Anda di halaman 1dari 30

Hukum Perlindungan

Konsumen
Senin, 28 Juni 2021
Manajemen-Mt Kuliah Hukum Bisnis
Oleh Abdul Jalil, dikembangkan dari sumber Agus Riyanto, SH, LL.M
Dari Buku: AZ Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen : Suatu
Pengantar, Diah Media, Jakarta, 2001.
Pengantar
Ketidakseimbangan kedudukan produsen dan konsumen
disebabkan adanya :
• Kekuatan kapital/modal;
• Produsen lebih terorganisasi, konsumen lebih individual;
• Produsen lebih diberikan kemudahan-kemudahan oleh
pemerintah.
Caranya: gerakan perlindungan konsumen, perangkat kelembagaan
dan hukum, dan upaya lain supaya konsumen dapat mengkonsumsi
barang dan jasa dengan lebih aman.Hal ini merupakan suatu
keharusan, karena perkembangan ekonomi dan industri maju
berdampak negatif
Konsep Perlindungan Konsumen
• Pelaku usaha dapat mengangkat konsumen, sekaligus
melindunginya yakni dengan cara meningkatkan kualitas
barangnya dengan harga yang tetap terjangkau.
• Perlindungan hukum perdata, pidana, dan administrasi negara
(perlindungan yang lebih bersifat tidak langsung, preventif,
proaktif).
• Menyeimbangkan posisi tawar dari konsumen terhadap pelaku
usaha
• Mendorong pelaku usaha untuk bersikap jujur dan bertanggung
jawab dalam menjalankan kegiatannya dan usaha bisnisnya.
Kedudukan Konsumen Let the buyer beware (caveat
emptor)/membiarkan pembeli untuk hati2

• Pelaku usaha dan The privity of contract


konsumen seimbang • Pelaku usaha mempunyai
sehingga tidak perlu kewajiban untuk melindungi
perlindungan. konsumen, tetapi hal itu baru
dapat dilakukan apabila di antara
The due care theory mereka terjalin suatu hubungan
• Pelaku usaha mempunyai kontraktual.
kewajiban untuk melakukan • Prinsip kontrak bukan
prinsip kehati-hatian dalam merupakan syarat untuk
memasyarakatkan produk menetapkan eksistensi suatu
hubungan hukum.
(barang/ jasa).
Tujuan Perlindungan Konsumen
• Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum, keterbukaan informasi serta akses untuk
memperoleh informasi
• Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa
• Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha, sehingga tumbuh sikap jujur
dan bertanggungjawab dalam penyediaan barang/jasa yang
berkualitas
• Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen
Esensi Perlindungan Konsumen
• Meningkatkan tanggung jawab pelaku usaha, pentingnya
melakukan bisnis sesuai dengan ketentuan, guna melindungi
kepentingan konsumen;
KONSEKUENSI :BAGI PELAKU USAHA YG MELAKUKAN
PERBUATAN YANG DILARANG(BERPOTENSI TINDAK PIDANA
PERLINDUNGAN KONSUMEN).
Bagi pelanggar dikenakan sanksi : Administratif (penetapan
ganti rugi maks 200 juta rupiah)Pidana penjara max 5 th &
pidana denda max 2 miliar
Apa yang harus dilakukan, apabila
Konseumen dirugikan oleh pelaku usaha
• Pelajari jenis dan bentuk • Syaratnya : konsumen masih
kerugian yang anda alami memiliki kwitansi atau nota
pembelian sebagai bukti
• Beberapa langkah yang transaksiBila upaya ini tidak
harus anda tempuh :Anda berhasil, anda dapat meminta
dapat meminta ganti rugi bantuan kepada lembaga yang
kepada pelaku usaha menangani perlindungan
apabila barang yang anda konsumen.
beli rusak atau tidak sesuai • Konsumen harus tahu apa yang
dengan yang diperjanjikan menjadi hak-haknya sesuai
sebelumnya. dengan UU No. 8 Tahun 1999
Anatomi UU Perlindungan Konsumen (15 bab,
65 pasal)
• Bab I Ketentuan Umum
• Bab II Asas dan Tujuan
• Bab III Hak dan Kewajiban
• Bab IV Perbuatan yang Dilarang bagi Pelaku Usaha
• Bab V Ketentuan Pencantuman Klausua Baku
• Bab VI Tanggung Jawab Pelaku Usaha
• Bab VII Pembinaan dan Pengawasan
• Bab VIII Badan Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat
• Bab IX Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat
• Bab X Penyelesaian Sengketa
• Bab XI Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
• Bab XII Penyidikan
• Bab XIII Sanksi
• Bab XIV Ketentuan Peralihan
• Bab XV Ketentuan Penutup
Pengertian Konsumen
• Konsumen berasal dari bahasa Inggris yaitu consumer.
Terminologi konsumen itu pada dasarnya secara harfiah
merujuk kepada perilaku manusia yang memerlukan,
membelanjakan atau menggunakan, pemakai atau
pembutuh.Pasal 1 ayat 1 UUPK No. 8/1999 
“KONSUMEN” :“setiap orang pemakai barang dan atau jasa
yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri
sendiri, kelaurga, orang lain, maupun makhluk hidup lain
dan tidak untuk diperdagangkan”
Pengertian Pelaku Usaha
• “Setiap perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk
badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan
dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah
hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun
bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan
kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”.Produsen
pabrikan, rekanan, agen, distributor, serta jaringan-jaringan
yang melaksanakan fungsi pendistribusian dan pemasaran
barang dan/atau jasa kepada masyarakat luas selaku
pemakai dan/atau penggunaan barang dan/atau jasa.
Lembaga pelaksanan UUPK
• Pemerintah (Menteri Teknis)Badan Penyelesaian Sengketa
KonsumenBadan Perlindungan Konsumen
NasionalLembaga Perlindungan Konsumen Swadaya
MasyarakatPenyidikPengadilan
Hak dan Kewajiban Konsumen
• Kenyamanan, keamanan & • KONSUMENMenerima
keselamatanMemilih dan mendapatkan pembayaran sesuai
barang sesuai nilai tukar Informasi yang
benar, jelas & jujur
kesepakatanPerlindungan
HukumPembelaan diriRehabilitasi
• Didengar keluhannyaAdvokasi &
penyelesaian sengketaPembinaan dan
nama baikItikad baikInformasi
PendidikanPerlakuan tidak diskriminatif benar, jelas dan jujurLayanan dan
• Kompensasi dan ganti rugi
perlakuan konsumen yang tidak
diskriminatifMenjamin mutu
KEWAJIBAN:Membaca petunjuk informasi
dan prosedur pemakaianItikad baik
barang dan jasaMemberi
dalam transaksiMembayar sesuai nilai jaminan/garansiMemberi
tukar yang disepakatiMengikuti upaya kompensasi/ganti rugiPELAKU
penyelesaian sengketa USAHA
Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha dan
Konsumen
• Hak konsumen  Pasal 4 [9 butir]
• Kewajiban konsumen  Pasal 5
• Hak pelaku usaha  Pasal 6
• Kewajiban pelaku usaha  Pasal 7
Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Hak Pelaku Usaha :
• Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai standar aturan
• Hak untuk mendapat perlindungan hukum
• Hak untuk membela diri secara sepatutnya
• Hak rehabilitasi

Kewajiban Pelaku Usaha :


Beritikad baik
Memberi informasi secara benar
Melayani konsumen
Menjamin mutu barang
Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji barang
Memberi kompensasi.
Perbuatan yang Dilarang Pelaku
Usaha
• Dilarang memproduksi dan memperdagangkan barang dan/atau jasa yang
tidak memenuhi/tidak ketentuan sesuai yang diatur Pasal 8 UU Nomor 8
Tahun 1999.
• Memperdagangkan barang yang, rusak, cacat atau bekas, dan tercemar
tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang
dimaksud.
• Barang-barang yang dimaksud adalah barang-barang yang tidak
membahayakan konsumen dan sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.
• Memperdagangkan persediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau
bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara
lengkap dan benar.
Perbuatan apa saja yang dilarang bagi pelaku
usaha
• Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
• Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam
hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang
tersebut;
• Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan
menurut ukuran yang sebenarnya;
• Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan,keistimewaan atau kemanjuran
sebagaimana dinyatakan dalam label,etiket atau keterangan barang dan/atau
jasa tersebut;
• Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya,
mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau
keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
Perbuatan apa saja yang Dilarang
bagi Pelaku Usaha ?
• Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan
atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
• Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/
pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;tidak mengikuti ketentuan
berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan
dalam label:
• Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama
barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal
pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan
lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat;
• Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam
bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku
Klausula baku
• Ketentuan klausula baku diatur dalam pasal 18 UUPK No. 8/1999.
• Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat
yang “telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara
sepihak oleh pelaku usaha” yang dituangkan dalam suatu dokumen
dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh
konsumen.
• Substansi dasar dari Klausula Baku yang dilarang adalah pernyataan
tentang pengalihan tanggung jawab; pernyataan hak menolak
penyerahan kembali barang yang sudah dibeli; dan juga pernyataan
tunduknya konsumen pada aturan baru yang dibuat sepihak oleh
pelaku usaha.
Larangan Kluasula Baku
• Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan jasa yang ditujukan
untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan
klausul baku pada setiap dokumen atau perjanjian.
• Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak
atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas,
atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.
• Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha
pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan
dinyatakan batal demi hukum.
• Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang
bertentangan dengan Undang-undang ini.
 Tanggung-jawab Pelaku Usaha
[Pasal 19- 28]
• Pelaku Usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang
dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.Namun demikian,
apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut
merupakan kesalahan konsumen, maka ketentuan-ketentuan yang
diuraikan sebelumnya tidak berlaku.
• Pengaturan yang demikian ini dimaksudkan untuk menerapkan sistem
beban pembuktian terbalik.
• Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi
dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut. Importir barang
tersebut dilakukan oleh agen atau perwakilan produsen di luar negeri.
Tanggung-jawab Pelaku Usaha [Pasal
24]
• Pelaku usaha yang menjual barang dan/atau jasa kepada pelaku usaha lain
bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen
apabila:
a. pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan perubahan
apapun atas barang dan/atau jasa tersebut;
b. pelaku usaha lain, di dalam transaksi jual beli tidak mengetahui adanya
perubahan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha atau tidak
sesuai dengan contoh, mutu, dan komposisi.
• Pelaku usaha sebagaimana dimaksud dibebaskan dari tanggung jawab atas
tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha lain
yang membeli barang dan/atau jasa menjual kembali kepada konsumen
dengan melakukan perubahan atas barang dan/atau jasa tersebut
Pembinaan & Pengawasan [Pasal 29-
30]
• Pembinaan dilakukan oleh menteri yang ruang lingkup tugas dan
tanggung jawabnya adalah bidang perdagangan.
• Pembinaan itu meliputi :Terciptanya iklim usaha dan timbulnya hubungan
yang sehat antara pelaku usaha dan konsumen;
• Berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;
• Meningkatan kualitas sumber daya manusia serta meningkatnya kegiatan
penelitian dan pengembangan di bidang perlindungan konsumen.
• Pengawasan dilakukan oleh pihak masyarakat dan lembaga perlindungan
konsumen swadaya masyarakat dengan tetap melibatkan pemerintah.
Badan Perlindungan Konsumen
Nasional [Pasal 31-43]
• Dalam rangka mengembangkan upaya perlindungan konsumen
dibentuklah Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN),
yang berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia
(Jakarta) dan bertanggung jawab kepada Presiden.
• Fungsi dari Badan Perlindungan Konsumen Nasional ini adalah
memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah
dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di
Indonesia.
• Tugas-tugas BPKN diatur lebih detail oleh pasal 34 UU No. 8
Tahun 1999
LSM Konsumen Swadaya
Masyarakat
• LSM dilibatkan dan berperan aktif dalam mewujudkan hak-hak
konsumen sebagaimana ditentukan pasal 44.
• Tugas LSM adalah meliputi kegiatan-kegiatan :menyebarkan
informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan
kewajiban dan kehatihatian konsumen dalam mengkonsumsi
barang dan/atau jasa;memberikan nasihat kepada konsumen yang
memerlukannya;bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya
mewujudkan perlindungan konsumen;membantu konsumen dalam
memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau
pengaduan konsumen;melakukan pengawasan bersama
pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan perlindungan
konsumen
Penyelesaian Sengketa Konsumen
[Pasal 45-48]
• Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan
atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang
bersengketa.
• Penyelesaian sengketa konsumen tidak menutup kemungkinan
penyelesaian damai oleh para pihak yang bersengketa di luar Pengadilan.
• Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan
untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi
dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi
kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh
konsumen.
• Penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan mengacu pada
ketentuan tentang peradilan umum yang berlaku dalam KUHAP dan HIR.
Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen [BPSK]
• BPSK adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa
antara Pelaku Usaha dan Konsumen.
• Pemerintah membentuk BPSK di Daerah Tingkat II (kecuali DKI Jakarta).
Keanggotaannya paling sedikit 3 (tiga) orang dan paling banyak 5 (lima)
orang, yang terdiri atas unsur pemerintah, unsur konsumen, dan unsur
pelaku usaha.
• Untuk menangani dan menyelesaikan sengketa komsumen, BPSK
membentuk Majelis, yang jumlahnya harus ganjil dan sedikit-dikitnya 3 (tiga)
orang yang mewakili semua unsur serta dibantu oleh seorang panitera.
• Putusan majelis ini bersifat final dan mengikat. Artinya, dalam penyelesaian
sengketa konsumen tidak ada upaya banding dan kasasi.
Tugas & Wewenang BPSK [Pasal 52]
• Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen,
dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi;
• Memberi konsultasi perlindungan konsumen;
• Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula
baku;melaporkan kepada penyidik umum apabila trjadi
pelanggaran ketentuan dalam UU Perlindungan Konsumen;
• Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari
konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan
konsumen;
• Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan
konsumen.
Memanggil pelaku usaha yang diduga telah
melakukan pelanggaran terhadap perlindungan
konsumen
• Memanggil dan menghadirkan saksi,saksi ahli dan/atau setiap orang yang
dianggap mengetahui pelanggaran terhadap UU Perlindungan Konsumen;
• Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi
ahli, atau setiap orang, yang tidak bersedia memenuhi panggilan BPSK;
• Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti
lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan;
• Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak
konsumen;
• Memberitahukan putusan kepada pelaku usah yang melakukan
pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
• Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar
ketentuan UU Perlindungan Konsumen.
Penyelesaian Sengketa Melalui BPSK
• Penyidikan [Pasal 59], yang dapat melakukan penyidikan berkaitan
dengan masalah perlindungan konsumen adalah :Pejabat Polisi
Negara Republik Indonesia; dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil
tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan
tanggung jawabnya di bidang perlindungan konsumen juga diberi
wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
• Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil memberitahukan dimulainya
penyidikan dan hasil penyidikannya kepada Penyidik Pejabat Polisi
Negara Republik Indonesia, kemudian menyampaikan hasil
penyidikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi
Negara Republik Indonesia
 Sanksi-sanksi UU No. 8 Tahun 1999
mengatur Sanksi dalam tiga hal :
• Sanksi Administratif [Pasal 60 ].
• BPSK dapat menjatuhkan sanksi pelanggar Pasal 19 ayat 2
dan ayat 3, Pasal 20, Pasal 25, dan Pasal 26.Ganti rugi Rp
200juta,00 (dua ratus juta rupiah);
• Sanksi Pidana [Pasal ]Tuntutan pidana dapat dilakukan
terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya dengan
pidana penjara paling lama 2 – 5 tahun atau pidana denda
sampai dengan Rp 2Milyar ,00 (dua miliar rupiah).
• Sanksi Tambahan [Pasal 63]

Anda mungkin juga menyukai