Anda di halaman 1dari 19

Makalah Kelompok 3

ORGAN – ORGAN PEMBENTUK PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Makalah Ini Dibuat untuk Menyelesaikan Tugas dari Mata Kuliah Ilmu

Perundang - Undangan Kelas B Semester 4

Dosen Pengampu: Indra Rahmatullah SH.I, MH

Disusun Oleh:

Devina Huseini (11210454000002)

Haniefa Putri Zalsa (11210454000020)

Putri Rizqi Fauzi (11210454000027)

Fathinah Afifah (11210454000066)

Prodi Hukum Pidana Islam

Fakultas Syari’ah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

2023
KATA PENGANTAR

Assalammua’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,kami p
anjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hida
yah Nya sehingga kami semua mahasiswa prodi Hukum Pidana Islam, semester 4, mata
kuliah Ilmu Perundang-undangan kelas B dapat menyelesaikan makalah ini yang berjud
ul “ORGAN – ORGAN PEMBENTUK PERATURAN PERUNDANG-UNDANGA
N”. Alhamdulillah kami telah menyelesaikan makalah ini dengan lancar serta dalam ko
ndisi sehat wal afiat., kami bersyukur atas adanya tugas penulisan makalah ini karena m
embuat kami dapat mempelajari dan meningkatkan kemampuan kami untuk kedepannya.
Terimakasih untuk dosen kami Indra Rahmatullah SH.I, MH karena dengan adanya
pemberian tugas makalah ini, kami para mahasiswa dapat melatih literasi kami agar leb
ih baik untuk kedepannya .Sekian kata pengantar sederhana bagi makalah ini, kurang le
bih nya kami dari mahasiswa prodi Hukum Pidana Islam, semester 4, mata kuliah Ilmu
Perundang-undangan kelas B yang masih dalam proses pembelajaran mohon maaf atas
kesalahan ataupun kurang nya kalimat dalam kata pengantar ini.

Ciputat, 11 Maret 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i

DAFTAR ISI ..................................................................................................ii

BAB I Pendahuluan

A. Latar Belakanng.....................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................2
C. Tujuan Rumusan Masalah.....................................................................2

BAB II Pembahasan

A. Definisi Peraturan Perundang-undangan ..............................................3


B. Organ-organ Pembentuk Peraturan Perundang-undangan.....................
1. Eksekutif ..........................................................................................
2. Legislatif ..........................................................................................
3. Lembaga-lembaga Negara Lainnya..................................................

BAB III Penutup

A. Kesimpulan............................................................................................
B. Saran......................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konstitusi merupakan bagian yang cukup penting dari sebuah tatanan negara,
karena konstitusi pada dasarnya ialah peraturan-peraturan yang tersusun secara
terperinci mengenai berbagai macam aturan. Seperti peraturan dalam hal tindak pidana
atau aturan yang mencakup sanksi atas pelaku kriminalitas. Tidak hanya mengenai
pidana, tetapi banyak hal yang diatur dalam konstitusi seperti perdata, administrasi,
hukum perekonomian dan banyak lagi. Konstitusi tentunya jelas bukan hanya suatu
dokumen yang berisikan tentang hukum, konstitusi terdiri dari dua bagian yaitu
konstitusi politik yang mencantumkan pasal-pasal tekait norma-norma sosial dan aturan
yang membantu hubungan antar masyarakat dan lembaga negara.1

Dalam praktiknya, politik dan hukum tidak dapat dipisahkan dalam satu negara.
Hal ini dilakukan untuk mengimplementasikan konsep tujuan pemerintah, khususnya
dalam konteks pembangunan dan kebijakan politik dan hukum. Indonesia sendiri
merupakan negara hukum dimana pada dasarnya segala aktivitas masyarakat
bersinggungan dengan norma dan perilaku hukum, sehingga diperlukan aturan tertulis
dan tidak tertulis untuk mengatur segala aktivitas demi terciptanya kesejahteraan.
Berkenaan dengan tujuan pemerintah yang berkaitan dengan perumusan undang-undang
untuk membuat peraturan yang tentunya bertujuan agar menciptakan ketertiban sosial,
maka para pembuat produk hukum haruslah mengutamakan kepentingan bersama
berdasarkan norma dan nilai kebaikan. Pembentukan peraturan perundang-undangan,
pada prinsipnya merupakan proses pembuatan yang dimulai dari perencanaan,
persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan,
dan penyebarluasan (sosialisasi).2

Dalam hubungannya dengan pembentukan peraturan perundang-undangan di


Indonesia, terutama jika dilihat dari perspektif hukum positif, proses pembentukan
1
Nuruddin Hady, Teori-edisi revisi- Konstitusi dan Negara Demokrasi, Setara press; Malang, 2016, hal.
12
2
Undang-undang No. 12 Thn 2011 Pasal 1 angka (1)

1
peraturan perundang-undangan merupakan kewenangan yang diberikan oleh konstitusi
(Undang-Undang Dasar Tahun 1945 – UUD 1945) kepada lembaga atau organ
pembentuk peraturan perundang-undangan (legislature)3

A. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Peraturan Perundang-undangan ?
2. Organ apa saja yang menyusun Peraturan Perundang-undangan ?
3. Lembaga-lembaga negara apa saja yang berkaitan dengan Peraturan Perundang-
undangan ?

B. Tujuan Rumusan Masalah


1. Mengetahui terkait pengertian dasar dari Peraturan Perundang-undangan
2. Memahami organ-organ negara apa saja yang menyusun Peraturan Perundang-
undangan
3. Mengetahui terkait hubungan antar Lembaga-lembaga negara dengan Peraturan
Perundang-undangan

3
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, 2009, hlm. 315.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Peraturan Perundang-Undangan

Sebagaimana yang tercantum dalam UU NO. 12 Tahun. 2011 Pasal 1 ayat (1)
mengenai definisi Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah Pembuatan
Peraturan Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan,
pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.4 Dalam ayat selanjutnya
di pasal yang sama bahwa Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang
memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh
lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam
Peraturan Perundang-undangan5. Peraturan Perundang-undangan tentulah dibuat dengan
cara-cara yang sudah diatur dalam Undang-undang itu sendiri. Hal ini dapat kita
temukan dalam UU NO. 12 Tahun 2011 BAB II tentang Asas Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan Pasal 5. Dalam pasal tersebut tercantum bahwa untuk membentuk
Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan yang baik, yaitu meliputi:

a. kejelasan tujuan;
b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;
c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;
d. dapat dilaksanakan;
e. kedayagunaan dan kehasilgunaan;
f. kejelasan rumusan; dan
g. keterbukaan.6

Dalam pasal selanjut nya menjelaskan bahwa materi muatan yang terdapat dalam
Peraturan Perundang-undangan haruslah mencerminkan dengan asas:

a. pengayoman;
b. kemanusiaan;
c. kebangsaan;
4
Ibid, pasal 1 ayat (1)
5
Ibid, pasal 1 ayat (2)
6
Ibid, BAB II, pasal 5

3
d. kekeluargaan;
e. kenusantaraan;
f. bhinneka tunggal ika;
g. keadilan;
h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau
j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.7

Kemudian dijelaskan dalam pasal 6 ayat (2) bahwa selain mencerminkan


asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Peraturan Perundang-undangan tertentu
dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan
yang bersangkutan.8

B. Organ-organ Pembentuk Peraturan Perundang-undangan

Pada tahun 2011, para pembentuk Undang-Undang menganggap perlu untuk


melakukan penyempurnaan terhadap Undang-Undang No. 10 Th. 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan karena beberapa pertimbangan.
Beberapa pertimbangan tersebut dirumuskan dalam Undang-Undang No. 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang mencabut dan
menggantikan berlakunya Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dalam Konsideran huruf b Undang-
Undang No. 12 Tahun 2011 tersebut dirumuskan, "bahwa untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat atas peraturan perundang-undangan yang baik, perlu dibuat
peraturan mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan yang dilaksanakan
dengan cara dan metode yang pasti, baku, dan standar yang mengikat semua
lembaga yang berwenang membentuk peraturan perundang-undangan”. Namun
dalam konsiderans huruf c dirumuskan. bahwa dalam Undang-Undang No. 10
Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan masih terdapat
kekurangan dan belum dapat menampung perkembangan kebutuhan masyarakat
mengenai aturan pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik sehingga
perlu diganti.9

7
Ibid, BAB II, pasal 6, ayat (1)
8
Ibid, BAB II, pasal 6 ayat (2)
9
Maria Farida Indrati S. Ilmu Perundang-Undangan, PT KANESIUS; DI Yogyakarta, 2020, hal. 114

4
Sesuai UU Nomor 12 Tahun 2011 pada BAB III tentang Jenis, Hierarki dan
Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan di Pasal 7 ayat (1), terdapat berbagai
jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan yaitu:

1. Undang-Undang Dasar Negara republik Indonesia 1945;


2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
3. Undang-Undang /Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
4. Peraturan Pemerintah (PP);
5. Peraturan Presiden (Perpres);
6. Peraturan Daerah Provinsi; dan
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota; dengan kekuatan kekuatan hukum se
suai dengan hierarkhinya.10

Dalam Organ Pembentukan Peraturan Perundangan-undangan dilakukan oleh


Lembaga eksekutif, legislatif, dan lembaga-lembaga lainnya.

1. Eksekutif

Lembaga eksekutif merupakan kekuasaan untuk melaksanakan undang-


undang yang dibuat oleh Legislatif. Lembaga eksekutif di era modern ini diduduki
oleh Presiden atau Perdana Menteri yang disebut kepala pemerintahan. Seorang
presiden atau perdana menteri merupakan kepala suatu negara, yang menjadi simbol
suatu negara. Apa pun tindakan seorang presiden atau perdana menteri, diartikan
sebagai tindakan dari negara yang bersangkutan. Eksekutif dapat merujuk pada
administrasi dalam sistem presidensial atau pemerintah dalam sistem parlementer.
Di negara demokratis secara sempit lembaga eksekutif diartikan sebagai kekuasaan
yang dipegang oleh raja atau presiden, beserta menteri-menterinya (kabinetnya).
Dalam arti luas lembaga eksekutif mencakup para pegawai negeri sipil dan militer.
Oleh sebab itu sebutan mudah bagi lembaga eksekutif adalah pemerintah.11

Lembaga eksekutif dijalankan oleh raja atau presiden dan dibantu oleh
para menteri. Jumlah anggota eksekutif jauh lebih sedikit dibandingkan dengan
jumlah anggota legislatif, hal ini dimaknai karena eksekutif berfungsi hanya
untuk menjalankan undang-undang yang dibuat oleh legislatif. Pelaksanaan
10
Ibid, BAB III, pasal 7 ayat (1)
11
UU Nurul Huda, Hukum Lembaga Negara, PT Refika Aditama; Bandung, 2020 hal. 75

5
undang-undang ini tetap masih diawasi oleh legislatif. Badan eksekutif di
Indonesia dipegang oleh presiden yang mempunyai dua kedudukan sebagai
kepala negara dan sebagai kepala pemerintahan. Tugas-tugas lembaga eksekutif
adalah.

1. Bidang administratif yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undang- undang,


perundangan lainnya dan menyelenggarakan administrasi negara.

2. Bidang legislatif yaitu membuat atau merancang undang-undang dan


membimbingnya dalam badan perwakilan rakyat sampai menjadi undang-undang.

3. Bidang keamanan artinya kekuasaan untuk mengatur polisi dan angkatan bersenjata,
menyelenggarakan perang, pertahanan negara, serta keamanan dalam negeri.

4. Bidang yudikatif yaitu memberi grasi, amnesti dan sebagainya.

5. Bidang diplomatik, yaitu kekuasaan untuk menyelenggarakan hubungan diplomatik


dengan negara-negara lain.

Sebelum amandemen UUD 1945 kedaulatan berada di tangan MPR,


sehingga pengisian jabatan presiden dan wakil presiden berada di tangan MRP.
Adanya gerakan reformasi menuntut agar jabatan presiden dan wakil presiden
dilakukan oleh rakyat dengan bebas, jujur, dan adil sesuai kehendak hari nurani
rakyat berdasarkan hal tersebut, maka pasca- amandemen UUD 1945
menyatakan, bahwa presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu pasangan
calon secara langsung oleh rakyat dalam suatu pemilihan umum". Masa
reformasi setelah amandemen UUD 1945 kedudukan lembaga eksekutif setara
dengan lembaga pemerintahan lain yaitu legislatif dan yudikatif. Dalam
perkembangannya, lembaga eksekutif yang dipimpin oleh presiden tidak
menjadi lembaga paling kuat dalam pemerintahan. karena lembaga eksekutif
diawasi oleh lembaga legislatif, masyarakat12

Pada ketentuan yang tercantum dalam UU No, 12 Thn 2011 Pasal 1 ayat
(3) mengatakan bahwa “Undang-Undang adalah Peraturan Perundangundangan
yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama
Presiden” dilanjutkan pada pasal 1 ayat (4) “Peraturan Pemerintah Pengganti
12
Ibid, hal.76

6
Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh
Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa” kemudian pada pasal 1
ayat (5) dan ayat (6) dinyatakan bahwa “ Peraturan Pemerintah adalah Peraturan
Perundangundangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-
Undang sebagaimana mestinya. Peraturan Presiden adalah Peraturan
Perundangundangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah
Peraturan Perundangundangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan
kekuasaan pemerintahan” 13

Kekuasaan presiden sebagai eksekutif dalam bidang legislatif ialah


kewenangan untuk menjalankan Undang-Undang, tidak hanya itu ia juga
berwenang untuk mengajukan Rancangan Undang-Undang kepada DPR.
Menurut Montesquieu, prinsipnya kekuasaan legislatif yang diharapkan sebagai
satu-satunya badan pembuat peraturan perundang-undangan (wet materirlr zin).
Namun dalam praktiknya terbatas pada Undang-Undang (wet formele zin) saja,
untuk peraturan perundang-undangan di luar Undang-Undang dan UUD
cenderung lebih melekat pada kekuasaan eksekutif. Karna kewenangan eksekutif
untuk membentuk suatu peraturan perundang-undangan di luar Undang-Undang
dan UUD masih dalam koridor yang ditentukan dalam Undang-Undang dan
UUD.14

Pada pasal 4 dan 5 ayat (2) UUD tahun 1945 menjelaskan bahwa presiden
mempunyai kewenangan sebagai penyelenggara pemerintahan, presiden
mempunyai hak dalam PerPu membentuk peraturan pelaksana undang-undang
yang diperlukan untuk memperlancar keberlangsungan pemerintahan negara.
kekuasaan presiden dalam bidang peraturang perundang-undangan ini bervariasi,
kekuasaan legislatif (mengajukan RUU ke DPR), kekuasaan reglementer
(membentuk peraturan pemerintah untuk menjalankan UU atau menjalankan
peraturan pemerintah pengganti UU) dan kekuasaan eksekutif (kekuasaan
pengaturan dengan keputusan presiden). pada prakteknya kekuasaan pemerintah
yang dipegang oleh kepala pemerintahan serta kepala negara (presiden)
ditambah adanya kekuasaan untuk mengatur, maka delegasi kewenangan

13
Ibid, pasal 1 ayat (3), (4), (5), (6)
14
jurnal

7
mengalir dari Lembaga legislatif ke eksekutif berdasarkan UU maupun langsung
dari UUD.15

2. Legsilatif

Dilihat secara umum pengertian legislatif merupakan suatu lembaga atau dewan
yang mempunyai tugas untuk membuat atau merumuskan undang-undang yang
dibutuhkan dalam suatu negara. Definisi kekuasaan legislatif pada dasarnya yaitu
kekuasaan yang diberikan kepada suatu badan untuk membentuk suatu undang-
undang. Lembaga yang diberi kekuasaan legislatif berperan dalam membuat segala
peraturan yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan pemerintahan.16

Sebagaimana yang telah diamanatkan di dalam konstitusi pada pasal 20 ayat 1


UUD 1945 setelah di amandemen yang berbunyi “Dewan Perwakilan Rakyat
memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang”, dilanjutkan pada pasal 20 ayat
2 yang bebrunyi “Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan
Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama”.17 Dan berdasarkan
ketentuan pasal 21 UUD 1945, setiap anggota DPR berhak pula mengajukan usul
rancangan undang-undang yang syarat-syarat dan tata cara diatur dalam peraturan
tata tertib. Seperti dalam halnya presiden berhak mengajukkan rancangan undang-
undang, para anggota DPR secara sendiri-seendiri dapat berinisiatif untuk
mengajukan rancangan undang-undang asalkan memenuhi persyaratan yaitu jumlah
anggota DPR yang tampil sendiri-sendiri itu mencukupi jumlah persyaratan
minimal yang ditentukan oleh undang-undang. Dipertegas lagi dalam pasal 20A ayat
1 UUD 1945 ditentukan pula, yang berbunyi “Dewan Perwakilan Rakyat memiliki
fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan”.18

Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di bidang lembaga legislatif


tidak hanya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saja tetapi bersama Dewan Perwakilan
Daerah (DPD). Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 telah menghasilkan beberapa
lembaga negara baru, salah satunya adalah Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Kemudian dijadikan gagasan dasar pemebentukan DPD adalah keinginan untuk

15
jurnal
16
Op.cit, Nurul Huda, hal. 86
17
Pasal 20 ayat (1) dan (2) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
18
Ibid, Pasal 20A ayat (1) dan Pasal 21

8
mengakomodasi aspirasi daerah sekaligus memberi peran yang lebih besar kepada
daerah dalam proses pengambilan keputusan politik untuk persoalan terutama berkaitan
langsung dengan daerah. Fungsi dan kewenangan DPD slah satunya yaitu terkait dengan
pembentukan undang-undang. Sebagaimana yang telah diatur dalam UUD 1945
mengenai kewenangan DPD dalam pembentukan undang-undang. Terdapat tiga
kewenangan DPD dalam pembentukan undang-undang yang disebutkan oleh pasal 22D
UUD 1945, pada pasal 22D ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi “Dewan Perwakilan
Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang
yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan
pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan
daerah”.19

Dengan demikian, DPD mempunyai posisi dan kedudukan yang sama dengan
DPR dan Presiden dalam hal mengajukan RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah,
pengelolaan sumber daaya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta berkaitan
dengan perimbagan keuangan pusat dan daerah.

Namun, dengan adanya Adanya putusan MK terkait dengan kewenangan


legislasi DPD telah mengubah praktek ketatanegaraan, khususnya di bidang legislasi
atau pembentukan undang-undang. Putusan MK sekaligus juga merupakan penafsiran
bagaimana menjabarkan ketentuan yang ada di dalam UUD 1945 ke dalam undang-
undang. Terdapat beberapa penafsiran dalam undang-undang yang dikoreksi melalui
putusan MK, yaitu: Mengenai kewenangan “dapat mengajukan RUU kepada DPR”, MK
menyamakan kewenangan tersebut dengan kewenangan Presiden yang berhak
mengajukan RUU kepada DPR. Perbedaannya Presiden berhak mengajukan RUU tanpa
dibatasi bidang tertentu, sementara DPD dibatasi untuk bidang tertentu sebagaimana
disebutkan dalam UUD 1945. Dengan persamaan kewenangan tersebut, maka DPR
tidak lagi melakukan pembahasan maupun pengambilan keputusan terhadap RUU yang
diusulkan oleh DPD dan kemudian menjadikan RUU usul DPD tersebut sebagai RUU
dari DPR.

19
Ibid, Pasal 22D ayat (1)

9
Pengajuan RUU terkait dengan perencanaan yang tertuang di dalam
Prolegnas. Untuk itu DPD juga mempunyai kewenangan untuk mengusulkan,
membahas, dan memberikan persetujuan terhadap Prolegnas. Mengenai “ikut
membahas RUU”, DPD tidak lagi sekedar menyampaikan pandangan dan
pendapat melainkan ikut serta dalam pembahasan, yang di dalam mekanisme
DPR dilakukan melalui pembahasan DIM. Namun demikian, meskipun DPD
juga meminta dapat memberikan persetujuan terhadap RUU untuk disahkan
menjadi undang-undang, MK memutuskan bahwa kewenangan tersebut tidak
dimiliki oleh DPD, melainkan tetap hanya dimiliki oleh DPR dan Presiden.
Terhadap kewenangan memberikan pertimbangan, MK juga tidak memberikan
kewenangan lebih. Ada kewajiban DPR dan Presiden untuk meminta
pertimbangan DPD atas RUU APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak,
pendidikan, dan agama, namun pertimbangan tersebut sifatnya tetap tidak
mengikat.

Meskipun putusan MK langsung berlaku dan dapat dilaksanakan, namun


implementasi terhadap putusan tersebut masih memerlukan pengaturan
mekanise teknis lebih lanjut. Untuk itu, perlu ada koordinasi antara Presiden,
DPR, dan DPD mengenai mekanisme teknis pembentukan undang-undang pasca
putusan MK tersebut.20

3. Lemabaga-lembaga lainnya

Berdirinya lembaga negraa merupakan perkembangan organisasi negara yang


dituntut untuk memenuhi kebutuhan negara. Sementara itu, lembaga independen
negara dapat diartikan sebagai sebuah lembaga yang terbentuk dari pemerintah yang
menyerahkan kewenangannya untuk menetapkan atau menbenetuk badan sendiri
( the agencies produces by the growing trend of government power to appointed or
self appointed bodies). Jadi, lembaga independen negara ini dapat diartikan sebagai
keputusan negara dalam pembentukan lembaga baru yang keanggotaannya di ambil

20
Novianto M. Hantoro, Kewenangan Dewan Perwakilan Daerah Dalam Pembentukan Undang-undang
Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PPU-X/2012, Negara Hukum: Vol. 4, No. 2, 2013,
hal.199

10
dari unsur-unsur non negara, dan diberikan kekuasaan serta di fasilitasi oleh negara
tanpa harus menjadi pegawai negara.21

Menurut ketentuan dalam pasal 8 ayat 1 dan 2 Undang-undang Nomor 12


Tahun 2011, yang berbunyi:

(1) Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud


dalam pasal 7 ayat 1 mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
Mahkamah Konstitusi, Badam pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank
Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk
dengan Undang-undang atau Pemerintah atas perintah Undang-undang, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.

(2) Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1


diakui keberadannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang
diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk
berdasarkan kewenangan.22

Hendra Nurtjaho berpendapat bahwa tujuan dibentuknya lembaga negara


independen karena dua hal yaitu: karena adanya tugas-tugas kenegaraan yang
semakin kompleks yang memerlukan independensi yang cukup untuk
operasionalisasinya dan adanya upaya enpowerment terhadap tugas lembga negara
yang sudah ada melalui cara membentuk lembaga baru yang lebih spesifik.

Terdapat beberapa lembaga negara independen, anatara lain:

A. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Komnas HAM)

Pada mulanya, Komnas HAM didirikan dengan keputusan Presiden


Nomor 50 Tahun 1993 tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Mulai dari
tahun 1999 keberadaan Komnas HAM , yakni Undang-undang Nomor 39 Tahun

21
Irma Mangar dan M. Rosyid, Lembaga Indpenden Negara dalam Ketatanegaran Indonesia, Vol. 1, No.
2, 2022, hal.77
22
Op.cit. Pasal 8 ayat (1) dan (2)

11
1999 yang juga menetapkan keberadaan, tujuan, fungsi, keanggotaan, asas,
kelengkapan, serta tugas dan wewenang Komnas HAM.23

Pada pasal 1 ayat 7 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 menjelaskan


pengertian mengenai Komnas HAM, yang berbunyi “Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia yang selanjutnya Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang
kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi
melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak
asasi manusia”.24 Kemudian dalam pasal 78 ayat 1, yang berbunyi “ Komnas
HAM mempunyai kelengkapan yang terdiri dari : a. sidang paripurna; dan b. sub
komisi”. Selanjutnya, dalam pasal 79 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999
juga menjelaskan mengenai dalam sidang paripurna pemegang kekuasaan
tertiggi di Komnas HAM, yang terdiri atas seluruh anggota Komnas HAM.
Sidang Paripurna menetapkan tata tertib, program kerja, dan mekanisme kerja
Komnas HAM.

Dipertegas kembali mengenai hak setiap anggota Komnas HAM dalam


pasal 87 ayat 2 huruf a dan b, yang berbunyi:

a. Menyampaikan usulan dan pendapat kepada Sidang Paripurna dan Subkomisi.

b. Memberikan suara dalam pengambilan keputusan Sidang Paripurna dan


Subkomisi.

B. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)

Menurut Pasal 7 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang


Penyiaran menjelaskan mengenai Komisi Penyiaran Indonesia atau biasa
disingkat KPI. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) merupakan lembaga negara
yang bersifat independen mengatur hal-hal mengenai penyiaran, yang terdiri dari
KPI Pusat yang dibentuk di tingkat pusat dan KPI Daerah dibentuk di tingkat
provinsi. Dan dalam menjalankan fungsi , tugas, wewenang dan kewajibannya,
KPI Pusat diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia,

23
https://www.komnasham.go.id/index.php/about/1/tentang-komnas-ham.html#:~:text=Berdasarkan
%20Undang%2Dundang%20No.%2026,Asasi%20Manusia%20dan%20unsur%20masyarakat. (Diakses
18 Maret 2023)
24
Pasal 1 ayat 7 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

12
sedangkan KPI Daerah diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi.25

C. Komisi Pemilihan Umum (KPU)

Pada pasal 1 ayat 8 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang


Pemilihan Umum menjelaskan mengenai pengertian Komisi pemilihan Umum.
Komisi pemilihan Umum (KPU) adalah lembaga penyelenggaraan pemilu yang
bersifat nasional, tetap, dan mandiri dalam melaksanakan pemilu. Lalu diatur
pula mengenai tugas, kewenangan, serta kewajiban Komisi Pemilihan Umum
dalam pasal 12, 13, dan 14 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang
Pemilihan Umum.26

Peraturan KPU merupakan sebuah peraturan yang bersifat mengikat,


dikarenakan merupakan bagian dari sistem hierarki perundang-undangan di
Indonesia. Hal tersebut dapat dikaji dengan mengacu pada Undang-undang
Nomor 11 Tahun 2011 tentang pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Walaupun, KPU tidak secara eksplisit tertera dalam pasal 7 ayat 1 Undang-
undang Nomor 12 Tahun 2011 tetapi landasan yuridisnya dapat dilihat dalam
pasal selanjutnya yaitu dalam pasal 8 ayat 1.27

D. Komisi Perlindugan Anak Indonesia (KPAI)

Pembentukan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah diatur


dalam ketentuan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 35 Tahun
2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak. Pada pasal 74 telah dijelaskan bahwa:

(1) Dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan penyelenggaraan


pemenuhan Hak Anak, dengan Undang-undang ini dibentuk Komisi
Perlindungan Anak Indonesia yang berifat Independen.

25
Pasal 7 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran
26
Pasal 1 ayat 8 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
27
Agung Dugaswara, Harmonisasi Peraturan KPU dan Peraturan Perundang-undangan Lainnya Demi
Terciptanya Azas Kepastian Hukum

13
(2) Dalam hal diperlukan, Pemerintah Daerah dapat membentuk Komisi
Perlindungan Anak Daerah atau lembaga lainnya pengawasan penyelenggaraan
Perlindungan Anak di Daerah.

Dan tugas Komisi Perlindungan Anak Indonesia telah diatur di dalam


pasal 76 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.28

28
Pasal 74 ayat (1) dan (2), Pasal 76 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

14
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Sebagaimana yang tercantum dalam UU NO. 12 Tahun 2011 Pasal 1


ayat (1) mengenai definisi Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah
Pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang mencakup tahapan
perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan
pengundangan.

Dalam Organ Pembentukan Peraturan Perundangan-undangan dilakukan


oleh Lembaga eksekutif, legislatif. Dalam lembaga eksekutif Pada ketentuan
yang tercantum dalam UU No. 12 Tahun 2011 Pasal 1 ayat (3), dilanjutkan pada
pasal 1 ayat (4), (5), dan (6). Pada Bidang legislatif sebagaimana yang telah
diamanatkan di dalam konstitusi pada pasal 20 ayat 1 UUD 1945. Dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan di bidang lembaga legislatif tidak
hanya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saja tetapi bersama Dewan Perwakilan
Daerah (DPD) sebagimana tercantum dala pada pasal 22D ayat 1 UUD 1945.

Berdirinya lembaga negraa merupakan perkembangan organisasi negara


yang dituntut untuk memenuhi kebutuhan negara. Sementara itu, lembaga
independen negara dapat diartikan sebagai sebuah lembaga yang terbentuk dari
pemerintah yang menyerahkan kewenangannya untuk menetapkan atau menbenetuk
badan sendiri ( the agencies produces by the growing trend of government power to
appointed or self appointed bodies). Terdapat beberapa lembaga negara independen,
anatara lain:

1. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)

2. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)

3. Komisi Pemilihan Umum (KPU)

4. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)

15
DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, 2009

Nuruddin Hady, Teori-edisi revisi- Konstitusi dan Negara Demokrasi,


Setara press; Malang, 2016

JURNAL

PERUNDANG-UNDAGAN

16

Anda mungkin juga menyukai