Tugas Hukum Perlindungan Konsumen (Asriyani A.sehe)
Tugas Hukum Perlindungan Konsumen (Asriyani A.sehe)
2023/2024
Pengertian hukum perlindungan konsumen
Istilah konsumen berasal dan merupakan alih bahasa dari bahasa Inggris “consumer”. Secara
harafiah, konsumen merupakan orang yang menggunakan barang. mendefinisikan konsumen sebagai
pemakai barang hasil priduksi (bahan pakaian, makanan, dan sebagainya), penerima pesan iklan,
atau pemakai jasa (pelanggan dan sebagainya). Sedangkan Black’s Law Dictionary mendefinisikan
konsumen adalah seseorang yang membeli barang atau jasa untuk kepentingan pribadi, keluarga,
rumah, tanpa ada intensi untuk menjual kembali barang atau jasa tersebut.
Menurut Inosentius Samsul, konsumen merupakan pengguna atau pemakai akhir suatu produk, baik
sebagai pembeli ataupun diperoleh dengan cara lain, misalnya melalui pemberian, hadiah, dan
undangan. Sedangkan menurut Darus Badrul Zaman, konsumen adalah semua individu yang
menggunakan barang dan jasa secara konkret dan riil.
Berbagai pengertian konsumen tersebut selaras dengan Pasal 1 angka 2 UU Perlindungan Konsumen
yang mengatur pengertian konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia
dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup
lain dan tidak untuk diperdagangkan.
1. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
2. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai
dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
3. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
4. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.
5. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan
konsumen secara patut.
7. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
8. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa
yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
1. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai
tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
2. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beriktikad tidak baik;
3. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa
konsumen;
4. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak
diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
Sedangkan kewajiban pelaku usaha tercantum dalam Pasal 7 UU Perlindungan Konsumen, yaitu:
2. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau
jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
3. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
4. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan
ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
5. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa
tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang
diperdagangkan;
6. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan,
pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
7. dan memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang
diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
• Pelaku usaha dilarang memproduksi dan memperdagangkan barang dan/atau jasa yang: tidak
memenuhi standar yang ditentukan peraturan perundang-undangan.
• kondisi dan keadaan produk (seperti berat bersih, ukuran, keistimewaan, mutu, proses
pengolahan)
• tidak sesuai dengan yang dinyatakan dalam label atau keterangan produk tidak sesuai dengan
janji yang dinyatakan dalam label atau iklan promosi
• tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan "halal" yang
dicantumkan dalam label
• Asas manfaat, yakni untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan
perlindungan hukum konsumen harus memberi manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan
konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
• Asas keadilan, memiliki maksud agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan dengan
maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen serta pelaku usaha untuk
memperoleh haknya, juga melaksanakan kewajibannya secara adil.
• Asas keadilan juga menghendaki bahwa melalui peraturan hukum perlindungan konsumen,
konsumen dan produsen dapat berlaku adil melalui perolehan hak dan kewajiban. Maka dari
itu, UU Perlindungan Konsumen mengatur hak dan kewajiban konsumen dan juga pelaku
usaha.
• Asas keseimbangan merupakan asas guna memberikan keseimbangan antara kepentingan
konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah. Artinya, kepentingan antara konsumen, pelaku
usaha dan pemerintah diatur dan harus diwujudkan secara seimbang sesuai dengan hak dan
kewajiban masing-masing dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
• Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas
keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan
pemanfaatan barang serta jasa yang digunakan.Artinya terdapat jaminan hukum bahwa
konsumen akan memperoleh manfaat dari produk yang dipakai, dan produk tidak akan
mengancam keselamatan konsumen.
• Asas kepastian hukum, yakni bertujuan agar pelaku usaha maupun konsumen mentaati
hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan hukum konsumen.
Kemudian, negara dalam hal ini turut menjamin adanya kepastian hukum tersebut.
Jenis-Jenis Konsumen
• Terdapat dua jenis perlindungan konsumen, yakni perlindungan preventif dan kuratif.
Perlindungan preventif merupakan perlindungan yang dapat diberikan oleh konsumen saat
konsumen akan membeli ataupun menggunakan suatu barang atau jasa tertentu. Perlindungan
ini dimulai dari proses pemilihan barang atau jasa hingga proses konsumen memutuskan
untuk membeli ataupun menggunakan barang atau jasa yang telah mereka pilih.
Kamus Hukum Kontemporer mendifiniskan klausula baku sebagai setiap aturan atau ketentuan dan
syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku
usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen atau perjanjian mengikat dan wajib dipenuhi oleh
konsumen. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen mendefinisikan
Klausula Baku sebagai aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan
ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen
dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.
Klausula baku kemudian akan melahirkan yang namanya Perjanjian Baku, yakni perjanjian tertulis
yang ditetapkan secara sepihak oleh pelaku usaha untuk diterima atau ditolak dan memuat klausula
baku terkait isi, bentuk, proses pembuatan yang digunakan untuk menawarkan produk dan/atau
layanan kepada konsumen secara massal. Perlaksanaan perjanjian ini biasanya bergerak bebas dalam
bidang perbankan khususnya dalam hal kredit bank.
• Perjanjian dibuat secara sepihak oleh mereka yang posisinya relative lebih kuat dibanding
konsumen
• Konsumen dama sekali tidak dilibatkan dalam menentukan isi perjanjian yang berupa
klausula baku
• Dibuat dalam bentuk tertulis dan massal
• Konsumen terpaksa menerima isi perjanjian karena didorong oleh factor kebutuhan.
Klausula baku umumnya digunakan dalam kontrak B2C atau Business to Consumer. Klausula baku
dalam suatu perjanjian muncul dari kebutuhan para pelaku usaha bahwa dalam suatu hubungan
bisnis membutuhkan akta perjanjian yang cukup rumit dan menghabiskan banyak biaya serta waktu.
Sehingga, dengan adanya klausula baku diharapkan dapat memangkas biaya operasional yang
dibutuhkan dan mempersingkat waktu. Dalam hal ini, pihak yang berkedudukan lemah cenderung
hanya menerima dan menandatangani isi perjanjian karena dia tidak memiliki daya tawar untuk
menambah, mengurangi atau bahkan mengubah isi perjanjian tersebut, dimana hal ini tentu lebih
menguntangkan pihak pengusaha. Bahkan apabila digunakan secara tidak benar, perjanjian ini
berpotensi menipu konsumen.
Klausula baku biasanya digunakan dalam untuk memperjelas hubungan kerja sama dan beberapa
poin penting seperti upaya penyelesaian sengketa, masalah pembayaran, klaim asuransi hingga
terkait dengan ganti rugi permasalahan. Klausula baku banyak digunakan oleh pelaku usaha karena
manfaatnya dan isinya hanya ditentukan sendiri sehingga tidak terjadi ketimpangan antara
kepentingan konsumen dengan kepentingan pelaku usaha.