Disusun oleh :
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Yang mana Pemerintah daerah disini tebagi
menjadi daerah Provinsi dan Kabupaten dan/atau Kota yang ada dalam Pasal 18 ayat (1).
wewenag dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah untuk mengatur dan mengurus
mengatur ini, Pemerintahan Daerah dalam menetapkan Peraturan Daerah tetap diawasi
penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia. Dalam UUD NRI 1945 Pasal 18 ayat (6)
yang diserahkan kepada daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah untuk
menjalankan kewajibannya.”1
Peraturan Daerah (Perda) menurut Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
1
Eka N.A.M Sihombing, “Menggagas Peraturan Daerah Yang Aspiratif” Dalam Sophia Hadyanto, (Editor)
Paradigma Kebijakan Hukum Pasca Reformasi, PT. Softmedia, Jakarta, 2010, Hlm 189
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.2 Peraturan Daerah (Perda) juga terbagi
atas Peraturan Daerah (Perda) Provinsi dan juga Peraturan Daerah (Perda)
Kabupaten/Kota. Namun dalam membuat Peraturan Daerah (Perda) tidak semata – mata
dapat ditentukan sendiri dan langsung dijalankan. Melainkan ada ketentuan lain dalam
Pasal 251 ayat (1) Undang – Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
secara gamblang menyatakan bahwa Peraturan Daerah (Perda) diuji melalui Kementrian
Dalam Negeri yang ditujuk oleh Pemerintah Pusat yang pada intinya Peraturan Daerah
dapat dibatalkan jika isinya bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan bertentangan
dengan kepentingan umum. Jika suatu Perda bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan
dirasa merugikan negara khususnya Perekonomian dan Konstitusi negara maka Peraturan
Daerah (Perda) tersebut dapat dibatalkan oleh Menteri Dalam Negeri dan juga oleh
Republik Indonesia.
Menteri Dalam Negeri sebagai wakil Pemerintah Pusat dapat di temukan di dalam
yang menyatakan bahwa Daerah melaksanakan Otonomi Daerah dimana daerah memiliki
kewenangan atas daerahnya sendiri yang berasal dari kewenangan Presiden yang
Provinsi kepada Menteri Dalam Negeri sebagai orang yang ditunjuk Presiden untuk
Disisi lain ada ketidaksetujuan dalam beberapa Pasal dalam Undang – Undang
Nomor 23 tahun 2014 yang dirasa sangat merugikan Hak Pemerintahan Daerah. Pada
akhirnya hal tersebut yang menjadi pokok permasalahan yang diajukan ke Mahkamah
pemerintah daerah Kabupaten/ Kota. Sidang pleno dilakukan pada tanggal 5 April 2017
Mahkamah Konstitusi menyatakan yang mana Menteri Dalam Negeri dan Gubernur tidak
sebelumnya ada dalam Pasal 251 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pembatalan Peraturan Daerah (Perda) maka untuk dapat mempertegas hal tersebut
B. Rumusan Masalah
4
Bonadi, Ahmad ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR:137/PUU-XIII/2015 TENTANG
PEMBATALAN KEWENANGAN GUBERNUR DALAM MEMBATALKAN PERATURAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA Volume 4, Nomor 1, Halaman 8
Berdasarkan Latar Belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
Nomor 56/PUU-XIV/2016?
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam UUD NRI 1945 Pasal 18 ayat (6) terdapat ketentuan bahwa Pemerintahan
Daerah berhak menetapkan kebijakan peraturan daerah dan juga peraturan-peraturan lain
untuk melaksanakan hak otonomi dan juga tugas pembantuan.5 Penetapan peraturan
daerah merupakan perwujudan secara nyata dari kewenangan yang diserahkan kepada
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPR) dengan persetujuan bersama Kepala Daerah. 6
Dalam hal ini Hak untuk membentuk Peraturan Daerah jelas diberikan kepada
Pemerintahan Daerah.
Pengawasan adalah kegiatan untuk menilai suatu pelaksanaan tugas secara nyata,
tujuan pengawasan ini terbatas pada apakah kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan
pedoman atau dasar yang telah ditetapkan sebelumnya missal sesuai atau tidak dengan
yang direncanakan. Pendapat ini dikemukakan oleh Muchsan (Ibid, hlm.33).7 Oleh karena
itu, istilah pengawasan biasanya disebut juga dengan controlling, evaluating, correcting
maupun kontrol.8
merupakan sebuah kontrol dari Pemerintah Pusat sebagai bentuk penyelenggaraan sistem
5
Lihat Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 18 ayat 6
6
Undang – Undang nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang - undangan
7
Ibid hlm.33
8
Devi, Herinawati “MEKANISME PENGAWASAN PRODUK HUKUM DAERAH PASCA PUTUSAN MK NO.
137/PUU-XIII/2015 MENGENAI PENGUJIAN PASAL 251 AYAT (2), (3), (4), (8) UU NO. 23 TAHUN 2014
TENTANG PEMERINTAH DAERAH” hlm 33 Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta 2018
Pemerintahan di Indonesia yang dilimpahkan ke daerah agar Peraturan Daerah (Perda)
yang dibuat oleh Pemerintahan Daerah dapat terkontrol dan tidak bertentangan dengan
UUD NRI tahun 1945 dan juga kepentingan umum serta kesusilaan. Adapun Pengawasan
dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri dan Gubernur diatur dalam Pasal 249 sampai
dengan Pasal 251. Pasal 251 ayat (1) Undang – Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang
diuji melalui Kementrian Dalam Negeri yang ditujuk oleh Pemerintah Pusat sebagai
wakilnya yang pada intinya Peraturan Daerah dapat dibatalkan jika isinya bertentangan
dengan UUD NRI 1945 dan bertentangan dengan kepentingan umum apalagi
bertentangan dengan konstitusi serta kesusilaan. Jika suatu Perda bertentangan dengan
UUD NRI 1945 dan dirasa merugikan negara khususnya Perekonomian dan Konstitusi
negara maka Peraturan Daerah (Perda) tersebut dapat dibatalkan oleh Menteri Dalam
Adapun Mekanisme Pembatalan Perda dan Perkada yang terdapat dalam Undang
Pasal 249
(1) Gubernur wajib menyampaikan Perda Provinsi dan peraturan gubernur kepada Menteri
9
Devi, Herinawati “MEKANISME PENGAWASAN PRODUK HUKUM DAERAH PASCA PUTUSAN MK NO.
137/PUU-XIII/2015 MENGENAI PENGUJIAN PASAL 251 AYAT (2), (3), (4), (8) UU NO. 23 TAHUN 2014
TENTANG PEMERINTAH DAERAH” hlm 34 Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta 2018
(2) Gubernur yang tidak menyampaikan Perda Provinsi dan peraturan gubernur kepada
Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa teguran
bupati/walikota kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat paling lama 7 (tujuh)
(4) Bupati/wali kota yang tidak menyampaikan Perda Kabupaten/Kota dan peraturan
bupati/wali kota kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis dari gubernur sebagai
Pasal 250
(1) Perda dan Perkada sebagaimana dimaksud dalam Pasal 249 ayat (1) dan ayat (3)
(2) Bertentangan dengan kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
diskriminasi terhadap suku, agama dan kepercayaan, ras, antar-golongan, dan gender.
Pasal 251
(1) Perda Provinsi dan peraturan gubernur yang bertentangan dengan ketentuan peraturan
(2) Perda Kabupaten/Kota dan peraturan bupati/wali kota yang bertentangan dengan
(3) Dalam hal gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat tidak membatalkan Perda
dan/atau kesusilaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri membatalkan Perda
(4) Pembatalan Perda Provinsi dan peraturan gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
peraturan bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan
(5) Paling lama 7 (tujuh) Hari setelah keputusan pembatalan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4), kepala daerah harus menghentikan pelaksanaan Perda dan selanjutnya DPRD
(6) Paling lama 7 (tujuh) Hari setelah keputusan pembatalan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4), kepala daerah harus menghentikan pelaksanaan Perkada dan selanjutnya kepala
(7) Dalam hal penyelenggara Pemerintahan Daerah provinsi tidak dapat menerima
keputusan pembatalan Perda Provinsi dan gubernur tidak dapat menerima keputusan
pembatalan peraturan gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan alasan
mengajukan keberatan kepada Presiden paling lambat 14 (empat belas) Hari sejak
(8) Dalam hal penyelenggara Pemerintahan Daerah kabupaten/kota tidak dapat menerima
pada ayat (4) dengan alasan yang dapat dibenarkan oleh ketentuan peraturan perundang-
undangan, bupati/wali kota dapat mengajukan keberatan kepada Menteri paling lambat
14 (empat belas) Hari sejak keputusan pembatalan Perda Kabupaten/Kota atau peraturan
Dari isi Pasal - Pasal diatas dapat terlihat bahwa Pembatalan Peraturan Daerah
dapat dibatalkan oleh Menteri Dalam Negeri padahal Pemerintah Daerah memiliki Hak
Otonomi Daerah yang mana hak tersebut memberikan kewenangan Pemerintah Daerah
dalam menetapkan kebijakan serta Peraturan Daerah (Perda). Diperkuat dengan ketentuan
dalam Pasal 18 ayat (6) UUD NRI 1945 yang isinya menyatakan Pemerintahan daerah
lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Pembentukan peraturan daerah
merupakan perwujudan secara nyata dari kewenangan yang diserahkan kepada daerah
dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah untuk menjalankan kewajibannya. Hal ini
jelas menyalahi UUD NRI 1945. Karena hal tersebut melalui Asosiasi Pemerintah
Kabupaten/ Kota mengajukan uji materi Undang – Undang Nomor 23 tahun 2014 kepada
10
Lihat Undang – Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 249 – Pasal 251
Mahkamah Konstitusi. Yang akhirnya mendapatkan hasil dan menyatakan bahwa
Menteri Dalam Negeri tidak bisa lagi membatalkan Peraturan Daerah (Perda) melalui
XIV/2016
23 tahun 2014 kepada Mahkamah Konstitusi dapat diketahui bahwa Pengawasan dalam
daerah dilakukan oleh aparatur pengawas intern Pemeritah yang sesuai dengan peraturan
model pengawasan dalam pemerintahan yaitu peventif dan juga represif. 11 Tata Cara
pengujian atas peraturan daerah dikonsepkan sebagai sebuah rangkaian untuk proses
klarifikasi dan evaluasi oleh pemerintah Pusat atas rancangan peraturan daerah maupun
peraturan daerah itu sendiri. Dalam hal ini, proses evaluasi atas sejumlah Rancangan
model executive preview yaitu sebagai sebuah tindakan evaluasi apakah rancangan
11
Yuri Sulistyo, “Jurnal Pengawasan Pemerintah terhadap Produk Hukum Daerah(Peraturan Daerah) melalui
Mekanisme Pembatalan Peraturan Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004”, Jurnal Lentera
Hukum, Vol.1 Nomor 1, hlm 5
peraturan daerah itu bertentangan atau tidak dengan kepentingan umum dan atau
peraturan perundang – undangan yang lebih tinggi yang dilakukan oleh pemerintah atas
sebuah bentuk perampasan aspirasi atau pendapat masyarakat daerah. Oleh karena itu,
terhadap peraturan daerah (Perda) sebagai produk legislatif (DPRD) di tingkat daerah,
akan lebih baik jika hanya dilakukan “preview” saja oleh pemerintah Pusat baik itu
Presiden atau melalui Menteri yang terkait dan/atau Gubernur sebagai wakil pemerintah
pusat, ketika masih berbentuk rancangan peraturan daerah yang belum disahkan atau
belum diundangkan. Pada dasarnya, suatu Raperda sudah mendapat persetujuan Bersama
dan sudah diundangkan menjadi sebuah Perda, maka pembatalan Perda akan lebih ideal
jika dilakukan oleh Lembaga peradilan atau yudikatif atau judicial power melalui
mekanisme judicial review sesuai dengan tugas lembaga peradilan yaitu sebagai pihak
ketiga yang tidak terlibat dalam proses pembentukan peraturan yang bersangkutan.13
sebagian uji materi Pasal 251 ayat (1), ayat (2), ayat (7), dan ayat (8) Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang dimohonkan oleh Abda Khair
Mufti, dkk dalam Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 56/PUUXIV/2016. Yang pada
membatalkan Peraturan Daerah (Perda) provinsi yang dalam putusan sebelumnya Nomor
12
Eka NAM Sihombing, “PERKEMBANGAN KEWENANGAN PEMBATALAN PERATURAN DAERAH DAN
PERATURAN KEPALA DAERAH” jurnal Jurnal Yudisial Vol. 10 No. 2 hlm 222
13
King Faisal Sulaiman, Teori Peraturan…op.cit…, hlm.265
Ketua Majelis MK Arief Hidayat Menyatakan frasa ‘Perda Provinsi dan’ dalam
Pasal 251 ayat (1) dan ayat (4), dan frasa ‘Perda Provinsi dan’ dalam Pasal 251 ayat (7),
serta Pasal 251 ayat (5) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah bertentangan dengan UUD 1945 dan konstitusi serta tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat.14
Sebelum itu, Abda Khair Mufti dkk juga mempermasalahkan Pasal 251 ayat (1),
ayat (2), ayat (7) dan ayat (8) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 terkait wewenang
mengarah atau mengacu ke resentralisasi meski ada proses keberatan atas pembatalan
Peraturan Daerah (Perda) Provinsi dan Kabupaten/Kota ke Presiden dan Menteri Dalam
Negeri. 15
yang bersifat umum dan berada di bawah undang – undang terhadap undang - undang.
Para Pemohon meminta agar Pasal 251 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 23
permohonan pembatalan Perda ke Mahkamah Agung (MA) paling lambat 14 hari setelah
14
Jurnal Konstitusi, Volume 15, Nomor 4 hlm 712
15
Jurnal Konstitusi, Volume 15, Nomor 4 hlm 714
ditetapkan atau diputuskan. Sedangkan untuk Pasal 251 ayat (7), ayat (8) Undang-
frasa “Perda Provinsi dan” dalam Pasal 251 ayat (1) dan ayat (4) bertentangan dengan
UUD 1945. Sehingga melalui mekanisme executive review pertimbangan hukum dalam
dalam Pasal 251 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 juga dipertimbangkan
pernyataan para Pemohon mengenai “Perda Kabupaten/Kota” dalam Pasal 251 ayat (2)
Karena pada Pasal 251 ayat (7) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 terkait
Perda Provinsi yang dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945, maka untuk itu jangka
pengajuan keberatan pembatalan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi yaitu paling lambat
sehingga frasa ‘Perda Provinsi dan’ dalam Pasal 251 ayat (7) Undang-Undang Nomor 23
Terkait dengan Pasal 251 ayat (5) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
karena pasal ini mengatur tentang cara penghentian dan pencabutan Perda yang berkaitan
langsung dengan Pasal 251 ayat (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 di mana
frasa “Perda Provinsi” yang telah dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945,
16
Lihat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 56/PUU-XIV/2016
sehingga di Pasal 251 ayat (5) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 juga dinyatakan
pembatalan Peraturan Daerah (Perda) baik itu Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Dalam
hal ini Juru Bicara Mahkamah Konstitusi Fajar Laksono menyampaikan bahwa sekarang
Perda Provinsi tidak bisa lagi dibatalkan oleh Menteri Dalam Negeri, tetapi jika ingin
dibatalkan harus menempuh jalur judicial review ke MA. Putusan ini juga memiliki
yang juga sama. Jadi komposisi 4 majelis hakim kontra judicial review dan 5 majelis
hakim yang pro, karena Mahkamah Konstitusi ingin tertib hukum, maka pembatalan
sepenuhnya. Sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi ini, maka lembaga eksekutif
Sama dengan pendapat yang disampaikan oleh M. Nur Sholikin bahwa dengan
adanya Putusan MK ini mengakhiri perdebatan dalam menentukan lembaga mana yang
paling berhak membatalkan Perda yang dibawa ke dalam perdebatan antara masuk ke
pengaruh yang besar bagi kebijakan tatacara pengawasan Perda oleh pemerintah dan
penataan pelaksanaan judicial review ke MA. Putusan ini bersifat final dan mengikat,
pengertian atau tafsiran serta berspekulasi mengenai Pasal 251 ayat (2), ayat (3), ayat (4)
dan ayat (8) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, yang
menyatakan bahwa Menteri Dalam Negeri masih boleh melakukan executive review
ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (8) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
mekanisme pembatalan Perda Kabupaten/Kota oleh gubernur dan menteri Dalam Negeri
tidak berdasarkan konstitusi atau bertentangan dengan UUD NRI 1945. Dengan begitu,
Kabupaten/Kota dan Peraturan Daerah Provinsi hanya bisa dibatalkan jika ditempuh
Karena pada tahun 2016 Menteri Dalam Negeri sudah membatalkan sekitar 3.143
Perda, maka dengan itu hal ini yang menjadi dasar agar tidak ada lagi Pembatalan
Peraturan Daerah secara langsung oleh Menteri Dalam Negeri. Karena itu Mahkamah
Konstitusi menilai bahwa Peraturan Daerah merupakan produk hukum yang dibuat oleh
eksekutif dan legislatif di daerah, yakni Pemerintah Daerah (Pemda) dan juga Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Kedudukan Peraturan Daerah, baik Provinsi maupun
Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
berada di bawah UU, Peraturan Daerah (Perda) tidak dapat dibatalkan secara langsung
dan sepihak oleh lembaga eksekutif melalui Menteri Dalam Negeri. Melainkan harus
melalui judicial review yang dilakukan oleh Mahkamah Agung (MA). Hal ini sesuai
Untuk itu Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) ini dengan sangat jelas
menyatakan bahwa Menteri Dalam Negeri sudah tidak bisa lagi membatalkan Peraturan
Daerah (Perda) dengan sepihak, kecuali diajukan dahulu melalui judicial review ke MA.
Jadi sudah jelas bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 56/PUU-XIV/2016 yang
sebelumnya bahwa Menteri Dalam Negeri tidak bisa lagi membatalkan Peraturan Daerah
(Perda) baik itu Peraturan Daerah Provinsi (Perda) maupun Peraturan Daerah (Perda)
Kabupaten/Kota.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
20
Lihat Pasal 24A ayat (1) Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa berdasarkan
Undang – Undang N0mor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang menyatakan
bahwa Peraturan Daerah (Perda) dapat dibatalkan oleh Menteri Dalam Negeri dan juga
oleh Gubernur. Namun dengan adanya Pengajuan uji materi yang diajukam oleh Asosiasi
lima) pemerintah daerah Kabupaten/ Kota ke Mahkamah Konstitusi maka dalam sidang
pleno Mahkamah Konstitusi pada tanggal 5 April 2017, melalui Putusan Nomor
kabupaten/kota tidak lagi bisa dibatalkan Menteri Dalam Negeri atau gubernur. Namun
untuk mempertegas hal tersebut Mahkamah Konstitusi melengkapi hal tersebut melalui
Agung sebagaimana diatur oleh Pasal 24A UUD NRI 1945 yaitu sebagai pemegang
(Perda) menurut hierarki ada di bawah Undang – Undang. Tetapi putusan ini juga tidak
peraturan kepala daerah tidak lagi dapat dibatalkan oleh pemerintah yang tingkatannya
lebih tinggi, hal ini dikarenakan peraturan kepala daerah merupakan jenis peraturan
Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 24A UUD NRI 1945 yang sama sekali tidak
B. Saran
56/PUU-XIV/2016 maka saran yang dapat diberikan yaitu sebagai Negara Hukum
alangkah baiknya jika Kebijakan atau Peraturan Perundang – undangan dikaji dahulu
terhadap kebijakan kebijakan Pemerintahan baik Pusat maupun Daerah secara utuh agar
meminalisasi kebijakan atau peraturan yang bertentangan dengan UUD NRI 1945. Dan
DAFTAR PUSTAKA
1. Ahmad Bonadi, ”ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI
NOMOR:137/PUU-XIII/2015 TENTANG PEMBATALAN KEWENANGAN
GUBERNUR DALAM MEMBATALKAN PERATURAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA” Volume 4, Nomor 1 http://journal2.um.ac.id/index.php/jppk
2. Eka N.A.M Sihombing, “Menggagas Peraturan Daerah Yang Aspiratif” Dalam Sophia
Hadyanto, (Editor) Paradigma Kebijakan Hukum Pasca Reformasi, PT. Softmedia,
Jakarta, 2010, Hlm 189
3. King Faisal Sulaiman, Dialektika Pengujian Peraturan Daerah Pasca Otonomi Daerah,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2014
4. M. Nur Sholikin, Penghapusan Kewenangan Pemerintah Untuk Membatalkan Perda;
Momentum Mengefektifkan Pengawasan Preventif Dan Pelaksanaan Hak Uji Materiil
MA, Badan Pembinaan Hukum Nasional Jurnal Rechtsvinding, [ISSN 2089-9009]
Jakarta, 2017
6. https://media.neliti.com/media/publications/43257-ID-pengawasan-terhadap-peraturan-
daerah.pdf, Pengawasan terhadap peraturan daerah (diakses pada tanggal 4 April 2019)
7. https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt58ec93459830f/putusan-mk--momen-
pemerintah-efektifkan-pengawasan-perdabermasalah., Putusan MK, Momen Pemerintah
Efektifkan Pengawasan Perda Bermasala. (diakses pada tanggal 4 April 2019)
10. Jurnal Mahasiswa Trunojoyo “pengawasan peraturan daerah setelah putusan mahkamah
konstitusi” https://journal.trunojoyo.ac.id
1. https://jurnal.unej.ac.id/index.php/eJLH/article/view/559
2. https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/9410/2.%20Dita%20Dwi
%20Arisandi%20dan%20Lilik%20Pudjiastuti.pdf?sequence=1
3. http://jurnal.unpad.ac.id/pjih/article/view/9460
4. https://jurnal.fh.unila.ac.id/index.php/fiat/article/download/356/315
5. http://jurnal.unpad.ac.id/pjih/article/download/9460/4252
6. https://e-journal.unair.ac.id/YDK/article/download/289/154