2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan
karunia- Nya kami dapat menyelesaiakan Makalah berjudul “Kewenangan Pembentukan
Dan Materi Muatan Peraturan Perundang-Undangan, Proses Pembentukan Peraturan
Perundang Undangan” Makalah ini ditujukan agar dapat memberikan manfaat yang
seoptimalnya bagi para pembaca.
Harapan kami, makalah ini dapat menjadi salah satu media yang menarik untuk dibaca dan
mudah dipahami oleh seluruh pembaca. Tentunya ada hal-hal yang ingin kami berikan
kepada pembaca dari hasil makalah ini. Karena itu kami berharap semoga Makalah ini dapat
menjadi sesuatu yang berguna bagi kita bersama.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
menyempurnakan makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi
penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
PEMAKALAH
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ............................................................................. 18
B. Saran ....................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Proses atau tata cara pembentukan undang-undang merupakan suatu tahapan kegiatan
yang dilaksanakan secara berkesinambungan. Proses ini diawali dari terbentuknya suatu
ide atau gagasan tentang perlunya pengaturan terhadap suatu permasalahan yang
kemudian dilanjutkan dengan kegiatan mempersiapkan rancangan undang- undang, baik
oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), maupun oleh
pemerintah. Kemudian pembahasan rancangan undang-undang di Dewan Perwakilan
Rakyat untuk mendapatkan persetujuan bersama dilanjutkan dengan pengesahan diakhiri
dengan pengundangan.
Dengan ditetapkannya Keputusan Presiden No 188 Tahun 1998 tentang tata cara
mempersiapkan rancangan undang-undang yang di tetapkan pada tanggal 28 Oktober
1998, maka proses pembentukan undang-undang dilaksanakan dengan berpedoman pada
Keputusan Presiden tersebut. Sedangkan tata cara mempersiapkan rancangan undang-
undang yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat dan proses pembahasan dari kedua
rancangan undang-undang di Dewan Perwakilan Rakyat dilaksanakan berdasarkan
keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia No 03A/DPR RI/I/2001-2002
tentang Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Pada tanggal 24 Mei 2004 Dewan perwakilan Rakyat telah menyetujui Rancangan
Undan-undang tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan yang kemudian
disahkan sebagai Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang- undangan, sesuai dengan ketentuan Pasal 58 Undang-undang No
10 Th 2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, maka sejak tanggal 1
November 2004 segala sesuatu tentang pembentukan peraturan perundangan terikat oleh
undang-undang tersebut.
2. Dari Dewan perwakilan Rakyat, berdasarkan Pasal 20 ayat (1) UUD 1945
Secara garis besar proses pembentukan undang-undang terdiri dari beberapa tahap tahap
yaitu :
a. Proses persiapan pembentukan undang-undang yang merupakan proses
penyusunan dan perancangan di lingkungan pemerintah , di lingkungan Dewan
perwakilan Rakyat Atau di lingkungan Dewan perwakilan Daerah.
b. Proses pembentukan di Dewan Perwakilan Rakyat
c. Proses pengesahan oleh presiden dan
3
d. Proses pengundangn (oleh Menteri yang tugas dan tanggung jawab di bidang
peraturan perundang-undangan).
e. Pembentukan undang-undang (berdasrkan Undang-undang No 10 tahun 2004)
f. Dalam Pasal 1 angka 1 undang-undang No 10 Th.2004 tentangpembentukan
peraturan perundang-undangan di tetapkan bahwa yang di maksud dengan pembentukan
peraturan perundang- undangan adalah proses pembuatan peraturn perundang-undang
yang pada dasarnya di mulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan
pembahasan, pengesahan pengundangan, dan penyebarluasan .
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
PEMBAHASAN
Perpres adalah peraturan yang dikeluarkan oleh kepala eksekutif, seperti presiden
atau perdana menteri. Perencanaan penyusunan Perpres juga melibatkan program
penyusunan yang ditetapkan oleh pemerintah. Seperti PP, Perpres digunakan untuk
mengatur masalah-masalah pelaksanaan yang lebih spesifik dan detail. Proses
perencanaan ini membantu memastikan bahwa tindakan eksekutif sesuai dengan
undang-undang yang ada.
d. Perencanaan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi:
a. Inisiasi: Proses dimulai dengan inisiasi, di mana badan atau pejabat yang
memiliki kewenangan untuk mengusulkan peraturan perundang-undangan
mengidentifikasi kebutuhan atau masalah hukum yang perlu diatasi. Inisiasi
dapat berasal dari eksekutif (misalnya, presiden atau menteri), legislatif
(anggota parlemen), atau bahkan dari masyarakat sipil melalui petisi atau
advokasi.
b. Perancangan Rancangan Peraturan: Setelah inisiasi, rancangan peraturan
perundang-undangan dirancang. Ini melibatkan proses penelitian, konsultasi
dengan pemangku kepentingan, dan pembuatan draf teks yang mencakup
rincian aturan yang akan diatur.
c. Konsultasi Publik: Dalam banyak kasus, ada tahapan konsultasi publik di
mana rancangan peraturan perundang-undangan disampaikan kepada
masyarakat, organisasi non-pemerintah, dan kelompok kepentingan lainnya.
Komentar dan masukan dari publik dapat dimasukkan ke dalam draf
peraturan.
d. Pengesahan: Rancangan peraturan perundang-undangan kemudian diajukan
kepada badan legislatif (parlemen) untuk mendapatkan persetujuan atau
pengesahan. Proses persetujuan dapat melibatkan perdebatan, revisi, dan
pemungutan suara.
e. Penandatanganan: Setelah diterima dan disetujui oleh badan legislatif,
rancangan peraturan perundang-undangan ditandatangani oleh kepala
eksekutif, seperti presiden. Penandatanganan ini mengubah rancangan
menjadi undang-undang yang sah.
f. Publikasi: Undang-undang yang telah ditandatangani harus dipublikasikan
agar dapat diakses oleh masyarakat umum. Ini mencakup pengumuman di
media resmi atau publikasi di situs web pemerintah.
g. Pelaksanaan dan Penegakan: Setelah publikasi, peraturan perundang-
undangan harus diterapkan dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang
ada. Ini mungkin melibatkan pembentukan pedoman atau regulasi tambahan
untuk menjalankan undang-undang.
8
Tingkat Daerah:
Tahapan penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan di tingkat daerah
serupa dengan tahapan di tingkat pusat, tetapi dengan beberapa perbedaan yang
khusus untuk otonomi daerah:
a. Inisiasi: Inisiasi dapat berasal dari pemerintah daerah, legislatif daerah, atau
bahkan inisiatif masyarakat setempat.
b. Perancangan Rancangan Peraturan: Rancangan peraturan perundang-undangan
daerah dirancang dengan mempertimbangkan kebutuhan dan karakteristik daerah
setempat. Rancangan dapat melibatkan peran besar legislatif daerah.
c. Konsultasi Publik: Pada tingkat daerah, konsultasi publik dapat melibatkan lebih
banyak partisipasi warga setempat dan kelompok masyarakat.
d. Pengesahan: Rancangan peraturan perundang-undangan daerah diajukan kepada
legislatif daerah untuk persetujuan.
e. Penandatanganan: Setelah disetujui oleh legislatif daerah, rancangan peraturan
perundang-undangan daerah ditandatangani oleh kepala pemerintah daerah,
seperti gubernur atau bupati.
f. Publikasi: Undang-undang daerah harus dipublikasikan secara lokal agar dapat
diakses oleh penduduk daerah.
g. Pelaksanaan dan Penegakan: Pelaksanaan dan penegakan undang-undang daerah
adalah tanggung jawab pemerintah daerah. Ini termasuk pembuatan peraturan
pelaksanaan dan pemantauan kepatuhan.
Tahapan-tahapan ini dapat bervariasi sesuai dengan aturan dan peraturan masing-masing
negara dan daerah. Proses pembuatan peraturan perundang-undangan penting untuk
menjaga ketertiban dan keadilan di tingkat pusat maupun daerah.
C. NASKAH AKADEMIS
Naskah Akademis adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil
penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan Undang-
Undang, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, atau Rancangan Peraturan Daerah
9
Naskah akademis dalam bidang hukum dan konstitusi negara adalah dokumen ilmiah
yang berfokus pada studi, analisis, atau penelitian dalam ranah hukum dan sistem
konstitusi suatu negara. Naskah akademis dalam bidang ini sering digunakan untuk
mendiskusikan isu-isu hukum, perkembangan hukum, analisis kasus hukum,
perbandingan konstitusi, dan berbagai topik lain yang berkaitan dengan aspek hukum dan
konstitusi negara. Berikut adalah beberapa contoh naskah akademis dalam bidang hukum
dan konstitusi negara:
a. Artikel Hukum Konstitusi: Artikel ilmiah yang mengkaji konstitusi negara, termasuk
analisis terhadap konstitusi, perkembangan hukum konstitusi, dan pengaruhnya
terhadap sistem politik dan kehidupan masyarakat.
b. Tesis atau Disertasi Hukum: Karya tulis ilmiah yang mencakup penelitian mendalam
tentang topik hukum atau konstitusi tertentu. Contohnya, sebuah tesis hukum
konstitusi dapat membahas perbandingan konstitusi antar negara atau analisis tentang
perlindungan hak asasi manusia dalam konteks hukum konstitusi.
c. Laporan Penelitian Hukum: Dokumen yang merinci hasil penelitian yang dilakukan
dalam bidang hukum dan konstitusi. Laporan penelitian ini mungkin membahas
masalah hukum yang mendesak atau mengkaji implikasi hukum dari kebijakan
pemerintah.
d. Buku Hukum Akademis: Buku yang ditulis oleh pakar hukum yang menggali topik
hukum atau konstitusi dengan detail yang mendalam. Buku seperti ini mungkin
membahas perundang-undangan, yurisprudensi, atau teori hukum tertentu.
e. Pemikiran Konseptual Hukum: Naskah akademis yang membahas konsep-konsep
hukum atau konstitusi yang mendasar. Ini dapat mencakup pemikiran tentang hak
asasi manusia, prinsip-prinsip konstitusi, dan teori hukum.
Naskah akademis dalam bidang hukum dan konstitusi negara memiliki beberapa ciri
khusus, termasuk:
10
a. Kutipan Hukum: Naskah akademis dalam hukum sering mencantumkan kutipan dari
konstitusi, undang-undang, kasus hukum, atau keputusan pengadilan sebagai dasar
penulisan.
b. Analisis Kasus Hukum: Penulisan sering mencakup analisis kasus hukum yang
relevan sebagai ilustrasi atau dukungan untuk argumen yang diajukan.
c. Pemahaman Konstitusi: Naskah akademis dapat berfokus pada pemahaman konstitusi
negara, baik dalam konteks historis maupun kontemporer.
d. Pembahasan Implikasi Hukum: Naskah akademis cenderung mempertimbangkan
implikasi hukum dari suatu isu, kebijakan, atau peristiwa tertentu.
e. Penelitian yang Mendalam: Penelitian yang mendalam dan berbagai referensi literatur
hukum digunakan untuk mendukung argumen dan temuan.
Naskah akademis dalam hukum dan konstitusi negara sangat penting dalam
menyumbangkan pemahaman tentang sistem hukum dan konstitusi serta dalam
membantu pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan yang berdasarkan argumen
yang kuat dan bukti yang solid.
Dalam hal ini, program legislasi nasional adalah daftar rencana pembentukan undang-
undang dan peraturan perundang-undangan lainnya yang disusun berdasarkan metode
parameter tertentu serta dijiwai oleh visi dan misi pembangunan hukum nasional.
Fokus utama dari program legislasi nasional berkaitan dengan salah satu elemen dari
hukum, yaitu materi/substansi hukum atau peraturan perundang-undangan.
Pembangunan hukum pada dasarnya adalah pembangunan sistem hukum. Dalam
kerangka sistem hukum tersebut, terdapat empat unsur atau sub sistem hukum yang
saling terkait satu sama lain, di antaranya:
1. Materi atau substansi hukum
2. Sarana atau kelembagaan hukum
3. Aparatur hukum
4. Budaya atau kesadaran hukum masyarakat
Program pembangunan sistem hukum menjadi penting dan menjadi prioritas utama,
karena perubahan terhadap UUD 1945 memiliki implikasi yang luas dan mendasar
dalam sistem ketatanegaraan yang perlu diikuti dengan perubahan di bidang hukum.
Prolegda disusun oleh pimpinan unit kerja untuk kemudian dikoordinasikan oleh
Bagian Hukum Sekretariat Kabupaten/Kota dan selanjutnya diajukan kepada
Bupati/Walikota untuk ditetapkan. Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah seharusnya mempunyai Prolegda. Harapannya, dengan adanya Prolegda akan
diketahui dengan pasti mau dibawa ke arah mana pembangunan daerah.
Prolegda menjadi penting karena dengan adanya otonomi daerah pemerintah pusat
mempercayakan daerah dalam pembuatan peraturan perundang-undangan. Dengan
demikian sudah mestinya di daerah mempunyai program terarah. Setiap daerah tentu
punya kekhususan, akan membuat penekanan aturan yang menjadi prioritas.
Prolegda ini menjadi penting karena berisi prediksi Perda yang akan dibahas pada
tahun yang bersangkutan. Masyarakat dan para pemerhati kebijakan publik juga bisa
ikut menyumbangkan saran dan mengetahi apa yang menjadi fokus pembahasan
kebijakan setelah mengetahui Prolegda pada tahun yang bersangkutan.
Undang-undang Dasar 1945 pada periode pertama berlaku (antara bulan Agustus 1945
sampai dengan 1949), kemudian pada periode kedua berlaku (5Juli 1959 sampai dengan
19 Oktober 1999), dan periode ketiga berlaku, yaitu sejak Perubahan Pertama UUD 1945
13
pada 19 Oktober 199 sampai saaat ini hanya menetapkan tiga jenis peraturan, yang 44
Saat ini telah diatur dalam Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia No.
08/DPR RI/I/2005-2006 tentang Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat disebut
Undang-undang, peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPU), dan
Peraturan Pemerintah, yang masing-masing dirumuskan dalam Pasal -Pasal sebagai
berikut:
(2) Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan
Presiden untuk mendapat perstujuan bersama.
(5) Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut
disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang- undang
tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan
wajib diundangkan.
(1) Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan
peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang, dan
14
1 th. 1950
Pasal 1
2. Peraturan Pemerintah,
3. Perturan Menteri.
Pasal 2
5 Marida Farida Indrati, Ilmu Perundang-undangan (1) (Jenis, Fungsi dan Materi
Muatan), Jakarta: Kanisus 1996, h. 70 Berdasarkan rumusan dalam Pasal 1 dan Pasal 2
tersebut, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Menteri merupakan salah satu jenis
peraturan perundang-undangan, yang terletak di bawah Peraturan Pemerintah.
Kedudukan Peraturan Menteri yang terletak di bawah Peraturan Pemerintah (dan bukan
di bawah Keputusan Presiden) secara hirarkhis dapat dimengerti, oleh karena Undang-
Undang Dasar Sementara 1950 menganut system parlementer, sehingga Presiden hanya
15
bertindak sebagai Kepala Negara dan tidak mempunyai kewenangan untuk membentuk
keputusan yang bersifat mengatur
XX/MPRS/1966
Dalam Ketetapan MPRS tersebut diuraikan lebih lanjut dalam Lampiran I bahwa
perwujudan sumber dari segala sumber Hukum Republik Indonesia adalah:
Peraturan Menteri, Instruksi Menteri dan lain-lainnya, harus dengan tegas berdasar dan
bersumber pada peraturan perundangan yang lebih tinggi. Dengan uraian tersebut dapat
disimpulkan bahwa Ketetapkan MPRS No. XX/MPRS/1996 juga mengakui adanya suatu
system norma hukum yang berlapis-lapis dan berjenjang- jenjang, dimana suatu norma
itu berlaku bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi dan diakui pula adanya
norma tertinggi yang menjadi dasar dan sumber bagi norma- norma di bawahnya seperti
Grundnorm dalam teorinya Hans Kelsen dan Staatsfundamentalnorm dalam teorinya
Hans Nawiasky.
Th. 2004
Dalam undang-undang tersebut dinyatakan pula tentang jenis dan hierarki peraturan
perundang-undangan dalam dalam Pasal 7, yang di rumuskan sebagai berikut:
Pasal 7
c. Peraturan pemerintah
d. Peraturan peresiden
e. Peraturan daerah
(2) Peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi
c. Peraturan desa peraturan yang setingkat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya
bersama denga kepala desa atau nama lainya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembuatan peraturan desa /peraturan
yang setingkat dengan peraturan daerah kabupaten/kota
(4) Jenis peraturan perundang-undangan selain sebagaimana di maksud pada ayat (1)
diakui keberadaanya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang di
pemerintahan oleh peraturan-perundang-undangan yang lebih tinggi
Dalam penjelas Pasal 7 dinyatakan bahwa ayat (1), ayat ( 2) huruf b dan serta ayat 3
adalah Cukup jelas, sedangkan ayat ayat yang lainya di beri penjelasan sebagai berikut:
Ayat (2) huruf a termasuk dalam jenis peraturan daerah provinsi adalah qonun yang berlaku di
daerah provinsi Nanggro aceh Darussalam dan perdasus serta perdasi yang berlaku di provinsi
papua.
Ayat (4) jenis peraturan perundang-undangan selain dalam ketentuan ini, antaralain, peraturan
yang di keluarkan oleh Majelis permusyawaratan Rakyat dan Dewan perwakilan Daerah,
mahkamah Agung, Mahkamah konstitusi , Badan, lembaga atau komisi yang setingkat yangdi
bentuk oleh undang-undang atau pemerintah atas perintah undang-undang, dewan perwakilan
Rakyat Daerah provinsi Gubernur Dewan perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota bupati
walikota kepala desa atau yang setingkat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Black, H, 2020, Landasan Hukum, Sifat Hukum Jurnal Hukum, Tanggal 25(3) Hal. 45-62.
Smith, JR, 2019, Proses Legislatif, Memahami Jalur Pembuatan Undang-Undang, Tanggal 15
(2), Hal. 112-130.