Anda di halaman 1dari 13

MATERI MUATAN DALAM PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN

Disusun oleh :
Kelompok 10

Firman Hidayat 1930104179


Putri Septiani 1930104180

Riris Markalina 1930104181

Dosen Pengampu: M. Tamudin, S.Ag., M.H

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH


FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat,


taufiq dan hidayah-Nya kepada kelompok kami yang telah menyelesaikan
penyusunan makalah ini. Makalah ini merupakan makalah “Materi Muatan
Dalam Peraturan Perundang-Undangan”. Dalam penyusunan makalah ini
tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun, kami menyadari bahwa
kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan,
dorongan dan bimbingan orang tua dan teman-teman kami, sehingga
kendala-kendala yang kami hadapi teratasi. Oleh karena itu kami
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak dosen M. Tamudin, S.Ag., M.H yang telah memberikan
tugas, petunjuk serta arahan kepada kami, sehingga kami
termotivasi dalam menyelesaikan tugas makalah ini.
2. Teman yang turut membantu, membimbing, dan mengatasi
berbagai kesulitan sehingga tugas makalah ini bisa selesai.
Kami sadar bahwa dalam pembuatan makalah ini terdapat banyak
kekurangan. Kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para
pembaca guna meningkatkan kualitas pembuatan makalah yang
selanjutnya. Kami sadar bahwa kebenaran dan kesempurnaan hanya milik
Allah SWT. Harapan kami, makalah ini dapat memberikan manfaat kepada
pembaca khususnya dalam Mata Kuliah Legal Drafting.

Palembang, 04 November 2021

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR .................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2
C. Tujuan ................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan .................................. 3
B. Materi Muatan Peraturan Presiden ....................................................... 6
C. Materi Muatan Peraturan Daerah ......................................................... 7
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................... 9
B. Saran ..................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA

i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sepanjang karir Negara Indonesia memberikan sumbangsih
terbesar kepada rakyatnya dengan melindungi mereka dengan segenap bangsa
dan tanah air, itu seperti lagu kebangsaan nasional kita. Melihat situasi dan
kondisi yang sekarang mulai tak terkendali membuat semuanya apa yang
sebenarnya berada diposisi mereka menjadi mengambil bagian bagi yang lain.
Tak terelakkan perkembangan di seluruh sector kehidupan memerlukan
sebuah alat ukur yang dapat menjadi garis pembatas supaya tidak melampaui
zona merah. Alat ukur tersebut harus dapat melalui uji kelayakan supaya dapat
diterapkan dan berguna kemanfaatannya. Dengan demikian dapat diketahui
kualitas dari alat ukur itu sendiri baik ataukah buruk.
Berbicara tentang alat ukur, hal itu menjadi patokan untuk
mengetahui apakah sesuatu yang seharusnya dapat dilakukan atau tidak dapat
untuk dilakukan. Dari pengertian mengenai “Indonesia merupakan Negara
hukum” yang tertuang dalam konstitusi kita memberikan semangat tentang
diperlukannya peraturan hukum untuk mengatur aktivitas kehidupan
bernegara. Karena tidak dapat dicapainya cita-cita pancasila jika masyarakat
hidup tanpa peraturan yang mengaturnya sehingga akan menimbulkan
kekacauan manusia akan berbuat semaunya tanpa memikirkan hasil buruk apa
yang akan berdampak pada seseorang, sekelompok orang, atau orang banyak.
Hukum dibentuk dan dibuat untuk mengontrol segala aktivitas dalam
kehidupan bernegara.
Di Indonesia, peraturan hukum dibuat oleh lembaga atau pejabat
Negara yang berwenang yang disebut sebagai badan Legislatif yang
merupakan lembaga politik. Yang mana tugasnya adalah membuat Undang-
Undang (peraturan perundang-undangan). Ada banyak peraturan hukum yang
dibuat gunanya untuk mengatasi masalah-masalah yang terjadi dalam
masyarakat maupun bernegara, karena adanya berbagai peraturan hukum
menjadikan adanya pembedaan antara peraturan-peraturan hukum tersebut.

1
B. Rumusan Masalah
1. Materi Muatan peraturan Perundang-undangan ?
2. Materi Muatan peraturan Presiden ?
3. Materi Muatan peraturan Daerah ?

C. Tujuan Penulisan Makalah


1. Untuk mengetahui Muatan peraturan Perundang-undangan.
2. Untuk mengetahui Muatan peraturan Presiden.
3. Untuk mengetahui Muatan peraturan Daerah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan


Telah dikatakan diawal bahwa peraturan hukum itu dibuat untuk
mengatasi masalah yang terjadi dalam masyarakat, oleh karena itu peraturan
hukum tersebut tentunya memiliki ciri khas tersendiri diantara peraturan
perundang-undangan lainnya. Peraturan perundang-undangan dibuat oleh
Lembaga atau Pejabat Negara yang diberikan wewenang oleh UUD 1945 Zu-
Ende-Denken eines Gedachten, yaitu suatu usaha untuk mencari dengan sungguh-
sungguh apa yang sebenarnya dipikirkan oleh pembuat Undang-Undang apa yang
sebenarnya dipikirkan oleh pembuat UU melalui karyanya itu. Untuk dapat
melihat apakah peraturan perundang-undangan yang merupakan produk
legislative tersebut baik ataukah buruk, salah satunya dapat dilihat dari isi muatan,
mengetahui dan mengusai materi yang akan diatur dalam penyusunan pembuatan
peraturan tersebut. Kata “mengetahui” artinya mempunyai pengetahuan mengenai,
apakah materi yang akan diatur telah diatur dalam peraturan sebelumnya ataukah
belum, tujuan dari pembentukan materi yang nantinya akan menjadi kualifikasi
peraturan mana yang cocok dengan materi tersebut.1
Dalam pasal 1 angka 13 UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan yang dimaksud dengan materi muatan adalah
materi yang dimuat dalam Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan jenis,
fungsi, dan hierarki Peraturan Perundang-undangan. Adapun materi muatan dari
peraturan perundang-undangan menurut DR. H. AZIZ SYAMSUDDIN ada tujuh
pasal dalam UU NO. 12 tahun 2011 yang mengatur tentang materi muatan
perundang-undangan yaitu pasal 10, pasal 11, pasal 12, pasal 13, pasal 14, pasal
15, yaitu:
1. Pasal 10 ayat (1) UU No. 12 tahun 2011 menetapkan lima materi muatan
yang harus diatur dengan UU, yaitu :
1
Anggono, Asas Materi Muatan Yang Tepat Dalam Pembentukan Undang-undang,
(Jakarta: Universitas Indonesia, 2014), Hlm. 26

3
a) Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan UUD 1945,
b) Perintah suatu UU untuk diatur dengan UU,
c) Pengesahan perjanjian internasional tertentu,
d) Tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi, dan
e) Pemenuhan kebutuhan hokum dalam masyarakat.
Pasal 10 ayat (2) UU No. 12 tahun 2011 menetapkan, tindak lanjut atas
putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimanayang dimaksud pada ayat (1) huruf d
dilakukan oleh DPR atau Presiden.2
2. Pasal 11 UU No. 12 Tahun 2011 merumuskan bahwa materi muatan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) sama dengan
materi muatan Undang-Undang.
3. Pasal 12 UU No. 12 Tahun 2011 merumuskan bahwa materi muatan
Peraturan Pemerintah (PP) berisi materi untuk menjalankan UU
sebagaimana mestinya.
4. Pasal 13 UU No. 12 Tahun 2011 merumuskan bahwa materi muatan
Peraturan Presiden (Perpres) berisi materi yang diperintahkan oleh UU,
materi untuk melaksanakan PP, atau materi untuk menyelenggarakan
kekuasaan Pemerintah.
5. Pasal 14 UU No. 12 Tahun 2011 merumuskan bahwa materi muatan
Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten atau Kota
berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan
tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan penjabaran
lebih lanjut Peraturan Perundang-Undangan yang lebih inggi.
6. Pasal 15 UU No. 12 Tahun 2011 menggaris bawahi bahwa materi muatan
mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam UU, Peraturan
daerah Provinsi, atau Peraturan daerah Kabupaten atau Kota.
Meurut Fitzgerald bahwa Salah satu sifat yang melekat pada perundang-
undangan atau hukum tertulis adalah sifat otoritatif dari rumusan-rumusan
peraturannya. Namun demikian, pengutaraan dalam bentuk tulisan atau litera
2
Astawa, Dinamika Hukum dan Ilmu Perundang-undangan di Indonesia, (Bandung :
Pustaka Setia, 2008), Hlm. 37

4
scripta itu sesungguhnya hanyalah bentuk saja dari usaha untuk menyampaikan
sesuatu idea atau pikiran. Sehubungan dengan hal yang disebut belakangan ini
orangpun suka menyebut tentang adanya “semangat”dari suatu Peraturan. Oleh
karena itu, usaha untuk menggali semangat yang demikian itu merupakan bagian
dari keharusan yang melekat pada hukum perundang-undangan dan yang tidak
diperlukan pada hukum kebiasaan. Usaha tersebut akan dilakukan oleh kekuasaan
pengadilan dalam bentuk interpretasi atau konstruksi. Interpretasi atau konstruksi
ini adalah suatu proses yang ditempuh oleh pengadilan dalam rangka
mendapatkan kepastian mengenai arti dari hukum perundang-undangan atau
bentuk otoritatif itu.3
Keadaan yang ideal sebetulnya adalah manakala interpretasi tersebut tidak
diperlukan atau sangat kecil peranannya. Ia bisa tercapai apabila perundang-
undangan itu bisa dituangkan dalam bentuk yang jelas. Mengenai ukuran
kejelasan ini Montesquieu mengajukan persyaratan sebagai berikut :
1. Gaya penuturannya hendaknya padat dan sederhana.
Ini mengandung arti, bahwa pengutaraan dengan menggunakan ungkapan-
ungkapan kebesaran (grandiose) danretorik hanyalah mubasir dan
menyesatkan. Istilah-istilah yang dipilih hendaknya sejauh mungkin
bersifat mutlak dan tidak nisbi, sehingga dengan demikian membuka
sedikit mungkin perbedaan pendapat individual.
2. Peraturan-peraturan hendaknya membatasi dirinya pada hal-hal yang nyata
dan actual dengan menghindari hal-hal yang bersifat metaforis dan
hipotesis.
3. Peraturan-peraturan hendaknya jangan terlampau tinggi, oleh karena ia
ditujukan untuk orang-orang yang kecerdasan tengah-tengah saja.
Peraturan itu bukan latihan dalam penggunaan logika, mealinkan hanyalah
penalaran sederhana yang bisa dilakukan oleh orang-orang biasa.
4. Janganlah masalah pokoknya dikacaukan dengan kekecualian, pembatasan
atau modifikasi, kecuali dalam hal-hal yang sangat diperlukan.
3
Ekatjahjana, Pengujian Perundang-undangan dan Sistem Peradilannya di Indonesia,
(Jakarta : Pustaka Sutra, 2008), Hlm. 41

5
5. Peraturan tidak boleh mengandung argumentasi; adalah berbahaya untuk
memberikan alasan terperinci bagi suatu peraturan, oleh karena yang
demikian itu hanya akan membuka pintu untuk pertentangan pendapat.
6. Akhirnya, diatas semuanya, ia harus dipertimbangkan dengan penuh
kematangan dan mempunyai kegunaan praktis dan jangan hendaknya ia
mengguncangkan hal-hal yang elementer dalam penalaran dan keadilan
serta la nature des choses. Peraturan-peraturan yang lemah yang tidak
perlu dan tidak adil akan menyebabkan orang tidak menghormati
perundang-undangan dan menghancurkan otoritas Negara.
Menyikapi hal tersebut, peraturan perundang-undangan ditujukan kepada
masyarakat yang tingkat pemahaman bahasa hukumnya rendah oleh karena itu
dalam penyusunan sebuah peraturan perundang-undangan dipergunakan bahasa
yang sederhana yang mudah dimengerti oleh masyarakat, menggunakan kata yang
lugas sehingga tidak ditemukan banyak persepsi dari berbagai pihak. Menurut
Prof. Satjipto “Maksim expressum facit cassare tacitum”, yaitu bahwa kata-kata
yang dicantumkan secara tegas mengakhiri pencarian mengenai maksud dari suatu
perundang-undangan.
Melihat dari isi materi muatan dalam peraturan perundang-undangan
tersebut tergantung pada bidangnya masing-masing meskipun peraturan
perundang-undangan yang kedudukannya rendah berpatokan pada peraturan
peundang-undangan yang kedudukannya lebih tinggi. Dalam peraturan
perundang-undangan terdapat asas-asas yang terdapat dalam pasal-pasalnya.
Asas-asas tersebut juga mencerminkan dari visi misi terhadap dibentuknya
peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.
B. Materi Muatan Peraturan Presiden
Pasal 13 UU No.12 Tahun 2011 menyebutkan bahwa materi muatan
Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang, materi
untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah, atau materi untuk melaksanakan
penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan. Dalam hal ini Peraturan presiden
menyelenggarakan :
1. Pengaturan dalam rangka penyelenggaraan kekuasaan pemerintah Negara

6
sebagai atribusi Pasal 4 ayat 1 UUD 1945,
2. Pengaturan lebih lanjut perintah undang undang baik secara tegas maupun
tidak tegas diperintahkan pembentukannya, dan
3. Pengaturan lebih lanjut perintah Peraturan Pemerintah baik secara tegas
maupun tidak tegas diperintahkan pembentukannya.4

C. Materi Muatan Peraturan Daerah


Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk
oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama
Kepala Daerah (gubernur atau bupati ataupun wali kota) disadurkan dalam
Undang-undang No 15 Tahun 2019 atas perubahan Undang-undang No 12 Tahun
2011. Dalam hal ini Peraturan Daerah terdiri dari yaitu, Peraturan Daerah Provinsi
dan Peraturan Daerah Kabupaten atau Kota Di Provinsi Aceh, Peraturan Daerah
dikenal dengan istilah Qanun. Sementara di Provinsi Papua, dikenal istilah
Peraturan Daerah Khusus dan Peraturan Daerah Provinsi.
Materi muatan peraturan daerah merupakan materi pengaturan yang
terkandung dalam suatu peraturan daerah yang disusun sesuai dengan teknik legal
drafting atau teknik penyusunan peraturan perundang-undangan. Dalam pasal 14,
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan disebutkan bahwa materi muatan Peraturan Daerah Provinsi
dan Peraturan Daerah Kabupaten atau Kota berisi materi muatan dalam rangka
penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi
khusus daerah dan atau penjabaran lebih lanjut dari Peraturan Perundang-
undangan yang lebih tinggi. Secara umum, materi muatan peraturan daerah
dikelompokkkan menjadi yaitu :
1. Ketentuan umum,
2. Materi pokok yang diatur,
3. Ketentuan pidana (jika memang diperlukan),
4. Ketentuan peralihan (jika memang diperlukan), dan
4
Natabaya, Sistem Peraturan Perundang-undangan Indonesia, (Jakarta : Sekretariat
Jendral Mahkamah Konstitusi, 2006), Hlm. 15

7
5. Ketentuan penutup.
Materi muatan peraturan daerah dapat mengatur adanya ketentuan pidana.
Namun, berdasarkan pasal 15 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, ketentuan pidana yang menjadi
materi muatan peraturan daerah dibatasi, yakni hanya dapat mengatur ketentuan
pidana berupa ancaman pidana paling lama 6 bulan kurungan penjara dan denda
maksimal Rp. 50.000.000,00.
Adapun Mekanisme Pembentukan Peraturan Daerah, yaitu Rancangan
Peraturan Daerah (Raperda) dapat berasal dari DPRD atau kepala daerah
(gubernur, bupati, atau wali kota). Raperda yang disiapkan oleh Kepala Daerah
disampaikan kepada DPRD. Sedangkan Raperda DPRD yang muntah dan
Gubernur atau Bupati atau Wali kota disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada
Gubernur atau Bupati atau Wali kota untuk disahkan menjadi Perda, dalam jangka
waktu paling lambat 7 hari sejak tanggal persetujuan bersama. Raperda tersebut
disahkan oleh Gubernur atau Bupati atau Wali kota dengan menandatangani
dalam jangka waktu 30 hari sejak Raperda tersebut disetujui oleh DPRD dan
Gubernur atau Bupati/Wali kota. Jika dalam waktu 30 hari sejak Raperda tersebut
disetujui bersama tidak ditandangani oleh Gubernur atau Bupati atau Wali kota,
maka Raperda tersebut sah menjadi Perda dan wajib diundangkan. Adapun
Peraturan Daerah menyelenggarakan pengaturan hal hal yang berkenaan yaitu :
1. otonomi daerah provinsi kabupaten kota dan tugas pembantuan
2. penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang undangan yang lebih
tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing masing daerah
3. tidak bertentangan dengan peraturan perundang undangan yang lebih
tinggi
4. belum diatur oleh Peraturan Perundang undangan yang lebih tinggi5

5
Ranggawidjaja, Pengantar Ilmu Perundang-undangan Indonesia, (Bandung : Mandar
Maju, 1998), Hlm. 54

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian pembahasan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa
peraturan perundang-undangan merupakan penerapan ide yang dipikirkan oleh
si pembuat undang-undang dalam bentuk hukum tertulis yang tujuan
pembentukannya adalah untuk memenuhi kebutuhan hukum dalam kehidupan
bernegara yang mana isi daripada peraturan perundang-undangan tersebut
tidak lain membahas mengenai ruang lingkup dari tujuan dibentuknya
peraturan perundang-undangan tersebut.

B. Kritik dan Saran


Setelah pemaparan materi diatas yang memuat masalah tentang
Materi Muatan Dalam Peraturan Perundang-Undangan, mahasiswa dapat
mengetahui dan mengaplikasikan apa yang telah didapat.

9
DAFTAR PUSTAKA

Anggono. 2014. Asas Materi Muatan Yang Tepat Dalam Pembentukan


Undang-undang. Jakarta : Universitas Indonesia.
Astawa. 2008. Dinamika Hukum dan Ilmu Perundang-undangan di
Indonesia. Bandung : Alumni.
Ekatjahjana. 2008. Pengujian Perundang-undangan dan Sistem
Peradilannya di Indonesia. Jakarta : Pustaka Sutra
Natabaya. 2006. Sistem Peraturan Perundang-undangan Indonesia.
Jakarta : Sekretariat Jendral Mahkamah Konstitusi.
Ranggawidjaj. 1998. Pengantar Ilmu Perundang-undangan Indonesia.
Bandung : Mandar Maju

Anda mungkin juga menyukai