DISUSUN OLEH :
ANISA
1701414345
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah Puji dan Syukur Saya panjatkan Kehadirat allah swt , yang masih
memberikan nikmat dan karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
kami yang berjudul ”Proses pembentukan undang-undang & peraturan daerah” dalam
makalah saya ini saya menyelesaikanya dengan semampu saya sesuai dengan beberapa
literasi yang saya dapat.
Sekian makalah yang saya buat semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca .
Apabila ada kesalahan kata dalam makalah saya mohon dimaklumi sekian makalah
yang saya buat dan saya ucapkan banyak terimakasih.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan............................................................................................16
3.2 Saran.......................................................................................................16
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Perkembangan peratuaran perundangan sangat flexible mengikuti
perkembangan zaman sesuai dengan Pasal 22A Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Ketentuan lebih
lanjut mengenai tata cara pembentukan undang-undang diatur lebih lanjut
dengan undang-undang.” Namun, ruang lingkup materi muatan Undang-
Undang ini diperluas tidak saja Undang-Undang tetapi mencakup pula
Peraturan Perundang-undangan lainnya, selain Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
c. Perintah UU lainya;
Penyusunan Prolegnas memuat judul RUU, materi yang diatur, dan keterkaitanya
dengan peraturan perundang-undangan lainya. Materi yang diatur dan keterkaitanya
dengan peraturan perundang-undang lainya merupakan keterangan mengenai konsep
RUU yang meliputi:
3
b. Sasaran yang ingin diwujudkan;
Dalam hal RUU yang akan disusun masuk dalam Prolegnas maka
penyusunannya tidak memerlukan persetujuan izin prakarsa dari Presiden. Pemrakarsa
dalam menyusun RUU dapat terlebih dahulu menyusun naskah akademik mengenai
materi yang akan diatur. Penyusunan naskah akademik dilakukan oleh pemrakarsa
bersama-sama dengan departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang
peraturan perundang-undangan. Saat ini departemen yang mempunyai tugas dan
tanggung jawab di bidang peraturan perundang-undangan adalah Departemen Hukum
dan Hak Asasi Manusia (Depkumham). Selanjutnya, pelaksanaan penyusunan naskah
4
akademik dapat diserahkan kepada perguruan tinggiatau pihak ketiga lainnya yang
mempunyai keahlian.
5
dan paraf persetujuan dari Menhukham diutamakan pada harmonisasi konsepsi dan
teknik perancangan perundang-undangan. Pertimbangan dan paraf persetujuan diberikan
paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak RUU diterima.
Dalam hal RUU tidak memiliki permasalahan lagi baik dari segi substansi
maupun segi teknik perancangan perundang-undangan maka pemrakarsa mengajukan
RUU tersebut kepada presiden untuk disampaikan kepada DPR. Namun, apabila
presiden berpendapat RUU masih mengandung permasalahan maka presiden
menugaskan kepada Menhukham dan pemrakarsa untuk mengkoordinasikan kembali
penyempurnaan RUU tersebut dan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak
diterima penugasan maka pemrakarsa harus menyampaikan kembali RUU kepada
presiden.
6
Apabila koordinasi tersebut tidak berhasil maka Menhukham dan pemrakarsa
melaporkan kepada presiden disertai dengan penjelasan mengenai perbedaan pendapat
atau pandangan yang muncul. Pelaporan kepada presiden ini ditujukan untuk
mendapatkan keputusan atau arahan yang sekaligus merupakan izin prakarsa
penyusunan RUU.
7
d. RUU Yang Disusun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
RUU yang berasal dari usul inisiatif DPR dapat dilakukan melalui beberapa pintu,
yaitu
1. Badan Legislasi
2. Komisi
3. Gabungan komisi
4. Tujuh belas orang anggota.
Usul RUU yang diajukan oleh Baleg, Komisi, Gabungan Komisi ataupun
anggota diserahkan kepada pimpinan DPR selanjutnya, pimpinan sidang akan
mengumumkan kepada anggota tentang adanya RUU yang masuk, kemudian RUU
tersebut dibagikan kepada seluruh anggota. Rapat paripurna akan memutuskan apakah
RUU tersebut secara prinsip dapat diterima sebagai RUU dari DPR. Sebelum keputusan
diiterima atau tidaknya RUU, diberikan kesempatan kepada fraksi-fraksi untuk
memberikan pendapat.
a. Tahap Perencanaan
1. Proses Penyusunan
8
2. Keputusan Prolegnas
Daftar judul RUU yang ada dalam Prolegnas yang merupakan hasil dari
pembahasan bersama antara Pemerintah dan DPR kemudian ditetapkan di Rapat
Paripurna DPR untuk kemudian dimuat dalam keputusan DPR RI.
Dalam keadaan tertentu, pemrakarsa RUU (baik itu Pemerintah atau DPR) dapat
mengajukan RUU dari luar daftar Prolegnas. Rancangan undang-undang (yang
diajukan di luar Prolegnas) terlebih dahulu disepakati oleh Badan Legislasi dan
selanjutnya Badan Legislasi melakukan koordinasi dengan menteri yang tugas dan
tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan untuk mendapatkan
persetujuan bersama, dan hasilnya dilaporkan dalam rapat paripurna untuk ditetapkan.
b.Tahap Penyusunan
1. APBN
2. Penetapan Perpu
3. Pencabutan UU atau pecabutan Perpu; yang cukup disertai dengan keterangan
yang memuat pokok pikiran dan meteri muatan yang diatur.
Kemudian hal penting yang terkait dengan Naskah Akademik adalah sebagaimana yang
dinyatakan dalam Pasal 44 UU PPP bahwa penyusunan Naskah Akademik yang
tercantum dalam Lampiran 1 UU PPP, sehingga didapatkan formula Naskah Akademik
yang sama, baik dari sisi sistematika, teknis penyusunanya maupun kedalam substansi
yang akan diatur.
Untuk memastikan bahwa penyusunan RUU berjalan baik seusuai prosedur dan
teknik penyusunan perundang-undangan, maka diatur ketentuan bahwa setiap RUU
9
yang diajukan kepada DPR oleh anggota DPR, komisi, gabungan komisi, atau DPD
harus dilakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU oleh
Badan Legislasi DPR RI. Demikian halnya terhadap RUU yang diajukan oleh Presiden
yang penyiapanya dilakukan oleh menteri atau pimpinan lembaga pemerintahan
nonkementerian sesuai dengan lingkup tugas tanggung jawabnya, dilakukan
pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU oleh Menteri Hukum
dan HAM.
c. Tahap Pembahasan
1. Otonomi daerah
2. Hubungan pusat dan daerah
3. Pembentukan, pemekaran, penggabungan daerah
4. Perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Keikutsertaan DPD dalam pembahasan RUU dilakukan hanya pada pembicara tingkat I
(Satu), kemudian dalam pembahsan tersebut DPD diwakili oleh alat kelengkapan yang
membidangi materi muatan RUU tersebut.
d. Tahap Pengesahan
Sesuai ketentuan Pasal 72 PPP bahwa RUU yang telah disetujui bersama oleh
DPR dan Presiden disampaikan oleh pimpinan DPR kepada Peresiden untuk disahkan
menjadi UU. Penyampaian RUU tersebut dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7
(tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama. Penentuan tenggang waktu 7
(tujuh) hari dianggap layak untuk mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan
teknis penulisan RUU kelembaran resmi Presdiden sampai dengan penandatangan
10
pengesahan UU oleh Presiden dan penandatanganan sekaligus pengundangan ke
Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) oleh Mentri Hukum dan HAM.
e. Tahap Pengundangan
f. Tahap Penyebarluasan
11
komisi/panitia/badan/Badan Legislasi DPR. Sementara penyebarluasan RUU yang
berasal dari presiden dilaksankan oleh instansi pemrakarsa.
12
penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi (Pasal 14 UU
12/2011).
Fungsi Peraturan Daerah diatur dalam BAB IV khususnya pada pasal 69 dan
pasal 70. UU no. 22 Tahun 1999. Fungsi Keputusan Kepala Daerah Adalah
menyelenggarakan pengaturan dalam rangka pelaksanaan Peraturan Daerah yang
bersangkutan dan tugas-tugas pemerintahan.
13
1. Perumusan
Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) dapat berasal dari DPRD atau kepala
daerah (gubernur, bupati, atau walikota). Raperda yang disiapkan oleh Kepala Daerah
disampaikan kepada DPRD. Draf Raperda pada dasarnya adalah kerangka awal yang
dipersiapkan untuk mengatasi masalah sosial yang hendak diselesaikan.
Apapun jenis peraturan daerah yang akan dibentuk, maka rancangan perda
tersebut harus secara jelas mendiskripsikan tentang penataan wewenang (regulation of
authority) bagi lembaga pelaksana (law implementing agency) dan penataan perilaku
(rule of conduct /rule of behavior) bagi masyarakat yang harus mematuhinya (rule
occupant). Secara sederhana harus dapat dijelaskan : siapa lembaga pelaksana aturan,
kewenangan apa yang diberikan padanya, perlu tidaknya dipisahkan antara organ
pelaksana peraturan dengan organ yang menetapkan sanksi atas ketidak patuhan,
persyaratan apa yang mengikat lembaga pelaksana, apa sanksi yang dapat dijatuhkan
kepada aparat pelaksana jika menyalahgunakan wewenang
2. Pembahasan
Pembahasan pada tim teknis, adalah pembahasan yang lebih merepresentasi pada
kepentingan eksekutif. Oleh UU tentang perundang-undangan, diwajibkan bagi
pemerintah untuk memberi kesempatan kepada semua masyarakat berpartisipasi aktif
baik secara lisan maupun tulisan (Pasal 53). Pembahasan pada lingkup DPRD sangat
sarat dengan kepentingan politis masing-masing fraksi.
3. Pengesahan
Perjalanan akhir dari perancangan sebuah draf perda adalah tahap pengesahan
yang dilakukan dalam bentuk penandatangan naskah oleh pihak pemerintah daerah
dengan DPRD. Dalam konsep hukum, perda tersebut telah mempunyai kekuatan hukum
materiil (materiele rechtskrach) terhadap pihak yang menyetujuinya.
14
Sejak ditandatangani, maka rumusan hukum yang ada dalam raperda tersebut
sudah tidak dapat diganti secara sepihak. Pengundangan dalam Lembaran Daerah
adalah tahapan yang harus dilalui agar raperda mempunyai kekuatan hukum mengikat
kepada publik. Dalam konsep hukum, maka draf raperda sudah menjadi perda yang
berkekuatan hukum formal (formele-rechtskrach). Secara teoritik, “semua orang
dianggap tahu adanya perda” mulai diberlakukan dan seluruh isi/muatan perda dapat
diterapkan.
Raperda yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Gubernur atau
Bupati/Walikota disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Gubernur atau
Bupati/Walikota untuk disahkan menjadi Perda, dalam jangka waktu palinglambat 7
hari sejak tanggal persetujuan bersama. Raperda tersebut disahkan oleh Gubernur atau
Bupati/Walikota dengan menandatangani dalam jangka waktu 30 hari sejak Raperda
tersebut disetujui oleh DPRD dan Gubernur atau Bupati/Walikota.
Jika dalam waktu 30 hari sejak Raperda tersebut disetujui bersama tidak
ditandangani oleh Gubernur atau Bupati/Walikota, maka Raperda tersebut sah menjadi
Perda dan wajib diundangkan.
BAB III
15
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Begitu juga pada peraturan daerah Peraturan daerah provinsi adalah peraturan
yang dibentuk oleh gubernur/kepala daerah provinsi bersama-sama dengan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) provinsi, dalam melaksanakan otonomi daerah yang
diberikan kepada pemerintah daerah provinsi.
3.2 Saran
Sebagai generasi penerus bangsa kita harus tahu dan memahami akan
pentingnya konstitusi bagi negara,serta berusaha untuk mempelajari semua hal yang
berkaitan dengan konstitusi ini untuk dapat kita jadikan pedoman dalam mengatasi
setiap masalah dalam kapasitas kita sebagai warga negara.
DAFTAR PUSTAKA
16
Aziz Syamsyudin. Proses dan Teknik Penyusunan Undang - Undang, Jakarta Timur;
Sinar Grafik (2014)
https://a-i-n-a.blogspot.com/2016/04/pengertian-peraturan-daerah-provinsi.
html (Diakses 07 Desember 2017, jam 07.45)
Kinel Blog, 2016.Beda Peraturan Daerah (PERDA) dan Peraturan Gubernur (PERGUB)
https://kinelblog.wordpress.com/2016/04/05/beda-peraturan-daerah-perda-dan-
peraturan-gubernur-pergub/(Diakses 07 Desember 2017, jam 08.00)
17