasiManusia (HAM),
KomisiPemilihan Umum (KPU).

Selain itu juga adanyakeharusan untuk meminta pertimbangan DPR dalam pengisian
jabatanPanglima TNI, Kepala Kepolisian Negara RI (Kapolri).
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, berdasarkan Pasal 20Aayat (2) UUD NRI
1945 jo Pasal 79 UU No. 17 Tahun 2014 tentang MPR,DPR, DPD Dan DPRD menyatakan
sebagai lembaga perwakilan rakyat DPRmemiliki hak, antara lain :

(1) hak interpelasi, yaitu hak DPR untuk memintaketerangan kepada pemerintah mengenai
kebijakan pemerintah yang pentingdan strategis serta berdampak luas pada
kehidupanbermasyarakat danbernegara,

(2) hak angket, yaitu hak DPR untuk melakukan penyelidikanterhadap kebijakan pemerintah
yang penting dan strategis serta berdampak luaspada kehidupan bermasyarakat dan bernegara
yang diduga bertentangandengan peraturan perundang-undangan, dan

(3) hak menyatakan pendapat,yaitu hak DPR untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan
pemerintah ataumengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air disertai dengan
solusitindak lanjut dari hak interpelasi dan hak angket.

Sementara di luar hak institusi, anggota DPR juga memiliki hak diantaranya:

(1) mengajukan RUU;

(2) mengajukan pertanyaan,

6
(3)menyampaikan usul dan pendapat, dan

(4) hak imunitas.

Dalam menggunakanhak angket, DPR dapat melakukan pemanggilan paksa.Kalau panggilan


paksa itu tidak dipenuhi tanpa alasan yang sah, DPR dapat melakukanpenyanderaan.
Ketentuan-ketentuan tersebut di atas memberikan dasar konstitusional bagiDPR dalam
mengemban amanat demokrasi dan kedaulatan rakyat.Fungsi DPRyang demikian strategis
tentunya harus diimbangi dengan kualitas dari anggotaDPR itu. Tokoh-tokoh tersebut
bukanlah tokoh yang terkenal di masyarakat, melainkan harusmempunyai kapasitas dan
kapabilitas yang mencukupi untuk mengembanaspirasi masyarakat dalam negara demokrasi.
Oleh sebab itu, dalam rangkameningkatkan kualitas anggota DPR tentunya perlu dilengkapi
oleh staff ahliyang memiliki kemampuan spesifik dalam bidang tertentu, sesuai
denganlingkup atau bidang kerja dari masing-masing anggota DPR itu sendiri.

1. DPR dari Masa ke Masa (1945 – 2024)

Jumlah
Kelembagaan DPR Periode
Anggota

Komite Nasional Indonesia Pusat


29 Agustus 1945 – 15 Februari 1950 60
(KNIP)

DPR dan Senat Republik Indonesia


15 Februari 1950 – 16 Agustus 1950 146
Serikat (RIS)

Dewan Perwakilan Rakyat Sementara


16 Agustus 1950 – 26 Maret 1956 236
(DPRS)

7
DPR hasil Pemilu Pertama 26 Maret 1956 – 22 Juli 1959 272

DPR setelah Dekrit Presiden 22 Juli 1959 – 26 Juni 1960 262

DPR Gotong Royong 26 Juni 1960 – 15 November 1965 283

DPR Gotong Royong 15 November 1965 – 19 November 1966 262

DPR Gotong Royong Orde Baru 19 November 1966 – 28 Oktober 1971 242

DPR hasil Pemilu ke-2 28 Oktober 1971 – 1 Oktober 1977 460

DPR hasil Pemilu ke-3 1 Oktober 1977 – 1 Oktober 1982 460

DPR hasil Pemilu ke-4 1 Oktober 1982 – 1 Oktober 1987 500

DPR hasil Pemilu ke-5 1 Oktober 1987 – 1 Oktober 1992 500

DPR hasil Pemilu ke-6 1 Oktober 1992 – 1 Oktober 1997 500

DPR hasil Pemilu ke-7 1 Oktober 1997 – 1 Oktober 1999 500

8
DPR hasil Pemilu ke-8 1 Oktober 1999 – 1 Oktober 2004 500

DPR hasil Pemilu ke-9 1 Oktober 2004 – 1 Oktober 2009 550

DPR hasil Pemilu ke-10 1 Oktober 2009 – 1 Oktober 2014 560

DPR hasil Pemilu ke-11 1 Oktober 2014 – 1 Oktober 2019 560

DPR hasil Pemilu ke-12 1 Oktober 2019 – 1 Oktober 2024 575

2. Keanggotaan DPR

Sesuai UU, anggota DPR berjumlah 560 (lima ratus enam puluh) orang. Namun, pada
2017 Pemerintah dan DPR lewat Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu menyepakati
penambahan 15 kursi anggota menjadi 575 anggota. Alasannya, untuk menutupi
kekurangan representasi di beberapa provinsi dan adanya Derah Otonom Baru (DOB)
yakni Provinsi Kalimantan Utara.

Keanggotaan DPR diresmikan dengan Keputusan Presiden. Masa jabatan anggota DPR
lima tahun dan berakhir pada saat anggota DPR yang baru mengucapkan sumpah atau
janji. Setiap anggota, kecuali pimpinan MPR dan pimpinan DPR, harus menjadi anggota
salah satu komisi.

9
3. Fraksi-fraksi di DPR (2019 – 2024)
1. Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan: 128 anggota
2. Fraksi Partai Golongan Karya: 85 anggota
3. Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya: 78 anggota
4. Fraksi Partai Nasdem: 59 anggota
5. Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa: 58 anggota
6. Fraksi Partai Demokrat: 54 anggota
7. Fraksi Partai Keadilan Sejahtera: 50 anggota
8. Fraksi Partai Amanat Nasional: 44 anggota
9. Fraksi Partai Persatuan Pembangunan: 19 anggota
4. Alat Kelengkapan DPR

Alat Kelengkapan DPR Terdiri Dari:

1. Pimpinan DPR
2. Badan Musyawarah
3. Komisi
4. Badan Legislasi
5. Badan Anggaran
6. Badan Akuntabilitas Keuangan Negara
7. Badan Kerja Sama Antar-Parlemen
8. Mahkamah Kehormatan Dewan
9. Badan Urusan Rumah Tangga
10. Panitia Khusus
11. Alat Kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk oleh Rapat Paripurna

>Pimpinan DPR:

Pimpinan DPR terdiri atas satu orang ketua dan lima orang wakil ketua yang berasal dari
anggota DPR dan dipilih oleh anggota DPR. Bakal calon pimpinan DPR berasal dari fraksi
dan disampaikan dalam rapat paripurna DPR. Setiap fraksi dapat mengajukan satu orang

10
bakal calon pimpinan DPR yang akan dipilih secara musyawarah untuk mufakat dan
ditetapkan dalam rapat paripurna DPR. Jika musyawarah untuk mufakat tidak tercapai,
pimpinan DPR dipilih dengan pemungutan suara dan yang memperoleh suara terbanyak
ditetapkan sebagai pimpinan DPR dalam rapat paripurna DPR.

>Badan Musyawarah

Badan Musyawarah dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat
tetap. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Musyawarah pada permulaan masa
keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Anggota Badan Musyawarah berjumlah
paling banyak sepersepuluh dari jumlah anggota berdasarkan perimbangan jumlah anggota
tiap-tiap fraksi yang ditetapkan oleh rapat paripurna.

>Komisi DPR RI

Susunan dan keanggotaan komisi ditetapkan oleh DPR dalam Rapat Paripurna DPR menurut
perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Keanggotaan komisi bisa juga
ditetapkan pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang. Setiap
anggota, kecuali Pimpinan MPR dan DPR, harus menjadi anggota salah satu komisi. Jumlah
komisi, partner atau pasangan kerja komisi dan ruang lingkup tugas komisi diatur lebih lanjut
dengan keputusan DPR. Pasangan kerja komisi bisa berasal dari institusi pemerintah, baik
lembaga kementerian negara maupun lembaga nonkementerian serta sekretariat lembaga
negara. Semua komisi di DPR memiliki tugas umum dalam bidang legislasi, anggaran,
pengawasan. Namun, mempunyai ruang lingkup khusus yang lebih spesifik pada masing-
masing komisi. Dalam pembentukan undang-undang, setiap komisi mengadakan persiapan,
penyusunan, pembahasan, dan penyempurnaan Rancangan Undang-Undang.

11
> Badan Legislasi

Dibentuk oleh DPR yang merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR
menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Legislasi pada permulaan masa keanggotaan
DPR, permulaan tahun sidang, dan pada setiap masa sidang. Jumlah anggota Badan Legislasi
paling banyak dua kali jumlah anggota komisi, yang mencerminkan keterwakilan fraksi dan
komisi. Pada Periode 2019–2024 Badan Legislasi memiliki anggota yang mewakili 9 fraksi.

> Badan Anggaran

Dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR
menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Anggaran menurut perimbangan dan
pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR serta
pada permulaan tahun sidang. Susunan dan anggota Badan Anggaran terdiri dari anggota dari
tiap komisi yang dipilih oleh komisi dengan memperhatikan perimbangan jumlah anggota
dan juga usulan fraksi.

> Badan Akuntabilitas Keuangan Negara

Dalam amanat Undang-Undang Dasar 1945 pasal 20A ayat satu menyatakan bahwa Dewan
Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.
Dalam rangka meningkatkan penguatan serta pengefektifan kelembagaan DPR RI dan
mendukung tugas serta wewenang DPR RI khususnya dalam fungsi pengawasan, maka dari
itu dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 pada pasal 112A sampai dengan pasal 112G
dibentuk Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) yang telah ditetapkan menjadi
salah satu Alat Kelengkapan Dewan (AKD) DPR RI.

12
BAKN merupakan alat kelengkapan dewan yang juga bersifat tetap, dalam hal pengawasan
penggunaan keuangan negara yang berfungsi untuk melakukan telaahan terhadap laporan dari
hasil pemeriksaan BPK RI. Maka dari itu, diharapkan keberadaan BAKN akan berkontribusi
positif dalam pelaksaan transparansi serta akuntabilitas penggunaan keuangan negara dan
juga menjaga kredibilitas atau kepercayaan publik DPR khususnya dalam melaksanakan
fungsi pengawasan dewan.

> Badan Kerja Sama Antar-Parlemen

Disingkat BKSAP merupakan alat kelengkapan dewan yang dibentuk menjadi ujung tombak
diplomasi parlemen. Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, serta
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. BKSAP memiliki fungsi untuk membina,
mengembangkan, dan juga meningkatkan hubungan persahabatan dan kerjasana antara DPR
dan juga parlemen negara lain, baik secara bilateral maupun multilateral termasuk berbagai
organisasi internasional yang menghimpun parlemen serta anggota parlemen.

BKSAP dalam kiprahnya telah menginisiasi DPR RI untuk menjadi tuan rumah Konferensi
Parlemen Asia Afrika, World Parliamentary Forum ON Sustainable Development dan sidang
Indonesia-Pacific Parliamentary Partnership. Selain itu, BKSAP menginisiasi pembentukan
struktur khusus yang membahas isu-isu perempuan dalam berbagai organisasi antar parlemen
seperti Meeting of Women Parliamentary Union of OIC Member State (PUIC), Meeting of
Women Asia-Pacific Parliamentary Forum (APPF)serta Meeting of Women Asian
Parliamentary Assembly (APA).

>Mahkamah Kehormatan Dewan

13
Mahkamah Kehormatan Dewan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR
telah menetapkan susunan serta keanggotaan Mahkamah Kehormatan Dewan dengan
memperhatikan perimbangan dan juga pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada
permulaan masa keanggotaan DPR serta permulaan tahun sidang. Mahkamah Kehormatan
Dewan memiliki 17 orang anggota yang ditetapkan dalam Rapat Paripurna pada permulaan
masa keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang. Pimpinan Mahkamah Kehormatan
Dewan merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif serta kolegial, yang terdiri
atas satu orang ketua dan empat orang wakil ketua. Pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan
dipilih dari dan oleh anggota Mahkamah Kehormatan Dewan, berdasarkan prinsip
musyawarah sebagai mufakat serta proporsional dengan memperhatikan keterwakilan
perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Kemudian, tata cara
pelaksanaan tugas Mahkamah Kehormatan Dewan diatur dalam Peraturan DPR RI tentang
Tata Beracara Mahkamah Kehormatan Dewan.

> Badan Urusan Rumah Tangga

Disingkat BURT dibentuk oleh DPR yang merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat
tetap. Penetapan susunan serta keanggotaan BURT pada permulaan masa keanggotaan DPR
dan permulaan tahun sidang. Jumlah anggota BURT ditetapkan dalam rapat paripurna
menurut perimbangan serta pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa
keanggotaan DPR dan juga pada permulaan tahun sidang.

> Panitia Khusus

Panitia khusus merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat sementara dan dibentuk
langsung oleh DPR RI. Penetapan susunan dan keanggotaan panitia khusus berdasarkan
perimbangan serta pemerataan jumlah anggota pada tiap fraksi. Jumlah anggota panitia
khusus ditetapkan oleh rapat paripurna dengan jumlah maksimal 30 orang anggota.
Kemudian, fraksi yang mendapatkan komposisi pimpinan panitia khusus mengajukan satu

14
nama calon pimpinan panitia khusus kepada pimpinan DPR untuk dipilih dalam rapat panitia
khusus. Setelah itu, pemilihan pimpinan panitia khusus dilakukan pada rapat panitia khusus
yang dipimpin langsung oleh pimpinan DPR setelah penetapan susunan serta keanggotaan
panitia khusus. Panitia khusus melaksanakan tugas tertentu dalam waktu tertentu yang telah
ditetapkan pada rapat paripurna serta dapat diperpanjang oleh Badan Musyawarah apabila
panitia khusus belum bisa menyelesaikan tugasnya. Kemudian, DPR bisa membubarkan
panitia khusus setelah jangka waktu penugasannya berakhir.

B. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)

1. Definisi DPD

DPD adalah lembaga perwakilan daerah.Sesuai dengan namanya,DPD mewakili


kepentingan daerah, yaitu daerah provinsi asal pemilihananggotanya.Pada
hakikatnya,yang dimaksud dengan daerah itu bukanlahpemerintah daerah, melainkan
rakyat pemilih dari daerah provinsi yangbersangkutan.Artinya, DPD dan DPR pada
hakikatnya sama-samamerupakan lembaga perwakilan rakyat.Hanya bedanya, anggota
DPRdipilih melalui peranan partai politik, sedangkan anggota DPD dipilihtanpa
melibatkan partai politik. Keberadaan DPD sebagai lembaga barudiatur dalam Bab VIIA
tentang DPD UUD NRI 1945 yang berisi duapasal, yaitu Pasal 22C dan Pasal 22D.
Anggota DPD dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum. Anggota DPD dari
setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota DPD itu tidak lebih dari
sepertiga jumlah anggota DPR.Anggota DPD dari setiap provinsi ditetapkan sebanyak 4
(empat) orang. Jumlah anggota DPD tidak lebih dari 1/3 (satu per tiga) jumlah anggota
DPR. Keanggotaan DPD diresmikan dengan keputusan Presiden. Anggota DPD dalam
menjalankan tugasnya berdomisili di daerah pemilihannya dan mempunyai kantor di ibu
kota provinsi daerah pemilihannya. Masa jabatan anggota DPD adalah 5 (lima) tahun dan
berakhir pada saat anggota DPD yang baru mengucapkan sumpah/janji.

Pembentukan DPD, semula dimaksudkan dalam rangkamereformasi struktur parlemen


Indonesia menjadi dua kamar (bicameral)yang terdiri atas DPR dan DPD. Dengan
struktur bikameral ini diharapkanproses legislasi dapat diselenggarakan berdasarkan
sistem double check, yang memungkinkan representasi kepentingan seluruh rakyat

15
secara relativedapat disalurkan dengan basis sosial yang lebih luas. Salah
satunyamerupakan cerminan representasi politik di DPR (politicalrepresentation),
sedangkan yang lain mencerminkan prinsip representasiteritorial atau regional (regional
representation) di DPD.
Menurut Ramlan Surbakti, beberapa pertimbangan Indonesiamembentuk DPD:

Pertama, distribusi penduduk Indonesia menurutwilayah sangat timpang dan terlampau


besar terkonsentrasi di Pulau Jawa;
Kedua, sejarah Indonesia menunjukkan aspirasi kedaerahan sangat nyatadan mempunyai
basis materiil yang sangat kuat, yaitu adanya pluralismdaerah otonom seperti daerah
istimewa dan daerah khusus. Selain itu,keberadaan DPD dalam struktur ketatanegaraan
Indonesia antara laindimaksudkan untuk;

(1) memperkuat ikatan daerah-daerah dalam wadahNKRI dan memperteguh persatuan


kebangsaan seluruh daerah,

(2)meningkatkan agresi dan akomodasi aspirasi dan kepentingan daerah- daerah dalam
perumusan kebijakan nasional berkaitan dengan negara dan daerah-daerah,

(3) mendorong percepatan demokrasi, pembangunan, dankemajuan daerah secara serasi


dan seimbang.
Di pihak lain, menurut Bagir Manan, gagasan di balik kelahiranDPD adalah :

a. Gagasan mengubah sistem perwakilan menjadi dua kamar (bicameral).DPR dan DPD
digambarkan serupa dengan sistem perwakilan seperti diAmerika Serikat yang terdiri
dari senate sebagai perwakilan Negarabagian (DPD), dan House of Representative
sebagai perwakilan seluruhrakyat (DPR).
b. Gagasan untuk meningkatkan keikutsertaan daerah terhadap jalannyapolitik dan
pengelolaan negara. DPD merupakan badan sehari-hari yangturut serta menentukan
danmengawasi jalannya politik dan pengelolaannegara. Dengan demikian, DPD dapat
puladipandang sebagai koreksiatau penyempurnaan sistem utusan daerah di MPR
menurut ketentuanPasal 2 ayat (1) UUD NRI 1945 sebelum perubahan.

16
2. Fungsi dan wewenang DPD

Mengenai fungsi DPD terbatas, terutama tentang substansinya, baikmengenai usul rancangan
undang-undang maupun pengawasan ataspelaksanaan undang-undang itu sendiri, jika dirinci
mengenai fungsi DPDada empat hal, yaitu :
1) Mengajukan usul rancangan undang-undang;

2) Ikut dalam pembahasan;

3) Ikut mempertimbangkan; dan

4) Pengawasan atas pelaksanaan undang-undang.


Menurut ketentuan Pasal 22D UUD NRI 1945, DPD memilikibeberapa kewenangan sebagai
berikut :
1) DPD dapat mengajukan kepada DPR rancangan undang-undang yangberkaitan dengan
otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,pembentukan dan pemekaran sertapenggabungan
daerah, pengelolaansumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,serta yangberkaitan
dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

2) DPD ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan denganotonomi daerah,


hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekarandan penggabungan daerah, pengelolaan
sumber daya alam dan sumberdaya ekonomi lainnya, perimbangan keuangan pusat dan
daerah, sertamemberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undanganggaran
pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undangyang berkaitan dengan pajak,
pendidikan, dan agama.
3) DPD dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undangmengenai otonomi
daerah, pembentukan, pemekaran danpenggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah,
pengelolaan sumberdaya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan
anggaranpendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama sertamenyampaikan
hasil pengawasannya itu kepada DPR sebagai bahanpertimbangan untuk ditindaklanjuti.

17
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 22D di atas, maka dapatdikatakan bahwa DPD memiliki
fungsi-fungsi:
1) Fungsi legislasi atau perumusan undang-undang dan untuk itu DPDmemiliki wewenang
untuk:

(1) mengajukan rancangan undang-undangkepada DPR yang berkaitan


denganotonomi daerah, hubungan pusatdan daerah, pembentukan dan pemekaran
sertapenggabungan daerah,pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya, danyang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah;

(2)ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan denganotonomi daerah;

hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran,dan penggabungan daerah,


pengelolaan sumber daya alam dan sumberdaya ekonomi lainnya, serta perimbangan
keuangan pusat dan daerah.

2) Fungsi konsultasi atau fungsi pertimbangan dan untuk itu DPD diberiwewenang untuk
memberikan pertimbangan kepada DPR terhadaprancangan undang-undang anggaran
pendapatan dan belanja Negaraserta undang-undang yang berkaitan dengan pajak,
pendidikan, danagama. Termasuk pula dalam fungsi konsultatifDPD adalah terkaitdengan
dimilikinya wewenang untuk ikut memberikan pertimbangankepada DPR dalam pemilihan
anggota BPK (Pasal 23F ayat (1) UUD1945).

3) Fungsi kontrol atau pengawasan dan untuk itu DPD diberi wewenanguntuk dapat (ikut)
melaksanakan pengawasan atas pelaksanaan undang- undang mengenai otonomi daerah,
pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah,pengelolaan
sumberdaya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaranpendapatan dan
belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama sertamenyampaikan hasil pengawasannya itu
kepada DPR sebagai bahanpertimbangan untuk ditindaklanjuti.

4) Fungsi anggaran. Fungsi ini terlihat dari diberikannya wewenangkepada DPD untuk
mengajukan rancangan undang-undang tentangperimbangan keuangan pusat dan daerah,
wewenang untuk memberikanpertimbangan terhadap rancangan undang-undang anggaran

18
pendapatdan belanja negara, serta wewenang untuk dapat (ikut) melakukanpengawasan
terhadap pelaksanaan APBN itu.

Dari ketiga usulan perubahan itu, mereka menghendaki agar DPDdapat menyetujui atau
menolak rancangan undang-undang yang berkaitandengan otonomi daerah, hubungan pusat
dan daerah, pembentukan,pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya
alam danekonomi lain, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah yang telahdisetujui oleh
DPR. Di samping itu, jika DPD menolak rancangan undang- undang yang telah disetujui oleh
DPR, maka RUU itu tidak dapat diajukanlagi pada masa persidangan DPR berikutnya.

Kalau dibaca dari konteksmembangun checks and balances antara DPD dan DPR
dalampenggunaan fungsi legislasi, keinginan untuk memperoleh kewenangan itu masuk
akaldan menjadi sebuah keniscayaan. Dari kewenangan yang terdapat dalamPasal 22D UUD
NRI 1945 DPD itu, hanya dapat mengajukan dan ikut membahas rancangan undang-undang
tentang otonomi daerah, hubunganpusat dan daerah, pembentukan, pemekaran dan
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan ekonomi lain, serta
perimbangankeuangan pusat dan daerah.

Dalam rancangan undang-undang tentang Susunan, dan KedudukanMPR, DPR, DPD dan
DPRD, diatur mengenai ketentuan tentang hak dankewajiban anggota DPD yang diatur dalam
Pasal 46 dan Pasal 47.Rumusan hak dan kewajiban yang terdapat dalam kedua pasal itu
kiranyatelah cukup memadai.Pasal 46 rancangan undang-undang tentang Susunan dan
kedudukanmenyatakan anggota DPD mempunyai hak:

a. Menyampaikan usul dan pendapat;

b. Imunitas;

c. Protokoler;

19
d. Keuangan dan administratif.
Hak menyampaikan usul dan pendapat dalam penjelasan Pasal 46huruf a rancangan undang-
undang menyatakan antara lain, bahwa yangdimaksud dengan hak menyampaikan usul dan
pendapat adalah hakanggota DPD untuk mendapatkan keleluasaan menyampaikan suatu
usuldan pendapat kepada DPR sehingga ada jaminan kemandirian sesuaidengan panggilan
hatinurani serta kredibilitasnya. Sedangkan yangdimaksud dengan hak imunitas adalah hak
yang dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hukum berkenaan dengan pernyataan
yangdisampaikan seorang anggota DPD maupun rapat-rapat internal DPD.
Sementara itu, kewajiban anggota DPD dirumuskan pada Pasal 47yang menyatakan Anggota
DPD mempunyai kewajiban:
a. Mengamalkan Pancasila;
b. Melaksanakan UUD NRI 1945 dan menaati segala peraturanperundang-undangan;
c. Membina demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan;
d. Mempertahankan dan memelihara keutuhan NKRI dan kerukunannasional;
e. Meningkatkan kesejahteraan rakyat;
f. Memperhatikan, menyerap, menyalurkan aspirasi masyarakat dandaerah;
g. Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi,kelompok, dan golongan;

h. Memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepadapemilih dan daerah


pemilihannya.

C. Sejarah terbentuknya DPR dan DPD

Parlemen Indonesia mengalami berbagai perubahan sesuai dengan UUD yang digunakan.
Saat ini, sesuai UUD 1945 hasil amandemen, di Indonesia terdiri atas MPR, DPR, dan DPD.

Secara singkat Lembaga Parlemen dan UUD

1.KNIP (1945–1950), UUD 1945

2.DPR dan Senat RIS (1950), Konstitusi RIS

20
3.DPRS (1950–1956), UUDS

4.DPR (1956–1960), UUDS

5.DPR GR (1960–1971), UUD 1945

6.DPR (1971-2020), UUD 1945

7.MPRS (1960–1971), UUD 1945

8.MPR (1971 – sekarang), UUD 1945, amandemen UUD 1945

9.DPD (2004 – sekarang), amandemen UUD 1945

Tanggal 16 Oktober diperingati sebagai Hari Parlemen Indonesia. Peringatan tersebut


mengikuti keluarnya Maklumat Wakil Presiden Nomor X pada tanggal 16 Oktober 1945.
Maklumat tersebut memutuskan, memberi kekuasaan legislatif kepada Komite Nasional
Indonesia Pusat (KNIP) untuk ikut membentuk garis-garis besar haluan negara sebelum
terbentuk MPR dan DPR. Dengan maklumat tersebut, KNIP yang semula dibentuk untuk
membantu tugas presiden dan wakil presiden mulai mengemban tugas sebagai guru.

Parlemen, menurut KBBI, diimplementasikan sebagai badan yang terdiri wakil-wakil yang
dipilih dan bertanggung jawab atas dewan undangan dan pengendalian anggaran keuangan
negara.

Di Indonesia, lembaga yang dapat dirunut sejak zaman pemerintahan kolonial Hindia
Belanda dengan terbentuknya lembaga Volksraad tahun 1918. Kemudian pada masa awal
kemerdekaan, lembaga diwakili oleh KNIP. Periode KNIP berlangsung sejak 29 Agustus
1945 hingga 15 Februari 1950.

21
Setelah itu, lembaga masuk periode DPR dan Senat Republik Indonesia Serikat (RIS), yaitu
15 Februari 1950 - 16 Agustus 1950. Selanjutnya, selama periode 16 Agustus 1950 - 26
Maret 1956, Indonesia terdiri atas DPRS dan MPRS. Setelah pemilu pertama tahun 1955,
nama lembaga kembali menjadi DPR hingga Dekrit Presiden 1959.

Setelah Dekrit Presiden yang kembali menggunakan konstitusi UUD 1945, Presiden
menggunakan kewenangannya, membubarkan DPR dan kemudian memilih dan mengangkat
anggota baru dalam wadah DPR Gotong-Royong. Lembaga itu menjalankan tugasnya hingga
periode akhir rezim Orde Lama dan awal Orde Baru.

Sejak tahun 1971, anggota lembaga yang dipilih melalui proses pemilu. Lembaga
pengawasan terdiri dari MPR dan DPR. MPR sendiri terdiri dari DPR, Utusan golongan, dan
Utusan daerah. Sementara, pada era Reformasi, film Indonesia terdiri dari lembaga MPR,
DPR, dan DPD. Lembaga MPR sendiri terdiri atas DPR dan DPD.

Berikut ini adalah perjalanan sejarah cerita di Indonesia sejak masa pemerintahan Hindia
Belanda, Orde Lama, Orde Baru, hingga masa Reformasi.

a. Volksraad

Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, terdapat lembaga semacam yang dinamakan
Volksraad (Dewan Rakyat). Lembaga tersebut pada tanggal 18 Mei 1918 dibentuk oleh
Gubernur Jenderal JP van Limburg Stirum berdasarkan konstitusi Indische Staatsregeling 16
Desember 1916.

Aturan tersebut diumumkan dalam Staatsblat Hindia Nomor 114 Tahun 1916 dan berlaku
pada tanggal 1 Agustus 1917 yang memuat hal-hal yang terkait dengan kekuasaan legislatif,
yaitu Volksraad (Dewan Rakyat).

Pada awal berdirinya, dewan tersebut memiliki 38 anggota, 20 orang di antaranya berasal dari
golongan bumiputra. Dewan ini memiliki satu orang ketua yang diangkat oleh Raja Kerajaan

22
Belanda. Anggota lainnya merupakan orang Belanda dan golongan Timur Asing, seperti
kelompok Tionghoa, Arab dan India. Pada akhir tahun 1927, anggotanya menjadi 55 orang
dengan bertambahnya 25 orang dari golongan bumiputra.

Pada tahun 1927, Volksraad memiliki kewenangan legislatif bersama gubernur jenderal yang
ditunjuk oleh Belanda. Dewan Rakyat kemudian memiliki beberapa hak, seperti hak petisi,
interpelasi, inisiatif, amandemen, dan hak angket. Namun, hak ini tidak dapat dijalankan
dengan semestinya karena gubernur jenderal memiliki hak veto sehingga kewenangan
Volksraad sangat terbatas. Selain itu, perwakilan dalam Dewan Rakyat lebih banyak berasal
dari golongan yang pro terhadap pemerintah kolonial Hindia Belanda.

Selama periode 1927–1941, Volksraad hanya membuat enam undang-undang, tiga di


antaranya diterima oleh pemerintah Hindia Belanda. Volkstraad juga menghasilkan sejumlah
petisi, salah satu petisi yang ternama adalah Petisi Soetardjo. Petisi tersebut diajukan oleh
Soetardjo, anggota Volksraad dan Ketua Persatuan Pegawai Bestur Bumiputra, pada tahun
1936.

Petisi tersebut berisi imbauan untuk menyelenggarakan kerajaan yang mewakili Kerajaan
Belanda dan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Dengan petisi tersebut, diharapkan pada
masa mendatang Indonesia berstatus otonom di bawah konstitusi Kerajaan Belanda. Namun,
petisi tersebut ditolak pemerintah Hindia Belanda melalui Keputusan Mahkota (koninklijk
besluit) pada November 1938.

Beberapa tokoh yang dikenal aktif di Volksraad, antara lain HOS Cokroaminoto, H Agus
Salim, Abdoel Moeis, Sutardjo Kartohadikusumo, Mas Abukassan Atmodirono, Mohammad
Husni Thamrin, Wiranata Koesoma, Otto Iskandardinata, Jahjoja Datoek Kajo, Dr. Radjiman
Wedyodiningrat, dan dan Dr. Radjiman Wedyodiningrat, dan dan Dr.

Pada tanggal 8 Maret 1942, Belanda berhenti masa penjajahannya di Indonesia karena
kekalahannya dari Jepang. Pergantian kekuasaan tersebut menunjukkan keberadaan
Volksraad secara otomatis tidak otomatis.

23
Selanjutnya, Jepang membentuk Cuo Sangi-in, sebuah badan perwakilan yang hanya
menjawab pertanyaan Saiko Sikikan, penguasa militer tertinggi, mengenai hal-hal yang
menguasai usaha di Asia Timur Raya. Meski demikian, Cuo Sangi-in bukan merupakan
badan perwakilan atau lukisan yang mewakili bangsa Indonesia.

b. KNIP

Setelah Indonesia merdeka, dibentuk Komite Nasional Indonesia (KNI) yang akan membantu
presiden. Ide Pemesanan KNI berasal dari hasil pembicaraan BPUPKI dan ditegaskan
kembali oleh rapat PPKI. KNI Pusat (KNIP) memulai rapat pertama pada tanggal 29 Agustus
1945 bertepatan dengan pembubaran PPKI.

Soekarno dan Moh. Hatta, selaku presiden dan wakil presiden, memilih 135 anggota KNIP
yang akan membantu presiden, tanpa kewenangan membuat undang-undang.

Dalam sidang pleno pertama Komite Nasional Pusat terpilih Kasman Singodimedjo sebagai
ketua, dibantu tiga wakil ketua, yakni Sutardjo Kartohadikusumo sebagai wakil ketua I,
Latuharhary sebagai wakil ketua II dan Adam Malik sebagai wakil ketua III.

Dalam sidang pleno KNIP ke-2 tanggal 16–17 Oktober 1945 yang diadakan di Jakarta,
diterbitkan Maklumat Wakil Presiden Nomor X tanggal 16 Oktober 1945. Putusan maklumat
tersebut berbunyi: “ Bahwa Komite Nasional Pusat, sebelum terbentuknya Majelis
Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat diserahi kekuasaan legislatif dan
ikut menentukan garis-garis besar haluan negara, serta bahwa larangan pekerjaan Komite
Nasional Pusat sehari-hari berhubung dengan gentingnya yang dijalankan oleh sebuah Badan
Pekerja yang dipilih di antara mereka dan yang bertanggung jawab kepada Komite Nasional
Pusat . ”

Sejak diterbitkannya Maklumat Wakil Presiden tersebut, KNIP diserahi kekuasaan legislatif
dan ikut menentukan garis-garis besar haluan negara. Maklumat itu juga mengurangi
kekuasaan presiden untuk berbagi tugas dalam hal undang-undang dan haluan negara.

24
Pekerjaan-pekerjaan Komite Nasional Pusat kemudian dilakukan oleh satu Badan Pekerja
yang dipilihnya dari kalangan anggota dan bertanggung jawab kepada KNIP. Badan Pekerja
KNIP diketuai oleh Sutan Sjahrir, Soepeno sebagai penulis, dan beranggotakan 28 orang.

Pada tanggal 1 November 1945 untuk pertama kalinya KNIP menjalankan tugas MPR dengan
ikut menentukan garis besar haluan negara di bidang politik luar negeri. Hasilnya adalah
Maklumat Pemerintah Nomor 1 yang menyatakan, atas dasar pengakuan kedaulatan negara
dan pemerintah Indonesia, bangsa Indonesia bersedia bekerja sama dengan semua bangsa.
Maklumat itu juga menyatakan, mengakui semua utang Hindia Belanda yang patut
ditanggung dan mengembalikan milik asing serta memberikan ganti rugi untuk milik yang
diperlukan oleh negara.

Tanggal 10 November 1945 terjadi pertempuran di Surabaya yang menimbulkan banyak


korban di pihak bangsa Indonesia. Sehubungan dengan itu, KNIP dalam Sidang Pleno ke-3
tanggal 27 November 1945 mengeluarkan resolusi yang menyatakan protes keras kepada
pimpinan tentara Inggris di Indonesia atas penyerangan tentara Inggris terhadap rakyat
Indonesia.

Dalam perkembangannya, KNIP telah mengadakan sidang pleno di sejumlah daerah, Sidang
Pleno ke-4 diadakan di Kota Solo pada tahun 1946, kemudian sidang ke-5 di Malang pada
tahun 1947, dan Sidang Pleno ke-6 di Yogyakarta tahun 1949 sebagai sidang terakhir
lembaga tersebut.

Dalam sidang pleno terakhirnya, jumlah anggota KNIP tercatat sebanyak 538 orang. Sejak
dibentuk hingga akhir tahun 1949, KNIP telah menghasilkan 113 produk legislatif atau
undang-undang.

c. DPR dan Senat RIS

Setelah Konferensi Meja Bundar, terbentuk Republik Indonesia Serikat yang terdiri dari tujuh
negara bagian dan sembilan daerah otonom. Republik Indonesia Serikat memiliki Konstitusi

25
RIS yang piagamnya ditandatangani oleh pimpinan negara / daerah dari 16 negara / daerah
bagian RIS.Tujuh negara bagian RIS, yakni Negara Republik Indonesia dengan ibu kota
Yogyakarta, Negara Indonesia Timur dengan ibu kota Makassar, Negara Pasundan dengan
ibu kota Bandung, Negara Jawa Timur dengan ibu kota Surabaya, Negara Madura dengan ibu
kota Pamekasan, Negara Sumatera Timur dengan ibu kota Medan, dan Negara Sumatera
Barat dengan ibu kota Palembang.

Adapun sembilan daerah otonom terdiri atas Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Dayak Besar,
Banjar, Kalimantan Tenggara, Kalimantan Timur, Bangka, Belitung, dan Riau. RIS memiliki
gambar yang bermetamorfosis dalam bentuk DPR dan Senat RIS pada tanggal 15 Februari
1950 dengan dasar hukum Konstitusi RIS. Terdiri dari 150 anggota DPR yang mewakili
seluruh rakyat Indonesia. Dari jumlah itu, 50 orang di antaranya berasal dari Negara Bagian
RI di Yogyakarta dan 100 orang lainnya dari negara/daerah bagian lainnya.

Adapun Senat merupakan majelis tinggi yang terdapat pada sistem republik Indonesia
Serikat. Senat merupakan perwakilan dari negara/daerah bagian RIS yang masing-masing
diwakili oleh dua orang sehingga Senat RIS terdiri dari 32 anggota. Anggota Senat ditunjuk
oleh tiap negara/daerah bagian RIS.

Setelah dilantik oleh Presiden RIS Soekarno pada 15 Februari 1950, Senat dan DPR
mengadakan sidang pertama pada tanggal 17 Februari 1950. Sidang ini dilaksanakan untuk
membahas posisi ketua dan wakil ketua DPR dan Senat RIS. Sidang ini berhasil memilih
Pellaupessy dari Negara Indonesia Timur sebagai ketua Senat RIS dan Teuku Mohammad
Hasan dari Aceh sebagai wakil ketua. Sementara, Sartono terpilih sebagai Ketua DPR dan
dibantu oleh AM Tampubolon dan Arudji Kartaminata sebagai wakil ketua.

Keberadaan Negara RIS hanya berumur kurang dari satu tahun. RIS secara resmi bubar pada
17 Agustus 1950 dan kembali ke bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sebelumnya, pada tanggal 14 Agustus 1950, Parlemen RI dan Senat RIS mengesahkan
Rancangan UUD Negara Kesatuan menjadi Undang Undang Dasar Sementara Tahun 1950
(UUDS 1950).

26
Sehari setelah mengesahkan UUDS 1950, DPR dan Senat RIS kembali mengadakan rapat
dengan agenda pembacaan piagam pernyataan terbentuknya NKRI. Dalam pernyataan
tersebut, negara RIS yang berbentuk federasi secara resmi dibubarkan dan dibentuk NKRI
yang meliputi seluruh daerah Indonesia dengan UUDS yang mulai berlaku pada tanggal 17
Agustus 1950.

Selama keberadaanya yang hanya enam bulan (15 Februari 1950 - 16 Agustus 1950), DPR
dan Senat dapat menyelesaikan kurang lebih 28 UU. Salah satunya, yakni UU 7/1950
mengenai perubahan UUD RIS menjadi UUD Sementara.

d. DPR

Setelah kembali menjadi NKRI, pun mengalami perubahan. Sesuai dengan UUDS yang
menjadi landasan ketatanegaraan Indonesia, lembaga yang berbentuk Dewan Perwakilan
Rakyat Sementara (DPRS) sambil menunggu menunggu hasil dari pemilihan umum.

Menurut Pasal 77 UUDS, jumlah anggota DPRS ditentukan sebanyak 236 orang yang terdiri
dari 148 anggota yang berasal dari DPR-RIS, 29 anggota berasal dari Senat RIS, 46 anggota
berasal dari Badan Pekerja KNIP, dan 13 anggota berasal dari DPA RI Yogyakarta. Sesuai
Pasal 59 UUDS, anggota DPRS telah memilih selama empat tahun dan dapat kembali melalui
Pemilu 1955.

Meski bersifat sementara, DPRS memiliki tugas dan kewenangan yang sama seperti DPR
hasil pemilihan umum. Seperti diatur dalam Pasal 56 hingga Pasal 77 UUDS, tugas dan
kewenangan DPR, antara lain ketentuan undang-undang bersama pemerintah, hak budgeting,
hak interpelasi, hak bertanya, hak siapa (angket), dan tidak dapat dituntut di muka pengadilan
karena dikatakannya dalam rapat atau yang dikemukakannya dengan surat kepada majelis.

Beberapa tahun kemudian, jumlah anggota DPRS menyusut menjadi 213 orang karena
meninggal dunia atau mengundurkan diri. Untuk menambah kembali jumlah anggota,
diterbitkan UU 37/1954 sehingga jumlah anggota DPRS meningkat menjadi 235 orang.

27
DPRS tersebut hingga Maret 1956. Selama lebih dari lima tahun bekerja, DPRS telah berhasil
menyelesaikan pembahasan 167 dari 237 RUU yang diusulkan. DPRS juga menawarkan 21
usul mosi dan 16 interpelasi serta melaksanakan satu kali hak angket.

Setelah Pemilu 1955, jumlah anggota DPR yang terpilih sebanyak 257 orang dan 514 orang
anggota Konstituante. Hasil Pemilu 1955 menunjukkan, tidak ada partai yang mendominasi
kursi dalam. Dari 272 kursi, masing-masing diisi oleh Masyumi (57 kursi), PNI (57), NU
(45), PKI (39), dan partai lain (59).

Tugas dan kewenangan DPR hasil pemilu 1955 sama dengan posisi DPRS secara total karena
memiliki landasan hukum yang sama, yakni UUDS.

DPR hasil pemilu tersebut bekerja hingga tahun 1960 dan larangan 113 UU dari 145 RUU
yang dibahas. Namun, pada Maret 1960, Presiden Soekarno memutuskan untuk
membubarkan DPR dengan mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 1960. Perpres
tersebut berisi penghentian pelaksanaan tugas dan pekerjaan anggota-anggota DPR dan
rencana pembaharuan susunan DPR berdasarkan UUD 1945.

Salah satu pertimbangan pembubaran DPR adalah lembaga tersebut tidak bekerja sama
dengan pemerintah sesuai jiwa dan semangat UUD 1945 sehingga DPR menimbulkan
suasana ketatanegaraan yang berbahaya persatuan dan kesatuan negara, nusa, dan bangsa.

Presiden Soekarno mengeluarkan Keppres Nomor 155 dan 156 Tahun 1960 yang
berisipenghentian semua anggota DPR dan mengangkat anggota DPR Gotong Royong yang
terdiri dari 283 anggota. Anggota DPR GR diangkat dan diberhentikan secara langsung oleh
Presiden. Menurut Soekarno, DPR GR melatih untuk melaksanakan manifesto politik,
merealisasikan amanat penderitaan rakyat (Ampera), dan membantu pelaksanaan Demokrasi
Terpimpin.

Selama masa Demokrasi Terpimpin hingga tahun 1965, DPR GR mampu menyelesaikan 117
UU bersama pemerintah. Namun, setelah terjadi peristiwa G30S komposisi yang berubah.
Pada Oktober 1965, sebanyak 62 orang yang dicurigai terkait PKI dibekukan dari pembangkit
DPR GR.

28
Sejak 1966 hingga tahun 1971, komposisi DPR GR pun didominasi oleh kelompok pro Orde
Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto. DPR GR yang beranggotakan 414 orang dari
13 fraksi tersebut sebagai sumber daya lembaga legislatif.

Anggota DPR GR saat itu juga mendapatkan hak milik bersama seperti DPR sebelumnya
sehingga ucapan mereka dalam sidang tidak dapat dituntut di depan hukum. Hak tersebut
diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 1966 tentang Kedudukan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Sementara dan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong Menjelang Pemilihan
Umum.

Sejak tahun 1966 hingga 1969, DPR GR sudah menghasilkan sejumlah 70 UU. Secara
total,sejak 1945 hingga 1969, lembaga Indonesia telah menghasilkan sejumlah 636 UU.

Setelah Indonesia kembali menggelar pemilihan umum untuk kedua kalinya tahun 1971,
lembaga yang lebih stabil dibandingkan periode Orde Lama. Jumlah partai yang duduk dalam
bagian juga terbatas menjadi tiga partai, yakni Golkar, PDI, dan PPP. Sejak itu, menjalankan
fungsi dan perannya diamanatkan UUD 1945, yakni legislasi, pengawasan, dan
penganggaran.

Lembaga Golkar mendominasi sejak Pemilu 1971 hingga pemilu terakhir Orde Baru pada
1997. Pada Pemilu 1971, Golkar menguasai 236 kursi dari 360 kursi di DPR. Kemudian
berikutnya Golkar kembali mendominasi kursi DPR dengan 232 kursi pada Pemilu 1977 dan
242 kursi pada Pemilu 1982. Pada Pemilu 1987, partai tersebut meraih 299 kursi dari 400
kursi DPR dan lima tahun kemudian meraih 282 kursi. Penguasaan tertinggi Golkar di koran
terjadi pada Pemilu 1997, partai tersebut menguasai 74 persen atau 325 kursi DPR.

Pada era Reformasi, dominasi Golkar mulai luntur dan partai yang berada dalam jurang
semakin beragam seiring lahirnya partai-partai baru. Pada Pemilu 1999, dikuasai PDI
Perjuangan dengan 33 persen kursi di DPR,sementara Partai Golkar turun drastis dengan 22
persen kursi DPR. Pada pemilu-pemilu berikutnya, tak ada partai yang mendominasi pemilu
dan partai pemenang pemilu pun hanya menguasai sekitar 20 kursi di kursi.

29
Dalam Pemilu 2019, PDI Perjuangan kembali memenangi pemilu dan menempatkan 128
wakilnya di sekolah atau menguasai 22,3 persen kursi DPR. Partai pemenang pemilu berhak
mendudukkan wakilnya sebagai ketua DPR.

e. DPD

Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) adalah lembaga tinggi negara
dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang anggotanya merupakan perwakilan dari setiap
provinsi yang dipilih melalui pemilu.

Lembaga baru ini merupakan salah satu buah Reformasi terkait perubahan-perubahan dasar
ketatanegaraan. Dalam kurun waktu 1999 hingga 2002, telah terjadi empat kali amandemen
terhadap UUD 1945. Salah satu bagian yang diamandemen adalah susunan lembaga di
Indonesia. Utusan daerah dihilangkan dari MPR.

Pembahasan Pemesanan DPD dilaksanakan pada Sidang Tahunan MPR 2001 dan Rapat
Paripurna ke-5 pada November 2001. Dalam proses pembahasan tersebut, berkembang kuat
pandangan tentang perlu adanya lembaga yang dapat mewakili berbagai kepentingan daerah
serta untuk menjaga keseimbangan antardaerah dan antara pusat dengan daerah adil dan
serasi.

Selain itu, Pemesanan DPD RI didasari oleh keinginan untuk lebih mengakomodasi aspirasi
daerah dan sekaligus memberi peran yang lebih besar kepada daerah dalam proses
pengambilan keputusan politik untuk hal-hal terutama yang berkaitan dengan
kepentingandaerah. Pembentukan DPD disahkan pada tanggal 9 November 2001 dan menjadi
bagian dari amandemen ketiga UUD 1945.

Sejak perubahan tersebut, sistem perwakilan dan berita di Indonesia berubah dari sistem
unikameral menjadi sistem bikameral. Sistem unikameral adalah sistem pemerintahan yang
hanya memiliki satu kamar pada kamar atau lembaga legislatif. Sementara, sistem bikameral
adalah praktik pemerintahan yang menggunakan dua kamar legislatif.

30
Lembaga DPD pertama terbentuk pada tanggal 1 Oktober 2004 dengan 128 anggota yang
terpilih melalui pada 5 April 2004. Ginandjar Kartasasmita dari Jawa Barat menjadi ketua
DPD pertama, dibantu dua wakil ketua, yakni Irman Gusman dari Sumatera Barat dan La
Ode Ida dari Sulawesi Tenggara. Anggota DPD periode pertama itu ita hingga terpilih
anggota DPD baru hasil Pemilu 2009.

DPD periode 2009–2014 dipimpin oleh Irman Gusman dari Sumatera Barat yang periode
sebelumnya pernah menjadi wakil ketua. Irman dibantu oleh dua wakil ketua, yakni Gusti
Kanjeng Ratu Hemas dari Yogyakarta dan La Ode Ida dari Sulawesi Tenggara. Jumlah
anggota DPD periode kian bertambah empat orang menjadi 132 orang pesanan-pesanan
Provinsi Sulawesi Barat.

Pada periode ketiga, DPD mengalami dua kali pergantian pimpinan. Awalnya, lembaga
tersebut dipimpin oleh Mohammad Saleh dari Bengkulu dibantu dua wakilnya, yakni GKR
Hemas dari Yogyakarta dan Farouk Muhammad dari NTB. Mereka tinggal hingga setengah
periode, yakni tahun 2017.

Setelah proses terjadi pemilihan ketua dan wakil ketua baru yang diwarnai kegaduhan,
terpilih Oesman Sapta Odang dari Kalimantan Barat sebagai ketua DPD periode 2017–2019
dibantu tiga wakil, yakni Nono Sampono dari Maluku, Darmayanti Lubis dari Sumatera
Utara, dan Akhmad Muqowam dari Jawa Tengah.

DPD periode 2014–2019 menghasilkan sebanyak 217 keputusan. Keputusan itu terdiri atas 6
keputusan tentang usul Prolegnas, 46 keputusan tentang rancangan undang-undang, 97
keputusan tentang hasil pengawasan atas pelaksanaan undang-undang, 26 keputusan tentang
pandangan dan pendapat terhadap RUU dari DPR dan presiden, 8 keputusan tentang
pertimbangan DPD, 27 keputusan tentang pertimbangan DPD terkait anggaran, dan 7 hasil
rekomendasi DPD terkait masalah faktual masyarakat.

Kemudian pada periode 2019–2024, DPD yang dipimpin oleh La Nyalla Mattalitti dari Jawa
Timur. Ia dibantu oleh tiga wakil, yakni Nono Sampono dari Maluku, Mahyudin dari
Kalimantan Timur, dan Sultan Bachtiar Najamudin dari Bengkulu. Jumlah anggota DPD
pada kurun waktu ini bertambah menjadi 136 orang di jamin. (LITBANG KOMPAS)

31
D. Perbedaan Antara DPD dan DPR

Perbedaan yang akan ditemukan diantara 2 lembaga yang berdiri di Indonesia ini adalah
tentang pembagian tugas dan kewewenangan dari keduanya. Dimana tugas dan fungsi dprd
akan sedikit berbeda dengan lembaga lainnya yang akan mencerminkan ciri-ciri negara
hukum di Indonesia.

A. Fungsi dan Wewenang DPD

Format dari representasi DPD adalah berfungsi sebagai pertimbangan. pengawasan dan
legislasi yang merupakan fungsi berdasarkan konstitusi. Berikut penjabarannya:

1.Fungsi Legislasi

penjabaran fungsi legislasi adalah sebagai berikut :

a) Bisa mengajukan RUU kepada DPR

b) Ikut dalam pembahasan sidang RUU

c) Ikut membantu mempertimbangkan keuangan daerah

2. Fungsi Pertimbangan

Penjabaran dari fungsi pertimbangan adalah:Memberikan beragam pertimbangan untuk


membantu DPR

3. Fungsi Pengawasan

Penjabaran dari fungsi pengawasan adalah :

32
a) Dapat melaksanakan dan melakukan pengawasan terhadap UU yang nantinya akan
menyampaikan hasil dari pengawasannya terhadap DPR sebagai sebuah bukti pertimbangan
yang bisa di lanjutkan.

b) Memeriksa hasil keuangan daerah yang dilaksanakan oleh BPK

c) Melaksanakan penganggaran APBN

B. Fungsi dan Wewenang DPR

Sama seperti DPD, DPR juga memiliki tugas dan wewenang DPR yaitu sebagai fungsi
anggran, pengawasan dan legislasi.

1. Fungsi Legislasi

Penjabaran dari fungsi legislasi DPR adalah:Pembentukan UU

2. Fungsi Anggaran

Penjabaran dari fungsi anggran adalah:Memberikan hasil terhadap rancangan APBN, dimana
DPR bisa mensetujui maupun menolak.

3. Fungsi Pengawasan

Penjabaran dari fungsi pengawasan adalah:Pengawasan terhadap jalannya hasil UU dan


APBN

33
Walaupun fungsi dari DPD dan DPR berkesinambungan dan bekerja pada wilayah yang
sama. Namun DPR memiliki fungsi lanjutan dimana DPD hanya sebatas dalam mengajukan,
membahas dan membentuk sedangkan DPR adalah lembaga yang nantinya akan menentukan
atau mengesahkan sesuatu yang telah direncanakan dan dibentuk oleh DPD tersebut.

Disinilah mungkin akan terdapat sebuah perbedaan mencolok diantara kedua lembaga
penting dari negara Indonesia tersebut. Dimana secara garis besar DPD hanya memiliki
wewenang terbatas hanya untuk merencanakan dan bagian pembentukan, pengesahan dan
penerimaan adalah wewenang lanjutan yang diembankan kepada DPR.

Jadi, walaupun DPD dan DPR merupakan lembaga yang akan menyampaikan aspirasi rakyat,
maka DPR adalah bangunan yang akan menampung sedangkan DPD dapat diistilahkan
sebagai sebiah jembatan yang menghubungkan antara rakyat dan DPR secara tidak langsung.
Peranan yang berkelanjutan dan berkesinambungan diantara kedua lembaga ini menyebabkan
keduanya sama-sama penting dan membutuhkan satu sama lain.

34
BAB III
PENUTUP

35
A. Kesimpulan

36
DAFTAR PUSTAKA

https://osf.io/2t9uz/download/?format=pdf

37
https://osf.io/tc9a6/download

http://repository.ubb.ac.id › B...PDF

https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://repository.ubb.ac.id/1681/3/BAB
%2520II.pdf&ved=2ahUKEwjFx8L-
wrDwAhVa7HMBHcJKCxYQFjAAegQIAxAC&usg=AOvVaw1CF8pNxcvsB9fSjPuh4BcN

https://kompaspedia.kompas.id/baca/profil/lembaga/dewan-perwakilan-rakyat-republik-
indonesia

https://kompaspedia.kompas.id/baca/paparan-topik/parlemen-indonesia-dari-masa-ke-masa

https://guruppkn-com.cdn.ampproject.org/v/s/guruppkn.com/perbedaan-antara-dpd-dan-
dpr/amp?amp_js_v=a6&amp_gsa=1&usqp=mq331AQHKAFQArABIA%3D
%3D#aoh=16202859022722&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&amp_tf=Dari
%20%251%24s&ampshare=https%3A%2F%2Fguruppkn.com%2Fperbedaan-antara-dpd-
dan-dpr

38

Anda mungkin juga menyukai