Anda di halaman 1dari 16

PERAN LEMBAGA LEGISLATIF DAN EKSEKUTIF

DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN


PERUNDANG UNDANGAN

Disusun Oleh :
Leony Brasilia Allorerung
D10120099
BT 14

Fakultas Hukum

Universitas Tadulako

2022
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN……………………………………………………………………...
A. Latar Belakang………………………………………………………………………
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………..
C. Tujuan Penelitian……………………………………………………………………
D. Metode Penelitian…………………………………………………………………...

BAB II
PEMBAHASAN………………………………………………………………………
1. Bagaimanakah Peran Eksekutif dan Legislatif Dalam Pembuatan Peraturan
Perundang-undangan ?.....................................................................................................
2. Bagaimanakah Proses Pembuatan Peraturan Perundang-undangan Di
Indonesia?........................................................................................................................

BAB III
PENUTUP……………………………………………………………………………...
1. Kesimpulan…………………………………………………………………………..
2. Saran…………………………………………………………………………………
3. Daftar Pustaka………………………………………………………………………..

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah Negara kesatuan yang demokratis. Bentuk Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI), tertuang dalam pasal 1 ayat (1) 1945. Negara kesatuan
(unitaris) merupakan negara tunggal monosentris (berpusat satu) yang memiliki satu
pemerintahan, satu kepala negara, satu badan legislatif yang berlaku bagi seluruh
daerah di wilayah negara yang bersangkutan1. Aktifitas negara, baik internal maupun
eksternal diurus oleh satu pemerintahan yang memiliki kesatuan langkah, baik yang
berstatus sebagai pusat maupun daerah.
Negara kesatuan memiliki kemerdekaan dan kedaulatan atas seluruh wilayah
atau daerah dan sepenuhnya dipegang oleh satu pemerintah pusat.
Negara kesatuan memberikan kesempatan bagi inisiatif daerah dan peranan
daerah untuk memperjuangkan nasib masing–masing. Hal ini berdasarkan pada pasal
18 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyatakan bahwa negara
Indonesia terdiri dari provinsi maupun kabupaten dan kota yang mempunyai
pemerintahan daerah untuk mengatur, mengurus, menyusun dan menata cara
penyelenggaraan pemerintahan daerah masing-masing sesuai asas otonomi dan tugas
pembantuan yang telah diatur dalam undang-undang No 23 tahun 2014. Hal itu
harus terkoordinasi dengan pusat, sehingga lahirlah konsep yang disebut
desentralisasi dan dekon-sentrasi yang bertujuan mendelegasikan sebagian tugas
tugas pemerintahan kepada daerah-daerah mengenai hal-hal yang di pandang sudah
saatnya diatur sendiri oleh pemerintahan daerah.
Dalam konteks formil pembentukan undangundang di Indonesia, undang-
undang organik dari Pasal 22A UUD 1945 yang mengatur ihwal
pembentukan undang-undang, yakni UU No. 15 Tahun 2019 Perubahan atas
UU No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan (administrative procedure act) telah menentukan bahwa
pembentukan peraturan perundang undangan meliputi pembuatan peraturan
perundang undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan,
pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.5 Undang-
Undang Nomor 15 tahun 2019 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12
tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan disahkan
karena Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang undangan masih terdapat kekurangan dan belum
menampung perkembangan kebutuhan masyarakat sehingga perlu diubah.

1
https://sumber.belajar.kemdikbud.go.id/repos/FileUpload/Makna%20NKRI%20-%20DWI/Bentuk-
Negara-dan-Pemerintahan-NKRI.html
Fungsi Lembaga legislative tersebut adalah sebagai lembaga pembentuk undang-
undang, pelaksana pengawasan terhadap pemerintah dan fungsi anggaran.2
Apa tugas dari lembaga eksekutif?
Lembaga eksekutif adalah lembaga yang berkuasa untuk melaksanakan undang-
undang3.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Peran Eksekutif dan Legislatif Dalam Pembuatan
Peraturan Perundang-undangan ?
2. Bagaimanakah Proses Pembuatan Peraturan Perundang-undangan Di Indonesia?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui bagaimana dan apa saja peran Lembaga Eksekutif
dan Legislatif dalam pembuatan peraturan perundang-undangan.
2. Untuk mengetahui bagaimana proses pembuatan peraturan perundag-undangan Di
Indonesia.

D. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah normatif.
BAB II
PEMBAHASAN

2
https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=12657
3
https://www.hukumonline.com/berita/a/lembaga-eksekutif-legislatif-dan-yudikatif-
lt61d3e9d0ba550/
1. Bagaimanakah Peran Eksekutif dan Legislatif Dalam Pembuatan
Peraturan Perundang-undangan ?
Di Indonesia, terdapat beberapa elemen dimana rakyat menitipkan
kedaulatannya melalui Pemilihan Umum DPR/DPD/DPRD,Presiden/Wapres dan
Gubernur/Wagub serta Bupati/Wabup serta Walikota/Wakil Walikota. Elemen-
elemen ini bekerja atas mandat rakyat yang diatur dalam sistem ketata-negaraan,
yaitu ruang legislatif dan eksekutif.
Tiga cabang kekuasaan penyelenggaraan negara meliputi :Legislatif yang
membuat undang-undang; Eksekutif sebagai pelaksana dan menjalankan undang-
undang; serta Yudikatif, yang mengartikan (interprete) undang-undang, melakukan
ajudikasi arti undang-undang. Pemisahan kekuasaan ini telah menjadi basis
tradisional dalam analisis pemerintahan negara sejak zaman Montesqieu tahun 1726-
1748.
Kewenangan dalam mengatur atau membuat aturan (regeling) pada dasarnya
merupakan wewenang yang dimiliki lembaga legislatif sebagai wakil rakyat untuk
menentukan aturan yang mengikat bagi setiap warga negara. Di Indonesia, dalam hal
kewenangan pembentukan undang-undang sebagai produk hukum tertulis , Pasal 5
ayat (1), dan Pasal 20 UUD NRI 1945 menyebutkan sebagai berikut;
Pasal 5
(1) Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan
Perwakilan Rakyat.
Pasal 20
(1) Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undangundang.
a. Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan
Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan
bersama.
b. Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat
persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh
diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat
masa itu.
c. Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah
disetujui bersama untuk menjadi undang-undang.
d. Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama
tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari
semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan
undang-undang tersebut sah untuk menjadi undang-undang dan
wajib diundangkan.4
Ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 UUD NRI 1945 tersebut bermakna
bahwa kekuasaan membentuk undang-undang dimiliki oleh Dewan Perwakilan
Rakyat bersama Presiden. Jika dicermati, dalam Pasal 20 UUD 1945 sebelum
amandemen dan Pasal 20 UUD NRI 1945 setelah amandemen terdapat pergeseran
kekuasaan legislatif yang semula berada di tangan Presiden menjadi berpindah di
tangan DPR. Dengan adanya perubahan tersebut, menurut Jimly Asshiddiqie, DPR
lah yang dapat dinamakan sebagai legislator atau lembaga pembentuk undang-
undang, sedangkan Presiden merupakan co-legislator. DPR lah yang merupakan
legislator utama atau “primary legislator”, “principal legislator” atau “main
legislator”, bukan lagi Presiden seperti sebelumnya.5
Setiap RUU harus mendapat persetujuan bersama antara DPR dan Presiden.
Apabila tidak mendapatkan persetujuan bersama, maka RUU tersebut tidak boleh
diajukan dalam persidangan berikutnya. Apabila disetujui bersama, maka RUU
tersebut akan disahkan oleh Presiden. Kata persetujuan antara DPR dan Presiden
adalah pengesahan yang bersifat materiil, sedangkan pengesahan oleh Presiden hanya
bersifat formil.6
kita lihat dari kewenangan yang dimiliki oleh DPD hanya sebatas pada
mengajukan RUU dan memberikan pertimbangan kepada DPR serta ikut membahas
suatu RUU.DPD tidak ikut serta untuk menyetujui suatu RUU. Peranan DPR lebih
dominan ketimbang DPD, sehingga Indonesia bisa dikatakan menganut soft
bicameral7.

4
UUD NRI 1945
5
2 Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang Di Indonesia (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan
Kepaniteraan MK RI, 2006):316
6
https://www.dpr.go.id/tentang/pembuatan-uu
7
Taufik Hidayat, “Penerapan Sistem Soft Bikameral Dalam Parlemen Di Indonesia,” JOM Fakultas
Hukum 2, no. 2 (2015): 1–14.
Lembaga dewan (legislatif) pada hakekatnya mempersiapkan hubungan
antara pemerintah dan rakyat. Ia juga merupakan saluran komunikasi yang dapat
mendukung pemerintah maupun rakyat. Yaitu, dalam hal mendorong dan memaksa
pemerintah untuk merespons secara teliti permintaan atau aspirasi rakyat.
Berkaitan dengan pembuatan peraturan perundang-undangan, pada
prinsipnya bahwa Undang-undang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan
persetujuan bersama Presiden.
Sebagai dasar hukum pembentukkan peraturan perundang-undangan, hal yang
baru dalam UU 15 tahun 2019 adalah pengaturan mekanisme pembahasan
Rancangan Undang-Undang yang sudah dibahas oleh DPR bersama Presiden dalam
suatu periode untuk dibahas kembali dalam periode selanjutnya untuk memastikan
keberlanjutan dalam pembentukan Undang-Undang dan pengaturan mengenai
Pemantauan dan Peninjauan terhadap Peraturan Perundang-undangan sebagai satu
kesatuan yang tak terpisahkan dalam proses Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan.8
Pasal 20 menentukan :
1. Penyusunan Prolegnas dilaksanakan oleh DPR, DPD, dan Pemerintah.
2. Prolegnas ditetapkan untuk jangka menengah dan tahunan berdasarkan
skala prioritas pembentukan Rancangan Undang-Undang.
3. Penyusunan dan penetapan Prolegnas jangka menengah dilakukan pada awal
masa keanggotaan DPR sebagai Prolegnas untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.
4. Sebelum menyusun dan menetapkan Prolegnas jangka menengah sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), DPR, DPD, dan Pemerintah melakukan evaluasi
terhadap Prolegnas jangka menengah masa keanggotaan DPR sebelumnya.
5. Prolegnas jangka menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
dievaluasi setiap akhir tahun bersamaan dengan penyusunan dan penetapan
Prolegnas prioritas tahunan.
6. Penyusunan dan penetapan Prolegnas prioritas tahunan sebagai pelaksanaan
Prolegnas jangka menengah dilakukan setiap tahun sebelum penetapan
Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Selanjutnya Ketentuan Pasal 21 berbunyi sebagai berikut:

8
https://www.indonesia-investments.com/id/budaya/politik/ikhtisar-struktur-politik/item, diakses
oktober 2020.
1. Penyusunan Prolegnas antara DPR dan Pemerintah dikoordinasikan oleh
DPR melalui alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi.
2. Penyusunan Prolegnas di lingkungan DPR dikoordinasikan oleh alat
kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi.
3. Penyusunan Prolegnas di lingkungan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan dengan mempertimbangkan usulan dari fraksi, komisi, anggota DPR,
DPD, dan/atau masyarakat.
4. Penyusunan Prolegnas di lingkungan Pemerintah dikoordinasikan oleh
menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan Prolegnas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan
Peraturan DPR.
6. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan Prolegnas di lingkungan
Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan
Presiden.
1. Rancangan Undang-Undang yang diajukan oleh Presiden disiapkan oleh menteri
atau pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian sesuai dengan lingkup tugas
dan tanggung jawabnya.
2. Dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang, menteri atau pimpinan
lembaga pemerintah nonkementerian terkait membentuk panitia antar kementerian
dan/atau antar nonkementerian.
3. Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang-
Undang yang berasal dari Presiden dikoordinasikan oleh menteri atau kepala
lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan Rancangan
Undang- Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Presiden.

Pasal 49, menentukan :

1. Rancangan Undang-Undang dari DPR disampaikan dengan surat pimpinan


DPR kepada Presiden.
2. Presiden menugasi menteri yang mewakili untuk membahas Rancangan
Undang- Undang bersama DPR dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh)
hari terhitung sejak surat pimpinan DPR diterima.
3. Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengoordinasikan persiapan
pembahasan dengan menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Crabbe berpendapat bahwa aspek terpenting dari peraturan perundang-
undangan bukan hanya terkait aspek pengaturannya tetapi juga proses
pembentukannya (the important part of legislation is not only the regulatory aspect
but the law-making process itself).10 Penyusunan peraturan perundang-undangan
yang baik, pada hakekatnya juga perlu memperhatikan dasar-dasar pembentukannya
terutama berkaitan dengan landasan-landasan, asas-asas yang berkaitan dengan materi
muatannya. 9
Berdasarkan UUD NRI 1945 jelas tergambar bahwa dalam rangka fungsi
legislatif dan pengawasan, lembaga utamanya adalah Dewan Perwakilan Rakyat.11
Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 menegaskan “Dewan Perwakilan Rakyat memegang
kekuasaan membentuk undanga-undang”. Bandingkan dengan ketentuan Pasal 5 Ayat
(1) yang berbunyi “Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada
Dewan Perwakilan Rakyat”.Pasal 5 ayat (1) ini sebelum perubahan Pertama tahun
1999 berbunyi, “Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”.
Kedua pasal tersebut setelah Perubahan Pertama tahun 1999, berubah drastis
sehingga mengalihkan pelaku kekuasaan legislatif atau kekuasaan pembentukan
undang-undang itu dari tangan Presiden ke tangan Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR). Dengan perkataan lain sejak Perubahan Pertama UUD 1945 pada tahun
1999, telah terjadi pergeseran kekuasaan substantif dalam kekuasaan legislatif dari
tangan Presiden ke tangan Dewan Perwakilan Rakyat.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 4 Ayat
(1) menyebutkan bahwa “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”. Ditinjau dari teori pembagian
kekuasaan, yang dimaksud kekuasaan pemerintahan adalah kekuasaan eksekutif.
Menurut Bagir Manan, sebagai kekuasaan eksekutif penyelenggaraan pemerintahan
yang dilaksanakan Presiden dapat dibedakan antara kekuasaan penyelenggaraan

9
VCRAC Crabbe, Legislatif Drafting, (London: Cavendish Publishing Limited, 1994), hlm. 4.
pemerintah yang bersifat umum dan kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan yang
bersifat khusus.10

B. Bagaimanakah Proses Pembuatan Peraturan Perundang-undangan Di


Indonesia?

Pembentukan peraturan perundang-undangan adalah proses pembuatan


peraturan perundang-undangan yang pada dasarnya dimulai dari perencanaan,
persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan,
dan penyebarluasan.11
Penyelenggaraan pemerintahan baik dipusat maupun didaerah, pembentukan
peraturan perundang-undangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Dengan
demikian maka, perlu memahami apa itu perundang-undangan. Kata “perundang-
undangan” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai yang
“bertalian dengan undang-undang atau seluk beluk undang-undang” sedangkan kata
“undang-undang” diartikan sebagai “ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan
Negara yang dibuat oleh Pemerintah (menteri, badan eksekutif dan sebagainya)
disahkan oleh Parlemen (dewan perwakilan rakyat, badan legislatif, dan
sebagainya), ditanda tanggani oleh kepala Negara (Presiden, kepala Pemerintah,
Raja), dan mempunyai kekuatan yang mengikat.12
Secara formil proses pembentukan undang-undang di Indonesia, undang
undang organik dari Pasal 22A UUD 1945 yang mengatur ihwal pembentukan
undang-undang, yakni UU No. 15 Tahun 2019 Perubahan atas UU No. 12 Tahun
2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (administrative
procedure act) telah menentukan bahwapembentukan peraturan perundang-undangan
meliputi pembuatan peraturan perundang-undangan yang mencakup tahapan

10
Bagir manan, Pertumbuhan Dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara, Mandar Maju, Bandung,
1995, hlm. 122.
11

https://ditjenpp.kemenkumham.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=232:proses-
pengharmonisasian-sebagai-upaya-meningkatkan-kualitas-peraturan-perundang-
undangan&catid=100&Itemid=180#:~:text=Pembentukan%20peraturan%20perundang%2Dundangan
%20adalah,pengesahan%2C%20pengundangan%2C%20dan%20penyebarluasan.
12
Suharso dan Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi Lux, Widya Karya
Semarang,2011 hlm. 616.
perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan
pengundangan13.
Secara garis besar proses pembentukan Undang-Undang terdiri atas
beberapa tahap, yaitu: 14
1. Proses persiapan pembentukan undang-undang, yang dalam UndangUndang
Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 Tentang Pembentukan Peraturan PerundangUndangan (UU 15/2019) dimulai
dengan tahapan perencanaan peraturan perundang-undangan. Perencanaan
penyusunan Undang-Undang ini dilakukan dalam Program Legislasi Nasional.
Dalam penyusunan UndangUndang berdasarkan Prolegnas tersebut, rancangan
undang- undang yang dimaksud dapat berasal dari Pemerintah (Presiden),
berdasarkan Pasal 5 ayat (1) UUD NRI 1945 dan Pasal 43 ayat (1) UU 15/2019, dari
Dewan Perwakilan Rakyat, berdasarkan Pasal 20 ayat (1) UUD NRI 1945 dan Pasal
43 ayat (1) UU 15/2019, dari Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, berdasarkan Pasal
21 UUD NRI 1945, dan dari Dewan Perwakilan Daerah, berdasarkan Pasal 22D
UUD NRI 1945 dan Pasal 43 ayat (2) UU UU 15/2019.
2. Proses pembahasan rancangan undang-undang dilakukan oleh Dewan Perwakilan
Rakyat bersama Presiden atau menteri yang ditugasi. Pembahasan RUU tersebut
berdasarkan Pasal 67 UU 15/2019 dilaksanakan dalam dua tingkat pembicaraan,
yaitu pembicaraan tingkat I yang dilakukan dalam rapat komisi, rapat gabungan
komisi, rapat Badan Legislasi, rapat Badan Anggaran, atau Panitia Khusus.
Sedangkan pembicaraan tingkat II dilaksanakan dalam rapat paripurna.
3. Proses pengesahan rancangan undang-undang oleh Presiden, dan
4. Proses pengundangan (oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum).
Bisa kita lihat di atas bahwa dapat dilihat secara singkat, pembentukan
undang-undang merupakan wewenang yang dimiliki oleh lembaga legislatif yang
dalam hal ini adalah DPR RI yang dilakukan bersama Presiden sesuai dengan
amanat konstitusi.
Tujuannya adalah agar setiap orang mengetahui adanya pemberlakuan dari
suatu undang-undang. Oleh karenannya, agar memenuhi keabsahan pembentukan,

13
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.
14
6 Maria Farida Indrati S, Ilmu Perundang-Undangan 2 Proses Dan Teknik Penyusunan (Yogyakarta:
Kanisius, 2007):11
harus dilalui segala proses dalam tahapan tersebut. Karena sifatnya komulatif, maka
tidak boleh ada satupun yang tertinggal, bahkan meskipun semua dilakukan, tidak
boleh ada pelanggaran formil di tiap tahapannya.15

BAB III
PEMBAHASAN

15
Pelanggaran formil adalah pembentukan undang-undang tidak memenuhi ketentuan pembentukan
undang-undang berdasarkan UUD 1945 dan UU Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan.
1. Kesimpulan
Fungsi legislasi merupakan fungsi pembentukan undang-undang. Dengan
adanya ajaran pemisahan kekuasaan, maka antara legislatif dan eksekutif dipisahkan
secara tegas antara fungsi dan lembaganya. Namun pada beberapa negara, pemisahan
kekuasaan ini tidak diterapkan secara mutlak. Di Indonesia sendiri, yang menganut
sistem pemerintahan presidensiil apabila dibandingkan dengan Amerika Serikat yang
juga menganut sistem pemerintaha presidensiil terdapat perbedaan yang jelas dalam
keterlibatan Presiden sebagai lembaga eksekutif dalam pemebntukan undang-undang.

Pada prinsipnya terdapat hubungan antara Eksekutif dan Legislatif terkait


dengan kekuasaan pembuatan undang-undang. Dalam pembuatan undang-undang,
eksekutif, dalam hal ini Presiden berhak mengajukan Rancangan Undang-Undang
(RUU) kepada legislatif (DPR). Rancangan Undang-Undang yang diajukan oleh
Presiden tersebut, kemudian dibahas bersama DPR. Apabila RUU tersebut
mendapat persetujuan bersama, RUU dapat disahkan menjadi UU.Presiden yang
merupakan puncak kekuasaan eksekutif dalam menjalankan kekuasaannya bekerja
sama dengan DPR sebagai lembaga legislatif. Walaupun demikian hubungan antara
eksekutif dan legislatif terdapat hubungan yang bersifat politis. Karena dalam
produk peraturan perundang-undanganselalu terdapat pertimbangan yang diberikan
oleh lembaga legislatif yang pada dasarnya merupakan hasil perundingan para elit
politik.

2. Saran
1. Adanya perbedaan kewenangan eksekutif dalam pembentukan undang-undang
antara Indonesia dengan Amerika Serikat, meskipun keduanya sama-sama merupakan
negara yang menerapkan sistem presidensil sejatinya terjadi, karena adanya
perbedaan, yaitu Indonesia merupakan Negara soft bicameral, sedangkan Amerika
Serikat strong bicameral. Oleh sebab itu, tidak bisa secara an sich dipersamakan,
namun justru seharusnya perbedaan yang ada tersebut disempurnakan dengan tetap
memperhatikan ciri khas dari Negara tersebut.
2. Dalam rangka pembangunan hukum nasional, maka diharapkan pembentukan
peraturan perundang-undangan harus dilakukan dengan metode yang baik yang
mengikat semua lembaga yang berwenang membuat peraturan perundang-
undangan, dalam hal ini lembaga eksekutif dan legislatif. Karena tujuan utama dari
pembentukan peraturan perundang-undangan itu bukan lagi menciptakan kodifikasi
bagi norma-norma dan nilai-niai kehidupan yang sudah ada dalam masyarakat, tetapi
tujuan utama pembentukan undang-undang itu adalah menciptakan modifikasi atau
perubahan dalam kehidupan masyarakat.
3. Walaupun hubungan eksekutif dan legislatif bersifat politis, namun diharapkan
bahwa dalam tahapan pembentukan peraturan perundang-undangan, disamping
menurut landasan yuridis Undang-Undang No. 15 Tahun 2019 Perubahan atas. UU
No. 12 Tahun 2011, tetapi juga harus didasarkan pada landasan filsafat,
sebagaimana Pancasila yang menjadi dasar filsafat perundang-undangan, dalam arti
tidak bertentangan dengan dasar falsafah Pancasila. Demikian juga harus dilakukan
atas dasar landasan sosiologis dan bukan politis, sehingga produk peraturan
perundang- undangan akan diterima oleh masyarakat secara wajar bahkan spontan
dan pada gilirannya akan mempunyai daya berlaku efektif tanpa terjadinya
penolakan oleh masyarakat.

3. Daftar Pustaka
https://sumber.belajar.kemdikbud.go.id/repos/FileUpload/Makna%20NKRI%20-%20DWI/Bentuk-Negara-dan-

Pemerintahan-NKRI.html

https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=12657

https://www.hukumonline.com/berita/a/lembaga-eksekutif-legislatif-dan-yudikatif-lt61d3e9d0ba550/

UUD NRI 1945

Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang Di Indonesia (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI,

2006):316

https://www.dpr.go.id/tentang/pembuatan-uu

Taufik Hidayat, “Penerapan Sistem Soft Bikameral Dalam Parlemen Di Indonesia,” JOM Fakultas Hukum 2, no. 2

(2015): 1–14.

https://www.indonesia-investments.com/id/budaya/politik/ikhtisar-struktur-politik/item, diakses oktober 2020.

VCRAC Crabbe, Legislatif Drafting, (London: Cavendish Publishing Limited, 1994), hlm. 4.
Bagir manan, Pertumbuhan Dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara, Mandar Maju, Bandung, 1995, hlm.

122.

https://ditjenpp.kemenkumham.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=232:proses-

pengharmonisasian-sebagai-upaya-meningkatkan-kualitas-peraturan-perundang-

undangan&catid=100&Itemid=180#:~:text=Pembentukan%20peraturan%20perundang%2Dundangan%20adalah,

pengesahan%2C%20pengundangan%2C%20dan%20penyebarluasan.

Suharso dan Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi Lux, Widya Karya Semarang,2011 hlm. 616.

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Maria Farida Indrati S, Ilmu Perundang-Undangan 2 Proses Dan Teknik Penyusunan (Yogyakarta: Kanisius,

2007):11

Pelanggaran formil adalah pembentukan undang-undang tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-

undang berdasarkan UUD 1945 dan UU Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Anda mungkin juga menyukai