Anda di halaman 1dari 58

PEDOMAN

PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH


DI BIDANG PENATAAN RUANG
NOMOR M.HH-02.PP.04.02 TAHUN 2021

DIREKTORAT FASILITASI PERANCANGAN PERATURAN DAERAH DAN


PEMBINAAN PERANCANG PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
DIREKTORAT JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
B. Maksud dan Tujuan ................................................................................................ 5
C. Dasar Hukum ......................................................................................................... 5
D. Ruang Lingkup ....................................................................................................... 7
E. Pengertian .............................................................................................................. 7
BAB II PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DI BIDANG PENATAAN RUANG ........... 10
A. Gambaran Umum ................................................................................................. 10
B. Proses Pembentukan Peraturan Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 ................................ 10
1. Perencanaan ..................................................................................................... 11
2. Penyusunan...................................................................................................... 12
3. Pembahasan ..................................................................................................... 16
4. Penetapan......................................................................................................... 18
5. Evaluasi ........................................................................................................... 19
6. Pengundangan .................................................................................................. 23
C. Proses Pembentukan Peraturan Daerah di bidang Penataan Ruang Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan
Pelaksanaannya .................................................................................................... 24
1. Umum .............................................................................................................. 24
2. Permasalahan dalam Penataan Ruang ............................................................... 41
3. Proses penyusunan Peraturan Daerah di Bidang Penataan Ruang ..................... 43
4. Persetujuan Substansi Peraturan Daerah di Bidang Penataan Ruang................. 49
5. Evaluasi Peraturan Daerah di Bidang Penataan Ruang ...................................... 51
6. Prosedur Penetapan Peraturan Daerah di Bidang Penataan Ruang .................... 54
BAB III PENUTUP ...................................................................................................... 56

i
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA

PEDOMAN
PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DI BIDANG PENATAAN RUANG
NOMOR M.HH-02.PP.04.02 TAHUN 2021

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan ketentuan Pasal 18 ayat (2) dan ayat (5) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan
bahwa “Pemerintahan Daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus
sendiri Urusan Pemerintahan menurut Asas Otonomi dan Tugas
Pembantuan dan diberikan otonomi yang seluas-luasnya”, dimaknai
bahwa Pemerintah Daerah diberikan otonomi seluas-luasnya untuk
mengurus dan mengatur sendiri pemerintahannya, namun
pelaksanaannya tetap mendasarkan pada prinsip negara kesatuan yang
berdaulat pada pemerintahan negara atau pemerintahan nasional dan
tidak pada kedaulatan daerah. Pemberian otonomi tersebut diarahkan
untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat.
Dengan adanya otonomi daerah dalam lingkungan global, Pemerintah
Daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan
memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan
dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kebijakan yang dibuat oleh
daerah harus sejalan dan merupakan bagian integral dari kebijakan
nasional. Pembeda antara Daerah dan Pusat terletak pada bagaimana

1
memanfaatkan kearifan, potensi, inovasi, daya saing, dan kreativitas
daerah untuk mencapai tujuan nasional di tingkat lokal yang pada
gilirannya akan mendukung pencapaian tujuan nasional secara
keseluruhan.
Dalam mengatur urusan pemerintahannya, Pemerintah Daerah
diberikan kewenangan untuk menetapkan Peraturan Daerahnya sendiri
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dijabarkan dalam Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah beserta
perubahannya (yang selanjutnya disebut Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014). Selanjutnya kewenangan Pemerintahan Daerah yang
mengatur urusan pemerintahan wajib berdasarkan ketentuan Pasal 12
ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 menyatakan
bahwa salah satu urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan
pelayanan dasar yaitu pekerjaan umum dan penataan ruang. Selain
Pasal tersebut, Lampiran huruf C Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 juga mengatur mengenai mengenai Pembagian Urusan
Pemerintahan Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang.
Dalam penetapan peraturan daerah urusan pemerintahan wajib
mengenai pekerjaan umum dan penataan ruang, Pemerintah Daerah
tetap mendapatkan pengawasan dan pembinaan dari Pemerintah Pusat
sebagai bagian dari Pemerintahan Nasional. Dalam rangka pengawasan
dan pembinaan oleh Pemerintah Pusat, salah satu bentuk
pelaksanaannya yaitu dengan adanya pembatalan sebanyak 3.134 (tiga
ribu seratus tiga puluh empat) buah Peraturan Daerah oleh Presiden
bersama dengan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang dalam negeri pada tahun 2016. Pembatalan Peraturan Daerah
dimaksudkan sebagai pertimbangan banyaknya Peraturan Daerah yang
dianggap telah menghambat proses perizinan dan investasi, kemudahan
berusaha, dan Peraturan Daerah bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi serta ketertiban umum.

2
Berdasarkan pertimbangan pembatalan Peraturan Daerah
tersebut, salah satu unsur pembatalan dilaksanakan disebabkan
Peraturan Daerah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi. Dengan demikian menjadi catatan penting bagi
pembentuk peraturan perundang-undangan dalam menyusun Peraturan
Daerah perlu memperhatikan norma, kaidah, dan metode yang telah
ditetapkan dalam penyusunan Peraturan Daerah. Salah satu unsur
yang perlu diperhatikan dalam menyusun Peraturan Daerah yaitu
dengan memperhatikan materi muatan dari peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi, yakni:
a. amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang memberikan kewenangan atribusi kepada Pemerintah
Daerah untuk menetapkan Peraturan Daerah,
b. materi muatan dari Undang-Undang yang materinya memberikan
delegasi atau atribusi kewenangan kepada Pemerintah Daerah,
c. materi muatan Peraturan Pemerintah yang memberikan cara atau
pelaksanaan dari materi muatan Undang-Undang untuk diatur dalam
dalam Peraturan Daerah, dan
d. materi muatan Peraturan Presiden (apabila ada) (vide Pasal 10
sampai dengan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan).
Hal ini juga sesuai dengan asas hukum lex superiori derogat legi inferiori,
yang artinya apabila terdapat perbedaan pengaturan maka ketentuan
peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih tinggi
mengesampingkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
tingkatannya lebih rendah sebagaimana ditentukan dalam Pasal 7
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan beserta perubahannya (yang selanjutnya disebut
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011).
Dengan demikian, Peraturan Daerah menjadi tidak berlaku ketika
bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Selain itu, yang perlu
juga menjadi catatan penting oleh pembentuk Peraturan Daerah yaitu
kurang diperhatikannya teknik dan proses penyusunan Peraturan

3
Daerah yang baik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011.
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang selanjutnya
disebut Kumham yang berwenang dalam urusan pemerintahan negara
bidang hukum dan hak asasi manusia menyelenggarakan fungsi
perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang peraturan
perundang-undangan yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal
Peraturan Perundang-undangan Kumham. Direktorat Jenderal
Peraturan Perundang-undangan melaksanakan perumusan dan
koordinasi kebijakan fasilitasi perancangan Peraturan Daerah sebagai
salah satu kegiatan pada Direktorat Fasilitasi Perancangan Peraturan
Daerah dan Pembinaan Perancang Peraturan Perundang-undangan dan
dilaksanakan guna memberikan fasilitasi bagi Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai perpanjangan
Kumham.
Bentuk fasilitasi perancangan Peraturan Daerah tersebut salah
satunya dengan menyusun Pedoman Kebijakan Teknis Bidang Fasilitasi
Perancangan Peraturan Daerah. Penyusunan Pedoman Kebijakan Teknis
Bidang Fasilitasi Perancangan Peraturan Daerah pada tahun anggaran
2020 dilaksanakan dengan menyusun pedoman pembentukan Peraturan
Daerah di bidang penataan ruang sesuai dengan kewenangan konkuren
pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014.
Adapun pemilihan bidang tersebut dilatarbelakangi dengan
meningkatnya permasalahan yang timbul, misalnya:
a. adanya peraturan daerah yang bertentangan dengan peraturan di
atasnya;
b. belum memperhatikan materi muatan;
c. belum mengindahkan tahapan pembentukan peraturan perundang-
undangan; dan
d. belum memperhatikan teknik penyusunannya sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011`.

4
Oleh karena itu, Kumham melalui Direktorat Jenderal Peraturan
Perundang-undangan memandang perlu untuk menyusun “Pedoman
Pembentukan Peraturan Daerah di Bidang Penataan Ruang” sebagai
pelaksanaan tugas dan fungsi bidang perumusan kebijakan teknis
dalam memfasilitasi kegiatan perancangan Peraturan Daerah.

B. Maksud dan Tujuan


Pedoman Pembentukan Peraturan Daerah di Bidang Penataan
Ruang dimaksudkan sebagai panduan bagi Pejabat Pimpinan Tinggi,
Pejabat Administrator, Pejabat Pengawas, dan Pejabat Fungsional
Perancang Peraturan Perundang-Undangan di lingkungan Kumham
dalam melaksanakan kegiatan fasilitasi pembentukan produk hukum
daerah agar produk hukum di daerah terutama dalam menyusun
peraturan daerah khususnya di bidang penataan ruang yang dihasilkan
dapat sesuai dengan teknik pembentukan peraturan perundang-
undangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 beserta
dengan pedoman teknis di bidang penataan ruang lainnya.
Pedoman Pembentukan Peraturan Daerah di Bidang Penataan
Ruang ditetapkan dengan tujuan:
1. memberikan gambaran umum pelaksanaan penyusunan Peraturan
Perundang-undangan khususnya Peraturan Daerah di Bidang
Penataan Ruang; dan
2. memberikan panduan bagi Pejabat Pimpinan Tinggi, Pejabat
Administrator, Pejabat Pengawas, dan Pejabat Fungsional Perancang
Peraturan Perundang-Undangan di lingkungan Kumham dalam
penyusunan Peraturan Daerah di bidang penataan ruang.

C. Dasar Hukum
Dasar hukum penyusunan Pedoman Pembentukan Peraturan Daerah di
Bidang Penataan Ruang yaitu:
1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011;
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014;

5
4. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang;
6. Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2015 tentang Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia;
7. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pedoman
Rencanan Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten, dan Kota;
8. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 37 Tahun 2016 tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi dan
Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten;
9. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2017 tentang Pedoman
Pemberian Persetujuan Substansi Dalam Rangka Penetapan
Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Provinsi dan
Rencana Tata Ruang Kabupaten/Kota;
10. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 2017 tentang Pedoman
Pemantauan dan Evaluasi Pemanfaatan Ruang;
11. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi
Kabupaten/Kota.
12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2016 tentang
Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata
Ruang Daerah;
13. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor 29 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 24

6
Tahun 2018 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 29 Tahun 2015 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia; dan
14. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 15 Tahun
2016 tentang Tata Naskah Dinas di Lingkungan Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia.

D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Pedoman Pembentukan Peraturan Daerah di
Bidang Penataan Ruang mencakup kegiatan pembentukan Peraturan
Daerah bidang penataan ruang di lingkungan Kumham baik pusat
maupun Kantor Wilayah Kumham.

E. Pengertian
Beberapa penggunaan kata atau istilah yang digunakan dalam Pedoman
Pembentukan Peraturan Daerah di Bidang Penataan Ruang antara lain
yaitu:
1. Pedoman adalah naskah dinas yang memuat acuan yang bersifat
umum di lingkungan Instansi Pemerintah yang perlu dijabarkan
kedalam bentuk petunjuk operasional/teknis dan penerapannya
disesuaikan dengan karakteristik Instansi/organisasi yang
bersangkutan.
2. Pembentukan peraturan perundang-undangan adalah pembuatan
peraturan perundang-undangan yang mencakup tahapan
perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, atau
penetapan, dan pengundangan.
3. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata
ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
4. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan
struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan
penetapan rencana tata ruang.

7
5. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur
ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui
penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
6. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi
pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan
ruang.
7. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan
tertib tata ruang.
8. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang selanjutnya disingkat
RTRW Nasional adalah arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan
ruang wilayah negara yang dijadikan acuan untuk perencanaan
jangka panjang. Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional adalah 20 (dua puluh) tahun, ditinjau kembali satu kali
dalam lima tahun.
9. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi yang selanjutnya disingkat
RTRW Provinsi adalah rencana tata ruang yang bersifat umum dari
wilayah provinsi. yang mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional, Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan dan Rencana Tata
Ruang Kawasan Strategis Nasional.
10. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota yang selanjutnya
disingkat RTRW Kabupaten/Kota adalah rencana tata ruang yang
bersifat umum dari wilayah kabupaten/kota, yang mengacu pada
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang
Pulau/Kepulauan, Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis
Nasional, RTRW Provinsi dan Rencana Tata Ruang Kawasan
Strategis Provinsi.
11. Kawasan Strategis Nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara
nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan
negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk
wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.

8
12. Kawasan Strategis Provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam
lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau
lingkungan.
13. Kawasan Strategis Kabupaten/Kota adalah wilayah yang penataan
ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat
penting dalam lingkup kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial,
budaya, dan/atau lingkungan.
14. Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota adalah ketentuan yang mengatur
tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan
pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan
yang penetapan zonanya dalam rencana detail tata ruang.

9
BAB II
PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DI BIDANG PENATAAN RUANG

A. Gambaran Umum
Sebagai bagian dari jenis dan hierarki peraturan perundang-
undangan, materi muatan Peraturan Daerah tidak boleh bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi sebagaimana
yang tercantum dalam ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011. Selain itu, dalam membentuk Peraturan Daerah
juga tunduk pada jenis peraturan perundang-undangan sebagaimana
disebutkan dalam dasar hukum di atas.
Peraturan Daerah merupakan peraturan pelaksanaan dari
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Di dalam penjelasan
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 menyatakan bahwa Peraturan
Daerah berfungsi sebagai instrumen kebijakan dalam menyelenggarakan
Pemerintahan Daerah berdasarkan asas otonomi daerah dan tugas
pembantuan. Oleh karena itu, mengingat Peraturan Daerah bidang
penataan ruang sebagai prioritas penyelenggaraan pemerintahan daerah,
Peraturan Daerah ini perlu dilakukan pengaturan, pembinaan,
pelaksanaan, dan pengawasan agar sesuai dengan manfaat dan potensi
dari masing-masing wilayah.

B. Proses Pembentukan Peraturan Daerah Berdasarkan Undang-Undang


Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
15 Tahun 2019
Proses pembentukan Peraturan Daerah bidang penataan ruang
dilaksanakan tidak berbeda jauh dengan proses pembentukan Peraturan
Daerah lainnya yang dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2011 yang meliputi kegiatan:
1. Perencanaan;
2. Penyusunan;
3. Pembahasan;

10
4. Penetapan; dan
5. Pengundangan.
Penjelasan tahapan pembentukan Peraturan Daerah dengan
berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 dilaksanakan
proses sebagai berikut:
1. Perencanaan
Tahap perencanaan Rancangan Peraturan Daerah
Provinsi/Kabupaten/Kota dilakukan dengan terlebih dahulu
menyusun Program Pembentukan Peraturan Daerah
Provinsi/Kabupaten/Kota yang memuat program Pembentukan
Program Daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota dengan judul
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota, materi
yang diatur dan keterkaitannya dengan Peraturan Perundang-
undangan lainnya. Untuk materi muatan yang diatur dan
keterkaitannya dengan peraturan perundang-undangan lainnya
dalam suatu Program Pembentukan Peraturan Daerah merupakan
keterangan mengenai konsepsi Rancangan Peraturan Daerah
Provinsi/kabupaten/kota yang meliputi:
− latar belakang dan tujuan penyusunan;
− sasaran yang ingin diwujudkan;
− pokok pikiran, lingkup, atau objek yang akan diatur, dan
− jangkauan dan arah pengaturan.
Materi muatan tersebut telah melalui pengkajian dan
penyelarasan yang dituangkan dalam Naskah Akademik. Pengkajian
dan penyelarasan dimaksudkan untuk mengetahui keterkaitan materi
yang akan diatur dalam Rancangan Peraturan Daerah dengan
peraturan perundang-undangan lainnya baik vertikal maupun
horizontal sehingga dapat mencegah tumpang tindih pengaturan atau
kewenangan.
Program Pembentukan Peraturan Daerah Provinsi atau
Kabupaten/Kota disusun oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(yang selanjutnya disingkat DPRD) Provinsi atau Kabupaten/Kota dan
Kepala Daerah untuk jangka waktu 1 (satu) tahun berdasarkan skala

11
prioritas penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang
ditetapkan sebelum penetapan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi
atau kabupaten/kota tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota.
Selanjutnya dalam proses penyusunan Program Pembentukan
Peraturan Daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota antara DPRD
Provinsi atau Kabupaten/Kota dan Kepala Daerah dikoordinasikan
oleh DPRD Provinsi atau Kabupaten/Kota melalui alat kelengkapan
DPRD Provinsi atau Kabupaten/Kota yang khusus menangani bidang
legislasi. Sedangkan proses penyusunan Program Pembentukan
Peraturan Daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota di lingkungan
Pemerintah Daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota dikoordinasikan
oleh biro hukum atau bagian hukum dan dapat mengikutsertakan
instansi vertikal terkait. Hasil penyusunan Program Pembentukan
Peraturan Daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota antara DPRD
Provinsi atau Kabupaten/Kota dan Kepala Daerah yang telah
disepakati menjadi Program Pembentukan Peraturan Daerah Provinsi
atau Kabupaten/Kota ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPRD
Provinsi atau Kabupaten/Kota dengan Keputusan DPRD Provinsi atau
Kabupaten/Kota.

2. Penyusunan
Pada dasarnya setiap Rancangan Peraturan Daerah Provinsi
dapat diajukan oleh Pemrakarsa yang berasal dari DPRD Provinsi
atau Gubernur. Pengajuan Rancangan Peraturan Daerah oleh
Pemrakarsa dilaksanakan sebagaimana diuraikan sebagai berikut:
a. Penyusunan Peraturan Daerah (Pengajuan oleh Kepala Daerah
Provinsi, Kabupaten/Kota)
Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi disertai
dengan Naskah Akademik, penjelasan, atau keterangan yang
materinya berasal dari hasil penelitian atau pengkajian hukum
dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang

12
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan
masalah tersebut.
Dalam mempersiapkan penyusunan Rancangan Peraturan
Daerah Provinsi, berdasarkan ketentuan Pasal 34 Peraturan
Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, Gubernur selaku
Pemrakarsa menugaskan pimpinan Satuan Kerja Perangkat
Daerah Provinsi menyusun penjelasan atau keterangan dan/atau
Naskah Akademik dengan mengikutsertakan Biro Hukum. Dalam
penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah
Provinsi, Pemrakasa juga mengikutsertakan instansi vertikal dari
Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang hukum dan pihak ketiga yang mempunyai keahlian sesuai
materi yang akan diatur dalam Rancangan Peraturan Daerah
Provinsi.
Selain instansi vertikal yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum, Pemrakarsa juga
mengikutsertakan instansi vertikal yang terkait dengan materi
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang akan diatur, misalnya
dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang.
Naskah Akademik disusun berdasarkan Teknik Penyusunan
Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dan
Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran I Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 12 Tahun 2011 yang memuat paling sedikit pokok pikiran
dan materi muatan yang akan diatur.
Dalam penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan
Daerah Provinsi baik yang diterima dari satuan kerja Perangkat
Daerah Provinsi maupun yang diterima dari anggota DPRD,
komisi, gabungan komisi, atau Badan Pembentukan Peraturan
Daerah, dikoordinasikan oleh Badan Pembentukan Peraturan
Daerah dan dilakukan penyelarasan terhadap sistematika dan

13
materi muatannya. Penyelarasan dilaksanakan dalam sebuah
rapat dengan mengikutsertakan pemangku kepentingan yaitu
instansi vertikal dari kementerian yang menyelenggarakan
pemerintahan di bidang hukum.
Setelah dilakukan penyelarasan, Badan Pembentukan
Peraturan Daerah menyampaikan kembali Naskah Akademik
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang berasal dari Biro
Hukum Pemerintah Daerah Provinsi melalui Sekretaris Daerah
Provinsi maupun DPRD Provinsi kepada masing-masing
pemrakarsa dengan disertai penjelasannya. Kemudian Gubernur
memerintahkan kepada Pemrakarsa bersama-sama dengan Tim
Penyusun untuk segera menyusun Rancangan Peraturan Daerah
dari Program Pembentukan Peraturan Daerah untuk diusulkan
penetapannya oleh Gubernur.
Dalam Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah di bidang
Penataan Ruang, Gubernur dapat mengikutsertakan beberapa
anggota dari instansi vertikal terkait dan/atau akademisi di dalam
keanggotaan Tim Penyusun.
Selanjutnya Tim Penyusun dalam melaksanakan
kegiatannya dapat mengundang peneliti dan/atau tenaga ahli dari
lingkungan perguruan tinggi atau organisasi kemasyarakatan
untuk memberikan masukan sesuai dengan kebutuhan
penyusunan Rancangan Peraturan Daerah dimaksud.
Setelah Rancangan Peraturan Daerah Provinsi selesai
disusun, baik Pemrakarsa dan Tim Penyusun membubuhkan
paraf koordinasinya pada Rancangan Peraturan Daerah tersebut
dan selanjutnya Ketua Tim menyampaikan hasilnya kepada
Gubernur melalui Sekretaris Daerah Provinsi untuk dilakukan
proses pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan
konsepsi oleh Kementerian atau lembaga yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan

14
Setelah pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan
konsepsi Rancangan Peraturan Daerah dilaksanakan, Sekretaris
Daerah Provinsi menyampaikan hasilnya kepada pemrakarsa dan
Pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi terkait guna
mendapatkan paraf persetujuan dari masing-masing unit tersebut
pada setiap halaman Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, yang
selanjutnya disampaikan kepada Gubernur.
b. Penyusunan Peraturan Daerah (Pengajuan oleh DPRD Provinsi,
Kabupaten/Kota)
Selain dapat diajukan oleh Gubernur, Rancangan Peraturan
Daerah dapat diajukan oleh DPRD Provinsi, yaitu oleh anggota
komisi, gabungan komisi, atau alat kelengkapan DPRD Provinsi
yang khusus menangani bidang pembentukan peraturan daerah
berdasarkan Program Pembentukan Peraturan Daerah Provinsi
yang pengajuannya dibuat secara tertulis kepada pimpinan DPRD
Provinsi dengan disertai penjelasan atau keterangan dan/atau
Naskah Akademik. Penjelasan atau keterangan yang diajukan
memuat pokok pikiran dan materi muatan yang diatur, daftar
nama dari anggota DPRD Provinsi, dan tanda tangan pengusul
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi.
Setelah Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang diajukan
sudah lengkap persyaratannya, Pimpinan DPRD Provinsi
menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi kepada
Badan Pembentukan Peraturan Daerah untuk dilakukan
pengkajian kembali dalam rangka pengharmonisasian,
pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan
Daerah.
Dengan diselesaikannya proses pengharmonisasian
pembulatan, dan pemantapan, selanjutnya konsepsi Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi tersebut disampaikan kepada Gubernur
untuk diproses dalam pembahasan. Namun jika pada saat satu
masa sidang pembahasan ternyata DPRD Provinsi dan Gubernur
masing-masing menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah

15
Provinsi dengan materi yang sama, yang akan dibahas lebih
dahulu adalah Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dari DPRD
Provinsi, sedangkan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dari
Gubernur digunakan sebagai bahan untuk persandingan.
Dalam kegiatan pengharmonisasian, pemantapan, dan
pembulatan konsepsi juga dapat mengikutsertakan masyarakat.
Dalam hal ini, kegiatan dapat dilaksanakan dengan melakukan
dengar pendapat atau kegiatan yang diselenggarakan untuk
mendengar masukan atau menerima pendapat dari masyarakat.

3. Pembahasan
Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang
diselenggarakan oleh DPRD Provinsi bersama Gubernur dilakukan
melalui 2 (dua) tingkat Pembicaraan yang terdiri atas Pembicaraan
Tingkat I dan Pembicaraan Tingkat II. Dalam mekanisme
Pembicaraan Tingkat I, antara pengusul dari DPRD Provinsi dan
pengusul dari Gubernur, berbeda dalam pelaksanaannya yaitu:
Pembicaraan Tingkat I Rancangan Peraturan Daerah yang
berasal dari Gubernur dilakukan dengan:
− penjelasan Gubernur dalam rapat paripurna mengenai Rancangan
Peraturan Daerah;
− pandangan umum fraksi terhadap Rancangan Peraturan Daerah;
dan
− tanggapan dan/atau jawaban Gubernur terhadap pandangan
umum fraksi.
Pembicaraan Tingkat I Rancangan Peraturan Daerah yang
berasal dari DPRD, dilakukan dengan:
− penjelasan Pimpinan Komisi, Pimpinan Gabungan Komisi,
pimpinan Badan Pembentukan Peraturan Daerah, atau Pimpinan
Panitia Khusus dalam rapat paripurna mengenai Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi;
− pendapat Gubernur terhadap Rancangan Peraturan Daerah
Provinsi; dan

16
− tanggapan dan/atau jawaban fraksi terhadap Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi.
Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi tersebut
dilakukan dalam Rapat Komisi, Gabungan Komisi, atau panitia
khusus yang dilakukan bersama dengan Gubernur atau pejabat yang
ditunjuk untuk mewakilinya. Pembicaraan tingkat II dilaksanakan
setelah Pembicaraan Tingkat I.
Mekanisme Pembicaraan Tingkat II dilakukan dengan:
1) Pengambilan keputusan dalam Rapat Paripurna yang didahului
dengan:
− penyampaian laporan Pimpinan Komisi/Paripurna gabungan
Komisi, Pimpinan Badan Pembentukan Peraturan Daerah, atau
pempinan panitia khusus yang berisi pendapat fraksi dan hasil
pembahasan; dan
− Pemberian persetujuan dari anggota secara lisan oleh Pemimpin
Rapat Paripurna.
2) Pendapat Akhir Gubernur
Pengambilan keputusan mengenai persetujuan atas
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dalam Rapat Paripurna
DPRD Provinsi pada Pembicaraan tingkat II, dibuka berdasarkan
musyawarah untuk mufakat. Akan tetapi, jika pengambilan
keputusan melalui musyawarah untuk mufakat tersebut tidak
dapat dicapai, pengambilan keputusan mengenai persetujuan atas
Rancangan Peraturan Daerah dilakukan melalui pemungutan
suara sesuai dengan tata tertib DPRD Provinsi.
Apabila dalam pemungutan suara Rancangan Peraturan
Daerah tidak mendapat persetujuan bersama antara DPRD
Provinsi dan Gubernur, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi
tersebut tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPRD
Provinsi pada masa persidangan itu. Selain itu, Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi dapat ditarik kembali sebelum dibahas
bersama oleh DPRD Provinsi dan Gubernur. Namun, jika
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi tersebut sedang dibahas,

17
maka hanya dapat ditarik kembali atas persetujuan bersama
DPRD Provinsi dan Gubernur.

4. Penetapan
Bahwa Rancangan Peraturan Daerah Provinsi setelah disetujui
bersama oleh DPRD Provinsi dan Gubernur, Pimpinan DPRD Provinsi
menyampaikan kepada Gubernur dalam jangka waktu paling lama 7
(tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama, untuk
ditetapkan Gubernur paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak
Rancangan Peraturan Daerah disetujui bersama.
Penetapan oleh Gubernur dilakukan dengan cara
membubuhkan tanda tangan di halaman pertama yang berlambang
negara yaitu burung Garuda dalam Naskah Peraturan Daerah
Provinsi yang sebelumnya oleh Sekretaris Daerah Provinsi
dipersiapkan setelah Rancangan Peraturan Daerah diterima dari
Pimpinan DPRD Provinsi.
Penandatanganan oleh Gubernur dilakukan dengan cara
membubuhkan nomor dan tahun dalam halaman pertama tersebut
oleh Sekretaris Daerah Provinsi. Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga
puluh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama, Gubernur
tidak menandatangani naskah Peraturan Daerah Provinsi, Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi tersebut sah menjadi Peraturan Daerah
Provinsi dan wajib diundangkan.
Dalam hal pengesahan Peraturan Daerah Provinsi tersebut
terjadi karena dalam batas waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
tanggal Rancangan Peraturan Daerah Provinsi disetujui bersama
tidak ditandatangani oleh Gubernur, maka kalimat penetapan
berbunyi “Peraturan Daerah ini dinyatakan sah".
Kalimat penetapan harus dibubuhkan pada halaman terakhir
naskah Rancangan Peraturan Daerah Provinsi oleh Sekretaris Daerah
Provinsi sebelum pengundangan Rancangan Peraturan Daerah
Provinsi ke dalam Lembaran Daerah Provinsi.

18
Dengan telah disahkan dan ditetapkannya Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi, Gubernur menyampaikan kepada Menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang dalam negeri
untuk memperoleh nomor register Peraturan Daerah Provinsi sebelum
diundangkan oleh Sekretaris Daerah Provinsi.
Penetapan Rancangan Peraturan Daerah kabupaten/Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota, berlaku secara mutatis mutandis dengan
Penetapan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi menjadi Peraturan
Daerah Provinsi.

5. Evaluasi
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tidak mengatur secara
rinci tentang evaluasi Peraturan Daerah di bidang penataan ruang,
namun Peraturan Presiden Nomor 87 tahun 2014 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 serta Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 mengatur ketentuan Evaluasi
Rancangan Peraturan Daerah tertentu yang dilaksanakan oleh
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
dalam negeri sebelum ditetapkan menjadi Peraturan Daerah sebagai
proses sebelum penetapan.
1) Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Provinsi
Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Provinsi tertentu
harus dilaksanakan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang dalam negeri terhadap Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi yang mengatur tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah, pajak daerah, retribusi daerah,
dan tata ruang daerah. Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah
tentu dilaksanakan Menteri dengan berkoordinasi dengan masing-
masing Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang keuangan negara dan Menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang agraria/pertanahan dan tata
ruang. Selain Rancangan Peraturan Daerah Provinsi tentu,

19
Gubernur juga menyampaikan Rancangan Peraturan Gubernur
tentang:
− penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
− penjabaran perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah; atau
− penjabaran pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah.
Dalam rangka evaluasi Rancangan Peraturan Daerah
Provinsi tertentu, Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang dalam negeri membentuk Tim Evaluasi
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi untuk mengkaji Rancangan
Peraturan Daerah tertentu dari segi materi muatan, teknik
penyusunan, dan bentuk Rancangan Peraturan Daerah Provinsi
tersebut.
Tim Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Provinsi tertentu
ditetapkan Menteri dalam beberapa 3 (tiga) Tim Evaluasi yang
masing-masing menangani:
− Tim Evaluasi Rancangan Peraturan Dacrah Provinsi tentang
Pajak Daerah dan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi
tentang Retribusi Daerah;
− Tim Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Provinsi tentang
Tata Ruang Daerah; dan
− Tim Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Provinsi tentang
APBD, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi tentang
Pembentukan APBD dan Pertanggungjawaban APBD.
Tim Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tertentu dalam
melaksanakan kegiatannya ditetapkan oleh Menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang dalam negeri
berkoordinasi dengan Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintah di bidang keuangan dan Menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
agraria/pertanahan dan tata ruang sesuai dengan tugas dan
bidangnya masing-masing.

20
Hasil dari koordinasi Tim evaluasi Rancangan Peraturan
Daerah akan menjadi bahan keputusan Menteri yang
ditindaklanjuti oleh Tim evaluasi dilaporkan sebagai hasil yang
akan dimuat dalam berita acara sebagai bahan keputusan Menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang dalam
negeri.
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang telah
mendapatkan hasil evaluasi disampaikan Menteri kepada
Gubernur dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari.
Dalam hal hasil evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Provinsi
tersebut telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi dan/atau kepentingan umum,
Gubernur menetapkan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi
menjadi Peraturan Daerah Provinsi yang selanjutnya segera
diundangkan dalam Lembaran Daerah oleh Sekretaris Daerah
Provinsi. Namun, dalam hal hasil evaluasi menyatakan bahwa
Rancangan Peraturan Daerah bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau kepentingan
umum, Gubernur bersama DPRD Provinsi melakukan
penyempurnaan terhadap Rancangan Peraturan Daerah Provinsi
dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari.
Jika Gubernur dalam waktu yang telah ditentukan tidak
melakukan penyempurnaan atas hasil evaluasi Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi yang dianggap bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau
kepentingan umum, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi
tersebut dilakukan pembatalan yang sesuai dengan perturan
perundang-undangan.
2) Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Pada prinsipnya evaluasi Rancangan Peraturan Daerah kota
berlaku secara mutatis mutandis dengan prinsip evaluasi
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi. Evaluasi dilaksanakan

21
dengan mengkaji dari materi muatan, teknik penyusunan, dan
bentuk Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Gubernur dalam melaksanakan evaluasi membentuk Tim
Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang
keanggotaannya terdiri atas Satuan Kerja Perangkat Daerah yaitu
Sekretariat Perangkat Daerah Provinsi sesuai dengan kebutuhan.
Tim Evaluasi dibentuk dalam 3 (tiga) Tim Evaluasi Rancangan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang tediri atas Tim Evaluasi
Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang Tata
Ruang Daerah dan Tim Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota tentang APBD, Perubahan APBD dan
Pertanggungjawaban APBD.
Hasil dari evaluasi Rancangan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota tersebut, oleh Tim Evaluasi dimuat dalam berita
acara dan disampaikan kepada Gubernur untuk dijadikan bahan
pertimbangan pengambilan keputusan Gubernur.
Dalam melaksanakan evaluasi Rancangan Peraturan Daerah
Gubernur berkoordinasi dengan:
− Menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang keuangan
negara, dalam hal evaluasi Rancangan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota tentang Pajak Daerah dan Rancangan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang Retribusi Daerah;
− Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang agraria/pertanahan dan tata ruang, dalam hal
Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang tata
ruang daerah. Hasil dari koordinasi evaluasi Rancangan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tersebut, oleh Gubernur
menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan
dan Gubernur menetapkan paling lama 15 (lima belas) hari
sejak tanggal Rancangan Peraturan Daerah diterima, serta
disampaikan kepada Bupati/Walikota.

22
Jika berdasarkan hasil dari evaluasi Rancangan Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota tersebut sudah sesuai dengan Peraturan
Perundang- undangan yang lebih tinggi dan/atau kepentingan
umum, Bupati/Walikota menetapkan Rancangan Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota menjadi Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota. Namun jika dari hasil evaluasi Rancangan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dinilai bertentangan dengan
kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi, Bupati/Walikota bersama DPRD
Kabupaten/Kota dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari terhitung sejak
tanggal hasil evaluasi diterima melakukan Rapat Paripurna.
Apabila dari hasil evaluasi ditemukan bahwa Rancangan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tersebut bertentangan dengan
kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi, Rancangan Peraturan Daerah tersebut
dibatalkan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan.

6. Pengundangan
Sekretaris Daerah Provinsi mengundangkan Peraturan Daerah
Provinsi dengan membubuhkan tanda tangan pada naskah Peraturan
Daerah Provinsi dan menempatkannya dalam Lembaran Daerah.
Untuk penandatanganan Peraturan Daerah Provinsi atau nama
lainnya dibuat dalam rangkap 4 (empat) Pendokumentasian naskah
asli Peraturan Daerah Provinsi atau yang disebut nama lainnya
disimpan oleh:
− DPRD Provinsi;
− Sekretaris Daerah Provinsi;
− Biro Hukum Provinsi berupa minuta; dan
− Pemrakarsa.
Penjelasan Peraturan Daerah ditempatkan dalam Tambahan
Lembaran Daerah dengan mencantumkan nomor Tambahan
Lembaran Daerah. Untuk pengundangan Peraturan Daerah

23
Kabupaten/Kota, mekanisme pengundangannya berlaku secara
mutatis mutandis dengan pengundangan Peraturan Daerah Provinsi.
Penomoran pengundangan Peraturan Daerah Provinsi dalam
Lembaran Daerah Provinsi dan peraturan Gubernur dalam Berita
Daerah dilakukan oleh kepala biro hukum Provinsi dengan
menggunakan nomor bulat. Penomoran pengundangan Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota dalam Lembaran Daerah Kabupaten/Kota
dan Peraturan Bupati/Walikota dalam Berita Daerah dilakukan oleh
kepala bagian hukum Kabupaten/Kota dengan menggunakan nomor
bulat.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011,
kewenangan pengundangan untuk peraturan di tingkat pusat
diserahkan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia. Dalam hal Peraturan Daerah dipublikasikan, maka naskah
yang dipublikasikan adalah naskah yang disalin dari naskah aslinya
yang terdapat di Lembaran Daerah, tanpa tanda tangan.

C. Proses Pembentukan Peraturan Daerah di bidang Penataan Ruang


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang dan Peraturan Pelaksanaannya
1. Umum
Pada prinsipnya tahapan pembentukan Peraturan Daerah di
bidang penataan ruang sama dengan proses pembentukan peraturan
perundang-undangan sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan. Namun, Peraturan Daerah di bidang penataan ruang
terdapat kekhususan di dalam tahapan pembentukannya. Hal ini
didasarkan pada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang yang menentukan bahwa pembentukan Peraturan
Daerah di bidang penataan ruang dilaksanakan melalui kegiatan
persetujuan substansi dan evaluasi.

24
Tahapan pembentukan Peraturan Daerah di bidang penataan
ruang melibatkan banyak instansi dan kementerian antara lain
Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan, Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian
Agraria dan Tata Ruang dan Badan Informasi Geospasial. Selain itu,
dalam proses pembentukannya, pada tahapan penetapan Rancangan
Peraturan Daerah bidang penataan ruang dikoordinasikan terlebih
dahulu dengan Menteri yang membidangi tata ruang bagi Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi sedangkan Rancangan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota dikoordinasikan oleh Gubernur. Hal ini
dilaksanakan karena sifat dan materi Rancangan Peraturan Daerah di
bidang penataan ruang mengatur tentang tata ruang wilayah
sehingga perlu dilakukan secara komprehensif, holistik,
terkoordinasi, terpadu, efektif, dan efisien dengan memperhatikan
faktor politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan, dan
kelestarian lingkungan hidup.
Sebelum proses pembentukan Peraturan Daerah di bidang
penataan ruang dilaksanakan, terlebih dahulu pembentuk peraturan
perundang-undangan perlu mengetahui klasifikasi, pemanfaatan, dan
pengendalian pemanfaatan ruang.
a. Kewenangan Penataan Ruang
Ditinjau dalam ketentuan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 26
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kewenangan
penyelenggaraan penataan ruang dapat dilihat dalam skema di
bawah ini:

25
Tabel kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam penataan ruang

NO RUANG LINGKUP PEMERINTAH PEMERINTAH


WEWENANG PEMERINTAH PUSAT
. WEWENANG PROVINSI KABUPATEN/KOTA
1. Penyelenggaraan a. Pengaturan Wilayah nasional dan Wilayah dan kawasan Wilayah dan kawasan
penataan ruang kawasan strategis strategis provinsi dan strategis kabupaten/kota
nasional, provinsi, dan kabupaten/kota
kabupaten/kota
b. Pembinaan Wilayah nasional dan Wilayah dan kawasan Wilayah dan kawasan
kawasan strategis strategis provinsi dan strategis kabupaten/kota
nasional, provinsi, dan kabupaten/kota
kabupaten/kota
c. Pengawasan terhadap Wilayah nasional dan Wilayah dan kawasan Wilayah dan kawasan
pelaksanaan penataan kawasan strategis strategis provinsi dan strategis kabupaten/kota
ruang nasional, provinsi, dan kabupaten/kota
kabupaten/kota
d. Pelaksanaan penataan Wilayah nasional dan Wilayah dan kawasan Wilayah dan kawasan
ruang kawasan strategis strategis provinsi strategis kabupaten/kota
nasional
e. Kerja sama penataan Antarnegara Antarprovinsi Antarkabupaten/kota
ruang
f. Pemfasilitasan kerja sama Antarprovinsi Antarkabupaten/kota
penataan ruang
2. Teknis Menyusun dan Menyusun petunjuk Mengacu pada pedoman
penyelenggaraan menetapkan teknis pelaksanaan bidang penataan ruang
penataan ruang pedoman bidang bidang penataan ruang dan petunjuk
penataan ruang wilayah provinsi dan pelaksanaannya.
kabupaten/kota
3. Pelaksanaan tata a. Perencanaan tata ruang Wilayah dan kawasan Wilayah dan kawasan Wilayah dan kawasan
ruang strategis nasional strategis provinsi strategis kabupaten/kota

b. Pemanfaatan ruang Wilayah dan kawasan Wilayah dan kawasan Wilayah dan kawasan
strategis nasional strategis provinsi strategis kabupaten/kota
c. Pengendalian pemanfaatan Wilayah dan kawasan Wilayah dan kawasan Wilayah dan kawasan
ruang strategis nasional strategis provinsi strategis kota
d. Penetapan kawasan Wilayah dan kawasan Wilayah dan kawasan Wilayah dan kawasan
strategis strategis nasional strategis provinsi strategis kota

26
4. Pelaksanaan Ruang wilayah nasional Ruang wilayah provinsi
pemanfaatan dapat dilaksanakan dapat dilaksanakan
ruang dan melalui dekonsentrasi pemerintah daerah
pengendalian dan/atau tugas kabupaten/kota melalui
ruang pembantuan tugas pembantuan
5 Pelaksanaan a. Menyebarluaskan Informasi yang berkaitan Informasi yang berkaitan Informasi yang berkaitan
wewenang dari informasi dengan: dengan: dengan:
angka 1 s/d 4 1. rencana umum dan 1. rencana umum dan 1. menyebarluaskan
rencana rinci tata rencana rinci tata informasi yang
ruang dalam rangka ruang dalam rangka berkaitan dengan
pelaksanaan penataan pelaksanaan penataan rencana umum dan
ruang wilayah nasional ruang wilayah rencana rinci tata ruang
2. arahan peraturan provinsi; dalam rangka
zonasi untuk sistem 2. arahan peraturan pelaksanaan penataan
nasional yang disusun zonasi untuk sistem ruang wilayah
dalam rangka provinsi yang disusun kabupaten/kota; dan
pengendalian dalam rangka 2. petunjuk pelaksanaan
pemanfaatan ruang pengendalian bidang penataan ruang
wilayah nasional pemanfaatan ruang
3. pedoman bidang wilayah provinsi
penataan ruang 3. petunjuk pelaksanaan
bidang penataan
ruang;
b. Menetapkan standar Standar pelayanan Standar pelayanan Standar pelayanan
pelayanan minimal bidang penataan minimal bidang minimal bidang penataan
ruang penataan ruang ruang

27
b. Klasifikasi Penataan Ruang
Sebelum menyusun Peraturan Daerah di Bidang Penataan
Ruang, perlu dilakukan klasifikasi wilayah berdasarkan:
a. sistem;
b. fungsi utama kawasan;
c. wilayah administratif;
d. kegiatan kawasan; dan
e. nilai strategis kawasan.
Klasifikasi wilayah tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1) Penataan ruang berdasarkan sistem
Penataan ruang berdasarkan sistem terdiri atas sistem wilayah
dan sistem internal perkotaan. Penataan ruang berdasarkan
sistem wilayah merupakan pendekatan dalam penataan ruang
yang mempunyai jangkauan pelayanan pada tingkat wilayah;
sedangkan penataan ruang berdasarkan sistem internal
merupakan sistem internal perkotaan merupakan pendekatan
dalam penataan ruang yang mempunyai jangkauan pelayanan
di dalam kawasan perkotaan.
2) Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan
Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri atas
kawasan lindung dan kawasan budi daya. Penataan ruang
berdasarkan fungsi utama kawasan merupakan komponen
dalam penataan ruang baik yang dilakukan berdasarkan
wilayah administratif, kegiatan kawasan, maupun nilai strategis
kawasan.
3) Penataan ruang berdasarkan wilayah administratif
Penataan ruang berdasarkan wilayah administratif terdiri atas
penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah
provinsi, dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota.
4) Penataan ruang berdasarkan kegiatan kawasan
Penataan ruang berdasarkan kegiatan kawasan terdiri atas
penataan ruang kawasan perkotaan dan penataan ruang
kawasan perdesaan. Kegiatan yang menjadi ciri kawasan

28
perkotaan meliputi tempat permukiman perkotaan serta tempat
pemusatan dan pendistribusian kegiatan bukan pertanian,
seperti kegiatan pelayanan jasa pemerintahan, kegiatan
pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi; sedangkan kegiatan
yang menjadi ciri kawasan perdesaan meliputi tempat
permukiman perdesaan, kegiatan pertanian, kegiatan terkait
pengelolaan tumbuhan alami, kegiatan pengelolaan sumber
daya alam, kegiatan pemerintahan, kegiatan pelayanan sosial,
dan kegiatan ekonomi.
5) Penataan ruang berdasarkan nilai strategis kawasan
Penataan ruang berdasarkan nilai strategis kawasan terdiri atas
penataan ruang kawasan strategis nasional, penataan ruang
kawasan strategis provinsi, dan penataan ruang kawasan
strategis kabupaten/kota. Nilai strategis kawasan tingkat
nasional, provinsi, dan kabupaten/kota diukur berdasarkan
aspek eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi penanganan
kawasan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
tentang Pemerintahan Daerah.

c. Pelaksanaan Penataan Ruang


1) Perencanaan Penataan Ruang
a) Lingkup Perencanaan
Dengan terklasifikasinya wilayah berdasarkan kriteria
sebagaimana dimaksud di atas, tahapan sebelum proses
penyusunan Rancangan Peraturan Daerah bidang tata
ruang dilakukan dengan memperhatikan perencanaan tata
ruang sebagai bagian satu kesatuan dengan pemanfaatan,
dan pengendalian pemanfaatan dalam penataan ruang.
Perencanaan tata ruang merupakan komponen penting
dalam proses penataan ruang karena dalam tahap inilah
ditentukan alokasi peruntukan ruang beserta struktur
ruang pada masa yang akan datang, sesuai dengan jangka
waktu berlakunya rencana tata ruang.

29
Perencanaan tata ruang menghasilkan Rencana
Umum Tata Ruang dan Rencana Rinci Tata Ruang yang
tergambar dalam skema I dibawah ini.

sumber: Didi Sadili, http://www.didisadili.com/2011/02/betapa-


pentingnya-penataan-ruang-laut.html
Rencana umum tata ruang secara hierarki terdiri atas:
1) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRW Nasional);
2) Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRW Provinsi);
dan
3) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRW
Kabupaten) dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
(RTRW Kota).
Rencana umum tata ruang disusun berdasarkan
pendekatan wilayah administratif dengan muatan substansi
mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola ruang.
Rencana Rinci Tata Ruang terdiri atas:
1) Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan dan Rencana Tata
Ruang Kawasan Strategis Nasional (RTR
Pulau/Kepulauan dan (RTR Kawasan Strategis Nasional);
2) Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi (RTR
Kawasan Strategis Provinsi) ; dan

30
3) Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota dan
Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten/Kota.
Rencana Rinci Tata Ruang yang selanjutnya
disingkat dengan RTR disusun:
1) sebagai perangkat operasional Rencana Umum Tata
Ruang;
2) apabila Rencana Umum Tata Ruang belum dapat
dijadikan dasar dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang
dan pengendalian pemanfaatan ruang dan/atau Rencana
Umum Tata Ruang mencakup wilayah perencanaan yang
luas dan skala peta dalam Rencana Umum Tata Ruang
tersebut memerlukan perincian sebelum
dioperasionalkan; dan
3) sebagai dasar bagi penyusunan Peraturan zonasi.
Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang
mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan
ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap
blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam
rencana rinci tata ruang. Rencana rinci tata ruang
wilayah kabupaten/kota dan peraturan zonasi yang
melengkapi rencana rinci tersebut menjadi salah satu
dasar dalam pengendalian pemanfaatan ruang sehingga
pemanfaatan ruang dapat dilakukan sesuai dengan
rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang.
b) Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang
Rencana tata ruang dapat ditinjau kembali.
Peninjauan kembali rencana tata ruang sebagaimana
dimaksud dapat menghasilkan rekomendasi berupa :
− rencana tata ruang yang ada dapat tetap berlaku sesuai
dengan masa berlakunya; atau
− rencana tata ruang yang ada perlu direvisi.
Apabila peninjauan kembali rencana tata ruang
menghasilkan rekomendasi sebagaimana dimaksud di atas,

31
revisi rencana tata ruang dilaksanakan dengan tetap
menghormati hak yang dimiliki orang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
c) Penyusunan dan Materi Muatan Rencana Tata Ruang
Muatan rencana tata ruang mencakup rencana
struktur ruang dan rencana pola ruang. Rencana struktur
ruang meliputi rencana sistem pusat permukiman dan
rencana sistem jaringan prasarana, sedangkan rencana pola
ruang meliputi peruntukan kawasan lindung dan kawasan
budi daya.
Penyusunan rencana tata ruang harus
memperhatikan keterkaitan antarwilayah, antarfungsi
kawasan, dan antarkegiatan kawasan. Tata cara
penyusunan rencana tata ruang yang berkaitan dengan
fungsi pertahanan dan keamanan sebagai subsistem
rencana tata ruang wilayah telah diatur dalam peraturan
pemerintah.
Dalam menyusun rencana tata ruang perlu
memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan
bidang penataan ruang dan juga hierarki dari jenis
peraturan rencana tata ruang.
1) RTRW Nasional
Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
harus memperhatikan:
a) wawasan nusantara dan ketahanan nasional;
b) perkembangan permasalahan regional dan global,
serta hasil pengkajian implikasi penataan ruang
nasional;
c) upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan
serta stabilitas ekonomi;
d) keselarasan aspirasi pembangunan nasional dan
pembangunan daerah;
e) daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;

32
f) rencana pembangunan jangka panjang nasional;
g) rencana tata ruang kawasan strategis nasional; dan
h) rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana tata
ruang wilayah kabupaten/kota.
RTRW Nasional memuat:
a) tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang
wilayah nasional;
b) rencana struktur ruang wilayah nasional yang
meliputi sistem perkotaan nasional yang terkait
dengan kawasan perdesaan dalam wilayah
pelayanannya dan sistem jaringan prasarana utama;
c) rencana pola ruang wilayah nasional yang meliputi
kawasan lindung nasional dan kawasan budi daya
yang memiliki nilai strategis nasional;
d) penetapan kawasan strategis nasional;
e) arahan pemanfaatan ruang yang berisi indikasi
program utama jangka menengah lima tahunan; dan
f) arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
nasional yang berisi indikasi arahan peraturan zonasi
sistem nasional, arahan perizinan, arahan insentif dan
disinsentif, serta arahan sanksi.
2) RTRW Provinsi
Penyusunan RTRW Provinsi mengacu pada:
a) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
b) pedoman bidang penataan ruang; dan
c) rencana pembangunan jangka panjang daerah.
Penyusunan RTRW Provinsi harus memperhatikan:
a) perkembangan permasalahan nasional dan hasil
pengkajian implikasi penataan ruang provinsi;
b) upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan
ekonomi provinsi;
c) keselarasan aspirasi pembangunan provinsi dan
pembangunan kabupaten/kota;

33
d) daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
e) rencana pembangunan jangka panjang daerah;
f) rencana tata ruang wilayah provinsi yang berbatasan;
g) rencana tata ruang kawasan strategis provinsi; dan
h) rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.
3) RTRW Kabupaten
Penyusunan RTRW Kabupaten mengacu pada:
a) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan rencana
tata ruang wilayah provinsi;
b) pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan
ruang; dan
c) rencana pembangunan jangka panjang daerah.
Penyusunan RTRW Kabupaten harus
memperhatikan:
a) perkembangan permasalahan provinsi dan hasil
pengkajian implikasi penataan ruang kabupaten;
b) upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan
ekonomi kabupaten;
c) keselarasan aspirasi pembangunan kabupaten;
d) daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
e) rencana pembangunan jangka panjang daerah;
f) rencana tata ruang wilayah kabupaten yang
berbatasan; dan
g) rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten.
RTRW Kabupaten memuat:
a) tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang
wilayah kabupaten;
b) rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang
meliputi sistem perkotaan di wilayahnya yang terkait
dengan kawasan perdesaan dan sistem jaringan
prasarana wilayah kabupaten;

34
c) rencana pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi
kawasan lindung kabupaten dan kawasan budi daya
kabupaten;
d) penetapan kawasan strategis kabupaten;
e) arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang
berisi indikasi program utama jangka menengah lima
tahunan; dan
f) ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
kabupaten yang berisi ketentuan umum peraturan
zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan
disinsentif, serta arahan sanksi.
RTRW Kabupaten menjadi pedoman untuk:
a) penyusunan rencana pembangunan jangka panjang
daerah;
b) penyusunan rencana pembangunan jangka menengah
daerah;
c) pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan
ruang di wilayah kabupaten;
d) mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan
keseimbangan antarsektor;
e) penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi;
dan
f) penataan ruang kawasan strategis kabupaten.
RTRW Kabupaten menjadi dasar untuk penerbitan
perizinan lokasi pembangunan dan administrasi
pertanahan. Jangka waktu rencana tata ruang wilayah
kabupaten/kota adalah 20 (dua puluh) tahun. Rencana
tata ruang wilayah kabupaten ditinjau kembali 1 (satu)
kali dalam 5 (lima) tahun. Dalam kondisi lingkungan
strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam
skala besar yang ditetapkan dengan peraturan
perundang-undangan dan/atau perubahan batas
teritorial negara, wilayah provinsi, dan/atau wilayah

35
kabupaten yang ditetapkan dengan Undang-Undang,
rencana tata ruang wilayah kabupaten ditinjau kembali
lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
4) RTRW Kota
Ketentuan perencanaan tata ruang wilayah
kabupaten berlaku mutatis mutandis untuk perencanaan
tata ruang wilayah kota, dengan ketentuan selain
perincian di atas juga ditambahkan:
a) rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka
hijau;
b) rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka
nonhijau; dan
c) rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan
sarana jaringan pejalan kaki, angkutan umum,
kegiatan sektor informal, dan ruang evakuasi bencana,
yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah
kota sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi dan
pusat pertumbuhan wilayah.
Ruang terbuka hijau terdiri dari ruang terbuka
hijau publik dan ruang terbuka hijau privat. Proporsi
ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30
(tiga puluh) persen dari luas wilayah kota. Proporsi ruang
terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20
(dua puluh) persen dari luas wilayah kota. Distribusi
ruang terbuka hijau disesuaikan dengan sebaran
penduduk dan hierarki pelayanan dengan
memperhatikan rencana struktur dan pola ruang.
d) Penetapan Rencana Tata Ruang
Penetapan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi
tentang rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana
rinci tata ruang terlebih dahulu harus mendapat
persetujuan substansi dari Menteri.

36
Penetapan Rancangan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota tentang rencana tata ruang wilayah
kabupaten/kota dan rencana rinci tata ruang terlebih
dahulu harus mendapat persetujuan substansi dari Menteri
setelah mendapatkan rekomendasi Gubernur.

2) Pemanfaatan Ruang
Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan
program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya.
Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dapat
dilaksanakan dengan pemanfaatan ruang, baik pemanfaatan
ruang secara vertikal maupun pemanfaatan ruang di dalam
bumi. Program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya
sebagaimana dimaksud di atas termasuk jabaran dari indikasi
program utama yang termuat di dalam rencana tata ruang
wilayah.
Pemanfaatan ruang diselenggarakan secara bertahap
sesuai dengan jangka waktu indikasi program utama
pemanfaatan ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang.
Pelaksanaan pemanfaatan ruang di wilayah sebagaimana
dimaksud di atas disinkronisasikan dengan pelaksanaan
pemanfaatan ruang wilayah administratif sekitarnya.
Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dilaksanakan
dengan memperhatikan standar pelayanan minimal dalam
penyediaan sarana dan prasarana.
Dalam pemanfaatan ruang wilayah nasional, provinsi,
dan kabupaten/kota dilakukan:
− perumusan kebijakan strategis operasionalisasi rencana tata
ruang wilayah dan rencana tata ruang kawasan strategis;
− perumusan program sektoral dalam rangka perwujudan
struktur ruang dan pola ruang wilayah dan kawasan
strategis; dan

37
− pelaksanaan pembangunan sesuai dengan program
pemanfaatan ruang wilayah dan kawasan strategis.
Dalam rangka pelaksanaan kebijakan strategis
operasionalisasi rencana tata ruang wilayah dan rencana tata
ruang kawasan strategis sebagaimana dimaksud di atas
ditetapkan kawasan budi daya yang dikendalikan dan kawasan
budi daya yang didorong pengembangannya.
Pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud di
atas dilaksanakan melalui pengembangan kawasan secara
terpadu. Pemanfaatan ruang tersebut dilaksanakan sesuai
dengan:
− standar pelayanan minimal bidang penataan ruang;
− standar kualitas lingkungan; dan
− daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

3) Pengendalian Pemanfaatan Ruang


Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui
penetapan:
a) Peraturan Zonasi;
b) Perizinan;
c) Insentif dan Disinsentif; dan
d) Sanksi.
Pengaturan mengenai penetapan tersebut, dapat
dijelaskan dibawah ini:
a) Peraturan Zonasi
Peraturan zonasi disusun sebagai pedoman pengendalian
pemanfaatan ruang. Peraturan zonasi tersebut disusun
berdasarkan rencana rinci tata ruang untuk setiap zona
pemanfaatan ruang.
Peraturan zonasi ditetapkan dengan:
− peraturan pemerintah untuk arahan peraturan zonasi
sistem nasional;

38
− Peraturan Daerah Provinsi untuk arahan peraturan
zonasi sistem provinsi; dan
− Peraturan Daerah Kabupaten/Kota untuk peraturan
zonasi.
b) Perizinan
Ketentuan perizinan diatur oleh Pemerintah dan
pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana
tata ruang wilayah dibatalkan oleh Pemerintah dan
pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau
diperoleh dengan tidak melalui prosedur yang benar, batal
demi hukum. Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui
prosedur yang benar tetapi kemudian terbukti tidak sesuai
dengan rencana tata ruang wilayah, dibatalkan oleh
Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya.
Terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan izin
sebagaimana di atas, dapat dimintakan penggantian yang
layak kepada instansi pemberi izin.
Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi akibat
adanya perubahan rencana tata ruang wilayah dapat
dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan
memberikan ganti kerugian yang layak.
Setiap pejabat pemerintah yang berwenang
menerbitkan izin pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan
izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

39
c) Insentif dan Disinsentif
Dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang agar
pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang
wilayah dapat diberikan insentif dan/atau disinsentif oleh
Pemerintah dan pemerintah daerah.
Insentif sebagaimana dimaksud di atas, merupakan
perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap
pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata
ruang, berupa:
− keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang,
imbalan, sewa ruang, dan urun saham;
− pembangunan serta pengadaan infrastruktur;
− kemudahan prosedur perizinan; dan/atau
− pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta
dan/atau pemerintah daerah.
Disinsentif sebagaimana dimaksud merupakan
perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau
mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata
ruang, berupa:
− pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan
besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi
dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang;
dan/atau
− pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan
kompensasi, dan penalti.
Insentif dan disinsentif diberikan dengan tetap
menghormati hak masyarakat. Insentif dan disinsentif dapat
diberikan oleh:
− Pemerintah kepada pemerintah daerah;
− pemerintah daerah kepada pemerintah daerah lainnya;
dan
− pemerintah kepada masyarakat.

40
d) Sanksi
Pengenaan sanksi merupakan salah satu upaya
pengendalian pemanfaatan ruang yang dimaksudkan
sebagai perangkat tindakan penertiban atas pemanfaatan
ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan
peraturan zonasi. Pengenaan sanksi tidak hanya diberikan
kepada pemanfaat ruang yang tidak sesuai dengan
ketentuan perizinan pemanfaatan ruang, tetapi dikenakan
pula kepada pejabat pemerintah yang berwenang
menerbitkan izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang.
Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana
tata ruang, baik yang dilengkapi dengan izin maupun yang
tidak memiliki izin, dikenai sanksi administratif, sanksi
pidana penjara, dan/atau sanksi pidana denda sesuai
dengan peraturan perundang-undangan di bidang penataan
ruang.
2. Permasalahan dalam Penataan Ruang
Permasalahan yang terjadi dalam penyusunan Peraturan
Daerah di bidang penataan ruang di dalam tahap perencanaan yaitu:
− Konflik kepentingan dan kualitas rencana dalam perencanaan
penyusunan Rancangan Peraturan Daerah; dan
− Kurangnya koordinasi antarinstansi dalam perencanaan
penyusunan Rancangan Peraturan Daerah.
Permasalahan yang terjadi dalam penyusunan Peraturan
Daerah di bidang tata ruang di dalam tahap penyusunan yaitu:
− Proses persetujuan substansi yang terlalu rumit dan memakan
waktu lama;
− Kurangnya koordinasi antar instansi dalam proses harmonisasi
Rancangan Peraturan Daerah;
− Rendahnya kualitas pemahaman stakeholder terhadap penataan
ruang; dan

41
− Regulasi peraturan hukum yang kurang sinkron antara satu
dengan yang lain, sebagai contoh adalah Peraturan Menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang dalam negeri
dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang.
Permasalahan yang terjadi dalam tahap penetapan Peraturan
Daerah di bidang tata ruang yaitu:
− Permasalahan dalam mendapat persetujuan substansi terlalu
rumit dan memakan waktu lama; dan
− Permasalahan dalam penetapan Rancangan Peraturan Daerah
dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Permasalahan tersebut merupakan sekian dari permasalahan
yang ada dalam proses penyusunan Peraturan Daerah di bidang tata
ruang. Selain harus mengakomodasi masalah-masalah tersebut,
Peraturan Daerah di bidang tata ruang harus pula memperhatikan
teknik penyusunan peraturan perundang-undangan, sebagaimana
ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Beberapa hal yang
harus diakomodir terkait dengan teknik penyusunan Peraturan
Daerah di bidang penataan ruang yaitu:
− suatu pemberian delegasi kewenangan kepada kepala daerah
berupa produk peraturan perundang-undangan, maka setiap
Rancangan Peraturan Daerah harus memperhatikan bunyi
penormaan ketentuan lebih lanjut atau ketentuan mengenai apa
saja yang akan diperintahkan kedalam produk peraturan
perundang-undangan tersebut.
− perihal pemberian batas waktu untuk pengaturan tata ruang lebih
lanjut, dimana terdapat penormaan pilihan kata yang harus
diperhatikan sesuai dengan yang ditentukan dalam pedoman
penyusunan peraturan perundang-undangan.
− mengenai pengenaan norma pidana juga telah ditentukan secara
mendetail untuk subyek pidana, objek pidana, dan bagaimana

42
pengaturan pengacuan ke peraturan yang lebih tinggi, dan hal
penormaan pidana dalam tata ruang lainnya.
Dari beberapa permasalahan tersebut dapat disimpulkan
bahwa peaturan terkait penataan ruang belum berjalan dengan
optimal. Padahal Peraturan Daerah mengenai penataan ruang
diharapkan mampu menjadi solusi penyelenggaraan penataan ruang
yang berdaya guna serta mampu mendukung pengelolaan lingkungan
hidup yang berkelanjutan, tidak terjadi pemborosan pemanfaatan
ruang, dan tidak menyebabkan terjadinya penurunan kualitas ruang.
Berdasarkan hal di atas, menjadi penting bagi pemerintah pusat
untuk melakukan upaya peningkatan pemahaman mengenai
pembentukan Peraturan Daerah di bidang penataan ruang. Salah
satu upaya peningkatan tersebut, dilakukan dengan cara menyusun
Peraturan Daerah di bidang penataan ruang yang baik.

3. Proses penyusunan Peraturan Daerah di Bidang Penataan Ruang


a. Penyusunan RTRW
Dalam penyusunan Peraturan Daerah di bidang penataan
ruang, terdapat substansi mengenai aspek penataan ruang. Dalam
rangka penyuusunan Peraturan Daerah di Bidang Penataan Ruang
perlu melihat Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional sebagai
acuan bagi pemerintah daerah dalam menyusun rencana tata
ruang di Daerahnya. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
disusun dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional sebagai
pelaksanaan dari ketentuan Pasal 20 ayat (6) Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Muatan untuk penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional terdiri atas:
a. Penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional;
b. Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional;
c. Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di
wilayah nasional;

43
d. Pewujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan
perkembangan antarwilayah provinsi, serta keserasian
antarsektor;
e. Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi;
f. Penataan ruang kawasan strategis nasional; dan
g. Penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota
Masa berlaku RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten/Kota
adalah 20 (dua puluh) tahun sejak Peraturan Daerah tentang
RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten/Kota diundangkan. RTRW
Provinsi dan RTRW Kabupaten/Kota tersebut dapat ditinjau
kembali sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Proses dalam menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah
diselesaikan dalam waktu paling lama 15 (lima belas) bulan.
Proses penyusunan RTRW Provinsi dan RTRW
Kabupaten/kota meliputi tahapan:
1) persiapan;
2) pengumpulan data dan informasi;
3) pengolahan dan analisis data;
4) penyusunan konsep; dan
5) penyusunan dan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah
tentang RTRW Provinsi, RTRW Kabupaten/Kota.
Dengan berdasarkan muatan RTRW Nasional, disusunlah
RTRW Provinsi dan Kabupaten/Kota dengan melakukan tata cara
sebagaimana tergambar dibawah ini.

44
Sumber: Lampiran II Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2018
Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten dan Kota

45
b. Proses Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan
Zonasi
Prosedur penyusunan RDTR dan PZ kabupaten/kota
meliputi:
a. persiapan;
b. pengumpulan data dan informasi;
c. pengolahan dan analisis data;
d. perumusan konsep RDTR dan muatan PZ kabupaten/kota; dan
e. penyusunan dan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah
tentang RDTR dan PZ kabupaten/kota.
Prosedur penyusunan mencakup juga proses:
a. validasi Kajian Lingkungan Hidup Strategis oleh
Kementerian/Lembaga yang membidangi urusan lingkungan
hidup; dan
b. verifikasi peta dasar oleh Kementerian/Lembaga yang
membidangi urusan informasi geospasial.
Prosedur penetapan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Keseluruhan prosedur
penyusunan dan prosedur penetapan diselesaikan dalam waktu
paling lama 24 (dua puluh empat bulan), meliputi:
a. prosedur penyusunan RDTR dan PZ kabupaten/kota dalam
waktu paling lama 12 (dua belas) bulan; dan
b. prosedur penetapan Peraturan Daerah tentang RDTR dan PZ
kabupaten/kota dalam waktu paling lama 12 (dua belas) bulan.
Penyusunan dan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah
tentang RDTR dan PZ kabupaten/kota sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (2) huruf e meliputi:
a. penyusunan naskah akademik;
b. penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang RDTR dan
PZ kabupaten/kota; dan
c. pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang RDTR dan
PZ kabupaten/kota.

46
Sumber: Lampiran III Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 16 Tahun 2018
tentang tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota

47
c. Proses Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis
Provinsi dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten
TAHAPAN TAHAPAN PENYUSUNAN RTR KSP/KSK
Uraian Persiapan Pengumpulan Pengolahan Perumusan Penyusunan
Kegiatan Data dan dan Analisis Konsepsi dan
Informasi Data Rencana Penetapan
Rancangan
Peraturan
Daerah
Perkiraan 1-2 bulan 2-3 bulan 4-5 bulan 4-5 bulan 3-5 bulan
Waktu yang
Dibutuhkan
Tahapan a. penyusunan a. data terkait a. pelingkupan a. rencana Tahap
Kegiatan kerangka dengan nilai data; tata ruang penyusunan
acuan kerja; strategis dan b. penentuan wilayah naskah
b. pemberitahu isu strategis metode nasional; Rancangan
an kepada KSP atau KSK; analisis; dan b. rencana Peraturan
publik; b. data kebijakan c. penyiapan tata ruang Daerah
c. kajian awal penataan peta dasar. wilayah diatur sesuai
data ruang dan provinsi; dengan
sekunder; kebijakan dan/atau ketentuan
dan sektor lainnya; c. rencana peraturan
d. persiapan c. data kondisi tata ruang perundang-
teknis fisik wilayah undangan.
pelaksanaan lingkungan; kabupaten
. d. data . Prosedur
penggunaan penetapan
lahan; RTR KSP dan
e. data RTR KSK
peruntukan didahului
ruang; dengan
f. data pemberitahua
prasarana dan n mengenai
sarana; akan
g. data dilakukannya
kependuduka proses
n; penetapan
h. data RTR KSP atau
perekonomian, RTR KSK dari
sosial, dan Gubernur
budaya; atau bupati
i. data kepada Dewan
kelembagaan; Perwakilan
j. data dan Rakyat
informasi Daerah
pertanahan; provinsi atau
k. peta dasar; kabupaten.
dan
l. data lainnya Prosedur
sesuai dengan penetapan
karakteristik dilakukan
KSP atau KSK. sesuai dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.

48
4. Persetujuan Substansi Peraturan Daerah di Bidang Penataan Ruang
Persetujuan substansi merupakan persetujuan yang diberikan
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
agraria/pertanahan dan tata ruang yang menyatakan bahwa materi
Rancangan Peraturan Daerah tentang rencana tata ruang telah
mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan bidang
penataan ruang, kebijakan nasional, dan mengacu pada rencana tata
ruang secara hierarki.
Dalam proses persetujuan substansi suatu Rancangan
Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Daerah, dilakukan
koordinasi dengan instansi terkait baik di Pusat maupun Daerah.
Menteri Agraria dan Tata Ruang menetapkan Peraturan Menteri
Agraria dan Tata Ruang tentang Pedoman Persetujuan Substansi
dalam Penetapan Rancangan Peraturan Daerah tentang RTRW dan
Rencana Rinci Tata Ruang Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Persetujuan substansi oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang
diberikan setelah dilakukannya evaluasi terhadap materi muatan
Rancangan Peraturan Daerah oleh tim Evaluasi, hingga
diselenggarakannya Rapat Koordinasi Tim Evaluasi dengan Tim
Daerah untuk menghasilkan persetujuan substansi Menteri Agraria
dan Tata Ruang.
Prosedur dan proses pemberian persetujuan substansi oleh
Menteri Agraria dan Tata Ruang dalam penetapan Rancangan
Peraturan Daerah tentang RTR Daerah dapat dilihat dalam bagan di
bawah ini.

49
Sumber: Lampiran I Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang Pedoman
Pemberian Persetujuan Substansi dalam Rangka Penetapan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang
Provinsi dan Rencana Tata Ruang Kabupaten/Kota

50
5. Evaluasi Peraturan Daerah di Bidang Penataan Ruang
Pasal 245 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
mengamanatkan bahwa Rancangan Peraturan Daerah yang mengatur
tentang tata ruang harus mendapatkan evaluasi Menteri sebelum
ditetapkan oleh Gubernur untuk provinsi dan kabupaten/kota oleh
Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat. Dalam melakukan
evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Provinsi di bidang penataan
ruang daerah, Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
bidang dalam negeri berkoordinasi dengan Menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
agraria/pertanahan dan tata ruang.
Gubernur dalam melakukan evaluasi Rancangan Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota tentang tata ruang berkonsultasi dengan
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
dalam negeri untuk selanjutnya Menteri yang menyelenggarakan
urusan bidang dalam negeri berkoordinasi dengan Menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
agraria/pertanahan dan tata ruang. Hasil evaluasi Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi tentang rencana tata ruang yang telah
sesuai ditetapkan dengan Keputusan Menteri tentang Evaluasi dan
dilakukan pemberian nomor register setelah mendapat rekomendasi
dari Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah. Untuk hasil
evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang
rencana tata ruang yang telah disetujui dilakukan pemberian nomor
register setelah mendapat rekomendasi dari perangkat daerah yang
membidangi hukum provinsi.
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dan Rancangan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang rencana tata ruang
daerah dievaluasi dalam waktu 15 (lima belas) hari kerja, terhitung
sejak diterimanya Rancangan Peraturan Daerah tentang rencana tata
ruang daerah bersama dengan kelengkapan administrasinya. Untuk
memperlancar proses evaluasi perlu dilakukan konsultasi atas
substansi teknis, sebab konsultasi atas substansi teknis menjadi

51
kebutuhan yang sangat penting dan merupakan prasyarat yang harus
dipenuhi, sedangkan evaluasi yang meliputi kegiatan persiapan
evaluasi, tata cara pelaksanaan evaluasi, penyusunan laporan, dan
penyampaian hasil evaluasi dilakukan secara terukur dan
transparan.
Sasaran evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang
rencana tata ruang daerah meliputi:
− kepatuhan dalam proses penyusunan, penetapan, dan perubahan
Peraturan Daerah tentang rencana tata ruang daerah melalui
mekanisme evaluasi; dan
− substansi teknis rancangan Peraturan Daerah tentang rencana
tata ruang daerah atau rancangan Peraturan Daerah tentang
perubahan Peraturan Daerah tentang rencana tata ruang daerah.
Ruang lingkup evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang
rencana tata ruang daerah meliputi:
− Aspek administrasi yang terdiri atas identifikasi kelengkapan data
dan informasi yang disajikan dalam Rancangan Peraturan Daerah
tentang rencana tata ruang daerah atau Rancangan Peraturan
Daerah tentang perubahan Peraturan Daerah tentang rencana tata
ruang daerah.
− Aspek legalitas yang terdiri atas identifikasi peraturan-peraturan
yang melandasi penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang
rencana tata ruang daerah atau Rancangan Peraturan Daerah
tentang perubahan Peraturan Daerah tentang rencana tata ruang
daerah.
− Aspek kebijakan yang terdiri atas keserasian antara kebijakan
nasional, kebijakan provinsi, dan kebijakan kabupaten/kota.
Rancangan Peraturan Daerah tentang rencana tata ruang
daerah atau rancangan Peraturan Daerah tentang perubahan
Peraturan Daerah tentang rencana tata ruang daerah, yang telah
disetujui bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sebelum
ditetapkan oleh kepala daerah paling lama 3 (tiga) hari kerja
disampaikan terlebih dahulu kepada Menteri yang menyelenggarakan

52
urusan pemerintahan di bidang dalam negeri bagi provinsi dan
kepada Gubernur bagi kabupaten/kota untuk dievaluasi.
Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah tersebut di atas
disertai dengan kelengkapan administrasi sebagai berikut:
− Buku Rencana;
− Album Peta;
− Berita Acara Konsultasi Publik;
− Berita Acara dan Surat Kesepakatan Pemerintah Daerah Provinsi
yang berbatasan untuk Provinsi dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota yang berbatasan untuk Kabupaten/Kota;
− Berita Acara dan Surat Kesepakatan dengan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota dalam wilayah provinsi untuk Rencana Tata
Ruang Provinsi dan Surat Kesepakatan rapat konsultasi dengan
pemerintah provinsi untuk Kabupaten/Kota;
− Persetujuan substansi teknis dari Menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang agraria/pertanahan dan tata
ruang;
− Surat tanggapan/saran dari Menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan bidang kelautan dan perikanan untuk
Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil RZWP3K.
− Keseluruhan dokumen evaluasi sebagaimana dimaksud pada
angka (2) di atas disampaikan dalam 2 (dua) rangkap.
− Sekretariat tim evaluasi membuat Berita Acara atas penerimaan
Rancangan Peraturan Daerah atau Rancangan Peraturan Daerah
tentang perubahan Peraturan Daerah serta dokumen evaluasi
lainnya yang dipersyaratkan.
− Hasil evaluasi dituangkan dalam Keputusan Menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang dalam negeri
untuk Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dan Keputusan
Gubernur untuk Rancangan Peraturan Daerah kabupaten/kota,
dan disampaikan kepada Gubernur atau Bupati/Walikota paling
lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya
Rancangan Peraturan Daerah dimaksud.
53
Setelah selesai melaksanakan evaluasi Rancangan Peraturan
Daerah atau Rancangan Peraturan Daerah tentang perubahan, Tim
Evaluasi menyusun laporan hasil evaluasi yang dituangkan dalam
Keputusan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang dalam negeri untuk provinsi dan Keputusan Gubernur untuk
kabupaten/kota. Laporan hasil evaluasi dimaksudkan untuk
menyampaikan temuan analisis terhadap Rancangan Peraturan
Daerah atau Rancangan Peraturan Daerah tentang perubahan
sebagai umpan balik kepada pemerintah daerah untuk melakukan
penyempurnaan. Lebih jauh, laporan ini juga diharapkan dapat
memfasilitasi pemerintah daerah dalam mempertajam substansi
rencana tata ruang daerah.

6. Prosedur Penetapan Peraturan Daerah di Bidang Penataan Ruang


Proses penetapan Rancangan Peraturan Daerah di bidang
penataan ruang dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
a. Rancangan Peraturan Daerah yang telah disetujui bersama oleh
DPRD dan kepala daerah disampaikan oleh pimpinan DPRD
kepada kepala daerah untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah
dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak
tanggal persetujuan bersama;
b. Rancangan Peraturan Daerah yang telah disetujui bersama oleh
DPRD dan Kepala Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota)
dikoordinasikan dengan Menteri yang menyelenggarakan urusan
di bidang penataan ruang untuk kemudian dikembalikan kepada
kepala daerah untuk dievaluasi oleh Menteri yang
menyelenggarakan urusan di bidang dalam negeri;
c. Rancangan Peraturan Daerah dapat ditetapkan menjadi Peraturan
Daerah oleh Kepala Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota) apabila
hasil evaluasi menyatakan bahwa Rancangan Peraturan Daerah
tersebut telah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi;

54
d. apabila Rancangan Peraturan Daerah tersebut dianggap tidak
sesuai, maka Rancangan Peraturan Daerah tersebut perlu
dilakukan penyempurnaan terlebih dahulu sebelum diserahkan
kepada Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang dalam negeri untuk dievaluasi kembali sesudahnya;
e. apabila Rancangan Peraturan Daerah yang tidak sesuai dengan
kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi tetap ditetapkan menjadi Peraturan Daerah, maka
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
dalam negeri membatalkan Peraturan Daerah tersebut.

55
BAB III
PENUTUP

Pedoman Pembentukan Peraturan Daerah di Bidang Penataan Ruang


ditetapkan sebagai panduan bagi Pejabat Pimpinan Tinggi, Pejabat
Administrator, Pejabat Pengawas, dan Pejabat Fungsional Perancang
Peraturan Perundang-undangan di lingkungan Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia dalam Pembentukan Peraturan Daerah di Bidang
Penataan Ruang.

Jakarta, 22 Februari 2021

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA


REPUBLIK INDONESIA,

Ttd.

YASONNA H. LAOLY

56

Anda mungkin juga menyukai