Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PERUBAHAN KONSTITUSI

DIBERBAGAI NEGARA
DOSEN PEMBIMBING: SRI INDRIYANI UMRA S.H ,M.H

DISUSUN OLEH:

NAMA : ASRIYANI A. SEHE

NPM : 01012111064

KELAS : III-A

UNIVERSITAS KHAIRUN TERNATE


FAKULTAS HUKUM
2021-2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama ALLAH SWT yang Maha Pengasih lagi Maha penyayang.
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada saya, sehingga dapat menyelesaikan
makalah tentang”PERUBAHAN KONSTITUSI DIBERBAGAI NEGARA”.

Makalah ini insha ALLAH saya telah menyusun dengan maksimal dan tanpa
adanya bantuan dari pihak manapun, terkecuali dari pegangan BUKU,referensi
jurnal yang di dapatkan dari berbagai sumber yang akan di cantumkan.

Terlepas dari semua, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan,
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan
tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritikan dari pembaca agar dapat
dilakukan perbaikan makalah.

Akhir kata, saya berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi terhadap pembaca.

TERNATE, 13 DESEMBER 2022

PENYUSUN
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... 1

DAFTAR ISI ................................................................................................................ 2

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 3

A. LATAR BELAKANG ........................................................................................... 4


B. RUMUSAN MASALAH ..................................................................................... 5
C. TUJUAN .......................................................................................................... 6

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................. 7

BAB III PENUTUP ....................................................................................................... 8

A. KESIMPULAN .................................................................................................. 9
B. SARAN ........................................................................................................... 10
C. DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 11
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Konstitusi merupakan segala ketentuan dan aturan dasar mengenai ketatanegaraan berdirinya
sebuah negara tidak lepas dari adanya konstitusi yang mendasarinya. Konstitusi dapat berupa hukum
dasar tertulis yang lazim disebut Undang-Undang Dasar, dan dapat pula tidak tertulis. Konstitusi
merupakan dasar dari tatanan hukum sebuah negara, yang di dalamnya terdapat perlindungan terhadap
Hak Asasi Manusia (HAM) dan mengatur tentang distribusi kekuasaan (Distribution of Power) dalam
penyelenggaraan negara. Konstitusi biasanya juga disebut sebagai hukum fundamental negara, sebab
konstitusi ialah aturan dasar. Aturan dasar yang nantinya akan menjadi acuan bagi lahirnya aturan-
aturan hukum lain yang ada dibawahnya.1

Konstitusi dalam arti formal adalah suatu dokumen resmi, seperangkat norma hukum yang hanya
dapat diubah di bawah pengawasan ketentuan- ketentuan khusus, yang tujuannya adalah untuk
menjadikan perubahan norma- norma ini lebih sulit. Konstitusi dalam arti material terdiri atas
peraturan-peraturan yang mengatur pembentukan norma-norma hukum yang bersifat umum, terutama
pembentukan undang-undang.2

Jimly Asshiddiqie mengatakan dalam bukunya, konstitusi adalah hukum dasar yang dijadikan pegangan
dalam penyelenggaraan suatu negara.3 Penting bagi sebuah negara memiliki konstitusi sebagai landasan
hukum dalam penyelenggaraan sebuah negara. Untuk itu dalam penyusunan konstitusi harus
merupakan hasil dari nilai-nilai dan norma berbangsa dan bernegara yang hidup dalam masyarakat.
Dengan demikian, penyusunan konstitusi menjadi sebuah pekerjaan yang mendasar bagi sebuah negara
untuk menentukan sistem hukumnya.

Di Indonesia, konstitusi yang digunakan merupakan konstitusi tertulis yaitu Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau biasa disebut UUD 1945. UUD 1945 pertama kali disahkan
sebagai konstitusi negara Indonesia dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yaitu pada
tanggal 18 Agustus 1945. Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan mempertegas kedudukan Undang-Undang Dasar sebagai sebuah
Hukum Dasar.

Namun dalam perjalanan proses penyelenggaraan negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 telah mengalami empat perubahan pertama, yaitu perubahan pertama pada
tahun 1999, perubahan kedua pada tahun 2000, perubahan ketiga pada tahun 2001, dan perubahan
keempat pada tahun 2002. Perubahan yang terjadi merupakan hasil dari pergolakan politik pada

1
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1989, hlm. 457.

2 Hans Kelsen, Teori Umum tentang Hukum dan Negara, Ctk. Keempat , Nusa Media, Bandung, hlm. 180.
3
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme di Indonesia, Mahkamah Konstitusi RI,
Jakarta, 2004, hlm. 29.
masanya. Perubahan konstitusi tidak hanya bergantung pada norma perubahan, tetapi lebih ditentukan
oleh kelompok elite politik yang memegang suara mayoritas di lembaga yang mempunyai kewenangan
melakukan perubahan konstitusi.4

Meskipun demikian, perubahan Undang-Undang Dasar tetap bertujuan untuk memperkuat konstitusi
dan bukan sebaliknya. Undang-Undang Dasar ini (pasca Amandemen) dapat disebut sebagai konstitusi
politik, konstitusi ekonomi dan sekaligus konstitusi sosial yang mencerminkan cita-cita kolektif bangsa,
baik di bidang politik dan ekonomi maupun sosial-budaya, dengan tetap memelihara tingkat abstraksi
perumusannya sebagai hukum dasar (rechtsidee) 5Menurut tradisi Amerika Serikat, perubahan
dilakukan terhadap materi tertentu dengan menetapkan naskah Amandemen yang terpisah dari naskah
asli UUD, sedangkan menurut tradisi Eropa perubahan dilakukan langsung dalam teks UUD. Jika
perubahan menyangkut materi tertentu, tentulah naskah UUD yang asli itu tidak banyak mengalami
perubahan. Akan tetapi, jika materi yang diubah berbilang banyaknya dan apalagi isinya sangat
mendasar, biasanya naskah UUD itu disebut dengan nama baru sama sekali.

Tetapi dalam tradisi Amandemen Konstitusi Amerika Serikat, materi yang diubah biasanya selalu
menyangkut satu ‘issue’ tertentu. Bahkan Amandemen I sampai dengan Amandemen X pada pokoknya
sama-sama menyangkut ‘issue’ Hak Asasi Manusia.6

Perubahan konstitusi memang telah dilakukan di Indonesia. Namun bukan berarti perubahan yang
dilakukan telah mengatasi semua masalah ketatanegaraan dan tidak menimbulkan masalah baru. Pasca
amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, beberapa permasalahan
ketatanegaraan justru muncul. Amandemen telah melahirkan beberapa lembaga negara baru dalam
sistem ketatanegaraan Indonesia, seperti Mahkamah Konstitusi (MK) dan Dewan Perwakilan Daerah
(DPD). MK hadir dengan salah satu kewenangannya adalah pengujian undang-undang terhadap Undang-
Undang Dasar, yang selama pemerintahan orde baru tidak ada lembaga manapun yang berwenang
terhadap permasalahan tersebut. Namun di sisi lain, perubahan UUD telah melahirkan pemisahan
pengujian peraturan perundang-undangan di dua atap. MK yang berwenang menguji undang-undang
terhadap undang-undang dasar, sedangkan MA memiliki kewenangan menguji peraturan yang berada di
bawah undang- undang. Padahal keduanya merupakan lembaga negara yang terpisah. Lembaga
perwakilan juga memunculkan permasalahan terkait munculnya DPD. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
merupakan salah satu lembaga negara dengan fungsi

legislasi yang amat sangat terbatas. Pasal 22D Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945 menjelaskan, DPD hanya memilki kewenangan untuk mengusulkan sebuah rancangan undang-
undang dan ikut membahas sebuah rancangan undang-undang. Hal tersebut dapat dimaknai bahwa DPD
selaku salah satu pemegang fungsi legislasi, tetapi tidak memiliki kewenangan untuk menjadi legislator

4
Ni’matul Huda, Lembaga Negara dalam masa Transisi Demokrasi, UII Press, Yogyakarta, 2007, hlm.49.
5
Jimly Asshiddiqie, op.cit., hlm. 30.
6
Jimly Asshiddiqie, Konsolidasi Materi Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, dalam Ni’matul Huda,
Lembaga...., op.cit., hlm.53
dalam mengesahkan suatu rancangan undang-undang. Sebagai sebuah lembaga negara dengan fungsi
legislasi dalam MPR, kewenangan tersebut jelas tidak setara dengan kewenangan lembaga negara
lainnya yang memiliki fungsi legislasi, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Ketika terjadi reformasi konstitusi (UUD 1945) tahun 1999, muncul beberapa kesepakatan dasar dalam
melakukan perubahan UUD 1945, antara lain mempertegas sistem presidensiil. Namun dalam
kenyataannya kesepakatan tersebut tidak ditaati secara konsisten oleh MPR. Pembongkaran konstruksi
presidensialisme dalam UUD 1945 secara signifikan pada perubahan pertama (1999), kemudian
penguatan kelembagaan DPR pada perubahan kedua (2000), bukannya melahirkan keseimbangan
kekuasaan antara presiden dan DPR, tetapi justru menimbulkan ketidakjelasan sistem presidensiil yang
ingin dibangun melalui Perubahan UUD 1945. Kesan ‘parlementernya’ justru semakin menguat.7

Melihat dinamika yang terjadi di Indonesia saat ini, banyak pihak merasa perlu adanya perubahan
kembali terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Karena dirasa harus
ada penguatan pada beberapa sektor sistem ketatanegaraan. Berangkat dari hal tersebut, Dewan
Perwakilan Daerah (DPD) berinisiatif mengajukan usulan untuk mengamandemen Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). DPD
beranggapan Undang-Undang Dasar harus kembali diamandemen dengan beberapa alasan tertentu.
Alasan-alasan tersebut diantaranya : Memperkuat Sistem Presidensial, Memperkuat Lembaga
Perwakilan, Memperkuat Otonomi Daerah, Calon Presiden Perseorangan,Pemilahan Pemilu Nasional
dan Pemilu Lokal, Forum Previlegiatum, Optimalisasi Peran Mahkamah Konstitusi, Penambahan Pasal
Hak Asasi Manusia, Penambahan Bab Komisi Negara, dan Penajaman Bab tentang Pendidikan dan
Perekonomian.8

Dari berbagai latar belakang permasalahan yang telah dipaparkan, penulis kemudian bermaksud
melakukan penelitian terhadap usulan amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945 oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD), khususnya terkait penguatan lembaga perwakilan.
Judul dari penelitian ini adalah Analisis Usulan Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD) terkait Penguatan Lembaga Perwakilan.

7
Ni’matul Huda, Perkembangan Hukum Tata Negara Perdebatan & Gagasan Penyempurnaan,
UII Press, Yogyakarta, hlm. 168.
8
http://news.liputan6.com/read/2166795/10-usulan-dpd-ri-untuk-amandemen-ke-5-uud-1945 diakses pada 24
Februari 2015
B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian dari hukum konstitusi?


2. Sebutkan dan jelaskan macam-macam cara dalam perubahan konstitusi di suatu negara!
3. Jelaskan kedudukan konstitusi di suatu negara!
4. Sebutkan dan jelaskan tujuan dan fungsi konstitusi di suatu negara!

C. TUJUAN MAKALAH

1. Untuk mengetahui apa itu pengertian dari konstitusi


2. Untuk mengetahui macam macam cara dalam perubahan konstitusi di suatu negara
3. Untuk mengetahui kedudukan konstitusi di berbagai negara
4. Untuk mengetahui tujuan dan fungsi konstitusi dalam suatu negara
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN HUKUM KONSTITUSI

Istilah konstitusi berasal dari bahasa Perancis (constituer) yang berarti membentuk. Pemakaian istilah
konstitusi yang dimaksudkan adalah pembentukan suatu negara atau menyusun dan menyatakan suatu
negara9. Sedangkan istilah Undang-Undang Dasar merupakan terjemahan istilah yang dalam bahasa
Belandanya Gronwet. Perkataan wet diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesi undang-undang, dan grond
berarti tanah atau dasar. Di negara-negara yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa nasional,
dipakai istilah Constitution yang dalam bahasa Indonesia disebut konstitusi10. Pengertian konstitusi, dalam
praktik dapat berarti lebih luas daripada pengertian Undang-Undang Dasar, tetapi ada juga yang
menyamakan dengan pengertian Undang-Undang Dasar.

Bagi para sarjana ilmu politik istilah Constitution merupakan sesuatu yang lebih luas, yaitu keseluruhan
dari peraturan- peraturan baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang mengatur secara mengikat
cara- cara bagaimana sesuatu pemerintahan diselenggarakan dalam suatu masyarakat. Dalam bahasa
Latin, kata konstitusi merupakan gabungan dari dua kata, yaitu cume dan statuere. Cume adalah sebuah
preposisi yang berarti “bersama dengan ...”, sedangkan statuere berasal dari kata sta yang membentuk
kata kerja pokok stare yang berarti berdiri. Atas dasar itu, kata statuere mempunyai arti “membuat
sesuatu agar berdiri atau mendirikan/menetapkan”. Dengan demikian bentuk tunggal (constitutio) berarti
menetapkan sesuatu secara bersama-sama

dan bentuk jamak (constitusiones) berarti segala sesuatu yang telah ditetapkan.11 Mencermati dikotomi
antara istilah constitution dengan gronwet (Undang-Undang Dasar) di atas, L.J. Van Apeldoorn telah
membedakan secara jelas di antara keduanya, kalau gronwet (Undang-Undang Dasar) adalah bagian
tertulis dari suatu konstitusi, sedangkan constitution (konstitusi) memuat baik peraturan tertulis maupun
yang tidak tertulis. Sementara Sri Soemantri M, dalam disertasinya mengartikan konstitusi sama dengan
Undang-Undang Dasar.12 Penyamaan arti dari keduanya ini sesuai dengan praktik ketatanegaraan di
sebagianbesar negara-negara dunia termasuk di Indonesia.

9Wirjono Projodikoro, Asas‐Asas Hukum Tata Negara Di Indonesia, (Jakarta: Dian Rakyat, 1989), hlm. 10

10Sri Soemantri M., Susunan Ketatanegaraan Menurut UUD 1945 dalam Ketatanegaraan Indonesia Dalam Kehidupan Politik
Indonesia, (Jakarta: Sinar Harapan, 1993), hlm. 29.

11 Koerniatmanto Soetoprawiro, Konstitusi: Pengertian dan Perkebangannya, Pro Justitia, No. 2 Tahun V, Mei 1987, hlm. 28‐29.

12 Sri Soemantri, Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi, Disertasi, Alumni, Bandung, 1987, hlm. 1.
Penyamaan pengertian antara konstitusi dengan Undang-Undang Dasar, sebenarnya sudah dimulai sejak
Oliver Cromwell (Lord Protector Republik Inggris 1649-1660) yang menamakan Undang-Undang Dasar
itu sebagai Instrument of Goverment, yaitu bahwa Undang-Undang Dasar dibuat sebagai pegangan
untuk memerintah dan di sinilah timbul identifikasi dari pengertian Konstitusi dan Undang-Undang
Dasar.

Sebaliknya perlu dicatat bahwa dalam kepustakaan Belanda (misalnya L.J. Van Apeldoorn) diadakan
pembedaan antara pengertian Undang-Undang Dasar dengan konstitusi.Menurut E.C.S. Wade dalam
bukunya Constitutional Law, Undang-Undang Dasar adalah naskah yang memaparkan rangka dan tugas-
tugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokoknya cara kerja
badan-badan tersebut13. Jadi pada pokoknya dasar dari setiap sistem pemerintahan diatur dalam suatu
Undang-Undang Dasar.

Bagi mereka yang memandang negara dari sudut kekuasaan dan menganggapnya sebagai organisasi
kekuasaan, maka Undang-Undang Dasar dapat dipandang sebagai lembaga atau kumpulan asas yang
menetapkan bagaimana kekuasaan dibagi antara beberapa lembaga kenegaraan, misalnya antara badan
legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Undang- Undang Dasar menentukan cara-cara bagaimana pusat-pusat
kekuasaan ini bekerja sama dan menyesuaikan diri satu sama lain, Undang-Undang Dasar merekam
hubungan-hubungan kekuasaan dalam suatu negara.

Berikut ini beberapa ahli hukum yang mendukung antara yang membedakan dengan yang menyamakan
pengertian konstitusi dengan Undang-Undang Dasar. Penganut paham yang membedakan pengertian
konstitusi dengan Undang-Undang Dasar antara lain Herman Heller dan F. Lassalle. Herman Heller
membagi pengertian konstitusi menjadi tiga, yaitu14:

1.Die Politische verfassung als gesellschaftlich wirklichkeit. Konstitusi adalah mencerminkan kehidupan
politik di dalam masyarakat sebagai suatu kenyataan. Jadi mengandung pengertian politis dan sosiologis.

2. Die Verselbstandigte rechtsverfassung. Konstitusi merupakan suatu kesatuan kaidah yang hidup
dalam masyarakat. Jadi mengandung pengertian yuridis.

3. Die geshereiben verfassung. Konstitusi yang ditulis dalam suatu naskah sebagai undang- undang yang
tertinggi yang berlaku dalam suatu negara.

Dari pendapat Herman Heller tersebut dapatlah disimpulkan bahwa jika pengertian undang-undang itu
harus dihubungkan dengan pengertian konstitusi, maka artinya Undang- Undang Dasar itu baru
merupakan sebagian dari pengertian konstitusi, yaitu konstitusi yang tertulis saja. Di samping itu
konstitusi itu tidak hanya bersifat yuridis semata-mata, tetapi juga mengandung pengertian logis dan
politis.

13 Wade and Philips, G. Godfrey, Constitutional Law, An Outline of the Law and Practice of the Constitution, Including Central
and Local Government, the Citizen and the State and Administrative Law. Seventh ed, by E.C.S. Wade and A.W. Bradley,
London, Longmans, 1965.
14 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Pusat Studi HTN Fakultas Hukum UI, Jakarta,

1988, hlm. 65.


1.1 Macam-Macam cara dalam perubahan konstitusi di suatu negara

Sistem perubahan konstitusi yang dipergunakan oleh negara-negara dalam mengubah konstitusinya,
dapat dibedakan menjadi dua macam: pertama, UUD lama (aslinya) akan dicabut dan digantikan oleh
UUD baru secara keseluruhan. Kedua, perubahan memelui amandemen, disini UUD atau konstitusi lama
(aslinya) tetap dipertahankan berlakuanya, sedangkan amandemen perubahan atas pasal-pasalnya itu
disisipakan sebagai lampiran atau adendum dari UUD atau konstitusi asli tersebut. Sistem perubahan
yang kedua inilah (adendum) yang saat ini menjadi sistem perubahan Indoensia.15

Menurut C.F. Strong, prosedur perubahan konstitusi-konstitusi ada empat macam cara perubahan,
yaitu:

1. Perubahan konstitusi yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan legislatif, akan tetapi menurut
pembatasan-pembatasan tertentu;
2. Perubahan kostitusi yang dilakukan oleh rakyat melalui referendum;
3. Perubahan konstitusi yang dilakukan oleh sejumlah negara-negara bagian dan biasa terjadi di
negara serikat;
4. Perubahan konstitusi yang dilakukan dalam suatu konvensi atau dilakukan oleh suatu lembaga
negara khusus yang di bentuk hanya untuk keperluan perubahan.

Berbeda dengan apa yang disampaikan oleh C.F. Strong, Adapun cara yang dapat digunakan untuk
mengubah Undang-Undang Dasar atau konstitusi menurut K.C. Wheare ada empat macam cara, yaitu
melalui:

1. Beberapa kekuatan yang bersifat primer (some primary forces);

2. Perubahan yang diatur dalam konstitusi (formal amandement);

3. Penafsiran secara hukum (judicial interpretation);

4. Kebiasaan dan kebiasaan yang terdapat dalam bidang ketatanegaraan (usage and convention).7

Feri Amsari sebagimana mengutip pendangan yang diuraikan oleh

Jimly Asshiddiqie, dimana hal ini sejalan dengan pendapat yang disampaikan oleh George Jellinek yang
membagi jenis perubahan konstitusi menjadi 2 (dua) mekanisme utama, yakni:

1. Melalui Prosedur Formal yang diatur dalam konstitutis itu sendiri (verfassungsanderung),8 atau

2. Melalui prosedur yang diatur di luar ketentuan konstitusi itu sendiri (verfassungswandlung).

15
Hamid S. Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan
Negara, Disertasi, (Jakarta : Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990), hal. 215
1.2 Kedudukan Konstitusi di suatu negara

Konstitusi merupakan hukum yang lebih tinggi bahkan paling tinggi serta paling fundamental sifatnya,
karena konstitusi itu sendiri merupakan sumber legitimasi atau landasan otorisasi bentuk-bentuk hukum
atau peraturan-peraturan perundang-undangan lainnya. sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku
universal, maka agar peraturanperaturan yang tingkatnya dibawah Undang-undang Dasar dapat berlaku
dan diberlakukan, Peraturan-peraturan itu tidak boleh bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi
tersebut, atas dasar logika demikian itulah Mahkamah Agung Amerika Serikat menganggap dirinya
memiliki kewenangan untuk menafsirkan dan menguji materi peraturan produk legislatif (judicial riview)
tehadap materi konstitusi, meskipun Konstitusi Amerika tidak secara eksplisit memberikan kewenangan
demikian kepada Mahkamah Agung. Oleh karena itu, pemakaian kata konstitusi lebih dikenal untuk
maksud sebagai pembentukan, penyusunan atau menyatakan suatu negara. Dengan kata lain secara
sederhana konstitusi dapat diartikan sebagai suatu pernyataan tentang bentuk dan susunan suatu
negara yang dipersiapkan sebelum maupun sesudah berdirinya negara yang bersangkutan.16

Kedudukan konstitusi dalam suatu negara berubah dari zaman ke zaman. Pada masa peralihan dari
negara feodal monarki atau oligarki dengan kekuasaan mutlak penguasa negara nasional demokrasi,
konstitusi berkedudukan sebagai benteng pemisah antara rakyat yang kemudian secara berangsur-
angsur mempunyai fungsi sebagai alat rakyat dalam perjuangan kekuasaan melawan golongan
penguasa. Sejak itu, setelah perjuangan dimenangkan oleh rakyat, kedudukan dan peran konstitusi
bergeser dari sekedar penjaga keamanan dan kepentingan satu golongan oligarki serta untuk
membangun tata kehidupan baru atas dasar landasan kepentingan bersama rakyat.17

Sri Soemantri mengatakan bahwa kedudukan konstitusi dalam suatu negara menjadi penting karna
sebagaimana yang di kutip dari penulisan yang dilakukan oleh seorang pakar Hukum Tata Negara
Belanda (van maarseveen cs 1978) konstitusi suatu negara merupakan18

1. Dokumen nasional ( a national document ), artinya mempunyai sebuah konstitusi itu adalah kekendak
untuk menunjukkan kepada dunia luar tentang identitas negara sendiri. 2. Dokumen politik dan hukum
(a political legal document), artinnya, konstitusi merupakan alat untuk pembentukan sistem politik dan
sistem hukum negara sendiri. 3. Setifikat (piagam) kelahiran negara (a birth certificate), artinya, adalah
konstitusi merupakan tanda kedewasaan (rakyat,bangsa) dan tanda lahirnya sebuah negara kebangsaan
yang merdeka. Menurut Henc van Maarseveen dan Ger van der Tang, fungsi konstitusi merupakan
sebagai akta pendirian negara (constitution as a birth certificate). Konstitusi dijadikan bukti otentik
tentang eksistensi dari suatu negara sebagai badan hukum (rechstpersoon). 19

16
Erry Gusman, Op..Cit.., hal. 165

17
Lusiana M.Tijow, dkk, Studi KonstitusionalTerhadapTafsir Konstitusi Oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Dan Kewenangan
Pengujian Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, laporan Hasil Kajian Penataan Weweangan dan Tugas MPR, (Kerjasama
antara Majelis Permusyawaratn Rakyat dengan Fakultas Hukum Universitas Negeri Gorontalo, 2019), hal. 47

18
Sri soemantri, Hukum Tata Negara....op cit...., Hal. 9
19
Astim Riyanto, Teori Konstitusi, (Bandung: Yapemdo, 2000), hlm 334
1.3 Fungsi dan tujuan konstitusi

Antara fungsi dan tujuan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang
lain, dalam pepata Inggris dikenal dengan kata “two sides of one coin” (dua sisi mata uang yang
tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain), Demikian juga dengan fungsi dan tujuan
konstitusi. Oleh karena itu, maka pada dasarnya jika membahas mengani fungsi konstitusi maka
secara tidak langsung juga akan membahas tentang tujuan konstitusi.

Menurut pendapat yang disampaikan oleh salah satu Guru besar hukum tata negara Universitas
Indonesia, yakni Prof. Jimly Asshiddiqie yang mengatakan bahwa secara rinci fungsi konstitusi
dibagi kedalam beberapa hal, yakni sebagai berikut:

1. Fungsi penentu dan pembatas kekuasaan organ negara.


2. Fungsi pengatur hubungan kekuasaan antar organ negara.
3. Fungsi pengatur hubungan kekuasaan antar organ negara dengan warga negara.
4. Fungsi pemberi atau sumber legitimasi terhadap kekuasaan negara ataupun kegiatan
penyelenggaraan kekuasaan negara.
5. Fungsi penyalur atau pengalih kewenangan dari sumber kuasaan yang asli (yang dalam
sistem demokrasi adalah rakyat) kepada organ negara.
6. Fungsi simbolik sebagai pemersatu (symbol of unity), sebagai rujukan identitas dan
keagungan kebangsaan (identity of nation), serta sebagai center of ceremony.
7. Fungsi sebagai sarana pengendalian masyarakat (social control), baik dalam arti sempit
hanya dibidang politik maupun dalam arti luas mencakup bidang sosial dan ekonomi.
8. Fungsi sebagai sarana perekayasa dan pembaruan masyarakat (social engineering atau
social reform). 20
Secara umum, jika melihat apa yang disampaikan oleh Prof. Jimly Asshiddiqie yang
menguraikan tentang fungsi konstitusi, maka dapat dipahami secara mendasar bahwa
konstitusi sangat penting untuk menjamin jalanya sistem ketatanegaraan dalam suatu
negara, baik dalam konteks pembatasan kekuasaan, symbol perekat kebangsaan,
sebagai instrumen untuk melakukan sistem control terhadap berbagai macam kondisi
sosial kemasyarakatan, dan konstitusi juga sebagai dasar dalam melakukan
pembaharuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam konteks social
engineering atau social reform.

20
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia di Masa Depan, (Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata
Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002), hal. 33. Lihat juga dalam buku Jackson, Vicki C, and Mark
Tushnet, Comparative Constitutional Law, (New York, Foundation Press, 1999), hal. 197.
Berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Jimly yang menguraikan delapan fungsi
konstitusi, Marwan Mas dalam buku-nya mengatakan bahwa, pada hakekatnya kehadiran suatu
konstitusi memiliki fungsi yang sangat substansial, yang diuraikan sebagai berikut:

1. Merupakan patokan dasar bagi kekuasaan dasar pemerintah dan lembaga negara agar
kekuasaan yang diberikan tidak dilaksanakan secara sewenang-wenang.
2. Merupakan piagam mengenai terbentuknya suatu negara yang berdaulat agar diakui oleh
negara lain dengan batas wilayah dan penduduk yang jelas.
3. Sumber hukum tertinggi suatu negara dan dijadikan sebagai acuan dalam pembentukan
peraturan perundang undangan yang ada di bawahnya.21

Perihal mengenai perlunya sebuah konstitusi dalam konteks pembatasan kekuasaan dalam
suatu negara misalnya, maka dapat dirujuk pada pendapat yang disampaikan oleh Miriam
Budiharjo, yang dengan sangat jelas mengatakan bahwa:

“Di dalam negara-negara yang mendasarkan dirinya atas Demokrasi Konstitusional, Undang-
undang Dasar mempunyai fungsi yang khas yaitu membatasi kekuasaan pemerintahan
sedemikian rupa sehingga penyelenggaraan tidak bersifat sewenang-wenang. Dengan demikian
diharapkan hak-hak warga negara akanlebih terlindungi”.22

Pada prinsipnya, adanya konstitusi memiliki tujuan untuk membatasi kewenangan


pemerintahan dalam menjamin hak-hak yang diperintah dan merumuskan pelaksanaan
kekuasaan, yang berdaulat, yang secara ringkas dapat dikategorikan menjadi tiga tujuan, yaitu:
memberikan pembatasan sekaligus pengawasan terhadap kekuasaan politik; melepaskan
kontrol kekuasaan dari penguasa sendiri, memberikan batasan-batasan ketetapan bagi para
penguasa dalam menjalankan kekuasaanya.23 Menghubungkan konstitusi dengan hukum pada
umumnya, dapat dipahami bahwa tujuan dari hukum adalah, menghendaki adanya
keseimbangan kepentingan, ketertiban, keadilan, ketentraman dan kebahagiaan setiap
manusia. Berangkat dari tujuan hukum tersebut dapat diperinci secara garis besar fungsi dari
tujuan hukum tersebut sebagai berikut: sebagai alat ketertiban dan keteraturan masyarakat,
sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir batin, sebagai alat penggerak
pembangunan, sebagai alat kritik (fungsi kritis)/sarana pengawas, dan sebagai sarana untuk
menyelesaikan pertikaian. 24

21
Marwan Mas, Hukum Konstitusi dan Kelembagaan Negara, (Depok : Raja Wali Press, 2018), Hal. 16
22
Miriam Budiardjo. Dasar-Dasar Ilmu Politik. (Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama, 2007). Hal. 96
23
Tim ICCE UIN Jakarta, Op..Cit..,, hal. 92
24
J.B. Dalijo, dkk., Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Gramedia, 1994), hal.. 40
BAB III

PENUTUP
B. KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan yang telah dikemukakan, maka dapat di tarik suatu kesimpulan bahwa
sesungguhnya materi muatan yang terkandung pada konstitusi Indonesia (UUD 1945)
mencakup hal-hal mengenai politik,ekonomi,hukum dan HAM. Diaturnya hampir semua elemen
kehidupan manusia ini memberikan konsekuensi terhadap pelaksanaan ketatanegaraan yang
harus berdasarkan kepada kepentingan rakyat banyak atau tujuan negara itu sendiri. Mengenai
ketentuan ekonomi pada konstitusi Indonesia sudah mengalami perbaikan yang sangat berarti,
jika dibandingkan dengan UUD 1945 sebelum diamandemen. Harus juga dipahami prinsip
perekonomian seperti halnya, kebersamaan,keseimbangan,kemajuan,kesatuan ekonomi
nasional. Selanjutnya harus dijadikan pedoman pelaksanaan perekonomian di Indonesia.

Terhadap ketentuan sosial yang terkadang tidak cukup mensejahterakan rakyat, tetapi perlu
juga diperhatikan demi kepentingan bersama untuk mencerdaskan bangsa. Beberapa alasan
diamandemenya UUD 1945 menjadi koreksi bagi pemerintah atau para pelaksana perubahan
UUD 1945 untuk secara langsung melibatkan kepentingan rakyat dan aspirasi rakyat.

C. SARAN

Dalam penulisan makalah ini kami menyadari bahwa penulisan masih jauh dari kata sempurna,
kedepannya kami akan lebih berhati-hati dalam menjelaskan tentang makalah dengan sumber-
sumber yang lebih banyak dan dapat lebih dipertanggung jawabkan.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Manan. 2009. Aspek - Aspek Pengubah Hukum. Jakarta: kencana prenada media.

Ahmad sukardja. 1995. Piagam Madina Dan Undang Undang Dasar 1945. Jakarta: UI Press.

Afan Gaffar, 2006, Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Astim Riyanto. 2000. Teori Konstitusi. Bandung: Yapemdo.

Dahlan Thaib, Jazim Hamidi, Ni’matul Huda. 2010. Teori Dan Hukum Konsitusi.

Jakarta: Grafindo Persada.

Feri Amsari. 2014. perubahan UUD 1945 (perubahan konstitusi negara kesatuan republik indonesia
melalui keputusan mahkamah konstitusi, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Himmawan Utomo. 2007.“Konstitusi”, Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Pendidikan


Kewarganegaran. Yogyakarta; Kanisius.

Hamdan Zoelva, 2011, Pemakzulan Presiden di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika. Jimly Ashddiqie.
2011. Hukum Tata Negara Dan Pilar-Pilar Demokrasi. Jakarta:

Sinar grafika.

Jimly Asshiddiqie dan Ahmad Syahrizal, 2006, peradilan Konstitusi di Sepuluh

Negara, Jakarta: Konstitusi Press,

Jimly Assiddiqie, 2007, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: PT Bhuana Ilmu
Populer Kelompok Gramedia.

Grafika.

, 2010, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta, Sinar

. 2002. Mahkamah Konstitusi: Kompilasi Ketentuan UUD, UU, dan Peraturan di 78 Negara. Jakarta:
Pusat Studi Hukum Tata Negara. FHUI dan Asosiasi Pengajar HTN dan Han Indonesia.

JimlyAsshiddiqie, Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah Perubahan Keempat, Jakarta :PSHTN UI.

Jimly Asshiddiqie dan Bagir Manan, dkk., 2006, gagasan Amandemen UUd 1945 dan pemilihan
presiden Secara Langsung, Sebuah dokumen Historis, Jakarta: Sekretariat Jenderal &
Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi
Janedjri M. Gaffar. 2009. Kedudukan, Fungsi Dan Peran Mahkamah Konstitusi Dalam Sistem
Ketatanegaraan Republik Indonesia. Jakarta: Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.

King Faisal sulaiman. 2014.Sistem Bikamera dalam spektrum lembaga paerlemen indonesial.
Yogyakarta: UII Press.

K.C. Wheare, 1966, Modern Constituion, London: Oxford University Press. Mukti Arto. 2001.
Konsepsi Ideal Mahkamah Agung. Jogjakarta; Pustaka Pelajar.

Miriam Budiardjo. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama.

Mukthie Fadjar, 2003, reformasi Konstitusi dalam Masa Transisi paradigmatik, Malang:In-TRANS.

Mahfud MD, 2010, Membangun Politik Hukum Menegakkan Konstitusi, Jakarta: Rajawali Pers.

Anda mungkin juga menyukai