Anda di halaman 1dari 23

HUKUM POLITIK

Nama Penyusun : Putri Belkis

Fakultas Ilmu Hukum

Npm 18810034

Nama Dosen Pengampu : Dr. Iskandar, S.H.M.H

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO

TAHUN AJARAN 2020/2021

i
Abstrak

Politik hukum merupakan pilihan tentang hukum-hukum yang akan


diberlakukan sekaligus pilihan tentang hukum-hukum yang akan dicabut atau
tidak diberlakukan yang semuanya dimaksudkan untuk mencapai tujuan negara.
Politik hukum menjadi kebijakan dasar yang menetukan arah, bentuk maupun isi
hukum yang akan dibentuk. Politik hukum nasional sebagai pedoman dasar bagi
segala bentuk dan proses perumusan, pembentukan dan pengembangan hukum
di tanah air. Sistem hukum nasional merupakan kesatuan hukum dan perundang-
undangan yang terdiri dari banyak komponen yang saling bergantung, yang
dibangun untuk mencapai tujuan negara dengan berpijak pada dasar dan cita
hukum negara.

Tujuan orang belajar etika untuk menjadi orang yang utama, utama
dalam sudut pandang etika dibagi menjadi dua macam yaitu keutamaan karakter
dan keutamaan akal budi. Keutamaan karakter berkaitan dengan sifat manusia
dan keutamaan akal budi berkaitan dengan pengolahan budi manusia. Sehingga
untuk mencapai dua-duanya harus dicapai dengan pembiasaan mengulang-
ngulang aktivitas yang sama. Dalam keutamaan karakter sendiri masih banyak
penyimpangan yang terjadi. Pada dasarnya keutamaan karakter sangat
dibutuhkan pada kehidupan kita sebagai makhluk hidup yang harus hidup
berdampingan dengan sesama. Salah satu kasus penyimpangan keutamaan
karakter yaitu kasus korupsi bansos corona yang melibatkan menteri sosial yang
sangat menyimpang dari keutamaan karakter seperti halnya tanggungjawab.
Tanggungjawab harus dibiasakan dalam kehidupan agar tidak terjadi
penyimpangan-penyimpangan terhadap keutamaan karakter. Tanggungjawab
juga bisa menjadikan kita sebagai pribadi yang dapat dipercaya.

Kata kunci : Penyimpangan. politik hukum, kebijakan, tujuan negara.

KATA PENGANTAR

ii
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Rahmat dan
RidhoNYA, dalam rangka memenuhi tugas terstruktur sebagai mahasiswa pada
Program Ilmu Hukum fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Metro, saya
diberi kesempatan untuk dapat mengangkat suatu bahasan akademik yang
berhubungan dengan Politik Hukum yang sedang terjadi Sebagaimana yang telah
saya utarakan diatas pemilihan tema dan bahasan berkenaan dengan Putusan
dilatar belakangi oleh realita kasus yang dipandang dari sudut Kajian keilmuan.

Hal inilah yang mestinya dilakukan dan dipikirkan oleh pihak-pihak berwenang
yang memiliki kompetensi dalam rangka menciptakan bentuk regulasi tetang
sistem Pengawasan persaingan usaha yang sehat dan kompetitif tanpa
mengesampingkan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan. demikian sedikit
pengantar dalam ranggka penulisan makalah ilmiah, atas perhatian dan dukungan
semua pihak diucapkan terima kasih.

Metro, 30 Juni 2021

DAFTAR ISI

iii
HALAMAN JUDUL....................................................................................... i

ABSTRAK....................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR.................................................................................... iii

DAFTAR ISI................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN

a. Latar Belakang...................................................................................... 1
b. Rumusan Masalah................................................................................. 2
c. Tujuan Penelitian.................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

a. Pengertian Politik Hukum Nasional..................................................... 3


b. Politik Hukum Yang Terjadi Saat Ini................................................... 5
c. Contoh Kasus........................................................................................ 6
d. Peranan Keutamaan Tanggung Jawab.................................................. 7
e. Sendi – Sendi hokum Nasional............................................................. 10
f. Kebijakan Pembangunan Hukum Nasional.......................................... 11

BAB III PENUTUP

a. Kesimpulan........................................................................................... 17
b. Saran .................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persoalan hukum sangat kompleks, karena itu pendekatannya bisa


dari multy disiplin ilmu baik sosiologi, filsafat, sejarah, agama, psikologi,
antropologi, politik dan lain-lain. Ketika kita berbicara Hukum Agraria
(hukum pertanahan) ini tidak bisa dilepaskan dari aspek sejarah, filsafat.
Ketika kita berbicara hukum tentang Pemilihan Umum, pendekatan politik
sangat kental. Dalam perkembangan hukum Pemerintahan di Daerah
pendekatan politik sangat mempengaruhi demikian juga ketika kita berbicara
hukum Perbankan dan sebagainya.
Pendekatan hukum melalui multy disiplin tersebut telah melahirkan
berbagai disiplin hukum di samping Philosophy of law dan science of law,
juga seperti teori hukum ( legal theory/theory of law), sejarah hukum (history
of law), sosiologie of law, Anthropology of law, Comparative of law ,
phychology of law dan sekarang Politic of law.
Hukum merupakan entitas yang sangat kompleks, meliputi kenyataan
kemasyarakatan yang majemuk, mempunyai banyak aspek, dimensi dan fase.
Hukum terbentuk dalam proses interaksi berbagai aspek kemasyarakatan
(politik, ekonomi, sosial, budaya, teknologi, keagamaan dan sebagainya).
Jika hukum hanya dipelajari sebagai pasal-pasal dan dilepas dari
kajian norma dan segi yang mempengaruhinya dapat menyebabkan kita
frustasi dan kecewa berkepanjangan. Ketika kekuasaan mempengaruhi
keputusan hukum (hakim), ketika DPR (parlemen) mengotak-atik pasal-pasal
RUU menurut kepentingan partai mereka (bukan untuk rakyat) ketika itu
hukum sudah menghambakan dirinya untuk politik. Maka dalam makalah ini
akan dijelaskan beberapa pembahasan tentang politik hukum nasional yang
terdapat di Indonesia.

1
B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan politik hukum Nasional?

2. Apa saja yang menjadi sendi-sendi hukum Nasional?

3. Bagaimana kebijakan pembangunan hukum Nasional?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui pengertian politik hukum Nasional.

2. Mengetahui sendi-sendi hukum Nasional.

3. Mengetahui kebijakan pembangunan hukum Nasional.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Politik Hukum Nasional

Setiap masyarakat yang terartur memiliki tujuan yang perlu untuk


dicapai, dan politik merupakan bidang dalam masyarakat yang berhubungan
dengan tujuan masyarakat tersebut. Struktur politik menaruh perhatian pada
pengorganisasian kegiatan kolektif untuk mencapai tujuan-tujuan yang secara
kolektif menonjol. Memiliki tujuan, didahului oleh proses pemilihan tujuan
diantara berbagai tujuan yang mungkin. Dengan demikian, dalam politik juga
merupakan aktifitas yang memilih suatu tujuan sosial tertentu.
Dalam hukum, kita juga akan dihadapkan pada persoalan yang serupa,
yaitu dengan keharusan untuk menentukan suatu pilihan mengenai tujuan
maupun cara-cara yang hendak dipakai untuk mencapai tujuan tersebut. Pada
saat dibicarakan hukum sebagai fenomena sosial, persoalan-persoalan
tersebut juga sedikit anyak telah disinggung. Hukum bukanlah suatu lembaga
yang sama sekali otonom, melainkan pada kedudukan yang kait-mengait
dengan sektor-sektor lain dalam kehidupan masyarakat. Salah satu segi dari
keadaan yang demikian itu adalah bahwa hukum harus senantiasa melakukan
penyesuaian terhadap tujuantujuan yang ingin dicapai oleh masyarakatnya.
Dengan demikian, hukum mempunyai dinamika. Politik hukum merupakan
salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya dinamika yang demikian itu,
karena ia diarahkan kepada iore constituendo, hukum yang harus berlaku.1
Istilah politik hukum merupakan suatu kombinasi antara istilah politik
dan hukum. Dimana dari kedua istilah tersebut memiliki kajian tersendiri di
dalam rumpun pengembangan disiplin termasuk dalam kajian ilmu politik
atau termasuk kajian ilmu hukum. Para ahli hukum sepakat bahwa kajian
yang dikembangkan dalam disiplin ilmu hukum merupakan bagian dari
disiplin ilmu hukum khususnya hukum tata negara. Hal itu sebagaimana yang
telah diungkapkan oleh Sri Soemantri M, yang mengatakan bahwa politik
hukum sebagai bagian dari kajian hukum tata negara.

1 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, cet. Ke-7 (Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2012), hal. 297-398

3
Secara konseptual, kinerja disiplin politik hukum tidak berhenti pada
tataran teoritis saja, tetapi sesuai dengan sifatnya yang praktis fungsional,
disiplin hukum ini dimanfaatkan untuk membentuk peraturan perundang-
undangan yang notabene menjadi wewenang dari segi khusus disiplin ilmu
hukum yang dibentuknya. Bentuk khusus dalam kajian itu adalah hukum tata
negara. Ada beberapa pandangan yang telah diungkapkan oleh para ahli
hukum berkenaan dengan pengertian politik hukum diantaranya, menurut
Padmo Wahdjono mendefinisikan politik hukum adalah sebagai kebijakan
dasar yang menentukan arah, bentuk, maupun isi dari hukum yang akan
dibentuk.2

Politik Hukum diartikan sebagai “kebijakan dasar penyelenggara


negara dalam bidang hukum yang akan, sedang, telah berlaku, yang
bersumber dari nilainilai yang berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan
Negara yang dicitacitakan.”

Adapun kata nasional sendiri diartikan sebagai wilayah berlakunya


politik hukum itu. Dalam hal ini yang dimaksud adalah wilayah yang
tercakup dalam kekuasaan Negara Republik Indonesia. Dari pengertian
tersebut, yang dimaksud dengan politik hukum nasional adalah kebijakan
dasar penyelenggara (Republik Indonesia) dalam bidang hukum akan, sedang
dan berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan negara (Republik
Indonesia) yang dicita-citakan. Dari pengertian tersebut ada lima agenda yang
ditekankan dalam politik hukum nasional, yaitu:

1. Masalah kebijakan dasar yang meliputi konsep dan letak,

2. Penyelenggara negara pembentuk kebijakan dasar terssebut,

3. Materi hukum yang meliputi hukum akan, sedang dan telah berlaku,

4. Proses pembentukan hukum,

5. Tujuan politik hukum nasional.3

2 Prof Dr. H. Faried Ali SH. Hukum Tata pemerintahan (Yogyakarta: Academika, 2003), hlm. 73
3 Imam Syaukani, Dasar-dasar Politik Hukum, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 58

4
B. Politik Hukum Yang Terjadi Saat Ini

Korupsi merupakan suatu tindakan yang dilakukan dengan tujuan


menguntungkan diri sendiri atau orang lain bahkan suatu kelompok dan biasanya
juga menyalahgunakan suatu kewenangan atau sarana yang ada pada dirinya
karena suatu jabatan ataupun kedudukan. Korupsi dapat terjadi dari dalam diri
(internal) pelaku maupu dari luar diri pelaku (eksternal). Dari dalam diri pelaku
seperti sifat tamak atau rakus, gaya hidupnya konsumtif, dan pastinya kurangnya
maral dalam diri individu tersebut. Sedangkan dari luar diri pelaku bisa
disebabkan oleh faktor politik, hukum, ekonomi, dan organisasi. Korupsi sangat
masih sering kita jumpai di negara kita Indonesia, walaupun sudah jelas ada
hukum yang mengatur apabila seseorang melakukan tindak pidana korupsi tidak
membuat para koruptor-koruptor di negara kita ini merasa takut.

Keutamaan merupakan suatu keadaan jiwa yang terarah pada kebaikan yang
diusahakan melalui latihan secara berulang-ulang dan dikendaki secara sadar.
Keutamaan sendiri menjadi karakter jiwa yang terus-menerus diusahakan
sehingga orang-orang yang hanya saat-saat tertentu bertanggungjawab misalnya
tidak bisa dikatan bahwa orang itu memiliki keutamaan tanggungjawab.

Keutamaan juga status karakter yang berkenaan dengan pilihan maksudnya


keutamaan berada ditengah-tengah harus ditentukan dengan cara sebagaimana
orang baik menentukannya. Keutamaan juga bagian dari kodrat kehadiran kita
sebagai manusia dan keutamaan selaras dengan akal budi kita. Keutamaan
sendiri terdapat dua macam yaitu keutamaan karakter yang berkaitan dengan
sifat manusia dan keutamaan akal budi yang berkaitan dengan pengolahan budi
manusia.

Manusia seringkali melakukan hal-hal yang menyimpang dari makna


keutamaan. Dan beberapa manusia cenderung mengabaikan makna keutamaan
meskipun sebenarnya sadar akan hal yang dilakukan itu menyimpang dari
keutamaan. Sering mengabaikan makna keutamaan memicu munculnya tindakan
yang menyimpang dari keutamaan baik keutamaan karakter maupun keutamaan
akal budi misalnya seperti korupsi. Maka dari itu berikut merupakan salah satu
contoh kasus yang menyimpang dari makna keutamaan itu sendiri dan lebih
tepatnya menyimpang keutamaan karakter.

5
C. Contoh Kasus

Manusia belum sepenuhnya sadar akan penting makna keutamaan itu sendiri
khususnya keutamaan karakter untuk dilakukan secara beruang-ulang dalam
kehidupan sehari-hari. Masih banyak sekali manusia yang bertindak
menyimpang keutamaan karakter khususnya keutamaan karakter tanggungjawab
dan salah satu bukti yang menjadikan masih banyaknya penyimpangan
keutamaan karakter tanggung jawab adalah masih maraknya kasus korupsi di
Indonesia. Korupsi sendiri bisa disebabkan oleh faktor internal maupun faktor
eksternal. Seharusnya kita sebagai manusia paham mana perbuatan baik dan
mana perbuatan yang buruk namun apapun hal yang mendasari seseorang
melakukan korupsi tersebut tidak bisa dibiarkan begitu saja dan sebagai manusia
kita hendaknya membiasakan diri untuk mengulang-ngulang keutamaan karakter
seperti halnya tanggung jawab agar tidak ada niatan dalam diri untuk melakukan
korupsi walau di kondisi terdesak sedikitpun.

Belakangan ini kasus korupsi yang sedang ramai di bicarakan yaitu kasus
korupsi bansos corona yang melibatkan menteri sosial. Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) bakal mendalami kemungkinan uang yang mengalir ke partai
politik dari hasil tindak pidana korupsi bantuan sosial (bansos) penanganan
Covid-19 di wilayah Jabodetabek Tahun 2020. Kasus tersebut menyeret nama
Menteri Sosial RI nonaktif sekaligus politikus PDI Perjuangan (PDIP), Juliari
Peter Batubara. Ia disinyalir menerima total Rp17 milyar dari dua paket
pelaksanaan bansos berupa sembako untuk penanganan Covid-19 di wilayah
Jabodetabek Tahun 2020. Jumlah itu diduga merupakan akumulasi dari
penerimaan fee Rp10 ribu per paket sembako. Pengadaan bansos penanganan
Covid-19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial RI Tahun 2020 sendiri
memiliki nilai sekitar Rp5,9 triliun, dengan total 272 kontrak dan dilaksanakan
dua periode. Pemangkasan dana bansos untuk penanganan Covid-19 di wilayah
Jabodetabek Tahun 2020 disinyalir sudah dirancang sejak awal. Berdasarkan
informasi yang dihimpun, dari biaya Rp300.000 yang dikeluarkan per paket
sembako, terdapat margin sebesar Rp70.000 yang akan dibagikan untuk

6
sejumlah pihak yakni pemilik kuota 40 persen, kreator 10 persen dan supplier 50
persen.

Melalui kasus tersebut kita bisa melihat bahwa masih banyak orang-orang
yang mengabaikan makna keutamaan karakter. Dari kasus tersebut kita juga bisa
melihat menteri sosial tersebut mengabaikan keutaamaan karakter tanggung
jawab padahal seharusnya sebagai seorang menteri lebih mengutamakan kondisi
masyarakatnya apalagi di masa pandemic seperti ini. Dalam kasus korupsi ini
pasti menteri sosial juga sadar akan perbuatannya karena kasus korupsi bansos
corona ini sudah di rancang sejak awal dan seharusnya menteri sosial tidak
mengambil keuntungan dari kondisi seperti ini untuk melakukan korupsi. Hal-
hal seperti korupsi yang melibatkan menteri sosial ini bisa tidak terjadi apabila
menteri sosial tersebut mengulang-ulang keutamaan karakter tanggung jawab
dalam kehidupan sehari-harinya. Dan hingga pada akhirnya Menteri Sosial RI
nonaktif sekaligus politikus PDI Perjuangan (PDIP), Juliari Peter Batubara harus
menanggung konsekuensi dari tindakan nya tersebut dengan mendapatkan
hukuman.

D. Peranan Keutamaan Tanggung Jawab

Tanggung jawab sendiri merupakan tindakan yang dilakukan demi


kebaikan. Dengan mengulang-ulang aktivitas yang berkaitan dengan tanggung
jawab tidak bisa dipungkiri kita akan selalu bertindak dengan penuh tanggung
jawab, karena dengan memiliki karakter tanggung jawab orang-orang akan
percaya kepada kita dan tidak ada lagi penyimpangan yang berkaitan dengan
keutamaan karakter tanggung jawab dan tidak ada yang dirugikan. Dengan
melihat contoh kasus korupsi bansos corona yang melibatkan menteri sosial
dapat mengakibatkan masyarakat Indonesia semakin tidak percaya terhadap
kinerja pemerintahan Indonesia. Di satu sisi di masa pandemi seperti ini banyak
masyarakat yang mengandalkan bantuan dari pemerintah karena dengan adanya
virus corona ini sebagian besar masyarakat banyak yang terkena PHK dari
pekerjaannya sehingga pendapatan yang diperoleh setiap bulannya sekarang
sudah tidak mendapatkan. Namun dengan keserakahannya oknum-oknum itu
tega melakukan korupsi bansos corona tersebut dan korupsi ini juga melibatkan

7
menteri sosial RI. Di sini menteri sosial RI nonaktif Juliari Peter Batubara telah
mengabaikan keutamaan karakter tanggung jawabnya karena telah menerima
sebesar Rp17 milyar yang seharusnya dana tersebut diperuntukkan masyarakat
yang mengalami dampak dari masa pandemic saat ini. Tindakan yang dilakukan
oleh menteri sosial RI nonaktif Juliari Peter Batubara sangat menyimpang dari
keutamaan tanggung jawab dan menteri sosial RI nonaktif tersebut mendapat
hukuman dari tindakan yang dilakukan nya. Menteri sosial RI nonaktif
seaharusnya lebih mengutamakan keutamaan tanggung jawab dalam segala
tindakannya sehingga tidak terjadi hal yang sangat merugikan masyarakat
Indonesia di masa pandemic seperti ini. Terlebih seorang menteri sosial
memegang amanah penting dalam mengurangi beban masyarakat Indonesia yang
terkena dampak di masa pandemic seperti ini. Dalam kasus ini peran keutamaan
tanggung jawab juga harus lebih di biasakan lagi dalam kehidupan sehingga
tidak terjadi lagi kasus seperti ini yang dapat merugikan orang lain di masa
pandemic seperti ini.

Kasus korupsi bansos corona yang melibatkan menteri sosial bisa


menjadi pembelajaran bagi kita untuk mengutamakan keutamaan karakter
tanggung jawab dalam setiap tindakan kita. Dengan kasus ini kita juga belajar
apapun tindakannya pasti ada dampak bagi sesama atau diri sendiri. Tindakan
yang menyimpang dari keutamaan tanggung sangat tidak dibenarkan dan kita
juga harus membiasakan diri untuk mengulang-ulang aktivitas yang dapat
mengasah karakter tanggung jawab kita agar tidak terjadi hal penyimpangan
keutamaan karakter tanggung jawab seperti korupsi bansos corona yang
melibatkan menteri sosial RI nonaktif Juliari Peter Batubara ini. Korupsi
merupakan tindakan yang harus segera diatasi terlebih lagi korupsi yang
dilakukan oleh Menteri Sosial adalah korupsi bantuan sosial. Dalam keadaan
pandemi Covid-19 yang seperti ini bantuan sosial sangat dibutuhkan dan dari
tindakan korupsi ini bisa memicu kemarahan dan ketidakpercayaan rakyat
terhadap pemerintah. Tindakan korupsi ini menujukan bahwa di Indonesia
sendiri masih kurang dalam pengawasan dan pengendalian. Solusi yang dapat
dilakukan yang pertama adalah dengan memberikan hukuman yang pantas
dengan apa yang dilakukan yaitu dengan memenjarakan orang yang melakukan

8
tindakan korupsi dengan jangka waktu yang sesuai. Hal ini akan memberikan
efek jera kepada orang tersebut. Solusi yang kedua yang mungkin dapat
dilakukan yaitu dengan verifikasi digital. Penerima bantuan sosial akan didata di
dalam sebuah sistem, dalam sistem tersebut akan terhubung langsung dengan
akun penerima bantuan sosial. Di sistem itu juga sudah terdapat rincian bantuan
sosial apa saja yang didapatkan oleh setiap penerima bantuan sosial yang sesuai
dengan yang di berikan pemerintah. Ketika bantuan sosial itu diterima oleh
penerima bantuan sosial, penerima akan memverifikasi bantuan tersebut apakah
sesuai dengan rincian yang ada di aplikasi itu. Selain itu, dalam sistem atau
aplikasi tersebut bisa juga diberikan tanggal kapan bantuan sosial akan diberikan
dan kapan bantuan sosial itu sudah diberikan ke penerima. Hal ini akan lebih
bisa mengontrol dan juga mengawasi para penyalur bantuan sosial ke
masyarakat.

Solusi yang ketiga yang mungkin bisa dilakukan adalah dengan bantuan sosial
yang diberikan yaitu secara tunai bukan secara barang. Hal ini dikarenakan jika
memberikan secara tunai akan lebih mudah dilacak atau diaudit uang itu
perginya kemana. Selain itu, bantuan sosial berupa pangan bisa sangat mudah di
korupsi dengan mengganti beberapa jenis bahan makanan yang lebih murah,
ataupun dengan mengurangi porsinya sesuai dengan ketentuan. Bantuan sosial
secara tunai bisa langsung diberikan kepada penerima bantuan sosial ke
rekeningnya atau lewat bank yang bisa dilacak uang itu perginya kemana.
Namun, kelemahannya adalah tidak semua orang yang membutuhkan bantuan
sosial memiliki rekening. Itu mungkin beberapa solusi yang mungkin bisa
dilakukan untuk mencegah terjadinya korupsi yang ada khususnya korupsi
bantuan sosial. Kesadaran setiap orang untuk tidak melakukan korupsi
merupakan sesuatu yang harus ditanamkan. Pengendalian dan pengawasan perlu
ditingkatkan dan diperkuat. Pelaksanaan hukum mengenai tindakan korupsi
harus bisa dilakukan dan bisa diterapkan secara tegas agar bisa memberikan efek
jera. Hal ini bisa dilakukan jika semua pihak ikut terlibat dengan jujur dan
mengutamakan keutamaan tanggung jawabnya.

9
E. Sendi-Sendi Hukum Nasional

Apa yang sudah dijelaskan diatas, berkenaan dengan pengertian politik


hukum di Indonesia menjadi modal dasar untuk lebih lanjut memahami
tentang materi sendi-sendi hukum yang sudah menjadi kebijakan politik yang
membentuk sistem hukum. Dimana sistem hukum yang dimaksud satu
kesatuan komponen-komponen yang menjadi sendi-sendi didalam hukum,
yang masingmasing komponen tersebut saling berhubungan satu sama lain
dengan begitu hukum merupakan sebagai sebuah sistem, yang berarti
didalamnya terdiri atas komponen-komponen yang saling bekerja sedemikian
rupa sehingga membentuk suatu pola dengan ciri tersendiri. Komponen-
komponen yang dimaksud didalam sistem hukum yang dikatakan sebagai
sendi-sendi hukum nasional. Yang tidak dapat dipisahkan satu dengan
lainnya. Adapun sendi-sendi hukum nasional Indonesia, yakni:
a. Ide kedaulatan rakyat

Bahwa yang berdaulat di negara demokrasi adalah rakyat. Ini menjadi


gagasan pokok dari demokrasi yang tercermin pada pasal 1 ayat (2) UUD
1945 yang berbunyi “ kedaulatan ditangan rakyat dan dilakukan menurut
ketentuan UUD”.
b. Negara berdasarkan atas hukum

Negara demokrasi juga negara hukum. Negara hukum Indonesia menganut


hukum dalam arti meterial (luas) untuk mencapai tujuan nasional. Ini
tercermin pada pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi “ Negara
Indonesia adalah Negara Hukum “ .
c. Berbentuk Republik

Negara dibentuk untuk memperjuangkan realisasi kepentingan umum


(Republik). Negara Indonesia berbentuk republik yang memperjuangkan
kepentingan umum. Hal ini tercermin pada pasal 4 ayat (1) UUD 1945.
d. Pemerintah berdasarkan konstitusi

Penyelengaraan pemerintahan menurut ketentuan peraturan


perundangundangan dan berlandaskan konstitusi atau UUD yang
demokratis. Ini tercermin pada pasal 4 ayat (1) UUD 1945.

10
e. Pemerintahan yang bertanggungjawab

Pemerintah selaku penyelenggara negara bertanggungjawab atas segala


tindakannya. Berdasarkan demokrasi pancasila, pemerintah
kebawah/bertanggungjawab kepada rakyat dan keatas bertanggung jawab
kepada tuhan yang maha Esa.
f. Sistem Perwakilan

Pada dasarnya, pemerintah menjalankan amanat rakyat untuk


menyelenggarakan pemerintahan.
g. Sistem Pemerintahan Presidensial

Presiden adalah penyelenggara negara tertinggi. Presiden adalah kepala


negara sekaligus keoala pemerintahan.

F. Kebijakan Pembangunan Hukum Nasional

Dalam kebijakan pembangunan hukum Nasiaonal, perlu kiranya


terlebih dahulu memperoleh pemahaman menyeluruh tentang politik
pembangunan hukum nasioanal, sebelumnya perlu dibahas pula tentang
strategi pembangunan hukum, sehingga apa yang menjadi realitas atas
pembangunan hukum (politik hukum) nasional tidak hanya dilihat sebagai
fenomena ketatanegaraan dan dan model perpolikan yang dianut, tetapi juga
harus dicermati pada pola-pola pilihan konsep pembangunan lainnya.
Diantaranya terdapat dua strategi pembangunan hukum, diantaranya:
1. Strategi Pembangunan Hukum yang ortodoks;

Strategi Pembangunan Hukum yang ortodoks yaitu segala usaha yang


dilakukan oleh kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat yang berkenaan
dengan bagaimana hukum itu dibentuk, dikonseptualisasikan, diterapkan, dan
dilembagakan dalam suatu proses politik.

Strategi pembangunan hukum ortodoks memiliki ciri-ciri adanya peran


yang sangat dominan dari lembaga-lembaga negara (pemerintah dan
parlemen) dalam menentukan arah pembangunan hukum dalam suatu negara.
Dengan demikian, maka baik tradisi hukum yang kontinental (civil law),
maupun tradisi hukum yang sosialis (socialist law) dapat dikatakan sebagai

11
penganut strategi pembangunan hukum yang ortodoks. Karena dalam tradisi
hukum tersebut peran lembaga-lembaga negara sangat dominan dan
monopolis dalam menentukan arah pembangunan hukum.
2. Strategi Pembangunan Hukum yang responsive;

Strategi Pembangunan Hukum yang responsive yaitu usaha


pembangunan hukum yang peran besarnya dilakukan oleh lembaga peradilan
dan partisipasi luas oleh kelompok-kelompok sosial dan individu-individu
dalam masyarakat. Dalam strategi pembangunan ini berarti bahwa peranan
lembaga-lembaga negara (pemerintah dan parlement) dalam menentukan arah
pembangunan hukum menjadi lebih relatif karena adanya tekanan yang
ditimbulkan oleh partisipasi yang luas dari masyarakat dan kedudukan yang
relatif bebas memungkinkan lembaga peradilan menjadi lebih kreatif.
Keadaan demikian memungkinkan menghasilkan produk politik yang lebih
bersifat responsive terhadap tuntutantuntutan dari berbagai kelompok sosial
masyarakat. Dengan demikian, maka tradisi hukum adat (common law) dapat
dikatakan menganut strategi pembangunan hukum responsive.
Dari pembagian model strategi pembangunan hukum nasional
tersebut, menurut M. Solly Lubis menegaskan terhadap landasan sosial dan
landasan konstitusional bagi strategi pembangunan hukum nasional ialah
Pancasila dan UUD 1945 yang sudah diamandemen oleh MPR. Dengan
demikian, yang menjadi fokus perhatian dalam penataan rambu-rambu
strategi bagi manajemen pembangunan hukum nasional, ialah sejauh mana
kebijakan politik hukum (legal policy) yang akan dikembangkan tetap
konsisten dengan value system yang terdapat dalam pancasilan dan UUD
1945, serta sejauh mana tujuan-tujuan nasional dalam pembukaan UUD 1945
dapat direalisasikan melalui penerapan hukum yang akan datang sebagai
model strategi pembangunan hukum yang dipilihnya.
Setelah adanya amandemen UUD 1945 yang didalamnya memberikan
konstruksi baru pada sistem ketatanegaraan indonesia, dan hal tersebut
berimplikasi pada penyusunan program pembangunan hukum, dan
pembangunan pada umumnya, yang selama ini ditetapkan dalam GBHN

12
(Garis-garis Besar Haluan Negara) oleh MPR.4 GBHN adalah haluan negara
tentang penyelenggaraan negara dalam garis-garis besar sebagai pernyataan
kehendak rakyat secara menyeluruh dan terpadu. GBHN ditetapkan oleh
MPR untuk jangka waktu 5 tahun. Dengan adanya Amandemen UUD 1945
dimana terjadi perubahan peran MPR dan presiden, GBHN tidak berlaku lagi.
Sebagai gantinya, UU no. 25/2004 mengatur tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional, yang menyatakan bahwa penjabaran dari tujuan
dibentuknya Republik Indonesia seperti dimuat dalam Pembukaan UUD
1945, dituangkan dalam bentuk RPJP (Rencana Pembangunan Jangka
Panjang). Skala waktu RPJP adalah 20 tahun, yang kemudian dijabarkan
dalam RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah), yaitu perencanaan
dengan skala waktu 5 tahun, yang memuat visi, misi dan program
pembangunan dari presiden terpilih, dengan berpedoman pada RPJP. Di
tingkat daerah, Pemda harus menyusun sendiri RPJP dan RPJM Daerah,
dengan merujuk kepada RPJP Nasional.5
Dalam ketentuan yang baru berdasarkan amandemen UUD 1945,
MPR masih berwenang mengubah dan menetapkan UUD 1945, namun ia
tidak berwenang dalam menetapkan GBHN serta memilih dan menetapkan
presiden dan wakil presiden, karena pemilihan presiden dan wakil presiden
dilakukan secara langsung oleh rakyat.
Berdasarkan perubahan UUD 1945, maka implikasi bagi
pembangunan nasional tertuang dalam UU. No. 25 Tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Propenas) yang dihasilkan oleh
DPR bersama pemerintah tentang perumusan garis besar rencana
pembangunan nasional, diantaranya adalah:5

a. Rencana untuk jangka waktu 20 tahun, atau jangka waktu panjang.

b. Rencana pembangunan 5 tahun, atau jangka menengah.

c. Rencana pembangunan tahunan.

4 Mokhammad Najih, Pengantar Hukum Indonesia, cet.3 (Malang: Setara Press,


2013),hal. 83-85 5 Laboratorium Pancasila IKIP Malang, Pendidikan Pancasila di
Perguruan Tinggi, (Malang:
Laboratorium Pancasila IKIP Malang, 1989), hal. 157
5 ibid

13
Menyikapi atas rencana pembangunan nasional, khususnya dalam
bidang hukum, minimal ada tiga permasalahan yang perlu dirumuskan
sebagai hasil penelitian Komisi Hukum Nasional (KHN) tentang “Implikasi
Amandemen Konstitusi terhadap Perencanaan Pembangunan Hukum”, yaitu:
1. Pihak atau lembaga manakah yang memberikan konstribusi bagi
perencanaan pembangunan hukum nasional pasca amandemen UUD 1945
(Presiden terpilih dan partai pendukungnya atau birokrasi pemerintahan
yang selama ini mendominasi program pembangunan hukum).
2. Jika terdapat banyak pihak yang berkonstribusi, apakah dilakukan antar
rencana program pembangunan hukum tersebut?, paradigma atau grand
design apakah yang menghubungkan antar rencana tersebut, sehingga
terbangun suatu rancangan pembangunan hukum yang koheran?
3. Apakah paradigma tersebut mengakomodasi perkembangan tuntutan
reformasi ataukah masih digunakan paradigma lama?

Tidak dalam konteks pembahasan untuk menyajikan ketiga


permasalahan sebagaimana hasil penelitian KHN menyangkut implikasi dari
hasil amandemen UUD 1945 terhadap rencana pembangunan hukum pada
khususnya dan pada umumnya pembangunan sosial, politik, ekonomi, dan
lainnya. Hanya saja perlu diungkapkan disini sebagai kebijakan politik hukum
negara dalam pembangunan hukum nasional ialah untuk memaparkan ruang
lingkup pembangunan hukum nasional yang tertuang dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang ada pada ketentuan UU. No.25
tahun 2004. RPJM dapat ditarik kedalam suatu program-program umum
kebijakan hukum sebagai berikut:

a. Perencanaan dan pembentukan hukum,

b. Penelitian dan pengembangan hukum nasional,

c. Pembinaaan peradilan,

d. Penerapan dan penegakan hukum,

e. Pelayanan dan bantuan hukum,

f. Penyuluhan hukum,

14
g. Pendidikan dan pelatihan hukum,

h. Pengawasan hukum,

i. Pembinaan dan pemenuhan sarana dan prasarana hukum.

Diantara sembilan poin dari program tersebut terdapat hubungan


interdependent dan integral satu sama lainnya. Sehingga dalam pelaksanaan
kebijakan hukum satu dengan yang lainnya tidak dapat dilihat secara parsial
dan sektoral, melainkan harus dilihat secara komprehensif, karena semuanya
tersistem sebagai suatu paket pembangunan nasional, khususnya dalam
bidang hukum, bahkan dalam beberapa hal tidak terlalu tajam batas lahan
kegiatannya.

Kemudian jika kita kaitkan dengan struktur lembaga-lembaga negara


yang akan melaksanakan dan merumuskan tentang kebijakan politik hukum
didalam sistem ketatanegaraan Indonesia melalui rekonstruksi lembaga-
lembaga negara yang menjalankan kekuasaan eksekuttif, legislatif, dan
yudikatif adalah di maksudkan untuk menciptakan lembaga-lembaga negara
yang demokratis, kuat, dan mandiri dalam mekanisme check and balances.

Sesuai dengan ketentuan UUD 1945 pasca amandemen pada sisi


kekuasaan eksekutif, UUD 1945 memperkuat karakter sistem pemerintahan
presidensial dengan menetapkan Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara
langsung oleh rakyat. Dalam kaitannya dengan pembangunan hukum
nasional, presiden mempunyai kekuasaan sebagaimana diatur dalam Pasal 5
ayat (1) UUD 1945 mengenai kewenangan mengajukan RUU, Pasal 20
mengenai kewenangan membahas RUU, Pasal 20 mengenai kewenanangan
membahas RUU, Pasal 22 mengenai kewenangan mengeluarkan PERPU.

Pada posisi kekuasaan legislatif, penguatan kelembagaan ditandai


dengan penegasan dan reposisi lembaga DPR sebagai pemegang kekuasaan
membentuk UU sebagaimana diatur dalam Pasal 20 ayat (1). Penguatan peran
DPR dalam pembangunan hukum dipertegas dalam UU.No 10 Tahun 2004
tentang pembentukan peraturan perundang-undangan (UU PPP). Dimana UU

15
ini memberikan peranan yang dominan kepada DPR, yaitu
mengkoordinasikan penyusunan Program Legalisasi Nasional (Prolegnas).

Sedangkan pada posisi kekuasaan yudikatif, UUD 1945 menetapkan


dua lembaga pemengang kekuasaan yudikatif yaitu MA dan MK, serta yang
terkait dengan pelaksanaan kekuasaan yudikatif ialah Komisi Yudisial.
Penguatan lembaga yudikatif yang bebas dan mandiri diatur lebih rinci dalam
UU yang mengatur masing-masing lembaga negara tersebut yaitu: UU No. 24
Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, UU No.5 Tahun 2004 tentang
perubahan terhadap UU No.15 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, dan
UU No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.6

6 Ibid.

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Politik hukum nasional adalah kebijakan dasar penyelenggara negara


dalam bidang hukum yang akan, sedang, telah berlaku, yang bersumber dari
nilai-nilai yang berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan Negara yang
dicitacitakan. Adapun kata nasional sendiri diartikan sebagai wilayah
berlakunya politik hukum itu. Dalam hal ini yang dimaksud adalah wilayah
yang tercakup dalam kekuasaan Negara Republik Indonesia. Dengan
demikian, yang dimaksud dengan politik hukum nasional adalah kebijakan
dasar penyelenggara (Republik Indonesia) dalam bidang hukum akan, sedang
dan berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan negara (Republik
Indonesia) yang dicita-citakan.
Sendi-sendi hukum menjadi kebijakan politik yang membentuk sistem
hokum, yang didalamnya terdiri atas komponen-komponen yang saling
bekerja sedemikian rupa sehingga membentuk suatu pola dengan ciri
tersendiri. Diantara yang menjadi sendi-sendi hukum tersebut adalah:
a. Ide kedaulatan rakyat

b. Negara berdasarkan atas hokum

c. Berbentuk Republik

d. Pemerintah berdasarkan konstitusi

e. Pemerintahan yang bertanggung jawab

f. Sistem Perwakilan

g. Sistem Pemerintahan Presidensial

Dalam menentukan kebijakan pembangunan hukum, diantaranya


terdapat dua strategi pembangunan hukum yaitu:
1. Strategi Pembangunan Hukum yang ortodoks yaitu segala usaha
yang dilakukan oleh kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat

17
yang berkenaan dengan bagaimana hukum itu dibentuk,
dikonseptualisasikan, diterapkan, dan dilembagakan dalam suatu
proses politik. Dalam hal ini, peran lembaga-lembaga negara
dalam menentukan arah pembangunan hukum suatu negara sangat
dominan.
2. Strategi Pembangunan Hukum yang responsive yaitu usaha
pembangunan hukum yang peran besarnya dilakukan oleh
lembaga peradilan dan partisipasi luas oleh kelompok-kelompok
sosial dan individu-individu dalam masyarakat.
Dari pembagian model strategi pembangunan hukum nasional tersebut,
menurut M. Solly Lubis menegaskan terhadap landasan sosial dan landasan
konstitusional bagi strategi pembangunan hukum nasional ialah Pancasila dan
UUD 1945 yang sudah diamandemen oleh MPR. Dengan demikian, yang
menjadi fokus perhatian dalam penataan rambu-rambu strategi bagi
manajemen pembangunan hukum nasional, ialah sejauh mana kebijakan
politik hukum (legal policy) yang akan dikembangkan tetap konsisten dengan
value system yang terdapat dalam pancasilan dan UUD 1945, serta sejauh
mana tujuan-tujuan nasional dalam pembukaan UUD 1945 dapat
direalisasikan melalui penerapan hukum yang akan datang sebagai model
strategi pembangunan hukum yang dipilihnya.

B. Saran
Saya mohon maaf atas segala kekhilafan dan kekurangan dalam
penyusunan ini dan senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar makalah ini lebih baik kualitasnya di masa mendatang.
Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

18
Daftar Pustaka

Rahardjo, Satjipto. 1991, Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti.

Wahyono, Padmo. 1986, Indonesia Negara Berdasarkan atas Hukum, Jakarta: Ghalia
Indonesia.

MD, Mahfud. 2010, Membangun Politik Hukum Menegakkan Konstitusi, Jakarta:


Rajawalia Pers.

MD, Mahfud. 2009, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: Rajawalia Pers.

Dewantara, Agustinus W. 2017. Filsafat Moral Pergumulan Etis Keseharian


Hidup Manusia. Yogyakarta : PT. Kanisius Yogyakarta.

19

Anda mungkin juga menyukai