Anda di halaman 1dari 13

AKOMODASI KEBERAGAMAN DALAM PENYUSUNAN UNDANG UNDANG

Disusun oleh :
Muhammad Irfan K H2 (32.0544)
Kinta Risa Asyifa H2 (32.0532)
Tegar Irza Auliansyah H2 (32.0564)
Millene Gazza I. P H2 (32.0664)
Murpyanus Gilling H2 (32.0832)

PROGRAM STUDI PRAKTEK PERPOLISIAN TATA PAMONG


FAKULTAS PERLINDUNGAN MASYARAKAT
INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan petunjuk-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Akomodasi Keberagaman
Dalam Penyusunan Undang Undang. Serta terima kasih saya ucapkan kepada Bp. Dr. Wiredarme
S.Pd., M.Pd., M.H., yang telah membantu kami baik secara moral maupun materi dalam mata
kuliah Penyusunan Undang Undang

Terimakasih juga diucapkan kepada teman yang telah mendukung sehingga penulis bisa
menyelesaikan tugas ini tepat waktu. Penulis mampu menyelesaikan pembuatan makalah ini
semaksimal mungkin dari kemampuan yang dimiliki.

Penulis menyadari, bahwa makalah yang dibuat ini masih jauh dari kata sempurna baik
segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna menjadi acuan agar penulis bisa
menjadi lebih baik lagi di masa mendatang.Semoga makalah ini bisa menambah wawasan para
pembaca dan bisa bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Praya, 17 Mei 2023

penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. I


DAFTAR ISI ......................................................................................................... II
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
I.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1
I.2. Rumusan Masalah .................................................................................. 2
I.3 Tujuan Makalah ...................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................... 3
II.1 Proses Pembentukan Perundang-undangan .......................................... 3
II.2 Akomodasi Keberagaman dalam Penyusunan Undang-Undang ............ 5
II.3 Hambatan Dalam Akomodasi Penyusunan Undang-Undang ................. 6
BAB III PENUTUP ................................................................................................ 9
III.1 Kesimpulan ........................................................................................... 9
III.2 Saran .................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 10
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keberagaman dimaknai dengan kondisi di masyarakat yang memiliki bermacam-macam
perbedaan dalam berbagai bidang. Bidang perbedaan ini dapat meliputi suku, agama, ras,
kebiasaan, adat, norma, dan lain sebagainya. Adanya perubahan tersebut dampak dari
perkembangan pola pikir masyarakat yang selalu berubah sesuai zaman. Latar Belakang Indonesia
merupakan negara yang memiliki banyak keragaman dari budaya, suku bangsa, agama, hingga
aliran-aliran kepercayaan. Semua keragaman tersebut tumbuh di dalam kehidupan masyarakat
Indonesia yang akhirnya membentuk masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang plural.
Masyarakat Indonesia yang majemuk terdiri dari berbagai budaya, karena adanya kegiatan dan
pranata khusus. Perbedaan ini justru berfungsi mempertahankan dasar identitas diri dan integrasi
sosial masyarakat tersebut. Pluralisme masyarakat dalam tatanan sosial, agama dan suku bangsa
telah ada sejak nenek moyang. Kebhinekaan budaya yang dapat hidup berdampingan merupakan
kekayaan dalam khasanah budaya Nasional. Keanekaragaman kebudayaan Indonesia dapat
dikatakan mempunyai keunggulan dibandingkan dengan negara lainnya, Indonesia mempunyai
potret kebudayaan yang lengkap dan bervariasi. Tidak kalah pentingnya, secara sosial budaya dan
politik masyarakat Indonesia mempunyai jalinan sejarah dinamika interaksi antar kebudayaan
yang dirangkai sejak dulu. Keragaman budaya adalah keniscayaan yang ada di bumi Indonesia.
Keragaman budaya di Indonesia adalah sesuatu yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya.
Konteks pemahaman masyarakat majemuk, 2 selain kebudayaan kelompok suku bangsa,
masyarakat Indonesia juga terdiri dari berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang
merupakan pertemuan dari berbagai kebudayaan kelompok suku bangsa yang ada di daerah
tersebut. Jumlah penduduk lebih dari 200 juta orang di mana mereka tinggal tersebar di pulau-
pulau di Indonesia. Mereka juga mendiami wilayah dengan kondisi geografis yang bervariasi,
mulai dari pegunungan, tepian hutan, pesisir, dataran rendah, pedesaan, hingga perkotaan.
Mengenai hal ini juga berkaitan dengan tingkat peradaban kelompok-kelompok suku bangsa dan
masyarakat di Indonesia yang berbeda.
Pembentukan perundang-undang adalah syarat bagi suatu negara untuk membentuk hukum
nasional. Pembentukan peraturan undang-undangan hanya dapat terwujud apabila didukung oleh
metode yang baik, yang mengikat semua lembaga yang berwenang membuat peraturan perundang-
undangan. Konsep pembentukan perundangundangan harus sejalan dengan ideologi negara yaitu
Pancasila. Selain itu pembentukan undang-undang juga harus mengutamakan hak asasi manusia.
Dengan kata lain perundang-undangan harus menyetarakan seluruh rakyat Indonesia tanpa
memandang ras, status sosial atau agama. Dalam Hal Ini Pembentukan Perundang-undangan
sangat perlu mengakomodasi keberagaman masyarakat Indonesia tanpa diskriminasi.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana proses Pembentukan Perundang-undangan ?
1.2.2 Bagaimana Akomodasi Keberagaman dalam Pembentukan Perundang-undangan ?
1.2.3 Apa yang menjadi hambatan dalam Mengakomodasi Keberagaman dalam Pembentukan
Perundang-undangan ?

1.3 Tujuan Masalah


1.3.1 Mengetahui proses Pembentukan Perundanga-undangan.
1.3.2 Mengetahui bagaimana Akomodasi Keberagaman dalam Pembentukan Perundang-
undangan .
1.3.3 Mengetahui hal-hal apa saja yang dapat menjadi hambatan dalam mengakomodasi
keberagaman dalam pembentukan perundang-undangan.
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Proses Pembentukan Perundang-undangan
Pendidikan di Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik terbagi
dalam dua asas, yaitu asas formal dan asas-asas material . Asas formal meliputi : asas tujuan yang
jelas, asas organ/Lembaga yang tepat, asas perlunya pengaturan, asas dapatnya dilaksankan dan,
asas consensus. Sementara asas-asas materil meliputi : asas tentang terminologi dan sistematika
yang benar, asas tentang dapat dikenali, asas perlakuan yang sama dalam hukum, asas kepastian
hukum, asas pelaksanakan hukum sesuai keadaan individual. Selanjutnya konsep pembentuk
perundang-undangan adalah rancangan atau plan dalam membentuk hukum. Hukum pada
hakekatnya adalah produk penilaian akal-budi yang berakar dalam hati nurani manusia tentang
keadilan berkenaan dengan perilaku manusia dan situasi kehidupan manusia. Proses pembentukan
perundang-undangan diatur dalam beberapa pasal diantara nya yaitu :

1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22 D ayat (1), dan Pasal 22 D ayat (2) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. UU RI Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan;

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 mengenai MPR, DPR,


DPD, dan DPRD

4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan


Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan;

5. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1/DPR RI/TAHUN


2009 tentang Tata Tertib;

6. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2012 tentang
Tata Cara Penyusunan Program Legislasi Nasional;

7. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang
Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang;
8. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012 mengenai Pengujian Undang-
Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.

Pembentukan Undang-undang adalah tugas dan wewenang DPR. Hal ini didasari oleh
pasal 20 ayat (1). Dalam tahap perencanaan DPR dan presiden Menyusun daftar UU dan untuk
RUU tertentu DPD juga ikut dalam tahap perencanaan ini. Proses ini dikenal dengan “Prolegnas”
atau program legislasi nasional. Prolegnas ini terbagi ke dalam dua jenis yaitu : Prolegnas Jangka
Menengah yakni untuk program yang disusun selama 5 tahun dan Prolegnas Prioritas Tahunan
atau prolegnas tahunan. Sebelum menjadi prolegnas tahunan DPR dan pemerintah harus
Menyusun Naskah Akademik dan RUU tersebut. Dalam keadaan tertentu yang mendesak
Dimungkinkan adanya pembahasan atas RUU yang tidak terdapat dalam prolegnas. Dalam proses
perancangan RUU, tahapan pengambilan masukan dilakukan secara terpisah. Yang kemudian hasil
dari pengambilan masukan tersebut di kolektifkan kepada DPR. Tahapan selanjutnya adalah
tahapan penyusunan Rancangan UndangUndang. Tahapan ini adalah tahapan sebelum
pembahasan bersama antara DPR dan pemerintah mengenai RUU yang akan di sah kan. Tahapan
ini berisikan :

a. Pembuatan naskah akademik, yaitu hasil penelitian atau kajian tertentu tentang suatu
masalah dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

b. Penyusunan rancangan undang-undang, pembuatan rancangan peraturan pasal demi


pasal harus mengikuti ketentuan dalam lampiran II UU 12/2011

c. Lalu dilanjutkan dengan harmonisasi, pembulatan, dan pemantapan konsepsi. Sebuah


tahapan untuk memastikan bahwa RUU yang disusun harus sesuai atau selaras dengan Pancasila,
UUD NRI tahun 1945 dan UU lain.

Selain itu RUU tersebut juga harus selaras dengan Teknik penyusunan peraturan prundang-
undangan. Selanjutnya yaitu tahapan Pembahasan Rancangan Undang-Undang. Pembahasan RUU
oleh DPR dan presiden akan melalui 2 tingkat. Tingkat pertama yaitu pembicaraan dalam rapat
komisi, gabungan komisi, rapat badan legislasi dan rapat badan anggaran. Tingkat kedua berupa
pembicaraan dalam rapat paripurna. Tahap selanjutnya adalah tahapan Pengesahan Undang-
undang. Setelah RUU disetujui oleh DPR dan presiden, RUU tersebut akan dituangkan dalam
kertaskepresidenan oleh Sekretariat Negara dan kemudian dikirimkan kepada presiden untuk
disahkan. Pengesahan RUU dilakukan dengan pembubuhan tanda tangan paling lambat 30 hari
sejak RUU tersebut disetujui.

2.2 Akomodasi Keberagaman dalam Penyusunan Undang-Undang


Akomodasi keberagaman dalam penyusunan undang-undang merupakan suatu konsep
yang sangat penting untuk memastikan bahwa kepentingan dan perspektif semua kelompok
masyarakat terakomodasi dalam proses pembuatan undang-undang. Dalam masyarakat yang
beragam, kepentingan dan perspektif setiap kelompok dapat sangat berbeda, dan hal ini dapat
mengakibatkan beberapa kelompok masyarakat merasa diabaikan atau tidak dihargai dalam proses
pembuatan kebijakan publik.

Dalam mengakomodasi keberagaman dalam penyusunan undang-undang, pemerintah


harus mempertimbangkan berbagai faktor yang dapat memengaruhi kelompok masyarakat
tertentu, seperti perbedaan agama, bahasa, adat istiadat, jenis kelamin, atau latar belakang etnis.
Pemerintah harus memastikan bahwa setiap kelompok masyarakat memiliki akses yang sama
terhadap sumber daya, layanan publik, dan hak-hak yang sama, tanpa diskriminasi.

Dalam upaya untuk mengakomodasi keberagaman dalam penyusunan undang-undang,


pemerintah dapat melibatkan berbagai pihak, termasuk kelompok-kelompok masyarakat yang
terkena dampak langsung dari kebijakan publik tersebut. Dalam proses ini, pemerintah harus
memastikan bahwa setiap kelompok masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk
memberikan masukan dan pendapat mereka.

Pemerintah juga harus memastikan bahwa proses pembuatan undang-undang dilakukan


secara terbuka dan transparan. Hal ini dapat membantu mengurangi ketidakpercayaan dan
kecurigaan dari kelompok-kelompok masyarakat yang merasa tidak terakomodasi dalam proses
pembuatan kebijakan publik. Selain itu, pemerintah dapat mempertimbangkan penggunaan bahasa
yang lebih inklusif dan sensitif terhadap gender dalam undang-undang dan dokumen resmi lainnya.
Selain itu, pemerintah dapat menggunakan pendekatan yang lebih inklusif dalam
penyusunan undang-undang, seperti melibatkan kelompok-kelompok masyarakat yang terkena
dampak langsung dalam proses pembuatan undang-undang dan mempertimbangkan kebutuhan
mereka dalam kebijakan publik. Pemerintah juga dapat memperkenalkan program-program
pelatihan dan edukasi untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang isu-isu
keberagaman dan hak asasi manusia bagi masyarakat dan pihak-pihak yang terlibat dalam proses
pembuatan kebijakan publik

Kesimpulannya, akomodasi keberagaman dalam penyusunan undang-undang sangat


penting untuk memastikan bahwa kepentingan dan perspektif semua kelompok masyarakat
terakomodasi dengan baik. Dalam mengakomodasi keberagaman, pemerintah harus
mempertimbangkan berbagai faktor yang dapat memengaruhi kelompok masyarakat tertentu,
melibatkan berbagai pihak, dan menggunakan pendekatan yang lebih inklusif dalam proses
pembuatan undang-undang.

2.3 Hambatan Dalam Akomodasi Penyusunan Undang-Undang


Faktor penghambat dalam proses penyusunan peraturan daerah adalah hal-hal yang
berpengaruh negatif yang menyebabkan proses pembahasan dan penyusunan menjadi lebih lambat
dan melewati batas waktu (target) yang ditentukan, bahkan berpotensi dapat menghentikan suatu
proses penyusunan Undang-Undang. Beberapa hal kerap menjadi faktor penghambat dalam
penyusunan Undang-Undang diantaranya yaitu sebagai berikut :

1. Taraf Pendidikan dan Pengalaman Anggota Dewan

Mayoritas anggota Dewan dinilai sudah hampir memiliki taraf pendidikan yang memenuhi
kriteria, relatif lebih baik dibandingkan dengan periode jabatan sebelummya. Namun demikian
dari segi jurusan atau program studi yang dimiliki, menurut Rudy Hermanto masih belum
memenuhi kebutuhan karena kebanyakan bukan berlatar belakang pendidikan yang
mempunyai kemampuan memahami Undang-Undang. Oleh sebab itu, kendala latar belakang
pendidikan ini harus didukung dengan tenaga ahli yang kompeten untuk mengatasi
ketidakmampuan yang secara parsial dialami oleh Anggota Dewan. Faktor pengalaman adalah
salah satu faktor yang cukup berimbas pada kinerja Anggota Dewan dalam melaksanakan
fungsi legislasi. Minimnya pengalaman yang dimiliki anggota Dewan dalam merumuskan
undang-undang menyebabkan anggota Dewan menghadapi kesulitan dalam proses
pembahasan tersebut. Terutama bagi Anggota Dewan yang baru terjun di dunia legislatif,
aspek pengalaman sangat mempengaruhi tugas Anggota Dewan, agar Anggota Dewan dapat
mengetahui bagaimana dan apa yang harus diperbuat dalam bersikap menghadapi sebuah
masalah yang dihadapi.

2. Kedisiplinan Kerja

Kendala berikutnya dalam mekanisme kerja adalah banyaknya pekerjaan yang sudah
dijadwalkan namun belum terlaksana disebabkan karena tidak adanya kedisiplinan kerja
anggota Dewan, seperti halnya dalam rapat pembahasan dan pengesahan peraturan daerah,
jumlah anggota Dewan yang harus hadir kurang dari 50 % (lima puluh perseratus) namun pada
kenyataannya anggota Dewan yang hadir kurang 50% (limapuluh perseratus) sehingga
mengakibatkan rapat paripurna tidak bisa dilaksanakan walaupun di hadiri Ketua, namun tetap
menyalahi aturan dalam pengambilan keputusan. Hal ini tentu berimbas terhadap waktu
pembahasan dan mengakibatkan pembahasan menjadi mundur.

3. Kerjasama Antar Elemen

Faktor kerja sama antar elemen masyarakat juga sangat mempengaruhi dalam penyusunan
suatu rancangan Undang-Undang. Dalam hal ini kerjasama yang dilakukan diantar anggota
dewan dan unsur pemerintahan lainnya hendaknnya tidak semata-mata atas dasar kepentingan
kelompok (partai politik) tetapi lebih mengkedepankan kepentingan masyarakat, yang telah
memberikan mandat kepada anggota Dewan dalam membuat dan menghasilkan kebijakan
dengan tujuan untuk kesejahteraan rakyat.

4. Perdebatan Teknis Pembahasan

Banyaknya perdebatan dalam masalah teknis penyusunan Undang-Undang tentu menghambat


jalannya proses pembahasan tersebut. Penetapan jadwal dan agenda yang lebih ketat
sehubungan dengan penyusunan dan pembahasan Undang-Undang sangat diperlukan agar
target penetapan dapat tercapai. Rancangan Undang-Undang disusun secara bersama-sama
oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPR) dan juga Pemerintah. Kalau salah satu pihak
saja tidak satu suara, hal tersebut dapat memakan waktu yang lama. Terkadang pula pihak dari
Pemerintah yang belum siap untuk melaksanakan pembahasan. Banyaknya perdebatan yang
timbul sudah barang tentu menghambat proses penyusunan rancangan undang-undang
tersebut.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Keberagaman dimaknai dengan kondisi di masyarakat yang memiliki bermacam-macam
perbedaan dalam berbagai bidang. Bidang perbedaan ini dapat meliputi suku, agama, ras,
kebiasaan, adat, norma, dan lain sebagainya. Adanya perubahan tersebut dampak dari
perkembangan pola pikir masyarakat yang selalu berubah sesuai zaman.
Akomodasi keberagaman dalam penyusunan undang-undang merupakan suatu konsep
yang sangat penting untuk memastikan bahwa kepentingan dan perspektif semua kelompok
masyarakat terakomodasi dalam proses pembuatan undang-undang. Dalam masyarakat yang
beragam, kepentingan dan perspektif setiap kelompok dapat sangat berbeda, dan hal ini dapat
mengakibatkan beberapa kelompok masyarakat merasa diabaikan atau tidak dihargai dalam proses
pembuatan kebijakan publik.

3.2 Saran
Hal yang dapat dissarankan penulis untuk mengatasi hambatan hambatan yaitu, Presiden
Joko Widodo tanpa ragu harus memerintahkan jajarannya segera merampungkan penyusunan RPP
tentang Pelaksanaan UU keberagaman. Tidak hanya Kemendikbud sebagai kementerian
penyelenggara urusan kebudayaan, namun juga seluruh kementerian dan lembaga lain yang
terlibat dalam penyusunan peraturan turunan UU Pemajuan Kebudayaan. Kedua, Presiden Joko
Widodo tanpa ragu harus segera menetapkan Strategi Kebudayaan yang telah diserahkan
kepadanya. Setelah menandatangani Strategi Kebudayaan, Presiden harus pula segera
memerintahkan jajarannya menyusun Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan serta
memasukkannya ke dalam dokumen perencanaan pembangunan nasional. Ketiga, Presiden Joko
Widodo tanpa ragu harus segera merampungkan pembentukan lembaga pengelola DPK.
DAFTAR PUSTAKA

https://mahasiswa.yai.ac.id/v5/data_mhs/tugas/1944390027/012_41_KEANEKARA
GAMAN%20BANGSA%20INDONESIA%20(%20PER%201%20).pdf

https://perpustakaan.pancabudi.ac.id/dl_file/penelitian/19773_2_BAB_II.pdf

https://ojs.uma.ac.id/index.php/gakkum/article/download/1859/1648

https://etheses.uinsgd.ac.id/30280/4/4_bab1.pdf

https://repo.undiksha.ac.id/11833/3/1814101103-
BAB%201%20PENDAHULUAN.pdf

https://www.studocu.com/id/document/universitas-jenderal-soedirman/akuntansi-
akreditasi-a/makalah-uu-no-5-thn-2017-pemajuan-kebudayaan/44333395

Anda mungkin juga menyukai