Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH ILMU PERUNDANG-UNDANGAN

KEWENANGAN PEMBENTUKAN DAN MATERI MUATAN


PERATURAN PERUNDANG-NDANGAN, PROSES PEMBENTUKAN
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

DOSEN PENGAMPU: DENI SYAHPUTRA, S.H.,M.H.


DISUSUN OLEH KELOMPOK 6:
YUNI ANDRIANI 2112847
M. RAVA BIGHARA 2112864
DIO KURNIAWAN 2112855

INSTITUT TEKNOLOGI DAN ILMU SOSIAL KHATULISTIWA

YAYASAN PENDIDIKAN PASAMAN

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan
karunia- Nya kami dapat menyelesaiakan Makalah berjudul “Kewenangan Pembentukan
Dan Materi Muatan Peraturan Perundang-Undangan, Proses Pembentukan Peraturan
Perundang Undangan” Makalah ini ditujukan agar dapat memberikan manfaat yang
seoptimalnya bagi para pembaca.

Harapan kami, makalah ini dapat menjadi salah satu media yang menarik untuk dibaca dan
mudah dipahami oleh seluruh pembaca. Tentunya ada hal-hal yang ingin kami berikan
kepada pembaca dari hasil makalah ini. Karena itu kami berharap semoga Makalah ini dapat
menjadi sesuatu yang berguna bagi kita bersama.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
menyempurnakan makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi
penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Lubuksikaping, 1 November 2023

PEMAKALAH

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah............................................................. 1


B. Rumusan Masalah ..................................................................... 3
C. Tujuan Penulisan ....................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN

A. Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan .............. 4


B. Tahapan Penyusunan Rancangan Peraturan Perundang-undangan di Tingkat
Pusat dan Daerah........................................................................ 6
C. Naskah Akademis ...................................................................... 8
D. Program Legislasi Nasional dan Program Legislasi Daerah ... 10
E. Hierarki Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan ......... 12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................. 18
B. Saran ....................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Peraturan perundang-undangan adalah landasan hukum yang mengatur berbagai aspek


kehidupan masyarakat dalam suatu negara. Peraturan ini mencakup aturan dan ketentuan
yang mengatur hak, kewajiban, dan tanggung jawab individu, organisasi, dan entitas
hukum. Pemahaman dasar tentang peraturan perundang-undangan merupakan kunci
penting untuk mengenal latar belakang serta pentingnya kewenangan, materi muatan, dan
proses pembentukannya. Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah
pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan,
penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan. (Pasal 1 angka
1 UU NO.12 Tahun 2011).

Proses atau tata cara pembentukan undang-undang merupakan suatu tahapan kegiatan
yang dilaksanakan secara berkesinambungan. Proses ini diawali dari terbentuknya suatu
ide atau gagasan tentang perlunya pengaturan terhadap suatu permasalahan yang
kemudian dilanjutkan dengan kegiatan mempersiapkan rancangan undang- undang, baik
oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), maupun oleh
pemerintah. Kemudian pembahasan rancangan undang-undang di Dewan Perwakilan
Rakyat untuk mendapatkan persetujuan bersama dilanjutkan dengan pengesahan diakhiri
dengan pengundangan.

Tata cara mempersiapkan rancangan undang-undang dari pemerintah yang dilaksanakan


selama ini, atau lebih tepat sampai bulan oktober 1988 berpedoman pada Intruksi
Presiden No 15 Th. 1970 tentang tata cara mempersiapkan rancangan undang-undang
atas usul DPR, dan pembahasan kedua rancangan undang-undang tersebut diatur dengan
peraturan tata tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.1
2

Dengan ditetapkannya Keputusan Presiden No 188 Tahun 1998 tentang tata cara
mempersiapkan rancangan undang-undang yang di tetapkan pada tanggal 28 Oktober
1998, maka proses pembentukan undang-undang dilaksanakan dengan berpedoman pada
Keputusan Presiden tersebut. Sedangkan tata cara mempersiapkan rancangan undang-
undang yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat dan proses pembahasan dari kedua
rancangan undang-undang di Dewan Perwakilan Rakyat dilaksanakan berdasarkan
keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia No 03A/DPR RI/I/2001-2002
tentang Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

Pada tanggal 24 Mei 2004 Dewan perwakilan Rakyat telah menyetujui Rancangan
Undan-undang tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan yang kemudian
disahkan sebagai Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang- undangan, sesuai dengan ketentuan Pasal 58 Undang-undang No
10 Th 2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, maka sejak tanggal 1
November 2004 segala sesuatu tentang pembentukan peraturan perundangan terikat oleh
undang-undang tersebut.

Berdasarkan perubahan Undang-undang dapat bersal dari beberapa pihak yaitu:

1. Dari pemerintah ( presiden) berdasarkan Pasal 5 ayat (1) UUD 1945.

2. Dari Dewan perwakilan Rakyat, berdasarkan Pasal 20 ayat (1) UUD 1945

3. Dari Anggota Dewan Perwakilan rakyat Berdasrkan Pasal 21UUD 1945;

4. Dari Dewan Perwakilan Daerah Berdasarkan Pasal 22D UUD 1945

Secara garis besar proses pembentukan undang-undang terdiri dari beberapa tahap tahap
yaitu :
a. Proses persiapan pembentukan undang-undang yang merupakan proses
penyusunan dan perancangan di lingkungan pemerintah , di lingkungan Dewan
perwakilan Rakyat Atau di lingkungan Dewan perwakilan Daerah.
b. Proses pembentukan di Dewan Perwakilan Rakyat
c. Proses pengesahan oleh presiden dan
3

d. Proses pengundangn (oleh Menteri yang tugas dan tanggung jawab di bidang
peraturan perundang-undangan).
e. Pembentukan undang-undang (berdasrkan Undang-undang No 10 tahun 2004)
f. Dalam Pasal 1 angka 1 undang-undang No 10 Th.2004 tentangpembentukan
peraturan perundang-undangan di tetapkan bahwa yang di maksud dengan pembentukan
peraturan perundang- undangan adalah proses pembuatan peraturn perundang-undang
yang pada dasarnya di mulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan
pembahasan, pengesahan pengundangan, dan penyebarluasan .

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses pembetukan peraturan perundang-undangan?


2. Apa saja Tahapan Penyusunan Rancangan Peraturan Perundang-undangan di
tingkat pusat dan daerah?
3. Apa itu Naskah Akademis?
4. Apa itu Program Legislasi Nasional (PROLEGNAS) dan Program Legislasi
Daerah (PROLEGDA)?
5. Bagaimana Hierarki pembentukan perundang-undangan?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui proses pembentukan perundang-undangan


2. Untuk mengetahui apa saja Tahapan Penyusunan Rancangan Peraturan
Perundang-undangan di tingkat pusat dan daerah
3. Untuk mengetahui apa itu Naskah Akademis

4. Untuk mengetahui apa itu Program Legislasi Nasional (PROLEGNAS) dan


Program Legislasi Daerah (PROLEGDA)

5. Untuk mengetahui bagaimana hierarki pembentukan peraturan perundang-


undangan
BAB II

PEMBAHASAN

A. PROSES PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan Perundang-undangan


yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan
pengundangan. (Pasal 1 angka 1 UU NO.12 Tahun 2011). Pembentukan peraturan perundang-
undangan adalah proses yang rumit dan sistematis di mana undang-undang atau peraturan
diterapkan, direvisi, atau diciptakan oleh pemerintah atau badan-badan yang berwenang dalam
suatu negara. Proses ini sangat penting dalam menjaga tatanan hukum, keadilan, dan ketertiban
dalam masyarakat.

Perencanaan Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres),


Peraturan Daerah (Perda) Provinsi, dan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten/Kota adalah bagian
integral dari sistem hukum suatu negara. Proses perencanaan ini penting untuk memastikan
bahwa undang-undang dan peraturan yang dibuat adalah responsif terhadap kebutuhan
masyarakat, mengikuti prinsip-prinsip hukum yang benar, dan mendorong tatanan hukum yang
kuat.

a. Perencanaan Undang-Undang (UU):

Dilakukan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnasi). (Pasal 16 UU No.12 Pasal


16 UU No.12)Prolegnas adalah instrumen perencanaan pembentukan undang-
undang yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis. (Pasal 1 angka 9
UU No.12 Tahun 2011). Prolegnas (Program Legislasi Nasional) adalah instrumen
perencanaan yang digunakan dalam pembentukan undang-undang di tingkat nasional.
Prolegnas adalah rencana yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis
untuk menentukan urutan prioritas dalam pembentukan undang-undang. Prolegnas
membantu pemerintah dan badan legislatif untuk merencanakan dan
5

mengkoordinasikan pembentukan undang-undang. Ini memungkinkan penyusunan


undang-undang yang lebih efisien dan fokus pada isu-isu yang paling mendesak.

b. Perencanaan Peraturan Pemerintah (PP):

Perencanaan penyusunan PP dilakukan dalam suatu program penyusunan PP. (Pasal


24 UU No.12 Tahun 2011). Proses perencanaan penyusunan PP melibatkan program
penyusunan PP yang ditetapkan oleh pemerintah. Program ini mencakup
perencanaan, penyusunan, dan pengkoordinasian peraturan pemerintah. PP biasanya
digunakan untuk mengatur rincian pelaksanaan undang-undang yang lebih umum.
Proses ini memastikan bahwa PP konsisten dengan kerangka hukum yang ada dan
tujuan undang-undang yang mendasarinya.

c. Perencanaan Peraturan Presiden (Perpres):

Perencanaan penyusunan Perpres dilakukan dalam suatu program penyusunan


Perpres. (Pasal 30 UU No.12 Tahun 2011) Ketentuan perencanaan penyusunan PP
berlaku secara mutatis mutandis terhadap perencanaan penyusunan Perpres. (Pasal 31
UU No.12 Tahun 2011)

Perpres adalah peraturan yang dikeluarkan oleh kepala eksekutif, seperti presiden
atau perdana menteri. Perencanaan penyusunan Perpres juga melibatkan program
penyusunan yang ditetapkan oleh pemerintah. Seperti PP, Perpres digunakan untuk
mengatur masalah-masalah pelaksanaan yang lebih spesifik dan detail. Proses
perencanaan ini membantu memastikan bahwa tindakan eksekutif sesuai dengan
undang-undang yang ada.
d. Perencanaan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi:

Dilakukan dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda) Provinsi. (Pasal 32 UU No.12


Tahun 2011) Prolegda adalah instrumen perencanaan program pembentukan
Peraturan Daerah Provinsi atau Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang disusun
secara terencana, terpadu, dan sistematis. (Pasal 1 angka 10 UU No. 12 Tahun 2011)
6

Program Legislasi Daerah Provinsi (Prolegda Provinsi) adalah instrumen perencanaan


yang digunakan dalam pembentukan Perda di tingkat provinsi. Ini adalah rencana
yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis untuk menentukan urutan
prioritas dalam pembentukan Perda di tingkat provinsi. Prolegda Provinsi membantu
pemerintah provinsi untuk mengkoordinasikan dan merencanakan pembentukan
Perda yang relevan dengan konteks dan kebutuhan wilayah provinsi.
e. Perencanaan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten/Kota:

Ketentuan perencanaan penyusunan Perda Kabupaten/Kota mengacu pada Prolegda


Provinsi. Ini berarti bahwa prinsip-prinsip perencanaan yang sama diterapkan dalam
pembentukan Perda di tingkat kabupaten/kota. Ini memungkinkan koordinasi dan
keseragaman dalam pembentukan Perda di seluruh wilayah provinsi.

Dilakukan dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda) Provinsi. (Pasal 39 UU No.12


Tahun 2011) Ketentuan perencanaan penyusunan Perda Provinsi berlaku secara
mutatis mutandis terhadap perencanaan penyusunan Perda Kabupaten/Kota. (Pasal 40
UU No.12 Tahun 2011)

Proses perencanaan ini membantu memastikan bahwa perundang-undangan yang


hasil dari pemikiran yang matang, melibatkan partisipasi publik, dan sesuai dengan
hukum dan prinsip-prinsip keadilan. Dengan demikian, sistem hukum dapat berfungsi
dengan baik dan mendukung tatanan hukum yang kuat dalam suatu negara.

B. TAHAPAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-

UNDANGAN DI TINGKAT PUSAT DAN DAERAH

Tahapan penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan di tingkat pusat dan


eda-beda sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di masing-
masing negara. Namun, ada beberapa tahapan umum yang sering diikuti dalam
proses tersebut. Berikut adalah tahapan penyusunan rancangan peraturan perundang-
undangan di tingkat pusat dan daerah:
Tingkat Pusat:
7

a. Inisiasi: Proses dimulai dengan inisiasi, di mana badan atau pejabat yang
memiliki kewenangan untuk mengusulkan peraturan perundang-undangan
mengidentifikasi kebutuhan atau masalah hukum yang perlu diatasi. Inisiasi
dapat berasal dari eksekutif (misalnya, presiden atau menteri), legislatif
(anggota parlemen), atau bahkan dari masyarakat sipil melalui petisi atau
advokasi.
b. Perancangan Rancangan Peraturan: Setelah inisiasi, rancangan peraturan
perundang-undangan dirancang. Ini melibatkan proses penelitian, konsultasi
dengan pemangku kepentingan, dan pembuatan draf teks yang mencakup
rincian aturan yang akan diatur.
c. Konsultasi Publik: Dalam banyak kasus, ada tahapan konsultasi publik di
mana rancangan peraturan perundang-undangan disampaikan kepada
masyarakat, organisasi non-pemerintah, dan kelompok kepentingan lainnya.
Komentar dan masukan dari publik dapat dimasukkan ke dalam draf
peraturan.
d. Pengesahan: Rancangan peraturan perundang-undangan kemudian diajukan
kepada badan legislatif (parlemen) untuk mendapatkan persetujuan atau
pengesahan. Proses persetujuan dapat melibatkan perdebatan, revisi, dan
pemungutan suara.
e. Penandatanganan: Setelah diterima dan disetujui oleh badan legislatif,
rancangan peraturan perundang-undangan ditandatangani oleh kepala
eksekutif, seperti presiden. Penandatanganan ini mengubah rancangan
menjadi undang-undang yang sah.
f. Publikasi: Undang-undang yang telah ditandatangani harus dipublikasikan
agar dapat diakses oleh masyarakat umum. Ini mencakup pengumuman di
media resmi atau publikasi di situs web pemerintah.
g. Pelaksanaan dan Penegakan: Setelah publikasi, peraturan perundang-
undangan harus diterapkan dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang
ada. Ini mungkin melibatkan pembentukan pedoman atau regulasi tambahan
untuk menjalankan undang-undang.
8

Tingkat Daerah:
Tahapan penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan di tingkat daerah
serupa dengan tahapan di tingkat pusat, tetapi dengan beberapa perbedaan yang
khusus untuk otonomi daerah:
a. Inisiasi: Inisiasi dapat berasal dari pemerintah daerah, legislatif daerah, atau
bahkan inisiatif masyarakat setempat.
b. Perancangan Rancangan Peraturan: Rancangan peraturan perundang-undangan
daerah dirancang dengan mempertimbangkan kebutuhan dan karakteristik daerah
setempat. Rancangan dapat melibatkan peran besar legislatif daerah.
c. Konsultasi Publik: Pada tingkat daerah, konsultasi publik dapat melibatkan lebih
banyak partisipasi warga setempat dan kelompok masyarakat.
d. Pengesahan: Rancangan peraturan perundang-undangan daerah diajukan kepada
legislatif daerah untuk persetujuan.
e. Penandatanganan: Setelah disetujui oleh legislatif daerah, rancangan peraturan
perundang-undangan daerah ditandatangani oleh kepala pemerintah daerah,
seperti gubernur atau bupati.
f. Publikasi: Undang-undang daerah harus dipublikasikan secara lokal agar dapat
diakses oleh penduduk daerah.
g. Pelaksanaan dan Penegakan: Pelaksanaan dan penegakan undang-undang daerah
adalah tanggung jawab pemerintah daerah. Ini termasuk pembuatan peraturan
pelaksanaan dan pemantauan kepatuhan.

Tahapan-tahapan ini dapat bervariasi sesuai dengan aturan dan peraturan masing-masing
negara dan daerah. Proses pembuatan peraturan perundang-undangan penting untuk
menjaga ketertiban dan keadilan di tingkat pusat maupun daerah.

C. NASKAH AKADEMIS

Naskah Akademis adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil
penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan Undang-
Undang, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, atau Rancangan Peraturan Daerah
9

Kabupaten/Kota sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum


masyarakat. (Pasal 1 angka 11 UU No.12 Tahun 2011)

Naskah akademis dalam bidang hukum dan konstitusi negara adalah dokumen ilmiah
yang berfokus pada studi, analisis, atau penelitian dalam ranah hukum dan sistem
konstitusi suatu negara. Naskah akademis dalam bidang ini sering digunakan untuk
mendiskusikan isu-isu hukum, perkembangan hukum, analisis kasus hukum,
perbandingan konstitusi, dan berbagai topik lain yang berkaitan dengan aspek hukum dan
konstitusi negara. Berikut adalah beberapa contoh naskah akademis dalam bidang hukum
dan konstitusi negara:
a. Artikel Hukum Konstitusi: Artikel ilmiah yang mengkaji konstitusi negara, termasuk
analisis terhadap konstitusi, perkembangan hukum konstitusi, dan pengaruhnya
terhadap sistem politik dan kehidupan masyarakat.
b. Tesis atau Disertasi Hukum: Karya tulis ilmiah yang mencakup penelitian mendalam
tentang topik hukum atau konstitusi tertentu. Contohnya, sebuah tesis hukum
konstitusi dapat membahas perbandingan konstitusi antar negara atau analisis tentang
perlindungan hak asasi manusia dalam konteks hukum konstitusi.
c. Laporan Penelitian Hukum: Dokumen yang merinci hasil penelitian yang dilakukan
dalam bidang hukum dan konstitusi. Laporan penelitian ini mungkin membahas
masalah hukum yang mendesak atau mengkaji implikasi hukum dari kebijakan
pemerintah.
d. Buku Hukum Akademis: Buku yang ditulis oleh pakar hukum yang menggali topik
hukum atau konstitusi dengan detail yang mendalam. Buku seperti ini mungkin
membahas perundang-undangan, yurisprudensi, atau teori hukum tertentu.
e. Pemikiran Konseptual Hukum: Naskah akademis yang membahas konsep-konsep
hukum atau konstitusi yang mendasar. Ini dapat mencakup pemikiran tentang hak
asasi manusia, prinsip-prinsip konstitusi, dan teori hukum.

Naskah akademis dalam bidang hukum dan konstitusi negara memiliki beberapa ciri
khusus, termasuk:
10

a. Kutipan Hukum: Naskah akademis dalam hukum sering mencantumkan kutipan dari
konstitusi, undang-undang, kasus hukum, atau keputusan pengadilan sebagai dasar
penulisan.
b. Analisis Kasus Hukum: Penulisan sering mencakup analisis kasus hukum yang
relevan sebagai ilustrasi atau dukungan untuk argumen yang diajukan.
c. Pemahaman Konstitusi: Naskah akademis dapat berfokus pada pemahaman konstitusi
negara, baik dalam konteks historis maupun kontemporer.
d. Pembahasan Implikasi Hukum: Naskah akademis cenderung mempertimbangkan
implikasi hukum dari suatu isu, kebijakan, atau peristiwa tertentu.
e. Penelitian yang Mendalam: Penelitian yang mendalam dan berbagai referensi literatur
hukum digunakan untuk mendukung argumen dan temuan.

Naskah akademis dalam hukum dan konstitusi negara sangat penting dalam
menyumbangkan pemahaman tentang sistem hukum dan konstitusi serta dalam
membantu pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan yang berdasarkan argumen
yang kuat dan bukti yang solid.

D. PROGRAM LEGISLASI NASIONAL (PROLEGNAS) DAN PROGRAM

LEGISLASI DAERAH (PROLEGDA)

a. Program Legislasi Nasional (Prolegnas)

Merupakan instrumen perencanaan pembentukan undang-undang yang berada pada


tahapan awal yang meliputi perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, dan
pengundangan. Hal ini sebagaimana diatur dalam UU No.13 Tahun 2022 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yang menyatakan bahwa
pembentukan peraturan perundang-undangan adalah proses pembuatan peraturan
perundang-undangan yang pada dasarnya dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik
penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan
penyebarluasan. Secara operasional, program legislasi nasional sering diartikan yang
11

merujuk pada materi atau substansi rencana pembentukan peraturan perundang-


undangan.

Dalam hal ini, program legislasi nasional adalah daftar rencana pembentukan undang-
undang dan peraturan perundang-undangan lainnya yang disusun berdasarkan metode
parameter tertentu serta dijiwai oleh visi dan misi pembangunan hukum nasional.
Fokus utama dari program legislasi nasional berkaitan dengan salah satu elemen dari
hukum, yaitu materi/substansi hukum atau peraturan perundang-undangan.
Pembangunan hukum pada dasarnya adalah pembangunan sistem hukum. Dalam
kerangka sistem hukum tersebut, terdapat empat unsur atau sub sistem hukum yang
saling terkait satu sama lain, di antaranya:
1. Materi atau substansi hukum
2. Sarana atau kelembagaan hukum
3. Aparatur hukum
4. Budaya atau kesadaran hukum masyarakat

Program pembangunan sistem hukum menjadi penting dan menjadi prioritas utama,
karena perubahan terhadap UUD 1945 memiliki implikasi yang luas dan mendasar
dalam sistem ketatanegaraan yang perlu diikuti dengan perubahan di bidang hukum.

b. Program Legislasi Daerah (PROLEGDA)

Prolegda adalah instrumen perencanaan program pembentukan Peraturan Daerah


yang disusun secara berencana, terpadu dan sistematis. Penyusunan Prolegda
Kabupaten/Kota disusun setiap tahun sesuai dengan kewenangan yang dimiliki oleh
Kabupaten/Kota. Pasal 4 Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 169 Tahun 2004
dalam hal ini menentukan sebagai berikut:
(1) Prolegda Kabupaten/Kota disusun setiap tahun.
(2) Prolegda Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun
sesuai.

Kewenangan kabupaten/Kota yang meliputi:


12

a. Rancangan Peraturan Daerah kabupaten/Kota;


b. Rancangan Keputusan Bupati/Walikota.

Prolegda disusun oleh pimpinan unit kerja untuk kemudian dikoordinasikan oleh
Bagian Hukum Sekretariat Kabupaten/Kota dan selanjutnya diajukan kepada
Bupati/Walikota untuk ditetapkan. Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah seharusnya mempunyai Prolegda. Harapannya, dengan adanya Prolegda akan
diketahui dengan pasti mau dibawa ke arah mana pembangunan daerah.

Prolegda menjadi penting karena dengan adanya otonomi daerah pemerintah pusat
mempercayakan daerah dalam pembuatan peraturan perundang-undangan. Dengan
demikian sudah mestinya di daerah mempunyai program terarah. Setiap daerah tentu
punya kekhususan, akan membuat penekanan aturan yang menjadi prioritas.

Prolegda ini menjadi penting karena berisi prediksi Perda yang akan dibahas pada
tahun yang bersangkutan. Masyarakat dan para pemerhati kebijakan publik juga bisa
ikut menyumbangkan saran dan mengetahi apa yang menjadi fokus pembahasan
kebijakan setelah mengetahui Prolegda pada tahun yang bersangkutan.

E. HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN REPUBLIK


INDONESIA

Sejak lahirnya Negara Republik Indonesia dengan Proklamasi kemerdekaannya, sampai


berlakunya Konstitusi Republik Indonesia Serikat, Undang-undang Dasar Sementara
1950, Undang-undang Dasar 1945, dan Perubahan Undang- undang Dasar 1945 masalah
hirarki perundang-undangan tidak pernah diatur secara tegas.

Undang-undang Dasar 1945 pada periode pertama berlaku (antara bulan Agustus 1945
sampai dengan 1949), kemudian pada periode kedua berlaku (5Juli 1959 sampai dengan
19 Oktober 1999), dan periode ketiga berlaku, yaitu sejak Perubahan Pertama UUD 1945
13

pada 19 Oktober 199 sampai saaat ini hanya menetapkan tiga jenis peraturan, yang 44
Saat ini telah diatur dalam Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia No.
08/DPR RI/I/2005-2006 tentang Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat disebut
Undang-undang, peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPU), dan
Peraturan Pemerintah, yang masing-masing dirumuskan dalam Pasal -Pasal sebagai
berikut:

a. Pasal 5 ayat (1)-sebelum Perubahan UUD 1945:Presiden memegang kekusaan


membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, dan
kemudian diubah menjadi:

b. Pasal 20-sesudah Perubahan UUD 1945:

(1) Dewan perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.

(2) Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan
Presiden untuk mendapat perstujuan bersama.

(3) Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama,


rancangan undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan
Perwakilan Rakyat masa itu.

(4) Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama


untuk menjadi undang-undang.

(5) Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut
disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang- undang
tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan
wajib diundangkan.

1. Pasal 22 ayat (1)-sebelum dan sesudah Perubahan UUD 1945:

(1) Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan
peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang, dan
14

2. Pasal 5 ayat (2)-sebelum dan sesudah Perubahan UUD 1945: (1)Presiden


menetapkan peraturan pemerintah untuk menjadika undang-undang sebagaimana
mestinya.5

1. Hierarki Peraturan Perundangan-Undangan Berdasarkan Undang-undang No.

1 th. 1950

Hirarki peraturan perundang-undang mulai dikenal sejak dibentuknya Undang-Undang


No. 1 th 1950 yaitu peraturan tentang Jenis dan Bentuk Peraturan yang dikeluarkan oleh
Pemeritah pusat, yang ditetapkan pada tanggal 2 Februari 1950. Dalam Pasal 1 Undang-
Undang No. 1 th 1950 dirumuskan sebagai berikut:

Pasal 1

Jenis peraturan-peraturan Pemerintah Pusat ialah:

1. Undang-undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang,

2. Peraturan Pemerintah,

3. Perturan Menteri.

Pasal 2

Tingkat kekuatan peraturan-peraturan Pemerintah Pusat ialah menurut urutannya pada


Pasal 1.

5 Marida Farida Indrati, Ilmu Perundang-undangan (1) (Jenis, Fungsi dan Materi
Muatan), Jakarta: Kanisus 1996, h. 70 Berdasarkan rumusan dalam Pasal 1 dan Pasal 2
tersebut, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Menteri merupakan salah satu jenis
peraturan perundang-undangan, yang terletak di bawah Peraturan Pemerintah.
Kedudukan Peraturan Menteri yang terletak di bawah Peraturan Pemerintah (dan bukan
di bawah Keputusan Presiden) secara hirarkhis dapat dimengerti, oleh karena Undang-
Undang Dasar Sementara 1950 menganut system parlementer, sehingga Presiden hanya
15

bertindak sebagai Kepala Negara dan tidak mempunyai kewenangan untuk membentuk
keputusan yang bersifat mengatur

2. Hierarki Peraturan Perundang-Undang berdasarka Ketetapkan MPRS no.

XX/MPRS/1966

Dalam Ketetapkan MPRS No. XX/MPRS/1996 tentang Memoran diam DPRGR


mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan
Perundangan Republik Indonesia, tidak disinggung hal-hal mengenai garis- garis besar
tentang kebijakan Hukum Nasional, tetapi Ketetapkan MPR ini menentukan antara lain
mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia, yaitu Pancasila yang dirumuskan
sebagai Sumber dari segala sumber Hukum, dan mengenai Tata Urutan Peraturan
Perundangan Republik Indonesia.

Dalam Ketetapan MPRS tersebut diuraikan lebih lanjut dalam Lampiran I bahwa
perwujudan sumber dari segala sumber Hukum Republik Indonesia adalah:

Peraturan Menteri, Instruksi Menteri dan lain-lainnya, harus dengan tegas berdasar dan
bersumber pada peraturan perundangan yang lebih tinggi. Dengan uraian tersebut dapat
disimpulkan bahwa Ketetapkan MPRS No. XX/MPRS/1996 juga mengakui adanya suatu
system norma hukum yang berlapis-lapis dan berjenjang- jenjang, dimana suatu norma
itu berlaku bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi dan diakui pula adanya
norma tertinggi yang menjadi dasar dan sumber bagi norma- norma di bawahnya seperti
Grundnorm dalam teorinya Hans Kelsen dan Staatsfundamentalnorm dalam teorinya
Hans Nawiasky.

Norma-norma hukum yang termasuk dalam system norma-norma menurut Ketetapan


MPRS No. XX/MPRS/1996 adalah berturut-turut Undang-undang Dasar 1945,
Ketetapkan MPR, Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang,
Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden dn Peraturan-peraturan Pelaksanaan lainnya
seperti Peraturan Menteri, Instruksi Menteri dan lain-lainnya.6
16

3. Hierarki Peraturan Perundang-Undangan berdasarkan Undang-undang No 10

Th. 2004

Setelah selesaianya perubahan keempat undang-undang Dasar 1945 dan di tetapkanya


ketetapan MPR No 1/MPR/ 2003 Tentang peninjauan terhadap Materi dan status Hukum
ketetapan Majelis permusyawarahan Rakyat Terhadap dan

6 Marida …., Ilmu Perundang-undangan (1)…., h. 74 ketetapan Majelis


permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 Sampai dengan tahun 2002,
maka Dewan perwakilan Rakyat mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang tata
cara pembentukan peraturan per- undang-undangan Setelah melalui proses pembahasan,
rancangan undang-undang tersebut kemudian di sahkan dan diundang-undangkan
menjadi undang-undang No. 10 Th. 2004 Tentang pembentukan peraturan perundang-
undangan yang di nyatkan mulai berlaku pada tanggal 1 November 2004.

Dalam undang-undang tersebut dinyatakan pula tentang jenis dan hierarki peraturan
perundang-undangan dalam dalam Pasal 7, yang di rumuskan sebagai berikut:

Pasal 7

(1) Jenis dan Hirarki peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut:

a. Undang-Undang Dasar negara Republic Indonesia Tahun 1945

b. Undang-undang peraturan pengganti undang-undang

c. Peraturan pemerintah

d. Peraturan peresiden

e. Peraturan daerah

(2) Peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi

a. Peraturan daerah Propinsi di buat oleh dewan perwakilan rakyat


daerah propinsi bersama gubernur.
17

b. Peraturan kabupaten/kota di buat oleh dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota


bersama bupati/walikota.

c. Peraturan desa peraturan yang setingkat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya
bersama denga kepala desa atau nama lainya.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembuatan peraturan desa /peraturan
yang setingkat dengan peraturan daerah kabupaten/kota

(4) Jenis peraturan perundang-undangan selain sebagaimana di maksud pada ayat (1)
diakui keberadaanya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang di
pemerintahan oleh peraturan-perundang-undangan yang lebih tinggi

(5) Kekuatan hukum peraturan perundang-undangan adalah sesuai dengan hirarki


sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1).

Dalam penjelas Pasal 7 dinyatakan bahwa ayat (1), ayat ( 2) huruf b dan serta ayat 3
adalah Cukup jelas, sedangkan ayat ayat yang lainya di beri penjelasan sebagai berikut:

Ayat (2) huruf a termasuk dalam jenis peraturan daerah provinsi adalah qonun yang berlaku di
daerah provinsi Nanggro aceh Darussalam dan perdasus serta perdasi yang berlaku di provinsi
papua.

Ayat (4) jenis peraturan perundang-undangan selain dalam ketentuan ini, antaralain, peraturan
yang di keluarkan oleh Majelis permusyawaratan Rakyat dan Dewan perwakilan Daerah,
mahkamah Agung, Mahkamah konstitusi , Badan, lembaga atau komisi yang setingkat yangdi
bentuk oleh undang-undang atau pemerintah atas perintah undang-undang, dewan perwakilan
Rakyat Daerah provinsi Gubernur Dewan perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota bupati
walikota kepala desa atau yang setingkat.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Peraturan perundang-undangan adalah landasan hukum yang mengatur berbagai aspek


kehidupan masyarakat dalam suatu negara. Ini mencakup aturan dan ketentuan yang
mengatur hak, kewajiban, dan tanggung jawab individu, organisasi, dan entitas hukum.
Pemahaman dasar tentang peraturan perundang-undangan merupakan kunci penting
untuk mengenal latar belakang serta pentingnya kewenangan, materi muatan, dan proses
pembentukannya.

Konsep dasar peraturan perundang-undangan, rumusan masalah, dan tujuan dari


pembahasan. Selain itu, juga telah dijelaskan tahapan penyusunan rancangan peraturan
perundang-undangan di tingkat pusat dan daerah, serta pentingnya naskah akademis
dalam bidang hukum dan konstitusi negara. Terakhir, pembahasan mengenai Program
Legislasi Nasional (PROLEGNAS) dan Program Legislasi Daerah (PROLEGDA)
sebagai instrumen perencanaan pembentukan peraturan perundang-undangan di tingkat
nasional dan daerah.

Pemahaman yang mendalam tentang peraturan perundang-undangan, termasuk proses


pembentukan dan materi muatan, adalah esensial dalam menjaga keadilan, ketertiban,
dan perlindungan hak asasi manusia dalam suatu negara. Program legislasi, baik di
tingkat nasional maupun daerah, menjadi alat yang penting dalam mengarahkan
pembangunan hukum yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat dan perkembangan
sosial, ekonomi, dan politik.
19

B. Saran

 Menjelaskan peraturan konstitusi sebagai hukum dasar yang mendasari sistem


hukum. Sehingga konstitusi menetapkan kerangka kerja dasar bagi pembentukan
peraturan lebih lanjut.
 Menjelaskan peran peraturan pelaksanan atau regulasi yang dikeluarkan oleh
badan pemerintah atau eksekutif. Dengan menjelaskan bagaimana peraturan
tersebut merincikan pelaksanaan undang-undang
DAFTAR PUSTAKA

Black, H, 2020, Landasan Hukum, Sifat Hukum Jurnal Hukum, Tanggal 25(3) Hal. 45-62.

Smith, JR, 2019, Proses Legislatif, Memahami Jalur Pembuatan Undang-Undang, Tanggal 15
(2), Hal. 112-130.

Wiliams, AM, 2018, Perbandingan Hukum Konstitusi, Menganalisis Berbagai Pendekatan


Terhadap Desain Konstitusi, Tri Wulan Hukum Internasional, Tanggal 12(4), Hal.305-
324.

Anda mungkin juga menyukai