Anda di halaman 1dari 14

PROSES PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Perundang-undangan

Yang diampu oleh bapak Muchlisin, MH.

Disusun oleh:

Kelompok 6

Faris Alfarizy (21382071024)

Moh Syamsul A. (21382071067)

Faramita (21382072054)

PROGRAM STUDI HUKUM TATANEGARA

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat berupa
kesehatan dan kesempatan serta hidayah-Nya kepada kami sehingga bisa
menyelesaikan makalah ini dengan baik sesuai kemampuan dan kapasitas kami.
Sholawat dan salam tetap tercurah limpahkan kepada sang revolusioner dunia,
Nabi Muhammad SAW. Tidak lupa pula kami ucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang telah memberi dukungan kepada kami, untuk bisa menyelesaikan
makalah yang berjudul “Proses Pembentukan Peraturan Daerah”. Untuk itu kami
mengharapkan semoga makalah ini dapat diterima oleh dosen pengampu mata
kuliah Ilmu perundang-undangan yaitu bapak Muchlisin, MH.

Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini jauh dari kata sempurna,
apalagi kami sebagai penyusun masih dangkal akan wawasan keilmuwan, untuk
itu kami mengharapkan saran dan kritik agar makalah ini mendekati sempurna.
Kami sadar kesempurnaan hanya milik Nya.

Akhir kata, semoga makalah yang kami susun ini berguna bagi kita semua.

Aamiin Ya Rabbal Alamin…

Pamekasan, 28 April 2023

penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................i

DAFTAR ISI .......................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................1

A. Latar Belakang ..........................................................................................1


B. Rumusan Masalah ....................................................................................1
C. Tujuan .......................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................2

A. Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Tingkat Daerah................2


B. Tahap Perencanaan....................................................................................5
C. Tahap Penyusunan ....................................................................................6
D. Tahap Pembahasan ...................................................................................7
E. Tahap Penetapan atau Pengesahan ...........................................................9
F. Tahap Pengundangan.................................................................................9

BAB III PENUTUP ............................................................................................12

A. Kesimpulan ...............................................................................................12
B. Saran .........................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Pembentukan peraturan daerah (perda) merupakan wujud
kewenangan yang diberikan kepada pemerintahan daerah dalam rangka
penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung
kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi. Peraturan Daerah menjadi salah
satu alat dalam melakukan transformasi sosial dan demokrasi sebagai
perwujudan masyarakat daerah yang mampu menjawab perubahan yang
cepat dan tantangan pada era otonomi dan globalisasi saat ini serta
terciptanya good local governance sebagai bagian dari pembangunan yang
berkesinambungan di daerah . Atas dasar itu pembentukan peraturan
daerah harus dilakukan secara taat asas. Agar pembentukan perda lebih
terarah dan terkoordinasi, secara formal telah ditetapkan serangkaian
proses yang harus dilalui yang meliputi proses perencanaan, proses
penyusunan, proses pembahasan, proses penetapan dan pengundangan.

2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Tingkat Daerah
2. Bagaimana Tahap Persiapan Perancangan, Tahap Pembahasan atau
Pembicaraan di DPRD, Tahap Penetapan atau Pengesahan, Tahap
Pengundangan Tahap Persiapan Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan Tingkat Daerah.
3. Tujuan
1. Untuk mengetahui Proses Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan Tingkat Daerah
2. Untuk mengetahui Tahap Persiapan Perancangan, Tahap Pembahasan
atau Pembicaraan di DPRD, Tahap Penetapan atau Pengesahan, Tahap
Pengundangan Tahap Persiapan Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan Tingkat Daerah

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Tingkat Daerah

Peraturan daerah adalah peraturan perundang-undangan yang


dibentuk oleh daerah yang terdiri dari provinsi dan kabupaten/kota.
Peraturan daerah dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
dengan persetujuan bersama kepala daerah. Untuk peraturan daerah
provinsi, dibentuk oleh DPRD provinsi dengan persetujuan bersama
gubernur. Sedangkan, peraturan daerah kabupaten atau kota dibuat oleh
DPRD kabupaten/kota dengan persetujuan bersama bupati/walikota.
Pembentukan peraturan daerah sebagaimana disebutkan dalam
Pasal 1 angka 1 UndangUndang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan
Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan,
pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan. Dalam
pembentukan peraturan daerah, ada beberapa tahapan yang harus dilalui
yaitu: (1) tahapan perencanaan; (2) tahapan penyusunan; (3) tahapan
pembahasan; (4) tahapan pengesahan atau penetapan, (5) tahapan
pengundangan, dan (6) tahapan penyebarluasan.
Sebelum penyusunan peraturan daerah (perda), dilakukan proses
perencanaan penyusunan perda dalam suatu Program Legislasi Daerah
(Prolegda). Dalam Pasal 1 angka 10 UU Nomor 12 Tahun 2011,
disebutkan bahwa pengertian prolegda adalah instrumen perencanaan
program pembentukan undang-undang yang disusun secara terencana,
terpadu, dan sistematis.
Selanjutnya pada Pasal 239 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa perencanaan penyusunan
perda dilakukan dalam program pembentukan perda(Propemperda). Ada 2
(dua) istilah dalam penyebutan perencanaan penyusunan perda, yaitu
Prolegda (sesuai dengan UU Nomor 11 Tahun 2011) dan Propemperda

2
(sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2014). Walaupun istilahnya berbeda
tetapi memiliki pengertian yang sama. Adapun proses penyusunan
Propemperda sebagaimana diatur dalam Pasal 239 UU Nomor 23
Tahun 2014, adalah:
1) Perencanaan penyusunan perda dilakukan dalam program
pembentukan Perda.
2) Program pembentukan perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disusun oleh DPRD dan kepala daerah untuk jangka waktu 1 (satu)
tahun berdasarkan skala prioritas pembentukan rancangan perda.
3) Program pembentukan perda sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan dengan keputusan DPRD.
4) Penyusunan dan penetapan program pembentukan Perda dilakukan
setiap tahun sebelum penetapan rancangan perda tentang APBD.
5) Dalam program pembentukan perda dapat dimuat daftar kumulatif
terbuka yang terdiri atas:
(a) akibat putusan Mahkamah Agung; dan
(b) APBD.
1) Selain daftar kumulatif terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (5),
dalam program pembentukan perda Kabupaten/Kota dapat memuat
daftar kumulatif terbuka mengenai:
(a) penataan Kecamatan; dan
(b) penataan Desa.
2) Dalam keadaan tertentu, DPRD atau kepala daerah dapat mengajukan
rancangan perda di luar program pembentukan Perda karena alasan:
a) mengatasi keadaan luar biasa, keadaaan konflik, atau bencana
alam;
b) menindaklanjuti kerja sama dengan pihak lain;
c) mengatasi keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya
urgensi atas suatu rancangan Perda yang dapat disetujui
bersama oleh alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani
bidang pembentukan Perda dan unit yang menangani bidang
hukum pada Pemerintah Daerah;

3
d) akibat pembatalan oleh Menteri untuk Perda Provinsi dan oleh
gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk Perda
Kabupaten/Kota; dan
e) perintah dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi setelah program pembentukan Perda ditetapkan.
Selanjutnya pada Pasal 32 sampai dengan Pasal 41 UU Nomor 12
Tahun 2011 mengenai Program Legislasi Daerah merupakan landasan
yuridis terkait mekanisme koordinasi yang baik antara instansi di
lingkungan pemerintah daerah dalam penyusunan peraturan daerah,
maupun antara pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD). Khusus di lingkungan DPRD Kabupaten/Kota, kedudukan alat
kelengkapan dewan, yaitu Badan Pembentukan Peraturan Daerah
(Bapemperda) sangat penting, karena badan ini yang diharapkan dapat
menampung aspirasi, baik yang berasal dari komisi-komisi, fraksi-fraksi ,
maupun dari masyarakat yang berkaitan dengan masalah perda.
Prolegda/Propempemperda memiliki beberapa fungsi, yaitu:
(Wahiduddin Adams, 2006)
a. Memberikan gambaran objektif tentang kondisi umum mengenai
permasalahan pembentukan peraturan daerah;
b. Menetapkan skala prioritas penyusunan rancangan peraturan
daerah untuk jangka panjang, menengah, atau jangka pendek
sebagai pedoman bersama dalam pembentukan peraturan daerah;
c. Menyelenggarakan sinergi bersama antar lembaga yang berwenang
membentuk peraturan daerah;
d. Mempercepat proses pembentukan peraturan daerah dengan
memfokuskan kegiatan penyusunan rancanga peraturan daerah
menurut skala prioritas yang ditetapkan; dan
e. Menjadi sarana pengendali kegiatan pembentukan peraturan
daerah.

Pada Bab III, Pasal 10 s/d Pasal 18 Peraturan Menteri dalam


Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum

4
Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 120 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum
Daerah mengatur tentang mekanisme penyusunan propemperda. Proses
penyusunan propemperda kabupaten/kota dilakukan dalam 3 (tiga)
tahapan, yaitu penyusunan propemperda di lingkungan Pemerintah
Kabupaten/Kota, penyusunan propemperda di lingkungan DPRD
Kabupaten/Kota, dan Penyusunan Propemperda Kabupaten/Kota.
Penyusunan propemperda di lingkungan Pemerintah
Kabupaten/Kota dikoordinasikan oleh perangkat daerah yang membidangi
hukum dan dapat mengikutsertakan instansi vertikal terkait, yaitu instansi
vertikal dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang hukum; dan/atau instansi vertikal terkait sesuai dengan
kewenangan, materi muatan; atau Kebutuhan. Selanjutnya hasil
penyusunan Propemperda diajukan oleh perangkat daerah yang
membidangi hukum Kabupaten/Kota kepada Bupati/Walikota melalui
sekretaris daerah. Bupati/Walikota kemudian menyampaikan hasil
penyusunan Propemperda di lingkungan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota kepada Bapemperda melalui Pimpinan DPRD
Kabupaten/Kota.1
B. Tahap Perencanaan

Perencanaan penyusunan peraturan daerah provinsi dilakukan


dalam Program Legislasi Daerah (“prolegda”) provinsi. Prolegda provinsi
memuat program pembentukan peraturan daerah provinsi dengan judul
rancangan peraturan daerah provinsi, materi yang diatur, dan
keterkaitannya dengan peraturan perundang-undangan lainnya.

Materi yang diatur merupakan keterangan mengenai konsepsi


rancangan peraturan daerah provinsi yang meliputi:

a) latar belakang dan tujuan penyusunan;


b) sasaran yang ingin diwujudkan;
1
Siti Nurhidayati, Proses Pembentukan Peraturan Daerah, Kasubag Pembentukan Produk
Hukum, 1.

5
c) pokok pikiran, lingkup, atau objek yang akan diatur; dan
d) jangkauan dan arah pengaturan.

Hasil penyusunan prolegda provinsi antara DPRD provinsi dan pemerintah


daerah provinsi disepakati menjadi prolegda provinsi dan ditetapkan dalam
rapat paripurna DPRD provinsi. Prolegda provinsi ditetapkan dengan
Keputusan DPRD Provinsi.

Selain melalui prolegda, rancangan peraturan daerah juga dapat


direncanakan penyusunannya dengan:

a. dimuat dalam daftar kumulatif terbuka yang terdiri atas akibat putusan
Mahkamah Agung, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi
dan perda provinsi yang dibatalkan, diklarifikasi, atau atas perintah
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
b. perencanaan penyusunan di luar prolegda, di mana pemrakarsa dapat
mengajukan rancangan perda provinsi di luar prolegda provinsi
berdasarkan izin prakarsa dari gubernur dengan syarat dalam keadaan
tertentu seperti untuk mengatasi kejadian luar biasa seperti konflik atau
bencana alam, akibat kerja sama dengan pihak lain dan keadaan tertentu
lain yang urgen untuk membentuk perda dengan persetujuan bersama
Balegda dan biro hukum.
C. Tahap Penyusunan
Rancangan perda provinsi dapat berasal dari DPRD provinsi atau
gubernur. Selain itu, rancangan perda provinsi dapat diajukan oleh
anggota, komisi, gabungan komisi, atau alat kelengkapan DPRD provinsi
yang khusus menangani bidang legislasi.
Rancangan perda provinsi disertai dengan penjelasan atau
keterangan dan/atau naskah akademik.
Tahap penyusunan rancangan perda provinsi adalah sebagai
berikut:

6
a. Penyusunan penjelasan atau keterangan dan/atau naskah akademik yang
memuat paling sedikit pokok pikiran dan materi muatan yang akan diatur
di dalam perda provinsi yang disiapkan oleh pemrakarsa.
b. Biro hukum pemerintah daerah provinsi melakukan penyelarasan naskah
akademik yang diterima satuan kerja perangkat daerah provinsi yang
dilaksanakan dalam rapat penyelarasan dengan melibatkan pemangku
kepentingan.
c. Gubernur memerintahkan pemrakarsa untuk menyusun rancangan perda
provinsi berdasarkan prolegda provinsi dengan membentuk tim penyusun
yang terdiri dari gubernur, sekda, pemrakarsa, biro hukum, satuan kerja
perangkat daerah terkait dan perancang peraturan perundang-undangan.
d. Dalam penyusunan rancangan perda provinsi, tim penyusun dapat
mengundang peneliti dan/atau tenaga ahli dari perguruan tinggi atau
organisasi kemasyarakatan sesuai kebutuhan.
e. Rancangan perda provinsi yang telah disusun diberi paraf koordinasi oleh
tim penyusun dan pemrakarsa.
f. Pengharmonisasaian, pembulatan dan pemantapan konsepsi yang
dikoordinasikan oleh kepala biro hukum dan dapat melibatkan instansi
vertikal dari kementerian bidang hukum.
g. Rancangan perda dibubuhi paraf persetujuan dari pemrakarsa dan
pimpinan satuan kerja perangkat daerah provinsi dan disampaikan sekda
kepada gubernur.
D. Tahap Pembahasan

Pembahasan rancangan peraturan daerah provinsi dilakukan oleh


DPRD provinsi bersama gubernur. Pembahasan bersama dilakukan
melalui tingkat-tingkat pembicaraan. Tingkat-tingkat pembicaraan
dilakukan dalam rapat komisi/panitia/badan/alat kelengkapan DPRD
provinsi yang khusus menangani bidang legislasi dan rapat paripurna.

Secara lebih rinci, berikut tahapan pembahasan rancangan


peraturan daerah provinsi:

7
a. Rancangan perda provinsi yang berasal dari gubernur disampaikan
dengan surat pengantar kepada pimpinan DPRD Provinsi yang
memuat latar belakang, tujuan penyusunan, sasaran dan materi
pokok yang diatur yang menggambarkan substansi rancangan
perda.
b. Rancangan perda provinsi dari DPRD provinsi disampaikan
dengan surat pengantar pimpinan DPRD provinsi kepada gubernur
untuk dilakukan pembahasan yang memuat latar belakang, tujuaN
penyusunan, sasaran dan materi pokok yang diatur serta
menggambarkan substansi rancangan perda.
c. Pembicaraan tingkat I yang meliputi
Rancangan Perda Provinsi dari Gubernur
a) Penjelasan gubernur dalam rapat paripurna mengenai
rancangan perda
b) Pemandangan umum fraksi terhadap rancangan perda
c) Tanggapan dan/atau jawaban gubernur terhadap
pemandangan umum
Rancangan Perda Provinsi dari DPRD Provinsi
a) Penjelasan pimpinan komisi, pimpinan gabungan
komisi, pimpinan Balegda, atau pimpinan panitia
khusus dalam rapat paripurna mengenai rancangan
perda
b) Pendapat gubernur terhadap rancangan perda
c) Tanggapan dan/atau jawaban fraksi terhadap pendapat
gubernur
d. Pembicaraan tingkat II terdiri dari keputusan rapat paripurna yang
didahului dengan laporan pimpinan komisi/gabungan
komisi/panitia khusus yang berisi pendapat fraksi serta hasil
pembahasan dan permintaan persetujuan dari anggota secara lisan
oleh pimpinan rapat paripurna dan diakhiri dengan pendapat akhir
gubernur.

8
Jika dalam pembicaraan tingkat II rancangan perda provinsi tidak
dapat dicapai persetujuan melalui musyawarah, maka keputusan
didasarkan pada suara terbanyak.
Adapun jika rancangan perda provinsi tidak mendapat persetujuan
bersama antara DPRD provinsi dan gubernur, maka rancangan
perda tersebut tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPRD
Provinsi pada masa sidang itu.

E. Penetapan/Pengesahan
Rancangan perda provinsi yang telah disetujui bersama oleh DPRD
provinsi dan gubernur disampaikan oleh pimpinan DPRD provinsi kepada
gubernur untuk ditetapkan menjadi peraturan daerah provinsi.
Penyampaian rancangan perda provinsi dilakukan dalam jangka waktu
paling lama 7 hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.
Rancangan perda provinsi ditetapkan oleh gubernur dengan
membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lama 30 hari sejak
rancangan perda provinsi disetujui bersama oleh DPRD provinsi dan
gubernur.
Dalam hal rancangan perda provinsi tidak ditandatangani oleh
gubernur dalam waktu paling lama 30 hari sejak rancangan perda provinsi
tersebut disetujui bersama, rancangan perda provinsi tersebut sah menjadi
peraturan daerah provinsi dan wajib diundangkan.
Naskah yang telah ditandatangani gubernur dibubuhi nomor dan
tahun oleh sekda provinsi. Adapun jika lebih dari 30 hari naskah tidak
ditandatangani gubernur maka ditulis kalimat pengesahan oleh sekda
provinsi yang berbunyi “Peraturan Daerah ini dinyatakan sah” di halaman
terakhir naskah perda, yang kemudian dibubuhi nomor dan tahun oleh
sekda provinsi.
F. Tahap Pengundangan
Peraturan daerah provinsi diundangkan dalam Lembaran Daerah
oleh sekda. Adapun penjelasan perda provinsi diundangkan dalam
Tambahan Lembaran Daerah. Peraturan perundang-undangan mulai

9
berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan,
kecuali ditentukan lain di dalam peraturan perundang-undangan yang
bersangkutan.2

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Peraturan daerah adalah peraturan perundang-undangan yang
dibentuk oleh daerah yang terdiri dari provinsi dan kabupaten/kota.
Peraturan daerah dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
dengan persetujuan bersama kepala daerah. Untuk peraturan daerah
provinsi, dibentuk oleh DPRD provinsi dengan persetujuan bersama
gubernur. Sedangkan, peraturan daerah kabupaten atau kota dibuat oleh
DPRD kabupaten/kota dengan persetujuan bersama bupati/walikota.
Secara umum, mekanisme penyusunan peraturan daerah (“perda”)
terbagi menjadi 5 tahap, yaitu perencanaan, penyusunan, pembahasan,
penetapan/pengesahan dan pengundangan.

B. Saran
Demikianlah penulisan makalah ini dibuat, kami menyadari tentu
masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan baik dari penulisan serta
penyajian dalam makalah ini. Oleh sebab itu, kami mengharapkan kritik
dan saran dari Dosen pembina serta teman-teman guna kesempurnaan
makalah yang akan datang.

2
Nafiatul Munawaroh, Lima Tahap Proses Pembentukan Peraturan Daerah, Hukum Online.com,
Juli, 2022.

10
DAFTAR PUSTAKA

Sihombing, Eka. Penyusunan Program Pembentukan Peraturan Daerah.


Kantor Wilayah Sumatera Utara. Desember, 2015.

Munawaroh, Nafiatul. Lima Tahap Proses Pembentukan Peraturan


Daerah. Hukum Online.com. Juli, 2022.

Nurhidayati, Siti. Proses Pembentukan Peraturan Daerah. Kasubag


Pembentukan Produk Hukum.

11

Anda mungkin juga menyukai