Anda di halaman 1dari 20

ANALISIS PROGRAM LEGISLASI NASIONAL

“PERAN DAN DAMPAKNYA DALAM PEMBENTUKAN HUKUM DI INDONESIA”

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 5

ALBERT PHIL COLLIN 2112011340


FERNANDHITO SURYA FIRSTLY PAKADANG 2112011344
KARFIKA ROSAIDA FASYAH 2112011395
EGA LITERIAN LISBA 2112011402
AJENG DWI MUTIARA WANSYA 2112011339

MATA KULIAH:
HUKUM PERUNDANG-UNDANGAN

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
2023/2024

1
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia- Nya kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ANALISIS PROGRAM LEGISLASI NASIONAL
“PERAN DAN DAMPAKNYA DALAM PEMBENTUKAN HUKUM DI INDONESIA”
kami mengucapkan terima kasih banyak kepada Ibu Dewi Nurhalimah, S.H.,M.H. yang telah
membantu sabaik secara moral maupun materi. Kami menyadari, bahwa makalah yang kami
buat ini masih jauh dari kata sempurna baik dari segi penyusunan maupun penulisannya. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sebagai
acuan agar kami menjadi lebih baik lagi ke depannya.Semoga makalah ini dapat menambah
wawasan untuk para pembaca dan bermanfaat bagi perkembangan Pendidikan.

Bandar Lampung, 1 November 2023

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 2


DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 3
BAB I ......................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................................................... 5
1.4 Metode Penelitian ........................................................................................................ 5
BAB II........................................................................................................................................ 6
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 6
2.1 Sebelum Berlakunya UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan ................................................................................................... 7
2.2 Dampak dan Peran Program Legislasi Nasional ....................................................... 15
2.3 Akibat Hukum Pelaksanaan Program Legislasi Nasional ......................................... 16

BAB III .................................................................................................................................... 19


PENUTUP................................................................................................................................ 19
3.1 Kesimpulan................................................................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 20

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembentukan undang-undang merupakan salah satu unsur penting disamping unsur-
unsur lainnya dalam rangka pembangunan hukum nasional, sementara itu untuk
mengembangkan undang-undang yang sesuai dengan perkembangan masyarakat, terutama
di era globalisasi modern yang disebabkan oleh kemajuan teknologi informasi, dan tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan saat ini atau bertentangan dengan
Undang-Undang Dasar 1945.

Prolegnas merupakan tahapan awal dari pembentukan UndangUndang yakni tahapan


Perencanaan. Menurut Pasal 1 Angka 9 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Undang-Undang P3), Legislasi Nasional, yang selanjutnya disebut
Prolegnas, berfungsi sebagai alat untuk mengatur program pembentukan undang-undang
yang sistematis, terencana, dan terpadu. Maka prolegnas merupakan pedoman dan
pengendali penyusunan peraturan perundang-undangan tingkat pusat yang mengikat
lembaga berwenang untuk membentuk UndangUndang1

Dasar hukum untuk melakukan kegiatan Prolegnas ini adalah sebagaimana disebutkan
Pasal 15 Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan mengatakan bahwa: “perencanaan penyusunan undang-undang dilakukan dalam
suatu Prolegnas”2. Dengan demikian Prolegnas merupakan instrumen perencanaan
pembentukan peraturan perundang-undangan tingkat pusat yang memuat skala prioritas
Program Legislasi Jangka Menengah dan Tahunan yang disusun secara berencana, terpadu
dan sistematis oleh Dewan Perwakilan Rakyat RI bersama Pemerintah sesuai dengan
perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dalam rangka mewujudkan sistem hukum
nasional yang sesuai dengan amanat konstitusi.

Secara teknis, program legislasi nasional memuat daftar skala prioritas Rancangan

1
Yeti Yuniarsih, Skripsi Analisis Pembentukan Program Legislasi Nasional di Indonesia Tahun 2004-2009,
(Lampung : Unila, 2021), Hlm 1
2
Undang-undang No 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan , Pasal 15, Diakses
pada 01-11-23
4
Undang-Undang (RUU) yang akan di bentuk pada suatu periode tertentu. Periode tersebut
ada yang 5 tahun, yang disebut sebagai program legislasi nasional jangka menengah atau 5
tahunan dan ada juga untuk periode 1 tahun, yang disebut sebagai program legislasi
nasional prioritas tahunan. Program legislasi nasional 5 tahunan tersebut pada
pelaksanaannya dipenggal-penggal menjadi prioritas tahunan atau prolegnas tahun.
Prolegnas 5 tahun itu dapat di evaluasi atau di sesuaikan dengan perkembangan setiap
tahunnya bersamaan dengan ditetapkannya program legislasi nasional tahunan.

Dengan demikian, menjadi jelas bahwa maksud penyusunan program legislasi nasional,
adalah agar dapat merencanakan dan memberi arahan yang sistematis mengenai
pembangunan hukum nasional, serta menyusun prioritas rancangan undang-undang yang
akan dibentuk dalam periode tertentu sebagai landasan operasional dalam pencapaian tujuan
pembangunan nasional.3
Maksud dari penyusunan prolegnas tersebut di atas maka tujuan yang ingin dicapai
dalam penyusunan program legislasi nasional (prolegnas) adalah dengan tersedianya
Perencanaan dan arahan yang sistematis dalam melaksanakan program pembangunan
hukum nasional, dan tersusunnya daftar rancangan undang-undang yang sesuai dengan arah
kebijakan pembangunan nasional, serta terwujudnya undang-undang yang aspiratif dan
memenuhi kebutuhan masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pelaksanaan Prolegnas sampai saat ini?


2. Apa dampak dan peran dari keberadaan Progam Legislasi Nasional ?
3. Bagaimana akibat hukum dari pelaksanaan Prolegnas?

1.3 Tujuan Penulisan


Maksud diadakannya makalah ini adalah untuk menelaah lebih jauh peran Prolegnas
dalam perencanaan pembentukan hukum nasional berdasarkan UUD Tahun 1945 (Pasca
Amandemen). Sedangkan tujuannya adalah sebagai bahan masukan dalam perencanaan
pembangunan hukum nasional.

1.4 Metode Penyusunan

3
Muslimah, Disertasi Politik Hukum Program Legislasi Nasional dalam Pembentukan Undang-Undang, (Makassar
: Universitas Hasanuddin, 2021) Hlm 12
5
Untuk mendapatkan data yang terkait dengan peraturan perundang-undangan, penelitian ini akan
menggunakan metode studi kepustakaan (library research). Dan Untuk mencari informasi mengenai
permasalahan yang terjadi akan ditelusuri melalui berbagai media massa disamping pengalaman
empiris dari

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sebelum Berlakunya UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan


Perundang-undangan

Sebelum memasuki pembahasan perkembangan pembentukan peraturan melalui


Prolegnas, ada baiknya secara singkat dipaparkan tentang sejarah Prolegnas sebagai landasan
historis untuk kita mengembangkan masalah Prolegnas yang telah dikembangkan oleh pemikir
sebelumnya.4

A. Periode Pembentukan Konsepsi 1976-19775

Pemikiran mengenai perencanaan peraturan perundang-undangan dan hubungannya


dengan Program Legislasi Nasional dimulai sejak tahun 1976 dalam sebuah Simposium tentang
Pola Perencanaan Hukum dan Perundangundangan di Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Dalam
proses pengelolaan instrumen Prolegnas hingga saat ini, Departemen Hukum dan HAM serta
Badan Pembinaan Hukum Nasional telah berperan sebagai fasilitator utama. Cara
pengelolaannya mengikuti Alur Proses Penyusunan Program Legislasi Nasional. Untuk
memberikan gambaran singkat tentang bagaimana mekanisme Program Legislasi Nasional
beroperasi dan jenis kegiatan yang terkait dengan instrumen Prolegnas, akan diuraikan dalam
konteks ini.

B. Periode Pelembagaan dan Pembentukan Pola (1983-1998)

Guna memperkuat proses penyusunan Program Legislasi Nasional, pada tanggal 17-19
Oktober 1983 di Jakarta diadakan "Rapat Kerja Konsultasi Prolegnas Pelita IV," yang
menghasilkan rekomendasi agar Menteri Kehakiman segera membentuk Panitia Kerja Tetap
Program Legislasi Nasional (Panjatap Prolegnas). Sebagai tindak lanjutnya, Menteri
Kehakiman mengeluarkan surat Nomor: M-PR.02.08-41 pada tanggal 26 Oktober 1983 kepada
semua pimpinan Departemen/LPND dengan tujuan membentuk Panitia kerja tetap prolegnas.

4
Undang-undang No 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Pasal 15
5
ANDI IRMAN PUTRA. 2008. Peran Prolegnas Dalam Perencanaan Pembentukan Hukum Nasional Berdasarkan
UUD 1945. Badan Pembinaan Hukum Nasional Departmen Hukum dan Hak Asasi Manusia.

7
Pada tahun 1988, peran Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) dalam bidang
Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional telah diperkuat oleh Keputusan Presiden No. 32
Tahun 1988. Dengan Keppres ini, BPHN mulai berfokus pada tugas perencanaan pembangunan
hukum, terutama dalam penyusunan Rencana Pembangunan Hukum Jangka Panjang dan
Menengah (GBHN 1993 dan Repelita VI), serta penyusunan Rencana Legislasi Nasional.
Penyusunan daftar Program Legislasi Nasional dilakukan melalui kerja sama antara Tim Kerja
Antar Departemen dengan dukungan dari Tim Kerja BPHN (Pusat Perencanaan Hukum).
Penyusunan Konsep Prolegnas
Penyusunan Konsep Prolegnas dilakukan melalui dua Tim, yaitu:
1. Tim Penyusunan Prolegnas masing-masing Repelita yang diketuai oleh Kepala BPHN
dan Kepala Pusat Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional (KaPusren) sebagai
Sekretaris. Keanggotaan Tim terdiri dari para Kepala Biro Hukum Departemen/LPND.
2. Tim Kelompok Kerja (Pokja), yang diketuai oleh KaPusren dengan 3-4 buah Pokja
(disesuaikan dengan Kantor Kemenkoan seperti Polkam, Ekuin dan Kesra).Pada tahun
1992, karena bidang Ekuin terlalu besar, maka dibagi menjadi 2 subkelompok yaitu
Ekuwasbang dan lndag.

Mekanisme Proses Penyusunan


A. Proses Awal
Dua tahun sebelum berakhirnya periode Repelita, tahap awal telah dimulai. Tim Pokja
(Pokok-pokok Pikiran) melakukan pemantauan yang memungkinkan untuk menentukan
perkembangan dalam proses penanganan RUU/RPP yang telah direncanakan, termasuk
pengkajian, penelitian, dan penyusunan Naskah Akademis. Hasil pemantauan ini
kemudian dibahas dalam pertemuan Tim Pokja. Sementara itu, proses penyusunan
Rencana Pembangunan Hukum Nasional (GBHN) untuk periode Repelita berikutnya
sudah mulai dikerjakan, dan diperkirakan bahwa beberapa masalah yang memerlukan
perhatian mendesak akan membutuhkan dukungan dalam bentuk undang-undang atau
peraturan pemerintah (Daftar kebutuhan untuk lima tahun ke depan). Dari kedua daftar
tersebut, akan dibuat Daftar Sementara Program Legislasi Nasional (Prolegnas Sektoral)
bagi masing-masing Departemen/LPND. Penyampaian Daftar Prolegnas Sementara ini
akan dilakukan oleh Sekretaris Jenderal masing-masing Departemen/LPND.
Program-program Legislasi tersebut kemudian dikelompokkan berdasarkan kriteria
sebagai berikut:

8
1. Menurut bentuk perundang-undangan (RUU/RPP): Program-program legislasi
dibagi berdasarkan apakah mereka akan diwujudkan dalam bentuk Rancangan
Undang-Undang (RUU) atau Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP).
2. Menurut materi yang paling mendesak: Program-program legislasi dibagi
berdasarkan urgensi dan kepentingan materi yang harus segera diatur dalam
perundang-undangan.
3. Hal-hal yang diperlukan dalam penataan kembali segala pranata dan sarana hukum:
Program-program legislasi dikelompokkan berdasarkan upaya untuk merapikan dan
memperbarui berbagai pranata dan sarana hukum yang ada.
Dengan cara ini, pengelompokan tersebut memungkinkan untuk lebih terorganisir dalam
proses penyusunan program legislasi, sehingga prioritas dan urgensi dalam pembuatan
RUU/RPP dapat ditentukan dengan lebih baik.
B. Proses Lanjutan
Pembahasan awal dalam Tim Pokja dan selanjutnya pembahasan secara menyeluruh
dilakukan dalam Pertemuan Tahunan Penyusunan Program Legislasi Nasional
(Prolegnas). Dalam pertemuan ini, para pihak yang terlibat membahas program-program
legislasi, membicarakan masalah-masalah yang timbul, dan mencapai kata sepakat serta
konsep akhir Prolegnas. Hasil pertemuan ini akan menjadi landasan untuk perencanaan
dan pelaksanaan program legislasi nasional selama periode yang ditentukan. Proses ini
memastikan bahwa prioritas legislasi nasional telah diperhitungkan dan disepakati
secara kolektif.
C. Pembahasan Prolegnas dalam Forum Komunikasi Legislasi Nasional
Pada saat itu, terdapat beberapa permasalahan dalam proses penyusunan Program
Legislasi Nasional (Prolegnas), termasuk:

(a) Penentuan prioritas: Salah satu permasalahan adalah penentuan prioritas program
legislasi, terutama dalam hal menentukan kriteria atau tolok ukur yang digunakan untuk
menilai urgensi program-program legislasi. Kesepakatan mengenai prioritas ini bisa
menjadi subjektif dan memerlukan pembahasan yang mendalam.

(b) Status hukum Prolegnas: Prolegnas hanya mendapatkan pengukuhan dari masing-
masing Pimpinan Departemen/LPND, sehingga tidak memiliki kekuatan hukum yang
mengikat. Oleh karena itu, ada keinginan untuk mengubah status hukum Prolegnas
dengan menerbitkan Keputusan Presiden, yang diharapkan dapat memberikan landasan
hukum yang lebih kuat bagi pelaksanaan program-program legislasi tersebut.
9
Pengubahan status hukum Prolegnas menjadi Keputusan Presiden dianggap sebagai
upaya untuk memberikan kekuatan hukum yang lebih kuat dan memberikan landasan
yang lebih jelas bagi pelaksanaan program legislasi nasional.

Sejak dimulainya masa reformasi, publik telah mendesak untuk mengubah Undang-
Undang Dasar 1945. Terjadi empat kali revisi, dan satu perubahan yang sangat fundamental
adalah peralihan kekuasaan dalam proses pembuatan Undang-Undang dari eksekutif ke
legislatif. Hal ini tercermin dalam perubahan pertama UUD 1945 Pasal 20 ayat 1 yang
menyatakan bahwa "Dewan Perwakilan Rakyat memiliki kewenangan untuk menyusun
Undang-Undang." Namun, setelah sembilan tahun berlalu, semangat reformasi ini semakin
meredup. Isi dari perubahan pertama UUD 1945 hanya tinggal sebatas retorika dan gagasan.
DPR juga tampaknya semakin kesulitan untuk mengimplementasikannya.
Secara garis besar, instrumen atau mekanisme Program Legislasi Nasional mencakup 5
(lima) tahapan kegiatan6, yaitu:

1) Tahap Kompilasi;
Tahap ini mencakup pengumpulan data melalui kegiatan
monitoring ke setiap Departemen/LPND tentang rencana-rencana legislasi
yang akan dan sedang digarap oleh Departemen/LPND. Tahapan ini dihasilkan
inventarisasi data rencana legislasi yang komprehensif, akurat dan sudah terevaluasi
dari setiap Departemen/LPND. Selanjutnya data hasil inventarisasi ini disusun dalam
bentuk Daftar Rencana Legislasi Nasional (Relegnas) sementara.

2) Tahap Klasifikasi dan Sinkronisasi;


Tahap ini dilakukan dalam bentuk kegiatan rapat-rapat koordinasi antar-
departemen/LPND, dengan tujuan memantapkan data yang diperoleh pada tahap
kompilasi. Pada tahapan ini masalah yang timbul apabila ada resistensi masing-masing
departemen/LPND pemrakarsa untuk tetap mempertahankan rencana legislasi yang
diusulkannya, sekalipun diketahui bahwa substansi rencana legislasinya jika tidak
dilakukan perubahan atau penyesuaian kemungkinan akan berbenturan dengan
kewenangan departemen/LPND lain.

6
ANDI IRMAN PUTRA. 2008. Peran Prolegnas Dalam Perencanaan Pembentukan Hukum Nasional Berdasarkan
UUD 1945. Badan Pembinaan Hukum Nasional Departmen Hukum dan Hak Asasi Manusia.

10
3) Tahap Konsultasi, Komunikasi dan Sosialisasi;
Pada tahapan ini rencana-rencana legislasi yang berasal dari departemen-
departemen/LPND dikonsultasikan dengan Badan Legislasi DPR. Mengingat Baleg
DPR menyusun rencana legislasinya sendiri, tentunya berdasarkan pertimbangan dari
sisi pandang DPR yang mungkin saja bersamaan atau justru berlainan dengan sisi
Tahapan ini melibatkan Forum Prolegnas Pemerintah, wakil-wakil dari Badan Legislasi
DPR dan unsur-unsur masyarakat (yang diwakili antara lain oleh organisasi profesi,
organisasi kemasyarakatan, keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, pakar, dan
organisasi kemahasiswaanpemerintah, maka untuk mengurangi terlalu banyaknya
duplikasi dan untuk kejelasan prakarsa, diperlukan sinkronisasi penggarapan rencana
legislasi sesuai dengan kesepakatan antara pimpinan eksekutif dan legislatif (khususnya
dalam kaitan usul inisiatif pembuatan peraturan perundang-undangan).

4) Tahap Penyusunan Naskah Prolegnas;


Kegiatan yang diselenggarakan pada tahapan ini biasa dilaksanakan dalam bentuk
Pembahasan Tahunan Prolegnas, yang melibatkan seluruh wakil departemen/LPND
(dari Biro Hukum), Badan Legislasi DPR, wakilwakil fraksi DPR, dan masyarakat
(yang diwakili organisasi profesi, keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, pemuda,
dan mahasiswa). Hasil Rapat Pembahasan Tahunan Prolegnas disampaikan kepada
Menteri Hukum dan HAM yang berdasarkan tugas dan fungsinya bertanggung jawab
atas pembangunan hukum nasional. Forum Pembahasan Tahunan ini menghasilkan
kesepakatan mengenai prioritas-prioritas penggarapan rencana-rencana legislasi.

5) Tahap Pengesahan.
Pada tahapan ini hasil yang diperoleh dari Rapat Pembahasan Tahunan menjadi
pedoman bagi Pemerintah untuk menyusun Prioritas Program Legislasi Nasional jangka
pendek atau tahunan.

Pada dasarnya, dapat kita lihat bahwa reformasi dalam pembuatan undang-undang
belum mencapai tingkat optimal. Kurangnya optimalisasi dalam proses legislasi ini tercermin
dari berbagai perspektif. Salah satu indikatornya adalah jumlah undang-undang yang dihasilkan
oleh DPR dan Pemerintah setiap tahun. Sebagai contoh, selama periode anggota DPR 2004-
2009, untuk pertama kalinya telah ditetapkan Prolegnas 2005-2009 yang berisi 284 judul
Rancangan Undang-Undang (RUU) yang akan disusun dalam jangka waktu empat tahun
11
(jangka menengah). Setiap tahunnya, RUU tersebut juga dijadikan prioritas dalam Prolegnas 7.

Penyusunan Prolegnas 2005-2009 dilakukan oleh DPR bersama dengan Pemerintah


dengan mengundang partisipasi masyarakat. Dari 284 daftar RUU, setiap tahun ditetapkan
prioritas sebagai berikut8:

1. Tahun 2005 sebanyak 55 RUU;


2. Tahun 2006 sebanak 43 RUU;
3. Tahun 2007 sebanak 32 RUU; dan
4. Tahun 2008 senyak 31 RUU

Menurut FX Soekarno ada beberapa kendala dan permasalahan yang dihadapi dalam
pelaksanaan pembahasan RUU, antara lain yaitu9:

1. Faktor waktu Dalam pembahasan substansi

Dalam pembahasan satu RUU, selain pemerintah, terdapat banyak mitra kerja lain yang
terlibat. Di internal DPR sendiri, pihak-pihak terkait antara lain Panitia kerja, Panitia Khusus,
Fraksi, Komisi hingga sidang Paripurna. Disamping itu DPR juga melakukan rapat dengar
pendapat dengan berbagai pihak dan pakar, termasuk melakukan kunjungan kerja guna
mendapatkan masukan langsung dari masyarakat. Ia melukiskan bahwa pembahasan substansi
sering menyita waktu. Banyaknya elemen yang terkait dalam pembahasan satu RUU,
menjadikan waktu yang dibutuhkan relatif lama. Paling cepat satu RUU bisa disetujui dalam
waktu enam bulan dan paling lama mencapai 2-3 tahun

2. Faktor harmonisasi

Harmonisasi yang dimaksud disini adalah harmonisasi antara berbagai departemen


dengan pemerintah daerah juga menjadi salah satu alasan mengapa realisasi prolegnas dan
pembahasan RUU terhambat.

7
Hikam, Muhammad AS, Pembentukan Undang-Undang Berdasarkan Program Legislasi Nasional, Jurnal Legislasi
Indonesia, Vol 2 No. 1 Maret 2005.

8
ANDI IRMAN PUTRA. 2008. Peran Prolegnas Dalam Perencanaan Pembentukan Hukum Nasional Berdasarkan
UUD 1945. Badan Pembinaan Hukum Nasional Departmen Hukum dan Hak Asasi Manusia.
9
ANDI IRMAN PUTRA. 2008. Peran Prolegnas Dalam Perencanaan Pembentukan Hukum Nasional Berdasarkan
UUD 1945. Badan Pembinaan Hukum Nasional Departmen Hukum dan Hak Asasi Manusia.

12
3. Masalah isi atau substansi pembahasan

Terkadang dalam dalam pembahasan suatu isi atau substansi dari suatu RUU, persoalan
titik dan koma saja dibahas demi mendapatkan kalimat dan kata yang baik dan benar, sehingga
mudah dipahami oleh masyarakat.

4. Aspek Koordinasi Kelembagaan

Pembentukan Undang-Undang, tersebar pada kelembagaan masingmasing. Aspek


koordinasi yang menjadi ”kata kunci” dalam prolegnas ini menjadi salah satu titik lemah
pelaksanaan prolegnas. Fungsi forum prolegnas sebagai wadah pengintegrasi Program Legislasi
masingmasing Departemen/LPND belum berjalan maksimal. Prolegnas sebagai sebuah sistem
masih terbatas pada terkumpulnya rencana dan program departemen atau LPND10. Tetapi belum
mencerminkan satu keterpaduan arah dan tujuan yang hendak dicapai bersama untuk kurun
waktu tertentu. Sebagai akibatnya, forum prolegnas belum mampu mencapai kesamaan visi dan
persepsi, baik menyangkut substansi atau materi hukum yang dibutuhkan maupun urutan
prioritasnya. Hal ini dapat dilihat ada beberapa RUU yang tidak tercantum dalam prolegnas
yang telah menjadi Undang-Undang.

5. Sumber Daya Manusia di DPR


a. SDM sebagian anggota Dewan yang ada di DPR, atau para legislator, memang
tak pernah diseleksi, dan sekonyong-konyong saja, usai pemilu, mereka rame-
rame duduk di DPR Senayan dengan julukan keren ”wakil rakyat”. Dan
hebatnya sekonyongkonyong pula mereka dibaptis legislator – pembuat UU –
tanpa kecuali. Padahal di kampung asal mereka, seumur-umurnya belum pernah
bersentuhan dengan ilmu hukum, apa lagi dengan mahluk Gesetzgebungs
Wisensschaft, dan nyaris mustahil pula mendidik mereka Gesetzgebungs
Wisensschaaft, karena sudah terlanjur disebut pembuat UU dan dari sananya.
Jadi sulit menemukan legislator yang paham elaborasi ilmu peraturan
perundang-undangan atau Gesetzgebungs Wissensschaft – dengan kata lain tak
sekedar Legal Drafting – sekalipun saban hari bergelut dengan pekerjaan
membuat UU di DPR, hal demikian bisa dimaklumi karena aturan main kita
dalam benegara amburadul dan tumpang tindih.

10
Richo Wahyudi. 2011. Pembaruan Hukum-Metodologi. (Skripsi Fakultas Hukum, Universitas Indonesia: Depok)

13
b. Sumber daya manusia pendukung dalam pelaksanaan fungsi legislasi juga
mengalami kendala. Dalam Peraturan Sekretaaris Jenderal DPR No.
400/SEKJEN/2005 dan bila dilihat pada praktiknya, paling tidak ada tiga
subyek penting yang berperan sebagai dukungan proses legislasi, yaitu Deputi
Bidang Perundangundangan, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi
(P3DI), dan Staf ahli Komisi/Staf ahli Baleg, memegang peranan dalam proses
ini. Yang jadi persoalan adalah belum ada perencanaan ataupun konsep yang
menyeluruh dalam pembangunan SDM pendukung legislasi di DPR. Masih
belum jelas alur kerja dan hubungan kerjasama antara Perancang, Peneliti P3DI
dan Staf Ahli Komisi/Fraksi sehingga sering terjadi tumpang tindih ataupun
ketidak efektifan11.

Saat ini terdapat sekitar 265 RUU pada Program Legislasi Nasional dengan data

PROLEGNAS 2020-2024
Terdaftar 223
Penyusunan 9
Harmonisasi 5
Penetapan usul 1
Pembahasan 14
Keputusan 0
Selesai 21

Ada beberapa RUU yang sedang dibahas dalam program legislasi nasional, antara lain:

1. RUU tentang Keamanan dan Ketahanan Siber


2. RUU tentang Radio televisi republik Indonesia
3. RUU tentang Keamanan laut
4. RUU tentang Tugas perbantuan militer
5. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 tahun tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara
Dst.

11
ANDI IRMAN PUTRA. 2008. Peran Prolegnas Dalam Perencanaan Pembentukan Hukum Nasional Berdasarkan
UUD 1945. Badan Pembinaan Hukum Nasional Departmen Hukum dan Hak Asasi Manusia.
14
2.2 Dampak dan Peran Program Legislasi Nasional

Dalam konteks sistem, sebelum diberlakukan UU No. 10 tahun 2004, Prolegnas


dibangun dengan tujuan untuk mengartikulasikan Program Pembangunan Nasional (Propenas)
menjadi parameter kinerja pembangunan dalam ranah hukum. Dasarnya adalah Ketetapan
MPR-RI No. IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1999-
200412.

Sebelum UU No. 10 tahun 2004 diberlakukan, Prolegnas merupakan bagian dari


perencanaan kebijakan publik bagi pemerintah, dengan GBHN (yang ditugaskan oleh MPR
kepada Presiden) sebagai dasarnya. Dengan kata lain, Prolegnas dianggap sebagai wilayah kerja
pemerintah saat UUD 1945 belum mengalami amendemen. Ketika pola legislasi berubah
melalui amendemen pertama pada tahun 1999, kebiasaan merencanakan legislasi dalam
Prolegnas yang dianggap efektif tetap dipertahankan.13

Agar undang-undang dapat disusun sesuai dengan perubahan dalam masyarakat,


terutama dalam konteks era globalisasi saat ini yang didorong oleh kemajuan teknologi
informasi, diperlukan upaya untuk memastikan bahwa undang-undang tersebut tidak tumpang
tindih dengan peraturan perundang-undangan yang sudah ada (secara horizontal) dan sejalan
dengan prinsip-prinsip yang tercantum dalam Undang Undang Dasar 1945 (secara vertikal).
Untuk undang-undang seperti yang telah disebutkan di atas dapat diwujudkan, diperlukan
proses pembentukan undang-undang yang terorganisir, serasi, dan terstruktur melalui Program
Legislasi Nasional. Hal ini harus mempertimbangkan prioritas sesuai dengan kebutuhan hukum
masyarakat.

Dampak dan Peran Program Legislasi Nasional untuk kebutuhan hukum masyarakat,
maka arah kebijakan Proglenas adalah membantuk Undang-Undang untuk14:

1. Membentuk peraturan perundang-undangan sebagai landasan dan paket bidang


pembangunan lainnya serta mengaktualisasikan hukum sebagai sarana rekayasa

12
Ketetapan MPR-RI No. IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1999-2004
13
Richo Wahyudi. 2011. Pembaruan Hukum-Metodologi. (Skripsi Fakultas Hukum, Universitas Indonesia: Depok)
14
Yeti Y.2021. Analisis Pembentukan Program Legislasi Nasional di Indonesia Tahun 2004-2009 (Skripsi, Fakultas
Hukum, Universitas Lampung: Lampung)

15
sosial/pembangunan, instrumen pencegah/penyelesaian sengketa, pengatur perilaku
anggota masyarakat dan sarana pengintegrasi bangsa dalam wadah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
2. Untuk meningkatkan kemampuan pertahanan dan keamanan negara, langkah yang
diambil adalah dengan mengembangkan struktur pertahanan dan keamanan negara. Hal
ini bertujuan untuk mengantisipasi segala potensi ancaman, baik yang berasal dari
dalam maupun dari luar, yang berpotensi mengganggu stabilitas dan kedaulatan negara.
3. Untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat, terutama dengan
fokus pada perkembangan lapangan pekerjaan dan produktivitas tenaga kerja.
4. Untuk meningkatkan mutu perkembangan sumber daya manusia dan kemajuan dalam
ilmu pengetahuan dan teknologi.
5. Untuk mencapai pembangunan lingkungan hidup yang berkelanjutan dengan
meningkatkan kesadaran sosial terhadap lingkungan, melestarikan sumber daya alam
yang ramah lingkungan, dan menjaga fungsi lingkungan hidup.
6. Menyempurnakan peraturan perundang-undangan yang sudah ada selama ini, namun
tidak sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat.
7. Membentuk peraturan perundang-undangan baru sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan
masyarakat.

Dasar hukum untuk pelaksanaan kegiatan Prolegnas dapat ditemukan dalam Pasal 15
Undang-Undang No. 10 Tahun 200415 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,
yang menegaskan bahwa "perencanaan penyusunan undang-undang dilakukan dalam
Prolegnas." Oleh karena itu, Prolegnas merupakan sebuah alat perencanaan dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan di tingkat nasional yang mencakup skala prioritas Program
Legislasi Jangka Menengah dan Tahunan. Ini disusun secara sistematis, terpadu, dan terencana
oleh Dewan Perwakilan Rakyat RI bersama Pemerintah, dengan memperhatikan perkembangan
kebutuhan hukum masyarakat. Tujuan dari Prolegnas adalah untuk mewujudkan sistem hukum
nasional yang sesuai dengan amanat konstitusi16.

2.3 Akibat Hukum Pelaksanaan Program Legislasi Nasional

Dalam Pasal 16 ayat (1) dikatakan bahwa penyusunan Program Legislasi Nasional

15
Undang-undang No 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Pasal 15
16
Yeti Y.2021. Analisis Pembentukan Program Legislasi Nasional di Indonesia Tahun 2004-2009 (Skripsi, Fakultas
Hukum, Universitas Lampung: Lampung)

16
antara DPR dan Pemerintah dikoordinasikan oleh DPR melalui alat kelengkapan DPR yang
khusus menangani bidang legislasi. Kemudian, pada ayat (2) dikatakan bahwa Penyusunan
Program Legislasi Nasional di lingkungan DPR dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPR
yang khusus menangani bidang legislasi.

Selanjutnya, pada ayat (3) dikatakan bahwa penyusunan Program Legislasi Nasional di
lingkungan Pemerintah dikoordinasinakan oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya
meliputi bidang peraturan perundang-undangan. Pada ayat (4) dikatakan bahwa ketentuan lebih
lanjut mengenai tata cara penyusunan dan pengelolaan Program Legislasi Nasional diatur
dengan Peraturan Presiden. Alat kelengkapan DPR yang dimaksud di atas adalah Badan
Legislasi, sedangkan menteri adalah Menteri Hukum dan HAM.

Pertanyaan, siapa yang menyiapkan Peraturan Presiden tersebut dan bagaimana DPR
diposisikan selaku koordinator penyusunan Program Legislasi Nasional, apabila draf Peraturan
Presiden disiapkan oleh Pemerintah, dan mengapa kewenangan DPR diatur dalam Peraturan
Presiden. Pertanyaan ini mengemuka ketika UU No.10 Tahun 2004 baru diundangkan dan juga
pada saat awal penyusunan Program Legislasi Nasional pertama dilakukan menurut 27 UU No.
10 Tahun 2004. Pertanyaan lebih lanjut sekarang adalah mengapa pemerintah belum
mengeluarkan Peraturan Presiden sebagai pelaksanaan Pasal 16 ayat (4) tersebut17.

Kesulitan yang paling tampak dalam penyusunan Program Legislasi Nasional adalah
menetapkan urutan Prioritas RUU untuk satu tahun. Untuk menata Program Legislasi
berdasarkan urutan akan mengalami kesulitan, pertama terkait dengan indikator yang akan
digunakan, kedua berhubungan dengan implementasi program. Manakala urutan di atas tidak
dapat diajukan, apakah urutan berikutnya harus menunggu. Oleh karena itu, dalam prioritas
RUU tahun 2005, urutan tidak menjadi dasar pertimbangan, yang penting RUU tersebut
diajukan dari prioritas yang telah disusun dan ditetapkan.

Dalam menentukan prioritas RUU tahun 2005 salah satu indikator yang digunakan
adalah bahwa RUU tersebut sudah tersusun naskahnya atau paling tidak sudah tersusun Naskah
Akademiknya, jadi tidak hanya sekedar issue. Sistem dan prosedur makin penting sebagai
pedoman penyusunan Program Legislasi Nasional dan penyusunan RUU, baik di lingkungan
DPR maupun Pemerintah, yang memuat tahapan penyiapan dan penyusunan Program Legislasi
Nasional dan RUU mulai dari kegiatan inventarisasi, pengumpulan data, penyusunan draf
17
Undang-undang No 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
17
Program Legislasi Nasional atau Naskah Akademis RUU, sampai pada penetapan Program
Legislasi atau perumusan naskah awal RUU18.

Program Legislasi Nasional sebagai landasan operasional pembangunan hukum melalui


pembentukan peraturan perundang-undangan akan dapat memproyeksikan kebutuhan hukum
atau undang-undang, baik secara kualitatif maupun kuantitatif dengan menetapkan visi dan
misi, arah kebijakan, serta indikator secara rasional, sehingga Program Legislasi Nasional tidak
sekedar himpunan daftar judul RUU, melainkan mengandung kegiatan dalam kurun waktu lima
tahun atau satu tahun anggaran yang memiliki nilai strategis yang akan direalisasikan sebagai
bagian dari pembangunan nasional.

Menentukan ukuran dan argumentasi setiap RUU dalam penyusunan Program Legislasi
Nasional dan Prioritas RUU untuk satu tahun mempunyai tingkat kesulitan karena memiliki
Pembentukan Undang-undang Berdasarkan Program Legislasi Nasional 30 Vol. 2 No. 1 - Maret
2005 dimensi yang luas. Kesulitan tidak saja pada proses penentuan Program Legislasi
Nasional, akan tetapi juga pasca penetapan Program Legislasi yaitu bagaimana agar setiap RUU
dalam Program Legislasi Nasional dapat diselesaikan. Sebagai tahap awal penyusunan Program
Legislasi Nasional, di masa yang akan datang perlu disusun sistem dan prosedur penyusunan
Program Legislasi Nasional dan Prioritas RUU untuk satu tahun anggaran. Di samping itu,
perlu juga dipertimbangkan mengenai instrumen hukum setelah Program Legislasi Nasional
ditetapkan oleh DPR yang mengikat antara DPR dan Pemerintah.19

Dengan program legislasi yang berlandaskan Pancasila sebagai alat perencanaan


Program Legislasi Nasional (Prolegnas), maka perumusan undang-undang yang terencana,
menyeluruh, dan sistematis dirasa belum cukup bagi pembangunan legislasi nasional. Sebagai
negara hukum berdasarkan nilai-nilai pancasila menetapkannya sebagai sumber dari segala
sumber hukum sebagaimana dimaksud dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Program legislasi nasional sebagai landasan fungsional pembangunan hukum melalui


pembentukan peraturan perundang-undangan mampu memproyeksikan kebutuhan legislasi
atau peraturan perundang-undangan baik secara kualitatif maupun kuantitatif, secara rasional

18
Richo Wahyudi. 2011. Pembaruan Hukum-Metodologi. (Skripsi Fakultas Hukum, Universitas Indonesia: Depok)

19
Hikam, Muhammad AS, Pembentukan Undang-Undang Berdasarkan Program Legislasi Nasional, Jurnal Legislasi
Indonesia, Vol 2 No. 1 Maret 2005.
18
menentukan visi dan misi, arah dan indikator politik, sehingga legislasi nasional Program ini
bukan sekedar kumpulan usulan legislasi, tetapi berisi lima tahun atau satu tindakan yang
bernilai strategis dalam periode akuntansi untuk dilaksanakan sebagai bagian dari pembangunan
nasional.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dasar hukum untuk pelaksanaan kegiatan Prolegnas dapat ditemukan dalam Pasal 15 Undang-
Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang
menegaskan bahwa "perencanaan penyusunan undang-undang dilakukan dalam Prolegnas."
Pembentukan undang-undang merupakan salah satu unsur penting disamping unsur-unsur
lainnya dalam rangka pembangunan hukum nasional, terutama di era globalisasi modern yang
disebabkan oleh kemajuan teknologi informasi.

Pembuatan undang-undang belum mencapai tingkat optimal. Kurangnya optimalisasi dalam


proses legislasi ini tercermin dari berbagai perspektif. beberapa kendala dan permasalahan yang
dihadapi dalam pelaksanaan pembahasan RUU; Faktor waktu dalam pembahasan substansi,
faktor harmonisasi, masalah isi atau substansi pembahasan, aspek Koordinasi Kelembagaan dan
Sumber Daya Manusia yang terlibat.

Program legislasi nasional sebagai landasan fungsional pembangunan hukum melalui


pembentukan peraturan perundang-undangan mampu memproyeksikan kebutuhan legislasi
atau peraturan perundang-undangan baik secara kualitatif maupun kuantitatif, secara rasional
menentukan visi dan misi, arah dan indikator politik, sehingga legislasi nasional Program ini
bukan sekedar kumpulan usulan legislasi, tetapi berisi lima tahun atau satu tindakan yang
bernilai strategis dalam periode akuntansi untuk dilaksanakan sebagai bagian dari pembangunan
nasional. (5) Prolegnas merupakan bagian dari prosespembuatan undang-undang yang sangat
penting bagi terbentuknya tatanan hukum nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

3.2 Saran
Menurut kami, hal yang dapat dilakukan untuk menghindari dan/atau mengurangi kendala
tersebut adalah dengan pemerintah harus memiliki konsistensi kriteria prioritas Prolegnas, agar
19
proses pengelolaan dapat lebih fokus, efisien dan professional. Selain itu, perlu juga adanya
transparansi yang lebih baik lagi dalam hal perencanaan, monitoring, dan hasil evaluasi
Prolegnas yang dapat dilakukan oleh DPR.

DAFTAR PUSTAKA

Yeti Y.2021. Analisis Pembentukan Program Legislasi Nasional di Indonesia Tahun 2004-2009
(Skripsi, Fakultas Hukum, Universitas Lampung: Lampung)

Undang-undang No 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,


Pasal 15

Ketetapan MPR-RI No. IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN)
tahun 1999-2004

Muslimah. 2018. Politik Hukum Program Legislasi Nasional dalam Pembentukan Undang-
Undang, (Disertasi, Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin: Makassar)

ANDI IRMAN PUTRA. 2008. Peran Prolegnas Dalam Perencanaan Pembentukan Hukum
Nasional Berdasarkan UUD 1945. Badan Pembinaan Hukum Nasional Departmen
Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Richo Wahyudi. 2011. Pembaruan Hukum-Metodologi. (Skripsi Fakultas Hukum, Universitas


Indonesia: Depok)

20

Anda mungkin juga menyukai