Anda di halaman 1dari 12

DINAMIKA POLITIK HUKUM PERUNDANG-UNDANGAN

Makalah ini diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Politik Hukum yang
diampuh oleh Bapak Ariyanto Ardiansya, S. IP., M. Si. Program Studi Hukum
Tata Negara Fakultas Syariah dan Hukum Islam Kelompok 4 Semester 3

Oleh:

KELOMPOK 6

MUH. SAFARUDDIN TAHIR


(742352022104)

JASNITA
(742352022119)

NURUL AQIFAH
(742352022121)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BONE
2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit

sekali yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian

alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira

besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul ”Dinamika

Politik Hukum Perundang-Undangan”.

Dalam penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai

pihak, karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada: Kedua orangtua dan segenap keluarga besar penulis yang telah

memberikan dukungan, kasih, dan kepercayaan yang begitu besar. Dari sanalah

semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit

kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi.

Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan

kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan

kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Akhir

kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Watampone, 08 November 2023

Kelompok 6
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..…………………………………………................i

DAFTAR ISI……………………………………………………………....ii

BAB I PENDAHULUAN...…………………………………………….…1

A. Latar Belakang………………………………………….................1
B. Rumusan Masalah…………………………………….……….......2

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………….........3

A. Dinamika Politik Hukum Perumdang-undangan…….……..…...3-5


B. Pengaruh Politik Hukum Perumdamg-undangan…......................5-7

BAB III PENUTUP…………………………………………………...…..8

A. Kesimpulan …………………………………………………….....8

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………….....9


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum dan politik adalah berbicara bagaimana hukum bekerja dalam
sebuah situasi politik tertentu. Dalam hal ini yang dimaksud adalah hukum
sebagai perwujudan dari nilai-nilai yang berkembang dan nilai-nilai yang
dimaksud adalah keadilan. Dengan demikian idealnya hukum dibuat dengan
mempertimbangkan adanya kepentingan untuk mewujudkan nilai-nilai
keadilan tersebut. Dengan ciri-ciri mengandung perintah dan larangan,
menuntut kepatuhan dan adanya sangsi, maka hukum yang berjalan akan
menciptakan ketertiban dan keadilan di masyarakat. Hukum sebagai salah satu
kaidah yang dipositifkan secara resmi oleh penguasa negara adalah sebuah
produk dari kegiatan politik, yang dapat terbaca dari konteks dan kepentingan
yang melahirkan hukum itu dan bagaimana hukum tersebut dijalankan.
Berbeda dengan kaidah agama yang didasarkan pada ketaatan individu pada
Tuhan atau kaidah kesusilaan dan kesopanan yang didasarkan pada suara hati
atau dasar-dasar kepatutan dan kebiasaan, kaidah hukum dibuat untuk
memberikan sangsi secara langsung yang didasarkan pada tindakan nyata atas
apa yang disepakati/ditetapkan sebagai bentuk-bentuk pelanggaran
berdasarkan keputusan politik.
Keadilan akan dapat terwujud apabila aktifitas politik yang melahirkan
produk-produk hukum memang berpihak pada nilai-nilai keadilan itu sendiri.
Terlepas bahwa dalam proses kerjanya lembaga-lembaga hukum harus bekerja
secara independen untuk dapat memberikan kepastian dan perlindungan
hukum, dasar dari pembentukan hukum itu sendiri yang dilakukan oleh
lembaga-lembaga politik juga harus mengandung prinsip-prinsip membangun
supremasi hukum yang berkeadilan. Dalam konteks Indonesia, cita dan fakta
yang berkaitan dengan penegakan keadilan masih belum dapat bertemu.
Harapan akan adanya instrument dan pengadilan yang fair dan berkadilan
sangat bertentangan dengan maraknya mafia-mafia peradilan dan praktek-
praktek hukum yang menyimpang. Pada tingkatan tertentu Indonesia bahkan
dapat dikatakan berada pada situasi lawlessness, misalnya, sekelompok orang
bersenjata dapat bergerak bebas dan melakukan tindak kekerasan tanpa
mendapat tindakan apa pun dari aparat kepolisian, massa dapat mengadili
pencuri kelas teri dan membakarnya, sementara pengadilan membebaskan
koruptor kelas kakap. Dunia hukum Indonesia berada dalam kuasa
“demoralisasi, disorientasi, dehumanisasi dan dekadensi”.
Hukum adalah perintah dari penguasa, dalam arti perintah dari mereka
yang memiliki kekuasaan tertinggi atau yang memegang kedaulatan.
Demikian John Austin, seperti dikutip oleh Prof Lili Rasyidi. Perdebatan
mengenai hubungan hukum dan politik memiliki akar sejarah panjang dalam
ilmu hukum. Bagi kalangan penganut aliran positivisme hukum seperti John
Austin, hukum adalah tidak lain dari produk politik atau kekuasaan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana melihat Dinamika Politik Hukum dalam Perundang-undangan?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Dinamika Politik Hukum Perundang-Undangan


Setiap kajian tentang hukum dimensi filosofis dan dimensi politis akan
selalu kita temukan dan harus dilihat sebagai dua hal yang tidak boleh
diabaikan, yaitu :
a. Dimensi politis dalam kajian hukum melihat adanya keterkaitan yang
erat sekali antara hukum dan politik, bahkan ada yang melihat law as a
political instrument yang kemudian menjadi lebih berkembang dan
melahirkan satu bidang kajian tersendiri yang disebut politik hukum yang
kelihatannya dapat mengarah pada perlunya apa yang disebut political gelding
van het recht atau dasar berlakunya hukum secara politik, disamping apa yang
ada sekarang yaitu landasan yuridis, landasan sosiologis dan landasan
filosofis.
b. Dimensi filosofis dalam kajian hukum melihat sisi lain dari hukum
sebagai seperangkat ide-ide yang bersifat abstrak dan merupakan penjabaran
lebih jauh dari pemikiran filosofis, yaitu apa yang dinamakan filsafat hukum.
William Zevenbergen mengutarakan bahwa politik hukum mencoba
menjawab pertanyaan, peraturan-peraturan hukum mana yang patut untuk
dijadikan hukum. Perundang-undangan itu sendiri merupakan bentuk dari
politik hukum (legal policy).
Pengertian legal policy, mencakup proses pembuatan dan pelaksanaan
hukum yang dapat menunjukkan sifat dan kearah mana hukum akan dibangun.
Politik hukum memberikan landasan terhadap proses pembentukan hukum
yang lebih sesuai, situasi dan kondisi, kultur serta nilai yang berkembang di
masyarakat dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat terhadap hukum itu
sendiri.
Dengan kata lain, politik hukum dapat dibedakan menjadi dua dimensi,
yaitu pertama, politik hukum yang menjadi alasan dasar dari diadakannya
suatu peraturan perundang-undangan. Kedua, tujuan atau alasan yang muncul
dibalik pemberlakuan suatu peraturan perundang-undangan.
Dalam pembuatan peraturan perundang-undangan, politik hukum memiliki
peranan sangat penting. Pertama, sebagai alasan mengapa diperlukan
pembentukan suatu peraturan perundang-undangan. Kedua, untuk menentukan
apa yang hendak diterjemahkan ke dalam kalimat hukum dan menjadi
perumusan pasal.
Dua hal ini penting karena keberadaan peraturan perundang-undangan dan
perumusan pasal merupakan jembatan antara politik hukum tersebut dalam
tahap implementasi peraturan perundang-undangan. Hal ini mengingat antara
pelaksanaan peraturan perundang-undangan harus ada konsistensi dan korelasi
yang erat dengan apa yang ditetapkan sebagai politik.
Penyusunan hierarki atau tata urutan peraturan perundang-undangan itu
untuk menyingkronkan atau menghindarkan konflik teknis pelaksanaan antara
satu peraturan perundang-undangan dengan peraturan perundang-undangan
yang lain. Dengan cara begitu, sebuah atau lebih peraturan perundang-
undangan diharapkan akan berjalan sesuai dengan tujuan dibuatnya
perundang-undangan tersebut.
Dalam perkembangannya, produk hukum Undang-Undang Nomor 10
Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan telah
diganti dengan produk hukum, yaitu Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, jenis dan hierarki
Peraturan Perundang-Undangan yaitu UUD 1945, TAP MPR, UU/Peraturan
Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden,
Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Undang-undang ini dibentuk berdasarkan beberapa pertimbangan.
Pertama, pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan salah satu
syarat dalam rangka pembangunan hukum nasional yang hanya dapat
terwujud apabila didukung oleh cara dan metode yang pasti, baku dan standar
yang mengikat semua lembaga yang berwenang membuat peraturan
perundang-undangan.
Kedua, untuk lebih meningkatkan koordinasi dan kelancaran proses
pembentukan peraturan perundang-undangan, maka negara republik indonesia
sebagai negara yang berdasar atas hukum perlu memiliki peraturan mengenai
pembentukan peraturan perundang-undangan. Ketiga, selama ini ketentuan
yang berkaitan dengan pembentukan peraturan perundang-undangan terdapat
dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang sudah tidak sesuai lagi
dengan hukum ketatanegaraan Republik Indonesia.
Merujuk pada UUD 1945 yang telah mengalami perubahan sebanyak
empat kali, lembaga-lembaga negara yang dapat merumuskan politik hukum
nasional adalah (1) Majelis Permusyawaratan Rakyat dan (2) Dewan
Perwakilan Rakyat. MPR dapat merumuskan politik hukum dalam bentuk
Undang-Undang Dasar42. Setelah perubahan ketiga UUD 1945, MPR tidak
lagi sebagai lembaga tertinggi negara (supreme body), tetapi hanya merupakan
sidang gabungan (joint session) yang mempertemukan Dewan
Permusyawaratan Rakyat dengan Dewan Perwakilan Daerah.
Produk dari kedua lembaga yang bergabung dalam MPR, yang dituangkan
ke dalam penetapan atau perubahan UUD tersebut, merupakan politik hukum.
Artinya, segala bentuk perubahan dan penetapan yang dilakukan oleh MPR
terhadap UUD disebut sebagai politik hukum, karena merupakan salah satu
kebijaksanaan dasar dari penyelenggara negara dan dimaksudkan sebagai
instrumen untuk mencapai tujuan negara yang dicita-citakan.
Dengan demikian, pasal-pasal yang terdapat dalam UUD yang merupakan
produk dari MPR adalah cetak biru untuk merealisasikan tujuan-tujuan negara.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dapat merumuskan politik hukum dalam
bentuk undang-undang, karena kedudukannya sebagai kekuasaan legislatif.

B. Pengaruh Politik Perundang-undangan


Menurut Daniel S. Lev, yang paling menentukan dalam proses hukum
adalah konsepsi dan struktur kekuasaan politik. Yaitu bahwa hukum sedikit
banyak selalu merupakan alat politik, dan bahwa tempat hukum dalam negara,
tergantung pada keseimbangan politik, defenisi kekuasaan, evolusi idiologi
politik, ekonomi, sosial, dan seterusnya. Walaupun kemudian proses hukum
yang dimaksud tersebut di atas tidak diidentikan dengan maksud pembentukan
hukum, namun dalam prateknya seringkali proses dan dinamika pembentukan
hukum mengalami hal yang sama yakni konsepsi dan struktur kekuasaan
politiklah yang berlaku di tengah masyarakat yang sangat menentukan
terbentuknya suatu produk hukum. Maka untuk memahami hubungan antara
politik dan hukum di negara mana pun, perlu dipelajari latar belakang
kebudayaan, ekonomi, kekuatan politik di dalam masyarakat, keadaan
lembaga negara, dan struktur sosialnya, selain institusi hukumnya sendiri.
Pengertian hukum yang memadai seharusnya tidak hanya memandang hukum
itu sebagai suatu perangkat kaidah dan azas-azas yang mengatur kehidupan
manusia dalam masyarakat, tetapi harus pula mencakup lembaga (institutions)
dan proses (process) yang diperlukan untuk mewujudkan hukum dalam
kenyataan.
Indonesia masa kini, banyak masyarakat yang tidak percaya terhadap
lembaga dan penegakan hukum karena di sebabkan persoalan-persoalan
hukum yang tidak kunjung efektif dalam penanganannya.3 Ketidak percayaan
pada sistem hukum di Indonesia, yang makin hari mangkin memperhatinkan.
Kecenderungan itu tidak saja terjadi di lembaga-lembaga peradilan tetapi juga
di seluruh lapisansosial. Leibniz berkata, bahwa kebaikan hidup itu hanya
terjamin, kalau orangorang memiliki sikap keadilan. Dengan kata lain: prinsip
dasar hukum alam, yang menjamin pembangunan manusia dalam segala
hubungannya, ialah keadilan keadilan yang dimaksud disini memiliki arti luas.
Dari kenyataan ini disadari, adanya suatu ruang yang absah bagi masuknya
suatu proses politik melalui wadah institusi politik untuk terbentuknya suatu
produk hukum. Sehubungan dengan itu, ada dua kata kunci yang akan diteliti
lebih jauh tentang pengaruh kekuasaan dalam hukum yakni mencakup kata
“process” dan kata “institutions,” dalam mewujudkan suatu peraturan
perundang-undangan sebagai produk politik. Pengaruh itu akan semakin
nampak pada produk peraturan perundang-undangan oleh suatu institusi
politik yang sangat dpengarhi oleh kekuata-kekuatan politik yang besar dalam
institusi politik.
Politik hukum pada negara demokrasi akan berusaha memberikan
kesempatan luas pada keikutsertaan masyarakat menetukan corak dan isi
hukum yang dikehendaki. Indonesia berdasarkan pancasila dan yang
berdasarkan kekeluargaan akan mempunyai politik hukum tersendiri seusia
dengan rechtsidee; yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945.
Ada 3 tataran kebijaksanaan politik perundang-undangan yang terkandung
dalam kerangka dan paradigma staatsidee atau rechtsidee, yaitu sebagai
berikut:
1. Pada tatanan politik, tujuan hukum indonesia adalah tegaknya negara
hukum yang demokratis
2. Pada tatanan sosial dan ekonomi, politik hukum bertujuan mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
3. Pada tatanan normatif, politik hukum bertujuan tegaknya keadilan dan
kebenaran dalam setiap segi kehidupan masyarakat.
Ketiga tujuan tersebut berada dalam suatu tataran hukum nasional yang
bersumber dan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Peraturan perundang-undangan di negara manapun selalu dibuat manusia
dengan suatu pemikiran mendasar (mindset) di dalam benaknya. Pemikiran
mendasar ini bisa dipengaruhi oleh banyak faktor seperti keyakinan ideologi
atau agama, pengalaman, pengetahuan dan juga bisa kepentingan.
Kepentingan ini pun bisa bermacam-macam (kepentingan pribadi,
kepentingan kelompok atau partai, kepentingan rakyat, atau kepentingan
asing).
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Memahami hukum Indonesia harus dilihat dari akar falsafah pemikiran
yang dominan dalam kenyataanya tentang pengertian apa yang dipahami
sebagai hukum serta apa yang diyakini sebagai sumber kekuatan berlakunya
hukum. Dari uraian pada bagian terdahulu, dapat dilihat bahwa apa yang
dipahami sebagai hukum dan sumber kekuatan berlakunya hukum sangat
dipengaruhi oleh politik dalam pembentukannya
Wajah politik hukum di Indonesia pada era saat ini masih membekas
sistem rezim orde baru meskipun sitem demokrasi sudah berubah tetapi
perubahan tersebut hanya terletak pada struktur tetapi dalam pelaksanaan di
lapangan masih dapat dilihat dari produk hukum yang dibuat syarat dengan
kepentingan dan hukum di Indonesia lebih determinan konfigurasi politik
yang bersifat otoriter sehingga produk hukum yang di hasilkan lebih
konservatif. berbagai masalah kekecewaan pada penegakan hukum serta
kekecewaan pada aturan hukum sebagian besarnya diakibatkan oleh situasi
bergesernya pemahaman terhadap hukum tersebut serta proses pembentukan
hukum dan putusan-putusan hukum yang tidak demokratis.
Upaya perbaikan hukum di Indonesia paling tidak ada beberapa factor
yang harus di benahi yaitu: (1) struktur hukum yaitu sistem hukum, yang
terdiri atas bentuk hukum, lembaga-lembaga hukum, perangkat hukum.
Penataan kembali terhadap struktur dan lembaga-lembaga hukum yang ada
termasuk rekrutmen sumber daya manusianya yang berkualitas. (2) Substansi
hukum yaitu nilai-nilai atau asas-asas yang terkandung dalam aturan tersebut
yang mengandung unsur keadilan. Dengan Perumusan kembali hukum yang
berkeadilan. (3) budaya hukum yaitu terkait dengan profesionalisme para
penegak hukum dalam menjalankan tugasnya serta kesadaran masyarakat
dalam menaati hukum.
Daftar Pustaka
Huijbers, Theo, Filsafat Hukum dalam Lintas Sejarah, Cetakan kelima belas,
Yogyakarta: Kanisius, 1982.
Juwana, Hikmahanto “Penegakan Hukum dalam Kajian Law and Development:
Problem dan Fundamen bagi Solusi di Indonesia”, makalah disampaikan
kuliah hukum pembangunan, kampus UII, Yogyakarta, 20 Juni 2013.
Khozim, M., Sistem Hukum Perspektif Ilmu Sosial, Cetakan keempat, Bandung:
Penerbit Nusa Media, 2011.
Latif, Abdul dan Hasbi Ali, Politik Hukum, Cetakan kedua, Jakarta: Sinar Grafika,
2011.
Mahfud, Moh., Politik Hukum di Indonesia, Cetakan kelima, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2012.
Manullang, Efernando M., Menggapai Hukum Berkeadilan Tinjauan Hukum
Kodrat dan
Antinomi Nilai, Cetakan kedua, Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2007.
Rasyidi, Lili dan B. Aref Sidharta, Filsafat Hukum, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 1994.
Soekanto, Soerjono dan Mustafa Abdullah, Sosiologi Hukum dalam Masyarakat,
Cetakan ketiga Jakarta: Rajawali, 1987.

Anda mungkin juga menyukai