Anda di halaman 1dari 25

Aspek Teknis Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

Diajukan untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah Ilmu Perundang-undangan


Dosen Pengampu : Dr. Ismail Hasani S.H, M.H.

KELOMPOK 8
Nama Kelompok:
1. ARIE ANGGA SAPUTRA (11180440000048)
2. ABDUL ROHIM (11180440000089)
3. BELLA SALSABILA (11180440000093)
4. ROBANIA AGUSTIN (11180440000120)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1442 H/ 2021 M
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia yang telah dilimpahkan kami
dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini.
Tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai pemenuhan tugas dari mata kuliah Ilmu
Perundang-Undangan. Kami mendapat salah satu tema dari beberapa tema di silabus yaitu
Aspek Teknis Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Melalui kesempatan ini, tidak lupa kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada dosen mata kuliah Ilmu Perundang-undangan Program Studi Hukum Keluarga
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yaitu Bapak Ismail Hasani yang telah
memberikan tugas ini dan mengajarkan materi serta memberi bimbingan nya.
Kami menyadari, bahwa dalam kamian makalah ini masih terdapat banyak kekurangan
dan kesalahan karena keterbatasan ilmu dan pengetahuan kami. Namun kami sangat berharap
makalah ini dapat bermanfaat dan berguna dalam rangka menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan. Oleh sebab itu, Kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan memohon kritik dan saran yang membangun agar segala bentuk
kekurangan dapat diperbaiki di masa mendatang.

Jakarta, 19 April 2021

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan..............................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................................4
A. Kerangka Peraturan Perundang-Undangan..................................................................................4
B. Konsideran......................................................................................................................................10
C. Dasar Hukum..................................................................................................................................11
D. Bahasa Hukum atau Bahasa Peraturan Perundang-undangan..................................................13
E. Naskah Akademik...........................................................................................................................15
BAB III PENUTUP.................................................................................................................................18
A.Kesimpulan......................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................19

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan peraturan Peraturan


Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan,
pengesahan atau penetapan dan pengundangan. Peraturan Perundang-Undang adalah peraturan
tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan
oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam
Peraturan Perundang-Undangan.

Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah peraturan Perundang-undangan yang dibentuk


oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama
Bupati/Walikota. Sedangkan hierarki Peraturan Daerah dalam sistem Peraturan Perundang-
Undangan di Indonesia pada saat ini secara tegas diatur dalam Pasal 7 Ayat(1) Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;


b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang


Pemerintahan Daerah, Peraturan daerah mencakup Peraturan daerah Provinsi dan/ atau Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota. Mengingat lingkup berlakunya Peraturan Daerah hanya terbatas pada
daerah yang bersangkutan sedangkan lingkup berlakunya Peraturan Menteri mecakup seluruh
wilayah Negara Republik Indonesia, maka dalam hierarki, peraturan Menteri berada di atas
Peraturan Daerah.

1
2

Pada Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, partisipasi masyarakat didalam pada


Bab XI Pasal 96 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 dimana masyarakat berhak
memberikan secara lisan dan/ataupun tertulis dalam pembentukan perundang-undangan,
masukan secara lisan atau tertulis yaitu:

a. Rapat dengarn pendapat umum;


b. Kunjungan kerja;
c. Sosialisasi dan diskusi Untuk dapat memudahkan masyarakat dalam memberi masukan
secara lisan/tertulis, maka rancangan peraturan perundang-undangan harus mudah di
akses oleh masyarakat

Konsep dasar negara Republik Indonesia menyangkut pembagian wilayah dalam Pasal 18
ayat (1) UUD 1945 amandemen menyatakan bahwa Negara Keasatuan Republik Indonesia
dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang
tiap-tiap provinsi kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya
berdasarkan hal tersebut penyelengaraan pemerintahan negara Indonesia melalui otonomi daerah
bahwa penyelenggaraan pemerintahan tidak hanya dilaksanakan pemerintahan pusat saja
melainkan pemerintahan pusat memberikan wewenang kepada pemerintahan daerah untuk
menyelenggarakan pemerintahanya sendiri sesuai dengan kebutuhan pada daerah-daerah itu
sendiri.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Kerangka Perundang-Undangan


2. Bagaimana bentuk Kerangka Peraturan Perundang-Undangan
3. Apa yang dimaksud dengan Konsideran
4. Apa saja yang termuat dalam Konsideran
5. Apa saja Dasar Hukum dalam suatu Peraturan Perundang-Undangan
6. Apa yang dimaksud dengan Bahasa Hukum atau Bahasa Perundang-Undangan
7. Apa yang dimaksud dengan Naskah Akademik
3

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui apa yang dimaksud Kerangka Perundang-Undangan


2. Mengetahui bentuk Kerangka Peraturan Perundang-Undangan
3. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Konsideran
4. Mengetahui apa yang termuat dalam Konsideran
5. Mengetahu apa saja Dasar Hukum dalam Peraturan Perundang-Undangan
6. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Bahasa Hukum atau Bahasa Perundang-
Undangan
7. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Naskah Akademik
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kerangka Peraturan Perundang-Undangan

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan Perundang-


undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau
penetapan, dan pengundangan.1 Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus
dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang
meliputi:

a. Kejelasan tujuan;

b. Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;

c. Kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;

d. Dapat dilaksanakan;

e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan;

f. Kejelasan rumusan; dan

g. Keterbukaan.

Berikut ini merupakan contoh dari kerangka peraturan perundang-undangan:

KERANGKA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

1. JUDUL

Judul peraturan perundang-undangan ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang


diletakkan ditengah marjin tanpa diakhiri tanda baca. Contoh :

1
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 Pasal 1
5

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 6 TAHUN 2O11

TENTANG

KEMIGRASIAN

2. PEMBUKAAN

a. Frasa dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa

Pada pembukaan tiap jenis peraturan perundang-undangan sebelum nama jabatan


pembentuk peraturan perundang-undangan, dicantumkan Frasa Dengan Rahmat Tuhan
Yang Maha Esa yang ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakkan ditengah
marjin.

b. Jabatan pembentuk peraturan perundang-undangan

Jabatan pembentuk peraturan perundang-undangan ditulis seluruhnya dengan


huruf kapital yang diletakkan ditengan marjin dan diakhiri dengan tanda baca koma.
Contoh:

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

c. Konsiderans

Konsiderans memuat uraian singkat mengenai pokok pikiran yang menjadi


pertimbangan dan alasan pembentukan peraturan perundang-undangan. Contoh:
Peraturan Presiden Nomor 28 tahun 2001 tentang Penggunaan Kawasan Hutan Lindung
untuk Penambangan Bawah Tanah.

Menimbang: Bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasal 5 ayat (2) peraturan pemerintah
Nomor 24 tahun 2010 tentang penggunaan kawasan hutan, perlu menetapkan peraturan
presiden tentang penggunaan kawasan hutang lindung untuk penambangan bawah tanah;

d. Dasar Hukum

Dasar hukum diawali dengan kata Mengingat. Dasar hukum memuat :


6

a. Dasar kewenangan pembentukan peraturan perundang-undangan;

b. Peraturan perundang-undangan yang memerintahkan pembentukan peraturan


perundang- undangan.

e. Diktum atau ucapan (pernyataan) resmi

Diktum terdiri atas:

a. Kata Memutuskan ; Kata memutuskan ditulis dengan huruf kapital tanpa spasi diantara
suku kata dan diakhiri dengan tanda baca titik dua serta diletakkan ditengah marjin.

Contoh:

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:
b. Kata Menetapkan ;
Kata menetapkan dicantumkan sesudah kata memutuskan yang disejajarkan kebawah
awal kata menimbang dan mengingat. Huruf kata menetpkan ditulis huruf kapital dan diakhiri
dengan tanda baca titik dua.
c. Jenis dan nama peraturan perundang-undangan
Jenis dan nama yang dicantumkan dalam judul peraturan perundang-undangan
dicantumkan lagi setelah kata Menetapkan tanpa frasa Republik Indonesia, serta ditulis
seluruhnya dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca titik. Contoh:
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA
PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH
7

3. BATANG TUBUH

Batang tubuh peraturan perundang-undangn memuat semua materi muatan peraturan


perundangan-undangan yang dirumuskan dalam pasal atau beberapa pasal.

Pada umumnya materi muatan dalam batang tubuh dikelompokkan kedalam

a. Ketentuan Umum; Ketentuan umum diletakkan dalam bab satu. Jika dalam peraturan
perundang-undagan tidak dilakukan pengelompokkan bab, ketentuan umum diletakkan dalam
pasal atau beberapa pasal awal. Contoh:

BAB I

KETENTUAN UMUM

b. Materi pokok yang diatur;

Materi pokok yang diatur ditempatkan langsung setelah bab ketentuan umum, dan jika
tidak ada pengelompokkan bab, materi pokok yang diatur diletakkan setelah pasal atau beberapa
pasal ketentuan umum.

c. Ketentuan pidana (jika diperlukan);

Ketentuan pidana memuat rumusan yang menyatakan penjatuhan pidana atas pelanggaran
terhadap ketentuan yang berisi norma larangan atau norma perintah. Contoh:

BAB V

KETENTUAN PIDANA

Pasal 33

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal..., dipidana
dengan pidana kurungan paling lama ... atau pidana denda paling banyak Rp...,00
8

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.

d. Ketentuan peralihan (jika diperlukan);

Ketentuan peralihan memuat penyesuaian pengaturan tindakan hukum atau hubungan


hukum yang sudah ada berdasarkan peraturan perundang-undangan yang lama terhadap
peraturan perundang-undangan yang baru, yang bertujuan untuk;

a. menghindari terjadinya kekosongan hukum;

b. menjamin kepastian hukum;

c. memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang terkena dampak perunbahan ketentuan
peraturan perundang-undangan;

d. mengatur hal-hal yang bersifat transparansi atau bersifat sementara.

Contoh:

Peraturan daerah provinsi daerah khusu iukota jakarta nomor 3 tahun 2009 tentang
pengelolaan area pasar

Pasal 18

Izin yang telah dikeluarkan sebelumnya berlaku peraturan daerah ini tidak berlaku
sampai dengan habis berlaku izin.

e. Ketentuan Penutup.

Ketentuan penutup ditempatkan dalam bab terakhir. Jika tidak diadakan


penggelompokkan bab, ketentuan penutup ditempatkan dalam pasal atau beberapa pasal terakhir.
Pada umumnya ketentuan penutup memuat ketentuan mengenai:

a. penunjukan organ atau alat kelengkapan yang melaksanakan peraturan perundang- undangan;
b. nama singkat peraturan perundang-undangan;
9

c. status peraturan perundang-undangan yang sudah ada; dan


d. saat mulai beralaku peraturan perundang-undangan.

4. PENUTUP

Penutup merupakan bagian akhir peraturan perundang-undangan yang memuat:

a. rumusan perintah perundangan dan penempatan peraturan perundang-undangan dalam


lembaran negara republik indonesia, berita negara republik indonesia, lembaran daerah
provinsi lembaran daerah kabupaten/kota, berita daerah provinsi atau berita daerah
kabupaten/kota.
b. Akhir bagian penutup.

5. PENJELASAN

Setiap Undang-Undang, peraturan daerah provinsi dan peraturan daerah kabupaten/kota


diberi penjelasan. Penjelasan berfungsi sebagai tafsir resmi pembentukan peraturan perundang-
undangan atas norma tertentu dalam batang tubuh. Oleh karena itu, penjelasan hanya memuat
uraian terhadap kata, frasa, kalimat atau pedanan kata/istilah asing dalam norma yang dapat
disertai dengan contoh. Penjelasan sebagai sarana untuk menperjelas norma dalam batang tubuh
tidak boleh mengakibatkan terjadinya ketidakjelasaan dari norma yang dimaksud. Penjelasan
tidak menggunakan rumusan yang isinya memuat perubahan terselubung terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan.

6. LAMPIRAN

Judul lampiran ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakkan disudut kanan atas
tanpa diakhiri tanda baca rata kiri. Contoh:

LAMPIRAN 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR ... TAHUN...
TENTANG
10

PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

B. Konsideran

Menimbang atau Konsideran dalam suatu peraturan perundang-undangan memuat uraian


singkat mengenai pokok-pokok pikiran yang menjadi latar belakang dan alasan pembuatan
peraturan perundang-undangan tersebut.2 Lebih lanjut menurut Maria, pokok-pokok pikiran pada
konsiderans Undang-Undang atau Peraturan Daerah memuat unsur-unsur filosofis, yuridis, dan
sosiologis yang menjadi latar belakang pembuatannya.3 Unsur filosofis, sosiologis, dan yuridis
yang menjadi pertimbangan dan alasan pembentukannya ini penulisannya ditempatkan secara
berurutan dari filosofis, sosiologis, dan yuridis.

- Unsur filosofis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan


pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah
bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
- Unsur sosiologis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat dalam berbagai aspek.
- Unsur yuridis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan
hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada,
yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan
masyarakat.

2
Maria Farida Indrati Ilmu Perundang-Undangan: Proses dan Teknik Pembentukannya (hal. 108).
3
. Angka 19 Lampiran Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan (“UU 12/2011”)
11

C. Dasar Hukum

Dasar hukum suatu peraturan perundang-undangan merupakan suatu landasan yang


bersifat yuridis bagi pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut.4

Dasar hukum memuat:

a. Dasar kewenangan pembentukan Peraturan Perundangan-undangan; dan

b. Peraturan Perundang-undangan yang memerintahkan pembentukan Peraturan Perundang-


undangan.

Adapun Dasar hukum tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan UU 12


tahun 2011 adalah Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 22A Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;

Pasal 20

(1) Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.

(2) Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden
untuk mendapat persetujuan bersama.

(3) Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan
undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa
itu.

(4) Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk
menjadi undang-undang.

4
Maria Farida Indrati S., Ilmu Perundang-Undangan jilid II Proses dan Teknik Pembentukannya, hlm. 110
12

(5) Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak
disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut
disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib
diundangkan.

Pasal 20A

(1) Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi
pengawasan.

(2) Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-
Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak
menyatakan pendapat.

(3) Selain hak yang diatur dalam pasalpasal lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan
Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat,
serta hak imunitas.

(4) Ketentuan lebih lanjut tentang hak Dewan Perwakilan Rakyat dan hak anggota Dewan
Perwakilan Rakyat diatur dalam undang-undang.

Pasal 21

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul rancangan undang-undang.

Pasal 22

(1) Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan
pemerintah sebagai pengganti undang-undang.

(2) Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam
persidangan yang berikut.

(3) Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.
13

Pasal 22A

Ketentuan lebih lanjut tentang tatacara pembentukan undang-undang diatur dengan undang-
undang

D. Bahasa Hukum atau Bahasa Peraturan Perundang-undangan

Bahasa peraturan perundang-undangan memegang peranan penting dalam pembuatan


peraturan perundang-undangan, sebab pesan-pesan yang terkandung di dalam peraturan
perundang-undangan tidak mungkin akan sampai, apabila bahasa yang dipergunakan dalam
menyusun perundang-undangan itu sendiri tidak jelas atau mengandung multi tafsir 5. Maka
bahasa Indonesialah yang dipergunakan dalam perancangan peraturan perundang-undangan.
Bahasa Indonesia dalam perundang-undangan adalah tetap bahasa Indonesia sehingga karena itu
tetap tunduk pada kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang umum dan baku. Bahasa Indonesia
perundang-undangan adalah suatu ragam bahasa Indonesia yang karena sifat dan tujuannya
mengandung cirri yang khas sehingga karena itu berbeda dengan ragam bahasa Indonesia
lainnya.

Sebagai suatu ragam bahasa, bahasa Indonesia perundang-undangan mempunyai susunan


kalimat yang tidak mengandung ketidaksempurnaan tingkat pertama dan tidak pula
ketidaksempurnaan tingkat kedua. (ketidaksempurnaan tingkat pertama meliputi kandungan
makna ganda, kabur, dan terlalu luas. Ketidaksempurnaan tingkat kedua meliputi ketidaktetapan
kata dan ungkapan (untuk hal yang sama digunakan kata dan ungkapan berbeda), ketidaktetapan
kepentingan (kata dan ungkapan yang sama digunakan untuk kepentingan yang berbeda),
berlebihan, bertele-tele, kacau, ketiadaan, bantuan tanda baca untuk kalimat-kalimat panjang,
dan ketidakteraturan susunan.6

Mulai tahun 1972, political will pemerintah mengarah kepada pembakuan bahasa
Indonesiayang menyeluruh. Untuk itu semua tulisan bidang apapun, termasuk bidang hukum dan
lebih khusus lagi pada perundang-undangan, harus tunduk pada aturan ejaan yang

5
Rahmat Trijono, Dasar-Dasar Ilmu Pengetahuan Perundang-Undangan, h.125
6
Maria Farida Indrati S., Ilmu Perundang-Undangan Proses dan Teknik Pembentukannya, (Jakarta: Kanisius, 2006),
h.199
14

disempurnakan. Bahasa peraturan perundang-undangan mempunyai corak dan gaya yang khas
bercirikan:

a. Kejernihan pengertian;

b. Kelugasan;

c. Kebakuan, dan

d. Keserasian.7

Fungsi Bahasa Peraturan Perundang-undangan

Dalam penggunaannya bahasa itu sendiri tentu mempunyai fungsi, setidaknya bahasa
mempunyai dua fungsi utama yaitu pertama bahasa berfungsi sebagai sarana komunikasi antar
manusia, kedua bahasa berfungsi sebagai sarana budaya yang mempersatukan kelompok
manusia yang menggunakan bahasa tersebut. Sebagai sarana komunikasi, bahasa peraturan
perundang-undangan mempunyai beberapa fungsi, yakni:

a. Fungsi Simbolik, untuk menyampaikan sesuatu melalui symbol-simbol tertentu, yang


berfungsi untuk mengkomunikasikan buah pikiran dari setiap putusan tertulis yang dibuat,
ditetapkan dan dikeluarkan oleh Lembaga dan atau Pejabat Negara yang mempunyai
(menjalankan) fungsi legislatif sesuai dengan tata cara yang berlaku melalui simbol-simbol
tertentu;

b. Fungsi Emotif, untuk menyampaikan sesuatu yang bersifat emosi atau mengandung ungkapan
sesuatu;

c. Fungsi Afektif, untuk mengekspresikan sikap.

Selain fungsi-fungsi diatas, bahasa peraturan perundang-undangan juga berfungsi sebagai


sarana budaya, yakni alat pemersatu, dan penyelaras antara perundang-undangan yang satu
dengan peraturan perundang-undangan lainnya. Peraturan perundang-undangan sebagai hasil

7
Rahmat Trijono, Dasar-Dasar Ilmu Pengetahuan Perundang-Undangan, h.126
15

karya, cipta dan karsa manusia menunjukkan budaya suatu bangsa. Di dalam peraturan
perundang-undangan tersebut terdapat bahasa perundang-undangan yang berfungsi sebagai
sarana budaya yakni sebagai alat pemersatu bangsa.8

Dalam penyusunannya dan sebelum berlakunya peraturan perundang-undangan terdapat


dua peristiwa yang harus diperhitungan. Peristiwa tersebut salah satu dari padanya perlu
dipertimbangkan baik-baik, yakni pembentukan peraturan perundang-undangan melalui
penyusunannya. Penggunaan dan penafsiran bahasa menjadi sangat penting, bahkan sangat
menentukan apakah suatu peraturan perundang-undangan akan mencapai maksud dan tujuannya
atau tidak. Penggunaan bahasa dalam peraturan perundang-undangan dan penuangan wawasan
dan gagasannya ke dalam kata-kata, dalam kalimat dan ungkapan perlu dilihat juga dari sudut
pembacanya, yakni bagaimana pembaca mengartikannya, memahaminya, dan menafsirkannya.
Tentang peraturan perundang-undagan itu seharusnya sebagai berikut:

a. Hendaknya tidak halus sehingga memerlukan ketajaman pikiran pembacanya, karena rakyat
banyak mempunyai tingkat pemahaman yang sedang-sedang saja; hendaknya tidak untuk latihan
logika, melainkan untuk pikiran sederhana yang ada yang ada pada rata-rata manusia;

b. Hendaknya tidak merancukan yang pokok dengan yang pengecualian, pembatasan, atau
pengubahan, kecuali apabila dianggapnya perlu;

c. Hendaknya tidak memancing perdebatan atau perbantahan; adalah berbahaya memberikan


alasan-alasan yang terlalu rinci karena hal ini dapat membuka pintu pertentangan.9

Bahasa Indonesia sebagaimana Tertuang Dalam Peraturan Perundang-undangan kiranya


perlu disimak beberapa produk hukum tersebut dari waktu ke waktu, meski dengan disertai
catatan bahwa yang tertuang belakangan belum berarti lebih baik dari pada yang tertuang
terlebih dahulu.

8
Ibid , h. 127-129
9
Maria Farida Indrati S., Ilmu Perundang-Undangan Proses dan Teknik Pembentukannya, h.202-203
16

E. Naskah Akademik

Menurut ketentuan Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang


Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Naskah Akademik adalah naskah hasil penelitian
atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu
Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, atau Rancangan Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum
masyarakat.
Dalam perkembangannya, pemakaian istilah Naskah Akademik Peraturan Perundang-
undangan secara baku dipopulerkan pada tahun 1994 dengan Keputusan Kepala Badan
Pembinaan Hukum Nasional Nomor G-159.PR.09.10 Tahun 1994 tentang Petunjuk Teknis
Penyusunan Naskah Akademik Peraturan Perundang-undangan, dinyatakan bahwa Naskah
Akademik Peraturan Perundang-undangan adalah naskah awal yang memuat pengaturan materi-
materi perundang-undangan bidang tertentu yang telah ditinjau secara sistemik, holistik dan
futuristik.10
Keberadaan Naskah Akademik sebenarnya merupakan suatu hal yang sangat strategis dan
urgen dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik. Hal ini disebabkaan dalam
perkembangan ketatanegaraan Indonesia yang sedang dalam masa transisi demokrasi secara
yuridis masih belum banyak aturan hukum yang lengkap mengatur segala hal. Sementara itu arus
perubahan yang diinginkan oleh adanya Naskah Akademik maka ruang-ruang publik tersebut
sangat terbuka dan masyarakat bebas mengeluarkan aspirasi serta melakukan apresiasi terhadap
substansi peraturan perundangundangan yang diatur11
Setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, keberadaan Naskah Akademik dalam penyusunan peraturan perundang-
undangan menjadi suatu keharusan terhadap pembentukan Undang-Undang sebagaimana
dinyatakan dalam Pasal 43 ayat (3) bahwa Rancangan Undang-Undang yang berasal dari DPR,
Presiden, atau DPD harus disertai Naskah Akademik. Sedangkan terhadap pembentukan
Peraturan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota masih bersifat kabur antara keharusan atau

10
www.legalitas.org, dikutip dalam Makalah Abdul Wahid, Penyusunan Naskah Akademik, diakses tanggal 5
Desember 2013
11
www.legalitas.org, dikutip dari makalah yang ditulis oleh Aan Eko Widiarto, yang berjudul: Metode dan
Penyusunan Naskah Akademik, diakses tanggal 5 Desember 2013
17

alternatif karena hanya menyebutkan “disertai”, sebagaimana tertuang dalam Pasal 56 ayat (2)
yang menyatakan bahwa Rancangan Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) disertai dengan penjelasan atau keterangan dan/atau Naskah Akademik.
Makna Penting Naskah Akademik dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
Kualitas materi suatu undang-undang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses
pembentukan undang-undang. Pemahaman terhadap kualitas adalah bagaimana dapat diantisipasi
kemungkinan suatu undang-undang terpaksa direvisi dalam jangka pendek, daya berlaku yang
lama atau berkelanjutan, sinergi dengan peraturan perundang-undangan lain, serta sinkronisasi
antar norma dalam undang-undang itu sendiri.12 Dalam upaya untuk memahami urgensi naskah
akademik dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, tidak terlepas dari keberadaan
asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang ada. Secara normatif, dalam Pasal 5
dan 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan, dinyatakan:
Pasal 5
Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada
asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang meliputi:
a. kejelasan tujuan
b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat
c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan
d. dapat dilaksanakan
e. kedayagunaan dan kehasilgunaan
f. kejelasan rumusan
g. keterbukaan.
Di samping itu, keberadaan naskah akademik juga merupakan penerapan dari asas
kesesuaian antara jenis dan materi muatan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan,
sebab dalam penyusunan naskah akademik harus benar-benar memperhatikan secara tepat materi
muatan yang akan diatur dengan peraturan perundang-undangan yang akan dibentuk.
Selanjutnya, naskah akademik harus pula menggambarkan azas dapat dilaksanakan. Setiap
pembentukan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan efektivitas peraturan
perundang-undangan tersebut dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun
12
Yuliandri, Azas-azas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang Baik, Gagasan Pembentukan Undang-
undang Berkelanjutan. Cetakan Ketiga. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011. Hlm. 7.
18

yuridis. Tidak dapat diabaikan, melalui naskah akademik, kita dapat melihat penerapan asas
kedayagunaan dan kehasilgunaan. Peraturan perundang-undangan tentunya dibuat karena benar-
benar dibutuhkan dan diharapkan akan memberi manfaat dalam mengatur kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan Perundang-


undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau
penetapan, dan pengundangan.

Menimbang atau Konsideran dalam suatu peraturan perundang-undangan memuat uraian


singkat mengenai pokok-pokok pikiran yang menjadi latar belakang dan alasan pembuatan
peraturan perundang-undangan tersebut. Lebih lanjut menurut Maria, pokok-pokok pikiran pada
konsiderans Undang-Undang atau Peraturan Daerah memuat unsur-unsur filosofis, yuridis, dan
sosiologis yang menjadi latar belakang pembuatannya.

Dasar hukum suatu peraturan perundang-undangan merupakan suatu landasan yang


bersifat yuridis bagi pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut.

Dasar hukum memuat:

a. Dasar kewenangan pembentukan Peraturan Perundangan-undangan; dan

b. Peraturan Perundang-undangan yang memerintahkan pembentukan Peraturan Perundang-


undangan.

Bahasa peraturan perundang-undangan memegang peranan penting dalam pembuatan


peraturan perundang-undangan, sebab pesan-pesan yang terkandung di dalam peraturan
perundang-undangan tidak mungkin akan sampai, apabila bahasa yang dipergunakan dalam
menyusun perundang-undangan itu sendiri tidak jelas atau mengandung multi tafsir

Dan terakhir mengenai Naskah, Naskah Akademik adalah naskah hasil penelitian atau
pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu
Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, atau Rancangan Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum
masyarakat.
20
DAFTAR PUSTAKA

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 Pasal 1.


Indrati, Maria Farida. 2006 Ilmu Perundang-Undangan Proses dan Teknik Pembentukannya.
Jakarta: Kanisius.
Lampiran Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan (“UU 12/2011”)
Trijono, Rahmat. 2013. Dasar-Dasar Ilmu Pengetahuan Perundang-Undangan. Jakarta: Papas
Sinar Sinanti.
www.legalitas.org, dikutip dalam Makalah Abdul Wahid, Penyusunan Naskah Akademik,
diakses tanggal 20 April 2021.
www.legalitas.org, dikutip dari makalah yang ditulis oleh Aan Eko Widiarto, yang berjudul:
Metode dan Penyusunan Naskah Akademik, diakses tanggal 20 April 2021.
Yuliandri. 2011. Azas-azas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang Baik, Gagasan
Pembentukan Undang-undang Berkelanjutan. Cetakan Ketiga. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai