Anda di halaman 1dari 125

PERLINDUNGAN KONSUMEN

Malang, 6 September 2023


Mengapa Perlu Perlindungan Konsumen?

• Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat


adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual dalam era demokrasi
ekonomi berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
• Pembangunan perekonomian nasional pada era globalisasi harus dapat
mendukung tumbuhnya dunia usaha sehingga mampu menghasilkan
beraneka barang dan/atau jasa yang memiliki kandungan teknologi yang
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak dan sekaligus
mendapatkan kepastian atas barang dan/atau jasa yang diperoleh dari
perdagangan tanpa mengakibatkan kerugian konsumen
Mengapa Perlu Perlindungan Konsumen?
• Semakin terbukanya pasar nasional sebagai akibat dari proses
globalisasi ekonomi harus tetap menjamin peningkatan kesejahteraan
masyarakat serta kepastian atas mutu, jumlah dan keamanan barang
dan/atau jasa yang diperolehnya di pasar
• Untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen perlu
meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan
kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya serta
menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggung jawab
• Ketentuan hukum yang melindungi kepentingan konsumen di
Indonesia belum memadai
Pengertian
• Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya
kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen
• Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang
tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,
orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan
• Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik
yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan
dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara
Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian
penyelenggaraan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi
Pengertian
• Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat adalah lembaga
non-Pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh Pemerintah yang
mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen.
• Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang
telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh
pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian
yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.
• Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah badan yang bertugas
menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan
konsumen.
• Badan Perlindungan Konsumen Nasional adalah badan yang dibentuk
untuk membantu upaya pengembangan perlindungan konsumen.
Asas Perlindungan Konsumen
• Asas manfaat
• Asas keadilan
• Asas keseimbangan
• Asas keamanan dan keselamatan konsumen
• Asas kepastian hukum
Tujuan Perlindungan Konsumen
• meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen
untuk melindungi diri;
• mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau
jasa;
• meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,
menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
• menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk
mendapatkan informasi;
Tujuan Perlindungan Konsumen
• menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggungjawab dalam berusaha;
• meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
Hak Konsumen
• Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/atau jasa;
• Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang
dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan
yang dijanjikan;
• Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai konsidi dan
jaminan barang dan/atau jasa;
• Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa
yang digunakan;
• Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut;
Hak Konsumen
• Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
• Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif;
• Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai
dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
Kewajiban Konsumen
• Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur
pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan
dan keselamatan;
• Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau
jasa;
• Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
• Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan
konsumen secara patut.
Hak Pelaku Usaha
• Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan
mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
• Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen
yang beritikad tidak baik;
• Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam
penyelesaian hukum sengketa konsumen;
• Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum
bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau
jasa yang diperdagangkan;
Kewajiban Pelaku Usaha
• Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
• Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,
perbaikan dan pemeliharaan;
• Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif;
• Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa
yang berlaku;
• Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau
mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau
garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
Kewajiban Pelaku Usaha
• Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian
akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau
jasa yang diperdagangkan;
• Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila
barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai
dengan perjanjian.
Larangan Memproduksi dan/atau
Memperdagangkan Barang dan/atau Jasa
• Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang
dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
• Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah
dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket
barang tersebut;
• Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam
hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
• Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran
sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang
dan/atau jasa tersebut;
Larangan Memproduksi dan/atau
Memperdagangkan Barang dan/atau Jasa
• Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan,
gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan
dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
• Tidak sesuai dengan janji dinyatakan dalam label, etiket keterangan,
iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
• Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu
penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;
• Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana
pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label;
Larangan Memproduksi dan/atau
Memperdagangkan Barang dan/atau Jasa
• Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang
memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi,
aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan
alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang
menurut ketentuan harus di pasang/dibuat;
• Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan
barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.
Larangan bagi Pelaku Usaha
• Dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan
tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas
barang dimaksud.
• Dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak,
cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan
informasi secara lengkap dan benar.
• Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran tersebut dilarang
memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib
menariknya dari peredaran.
Larangan Menawarkan, Mempromosikan,
Mengiklankan Suatu Barang dan/atau Jasa secara
Tidak Benar, dan/atau Seolah-olah:
• Barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga,
harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu,
karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu;
• Barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;
• Barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki
sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu,
ciri-ciri kerja atau aksesori tertentu;
• Barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang
mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi;
• Barang dan/atau jasa tersebut tersedia;
Larangan Menawarkan, Mempromosikan,
Mengiklankan Suatu Barang dan/atau Jasa secara
Tidak Benar, dan/atau Seolah-olah:
• Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;
• Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;
• Barang tersebut berasal dari daerah tertentu;
• Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau
jasa lain;
• Menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak
berbaketerangan yang lengkap;
• Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti. haya,
tidak mengandung risiko atau efek sampingan tanpa
Larangan Menawarkan, Mempromosikan,
Mengiklankan atau Membuat Pernyataan yang
Tidak Benar atau Menyesatkan Mengenai:
• Kegunaan suatu barang dan/atau jasa;
• Kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang
dan/atau jasa;
• Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;
• Bahaya penggunaan barang dan/atau jasa.
Larangan mengelabui/menyesatkan konsumen
melalui cara obral/lelang dengan:
• Menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah telah
memenuhi standar mutu tertentu;
• Menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah tidak
mengandung cacat tersembunyi;
• Tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan
melainkan dengan maksud untuk menjual barang lain;
Larangan mengelabui/menyesatkan konsumen
melalui cara obral/lelang dengan:
• Tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/atau
jumlah yang cukup dengan maksud menjual barang yang
lain;
• Tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam
jumlah cukup dengan maksud menjual jasa yang lain;
• Menaikkan harga atau tarif barang dan/atau jasa sebelum
melakukan obral.
Larangan bagi Pelaku Usaha
• Dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu
barang dan/atau jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah
berupa barang dan/atau jasa lain secara cuma-cuma dengan maksud
tidak memberikannya atau memberikan tidak sebagaimana yang
dijanjikannya.
• Dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan obat,
obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa
pelayanan kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah
berupa barang dan/atau jasa dengan cara menjanjikan pemberian
hadiah berupa barang dan/atau jasa lain.
Larangan dalam Memberikan Hadiah melalui
Cara Undian
• Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang
dijanjikan;
• Mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa;
• Memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan;
• Mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang
dijanjikan.
• Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa dilarang
melakukan dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat
menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis terhadap konsumen.
Larangan menawarkan Barang/Jasa melalui
Pesanan
• Tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian
sesuai dengan yang dijanjikan;
• Tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi.
Larangan dalam Produksi Iklan
• Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan kegunaan dan
harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang
dan/atau jasa;
• Mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa;
• Memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang
dan/atau jasa;
• Tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa;
• Mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang
atau persetujuan yang bersangkutan;
• Melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai periklanan.
• Dilarang melanjutkan peredaran iklan yang telah melanggar ketentuan
tersebut
Larangan Menawarkan Barang/Jasa dalam
Membuat/Mencantumkan Klausula Baku dalam
Dokume Perjanjian
• Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
• Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali
barang yang dibeli konsumen;
• Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali
uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh
konsumen;
• Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik
secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan
sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara
angsuran;
• Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau
pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
Larangan Menawarkan Barang/Jasa dalam
Membuat/Mencantumkan Klausula Baku dalam
Dokume Perjanjian
• Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa
atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual
beli jasa;
• Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa
aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang
dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen
memanfaatkan jasa yang dibelinya;
• Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha
untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan
terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
Ganti Rugi
• Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang
dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
• Ganti rugi dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang
dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan
dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
• Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari
setelah tanggal transaksi.
• Pemberian ganti rugi tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan
pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur
kesalahan.
• Ketentuan tersebut di atas tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat
membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.
Iklan
• Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang
diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut.
• Pelaku usaha yang menolak dan/atau tidak memberi tanggapan
dan/atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen, dapat
digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau
mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen.
• Pelaku usaha yang menjual barang dan/atau jasa kepada pelaku
usaha lain bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau
gugatan konsumen apabila:
a. pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan
perubahan apapun atas barang dan/atau jasa tersebut;
b. pelaku usaha lain, di dalam transaksi jual beli tidak mengetahui
adanya perubahan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh
pelaku usaha atau tidak sesuai dengan contoh, mutu, dan
komposisi.
• Pelaku usaha tersebut di atas dibebaskan dari tanggung jawab atas
tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha
lain yang membeli barang dan/atau jasa menjual kembali kepada
konsumen dengan melakukan perubahan atas barang dan/atau jasa
yang tersebut.
Suku Cadang
• Pelaku usaha yang memproduksi barang yang pemanfaatannya
berkelanjutan dalam batas waktu sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun
wajib menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas purna jual dan
wajib memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang
diperjanjikan.
• Pelaku usaha tersebut di atas bertanggung jawab atas tuntutan ganti
rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha tersebut:
a. tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang dan/atau
fasilitas perbaikan;
b. tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan atau garansi yang
diperjanjikan.
Garansi
• Pelaku usaha yang memperdagangkan jasa wajib memenuhi jaminan
dan/atau garansi yang disepakati dan/atau yang diperjanjikan.
• Pelaku usaha yang memproduksi barang dibebaskan dari
tanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen,
apabila:
a. barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau
tidak dimaksudkan untuk diedarkan;
b. cacat barang timbul pada kemudian hari;
c. cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai
kualifikasi barang;
d. kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen;
e. lewatnya jangka waktu penuntutan 4 (empat) tahun sejak
barang dibeli atau lewatnya jangka waktu yang
diperjanjikan.
Pembuktian
• Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan
ganti rugi merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha.
• Pemerintah bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan
perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen
dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan
pelaku usaha
• Pembinaan oleh pemerintah atas penyelenggaraan perlindungan
konsumen dilaksanakan oleh Menteri dan/atau menteri teknis terkait.
• Menteri melakukan koordinasi atas penyelenggaraan perlindungan
konsumen.
Pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen meliputi upaya
untuk:
• Terciptanya iklim usaha dan tumbuhnya hubungan yang sehat antara
pelaku usaha dan konsumen;
• Berkembangnya lembaga perlidungan konsumen swadaya
masyarakat;
• Meningkatkan kualitas sumber daya manusia serta meningkatnya
kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang perlindungan
konsumen.
Pengawasan
• Pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta
penerapan ketentuan peraturan perundang-undangannya diselenggarakan
oleh pemerintah, masyarakat, dan lembaga perlindungan konsumen
swadaya masyarakat.
• Pengawasan oleh pemerintah dilaksanakan oleh Menteri dan/atau menteri
teknis terkait.
• Pengawasan oleh masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen
swadaya masyarakat dilakukan terhadap barang dan/atau jasa yang
beredar di pasar.
• Apabila hasil pengawasan ternyata menyimpang dari peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan membahayakan konsumen, Menteri dan/atau
menteri teknis mengambil tindakan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Pengawasan
• Hasil pengawasan yang diselenggarakan masyarakat dan lembaga
perlindungan konsumen swadaya masyarakat dapat disebarluaskan
kepada masyarakat dan dapat disampaikan kepada Menteri dan
menteri teknis.
• Ketentuan pelaksanaan tugas pengawasan ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
Pengembangan Perlindungan Konsumen
• Dalam rangka mengembangkan upaya perlindungan konsumen
dibentuk Badan Perlindungan Konsumen Nasional berkedudukan di
Ibu Kota Negara Republik Indonesia dan bertanggung jawab kepada
Presiden.
• Badan Perlindungan Konsumen Nasional mempunyai fungsi
memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam
upaya mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia
Tugas Badan Perlindungan Konsumen
• Memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka
penyusunan kebijaksanaan di bidang perlindungan konsumen;
• Melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan
yang berlaku di bidang perlindungan konsumen.
• Melakukan penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang menyangkut
keselamatan konsumen;
• Mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya
masyarakat.
• Menyebarluaskan informasi melalui media mengenai keberpihakan kepada
konsumen;
• Menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat,
lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, atau pelaku usaha;
• Melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen.
Organisasi Badan Perlindungan Konsumen
• Badan Perlindungan Konsumen Nasional terdiri atas seorang ketua
merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap anggota, serta
sekurang-kurangnya 15 (lima belas) orang dan sebanyak-banyaknya 25 (dua
puluh lima) orang anggota yang mewakili semua unsur.
• Anggota Badan perlindungan Konsumen Nasional diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri, setelah dikonsultasikan
kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
• Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Perlindungan
Konsumen Nasional selama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali
untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
• Ketua dan wakil ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional dipilih oleh
anggota.
Unsur Anggota Badan Perlindungan Konsumen
• Pemerintah;
• Pelaku usaha;
• Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;
• Akademis; dan
• Tenaga ahli.
Syarat Anggota Badan Perlindungan Konsumen
• Warga negara Republik Indonesia;
• Berbadan sehat;
• Berkelakuan baik;
• Tidak pernah dihukum karena kejahatan;
• Memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang perlindungan
konsumen; dan
• Berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun.
Alasan Keanggotaan Badan Perlindungan
Konsumen Nasional Berhenti
• Meninggal dunia;
• Mengundurkan diri atas permintaan sendiri;
• Bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia;
• Sakit secara terus menerus;
• Berakhir masa jabatan sebagai anggota; atau
• Diberhentikan.
Tata Kerja Badan Perlindungan Konsumen
• Dalam pelaksanaan tugas, Badan Perlindungan Konsumen Nasional
bekerja berdasarkan tata kerja yang diatur dengan keputusan Ketua
Badan Perlindungan Konsumen Nasional
• Biaya untuk pelaksanaan tugas Badan Perlindungan Konsumen
Nasional dibebankan kepada anggaran pendapatan dan belanja
negara dan sumber lain yang sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya
Masyarakat
• Pemerintah mengakui lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang
memenuhi syarat.
• Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat memiliki kesempatan untuk
berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan konsumen.
• Tugas lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat meliputi kegiatan:
a. menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan
kewajiban dan kehati-hatian konsumen dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
b. memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya;
c. bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan
konsumen;
d. membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan
atau pengaduan konsumen;
e. melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan
perlindungan konsumen.
Sengketa
• Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui
lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan
pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan
umum.
• Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau
di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang
bersengketa.
• Penyelesaian sengketa di luar pengadilan tidak menghilangkan tanggung
jawab pidana sebagaimana diatur dalam Undang-undang.
• Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar
pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila
upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh
para pihak yang bersengketa.
Gugatan
Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh:
• Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan;
• Sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama;
• Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi
syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran
dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi
tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah
melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya;
• Pemerintah dan/atau instansi terkait apabila barang dan/atau jasa yang
dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar
dan/atau korban yang tidak sedikit.
• Gugatan yang diajukan oleh kelompok konsumen, lembaga
perllindungan konsumen swadaya masyarakat atau pemerintah
diajukan kepada peradilan umum.
• Ketentuan lebih lanjut mengenai kerugian materi yang besar dan/atau
korban yang tidak sedikit diatur dengan Peraturan Pemerintah.
• Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan
untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti
rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan
terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang
diderita oleh konsumen.
• Penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan mengacu pada
ketentuan tentang peradilan umum yang berlaku dengan
memperhatikan ketentuan
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen di
Kab/Kota
• Pemerintah membentuk badan penyelesaian sengketa konsumen di Daerah Tingkat II untuk penyelesaian
sengketa konsumen di luar pengadilan.
• Untuk dapat diangkat menjadi anggota badan penyelesaian sengketa konsumen, seseorang harus memenuhi
syarat:
a. warga negara Republik Indonesia;
b. berbadan sehat;
c. berkelakuan baik;
d. tidak pernah dihukum karena kejahatan;
e. memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang perlindungan konsumen.
f. berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun.
• Anggota terdiri atas unsur pemerintah, unsur konsumen, dan unsur pelaku usaha;
• Anggota setiap unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berjumlah sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang, dan
sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang.
• Pengangkatan dan pemberhentian anggota badan penyelesaian sengketa konsumen ditetapkan oleh
Menteri.
Tugas dan wewenang badan penyelesaian
sengketa konsumen
• Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen
dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi;
• Memberikan konsultasi perlindungan konsumen;
• Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;
• Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran
ketentuan dalam Undang-undang ini;
• Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari
konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan
konsumen
Tugas dan wewenang badan penyelesaian
sengketa konsumen
• Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen;
• Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap
perlindungan konsumen;
• Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap
mengetahui pelanggaran terhadap Undang-undang itu;
• Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau
setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan huruf h, yang tidak bersedia
memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen;
• Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna
penyelidikan dan/atau pemeriksaan;
• Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen;
• Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap
perlindungan konsumen;
• Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan
Undang-undang ini.
• Untuk menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen badan
penyelesaian sengketa konsumen membentuk majelis;
• Jumlah anggota majelis harus ganjil dan sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang
yang mewakili semua unsur, serta dibantu oleh seorang panitera.
• Putusan majelis bersifat final dan mengikat;
• Ketentuan teknis lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas majelis
diatur dalam surat keputusan menteri.
• Badan penyelesaian sengketa konsumen wajib mengeluarkan putusan
paling lambat dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari kerja setelah gugatan
diterima.
• Dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima putusan
badan penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 55 pelaku usaha wajib melaksanakan putusan tersebut.
• Para pihak dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri paling
lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima pemberitahuan
putusan tersebut.
• Pelaku usaha yang tidak mengajukan keberatan dalam jangka waktu
dianggap menerima putusan badan penyelesaian sengketa konsumen.
• Apabila ketentuan tidak dijalankan oleh pelaku usaha, badan
penyelesaian sengketa konsumen menyerahkan putusan tersebut
kepada penyidik untuk melakukan penyidikan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
• Putusan badan penyelesaian sengketa konsumen merupakan bukti
permulaan yang cukup bagi penyidik untuk melakukan penyidikan.
• Putusan majelis dimintakan penetapan eksekusinya kepada
Pengadilan Negeri di tempat konsumen yang dirugikan.
• Pengadilan Negeri wajib mengeluarkan putusan atas keberatan
dalam waktu paling lambat 21 (dua puluh satu) hari sejak diterimanya
keberatan.
• Terhadap putusan Pengadilan Negeri, para pihak dalam waktu paling
lambat 14 (empat belas) hari dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah
Agung Republik Indonesia.
• Mahkamah Agung Republik Indonesia wajib mengeluarkan putusan
dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak menerima
permohonan kasasi.
• Selain Pejabat Polisi Negara Republik Indonesie, Pejabat Pegawai
Negeri Sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup
tugas dan tanggung jawabnya di bidang perlindungan konsumen juga
diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
Wewenang Penyidik PNS
• Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan dan keterangan berkenaan
dengan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;
• Melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan hukum yang diduga
melakukan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;
• Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan
dengan peristiwa tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;
• Melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan
dengan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;
• Melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti
serta melakukan penyitaan terhadap barang hasil pelanggaran yang dapat
dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;
• Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana
di bidang perlindungan konsumen.
• Badan penyelesaian sengketa konsumen berwenang menjatuhkan
sanksi administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar.
• Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp.
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
• Tata cara penetapan sanksi administratif diatur lebih lanjut dalam
peraturan perundang-undangan.
• Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau
pengurusnya.
• Pelaku usaha yang melanggar ketentuan dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak
Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
• Pelaku usaha yang melanggar ketentuan dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak
Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
• Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat,
cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang
berlaku.
Terhadap sanksi pidana, dapat dijadikan hukuman tambahan, berupa:
a. perampasan barang tertentu;
b. pengumuman keputusan hakim;
c. pembayaran ganti rugi;
d. perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan
timbulnya kerugian konsumen;
e. kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau
f. pencabutan izin usaha.
Pertemuan XV

Analisis
Masalah Etik
Bidang K3
29 Oktober 2023
ETIKA PROFESI
•Berlaku untuk anggota profesi
•Disusun berdasarkan kesepakatan
anggota profesi
•Tidak seluruhnya tertulis
•Sanksi berupa moral/disiplin profesi
•Sanksi diselesaikan oleh majelis
kehormatan etik
•Penyelesaian tidak selalu disertai bukti
fisik
Faktor Penghambat
Penerapan Etik
1. Hubungan Keluarga
2. Pengaruh Jabatan
3. Pengaruh Konsumerisme
4. Profesi Menjadi Kegiatan
Bisnis
5. Lemahnya Iman
Hubungan Keluarga
Hubungan kekeluargaan memberikan
perlakuan yang khusus kepada
anggota keluarga. Namun, perlakuan
berbeda akan diberikan kepada yang
bukan keluarga. Hal ini melanggar
profesionalisme kode etik yang
seharusnya memberikan perlakuan
yang sama terhadap klien.
Pengaruh Jabatan
Karena pengaruh jabatan,
terkadang seorang Ahli K3
memberikan pelayanan yang
lebih istimewa terhadap
seorang klien dibandingkan
dengan klien lain.
Pengaruh Konsumerisme
Tuntutan konsumerisme erat kaitannya dengan
perekonomian dan daya konsumsi suatu individu.
Sifat konsumerisme ini seringkali membuat Ahli K3
melakukan langkah-langkah yang melanggar kode
etik demi memenuhi kepuasan hidupnya.
Dengan sifat konsumerisme ini juga membuat Ahli
K3 menganggap bahwa pekerjaan sebagai ladang
untuk mencari uang dan mengabaikan peranannya.
Profesi Sebagai
Kegiatan Bisnis
Seorang yang telah memiliki profesi
pasti mengetahui bahwa profesi
berbeda dengan kegiatan bisnis.
Tujuan bisnis dan profesi sangatlah
berbeda. Tujuan bisnis adalah untuk
mendapatkan keuntungan,
sedangkan tujuan profesi adalah
untuk memberikan layanan kepada
masyarakat
Lemahnya Iman
Menjadi seorang yang profesional
tidak hanya melakukan pekerjaan
sesuai dengan bidangnya, tetapi juga
harus memliki ketaqwaan kepada
Tuhan YME dengan cara menjalankan
perintah-Nya dan menjauhkan
larangan-Nya. Dengan iman dan taqwa
yang tebal, maka seorang individu
akan tidak mudah tergiur untuk
melakukan hal buruk
JENIS PELANGGARAN ETIK

1. RINGAN

2. SEDANG

3. BERAT
JENIS PELANGGARAN ETIK
TANGGUNG JAWAB
TANGGUNG JAWAB TERHADAP SESAMA
1. TERHADAP KLIEN 3. AHLI K3 / PROFESI
LAIN

TANGGUNG JAWAB TANGGUNG JAWAB


2. TERHADAP TUGAS 4. TERHADAP PROFESI
AHLI K3
PELANGGARAN RINGAN
TIDAK MEMBERIKAN SAFETY BRIEFING
MEMBERI INFORMASI K3 TAPI TIDAK OPTIMAL
KURANG MENUNJUKAN SIKAP EMPATI PADA KORBAN
KASUS KAK/PAK
MELAKUKAN TINDAKAN TIDAK NYAMAN (BICARA
TERIAK-TERIAK)
TIDAK BERUSAHA MEMAHAMI SOP K3
KURANG MENGHARGAI HASIL KERJA AHLI K3
LAIN/PROFESI LAINNYA
TIDAK MENGHARGAI PRESTASI AHLI K3 LAIN/PROFESI
LAINNYA
TIDAK MENGHORMATI HAK SESAMA AHLI K3/PROFESI
LAINNYA
BERPENAMPILAN TIDAK RAPI, TIDAK MENGGUNAKAN
SERAGAM AHLI K3/NAME TAG
PELANGGARAN SEDANG
MEMBERI INFORMASI YANG TIDAK BERTANGGUNG JAWAB YANG MENIMBULKAN
KECEMASAN (PRANK BENCANA)
TIDAK MEMBERIKAN BIMBINGAN TERKAIT K3 (SOSIALISASI K3)
MELAKUKAN TINDAKAN K3 TIDAK SESUAI SOP
TIDAK MEMBANTU MEMENUHI KEBUTUHAN K3 PADA SAAT DIBUTUHKAN
TIDAK MENYUSUN SOP UNTUK PENCEGAHAN KAK/PAK
TIDAK MELAKUKAN ANTISIPASI KEAMANAN, KESELAMATAN DAN KESEHATAN BAGI
KLIEN
TIDAK MEMLIHARA MUTU PELAYANAN K3
TIDAK MELAKUKAN EVALUASI PELAYANAN
TIDAK MENERAPKAN UNSAFE ACTION
TIDAK MAU KERJASAMA/MEMBANTU DENGAN AHLI K3 LAIN/PROFESI LAIN
TIDAK MEMELIHARA KEHARMONISAN TIM
MELEMPAR TANGGUNG JAWAB KEPADA AHLI K3/PROFESI LAIN
TIDAK MELAKUKAN TRANSFER ILMU/MENERIMA ILMU DARI AHLI K3/PROFESI LAIN
MEMBICARAKAN KEKURANGAN AHLI K3/PROFESI LAIN DI DEPAN UMUM
MENOLAK UNTUK MENINGKATKAN ILMU FORMAL/NON FORMAL
TIDAK MENJUNJUNG TINGGI NAMA BAIK PROFESI
PELANGGARAN BERAT
TIDAK BERTINDAK SAAT TERJADI KEGAWAT DARURATAN
TIDAK MEMPERHATIKAN KEAMANAN DAN KESELAMATAN KLIEN
MELAKUKAN KEGIATAN K3 YANG TIDAK SESUAI SOP YANG DAPAT MENYEBABKAN
KECACATAN/FATALITY
MEMBERIKAN INFORMASI YANG TIDAK BENAR/TIDAK BERTANGGUNG JAWAB
MEMINTA IMBALAN KEPADA KLIEN
BERSIKAP TIDAK RAMAH DALAM MELAYANI KLIEN
TIDAK MENJAGA KERAHASIAAN
KOMUNIKASI YANG TIDAK BAIK DAN DIMUAT DI MEDIA MASSA
TIDAK MENGHARGAI AGAMA/RASIS
MEMBEDAKAN PELAYANAN BERDASARKAN STATUS SOSIAL
BERULANG KALI MELAKUKAN KEGIATAN TIDAK SESUAI SOP
TIDAK MEMEGANG TEGUH RAHASIA JABATAN
BERTENGKAR/TINDAKAN TIDAK ETIS KEPADA KLIEN/AHLI K3/PROFESI LAIN
MENCELAKAKAN KLIEN/AHLI K3/PROFESI LAIN
MENGADU DOMBA
MELINDUNGI PERBUATAN TIDAK ETIS
MEMPERJUALBELIKAN HARTA KANTOR UNTUK KEPENTINGAN PRIBADI
KONSUMSI OBAT/BARANG TERLARANG SAAT BEKERJA
TIDAK MASUK KERJA TANPA IZIN
SANKSI
MORAL (Timbul rasa
malu sehingga tidak
mengulangi kesalahan
lagi)
DIKELUARKAN DARI
ORGANISASI PROFESI
REWARD
PENGHARGAAN BAGI PEGAWAI
YANG TAAT TERHADAP KODE ETIK
PROFESI
UCAPAN TERIMA KASIH ATAU
PIAGAM PENGHARGAAN
EMPLOYEE OF THE MONTH
BEASISWA DIKLAT/SEKOLAH
PROMOSI JABATAN
PENGHARGAAN LAINNYA
TERIMA
KASIH
Tanggung Jawab &
Tanggung Gugat
9 Oktober 2023
MUH. AMIN MUBAROK, SKM., M.KKK
Pembimbing Kesehatan Kerja Muda
Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang
Ketua PAKKI DPD Jawa Timur
S1 FKM Undip Semarang 2000
S2 K3 FKM Unair Surabaya 2015
081235050042
aminmubarok@gmail.com
Tanggung Jawab
Adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya
(kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan,
diperkarakan, dan sebagainya) -KBBI-
Tanggung Jawab

Bertanggung jawab berarti dapat diminta penjelasan


tentang tingkah lakunya dan bukan saja bisa menjawab
melainkan juga harus menjawab (sesuai konteksnya).
-Britnes (dalam Mardiyah & Setiawati, 2014)-
Tanggung Jawab

Adalah kesanggupan untuk menetapkan sikap terhadap


suatu perbuatan yang diemban dan kesanggupan untuk
memikul risiko dari suatu perbuatan yang dilakukan.

-Burhanudin (2000)-
Tanggung Jawab
Adalah bentuk sikap manusia terhadap segala tingkah laku
dan perbuatannya.
Adalah bentuk kesanggupan untuk memikul risiko
perbuatan.
Adalah fungsi menerima pembebanan, sebagai akibat
sikap sendiri atau pihak lain.
Wujud dari tanggung jawab yaitu dapat dibuktikan dengan
konsistensi perbuatan.
-Anonim-
Tanggung Jawab
Pertanggungjawaban (responsibility) artinya hal yang
dapat dipertanggungjawabkan atas suatu kewajiban yang
seharusnya dilakukan tetapi tidak di laksanakan.

Dimana keadaan seseorang wajib menanggung segala


sesuatu jika terjadi apa-apa boleh di tuntut, di
persalahkan, diperkarakan atau juga berarti hak
yang berfungsi untuk suatu akibat yang sikapnya
melakukan perbuatan yang merugikan pihak lainnya.
Aspek - Aspek Tanggung Jawab
(Burhanudin, 2000)

1 Kesadaran
Memiliki kesadaran akan etika dan hidup jujur, melakukan perencanaan dan melaksanakannya
secara fleksibel, sikap produktif dalam mengembangkan diri.
Agar bisa memahami sikap dalam belajar bagi dirinya sendiri

2 Kecintaan
Memiliki sikap empati & bersahabat dalam hubungan interpersonal. Hal ini dikarenakan individu
melihat kebutuhan yang lain dan memberikan potensi bagi dirinya untuk menunjukkan ekspresi
cintanya kepada individu lain.

3 Keberanian
Memiliki kemampuan bertindak independen, mampu melihat perilaku dari segi konsekuensi atas
dasar sistem nilai
CIRI-CIRI TANGGUNG JAWAB
-Melakukan apa yang sudah diucapkan.
- Mampu berkomunikasi dengan baik kepada siapa saja.
- Memiliki jiwa melayani dengan sepenuh hati.
- Mampu menjelaskan apa yang dilakukannya, sehingga pribadi manusia memiliki tujuan.
- Tidak menyalahkan orang lain secara berlebihan.
- Mampu menentukan pilihan dari beberapa alternatif.
- Menjadi pendengar yang baik, termasuk dalam menerima kritik dan saran dari orang lain.
- Berani meminta maaf sekaligus menanggung beban atas kesalahan yang dilakukan dan tidak
mengulangi kesalahan yang sama.
- Peduli pada kondisi, baik teman maupun keluarga.
- Bersikap tegas.
- Menghormati dan menghargai aturan.
- Rajin memberi apresiasi kepada siapa saja dan tidak lupa mengucapkan terima kasih
TANGGUNG JAWAB
Di dalam kamus hukum ada 2 (dua)
istilah yang menunjuk pada
pertanggungjawaban:

1. Liability (tanggung gugat)


2. Responsibility (tanggung jawab)
1. Accountability (kepercayaan), tanggung
jawab yang ada kaitannya dengan keuangan
atau kepercayaan, misalnya akuntan harus
mempertanggungjawabkan laporan
keuangannya
2. Responsibility (tanggung jawab), tanggung
jawab dalam arti hukum publik, misalnya
pelaku dapat dituntut didepan pengadilan
pidana berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku
3. Liability (tanggung gugat), tanggung jawab
hukum menurut hukum perdata misalnya
kewajiban untuk membayar ganti kerugian
atas kerugian atau penderitaan yang
TANGGUNG JAWAB diderita oleh korban akibat perbuatan
-Martono- pelaku
Tanggung-gugat (liability)
merupakan bentuk spesifik dari
tanggung jawab.

Pengertian tanggung-gugat merujuk


kepada posisi seseorang atau badan
hukum yang dipandang harus
membayar suatu bentuk kompensasi/
ganti rugi setelah adanya peristiwa
hukum atau tindakan hukum
TANGGUNG GUGAT
Tanggung gugat tidak hanya berupa
ganti kerugian, namun juga
pemulihan pada keadaan semula

Kerugian yang ditimbulkan karena


perbuatan yang disengaja ataupun
tidak disengaja

Kerugian material dan immaterial


Kadang kerugian immaterial akhirnya
disetarakan dengan nilai
material/rupiah
UNSUR POKOK TANGGUNG GUGAT

1. Adanya kerugian yang di alami oleh pihak penggugat.


Kerugian tersebut merupakan penyebab dari timbulnya gugatan
oleh pihak yang merasa dirugikan.
2. Adanya perbuatan orang (tergugat) yang menimbulkan
kerugian
3. Adanya gugatan dari pihak yang dirugikan.
Gugatan tersebut dimaksudkan untuk meminta agar kerugian yang
dialaminya ditanggung pihak tergugat
MENGAPA BISA Undang-undang, seseorang atau pihak
tertentu itu dinyatakan bertanggung

TERJADI gugat bukan karena kesalahan yang


dilakukannya, tetapi ia bertanggung

TANGGUNG gugat karena ketentuan undang-


undang. Yang artinya dia melakukan

GUGAT? suatu perbuatan yang melanggar


undang-undang.

Kesalahan yang terjadi disebabkan


perjanjian antara para pihak yang
merugikan salah satu pihak (perbuatan
melanggar hukum). Tanggung gugat
seperti ini berdasarkan unsur kesalahan
yang di lakukan oleh salah satu pihak
yang merugikan pihak lainnya.
J.H. Niuwenhuis, membagi tanggung gugat atas 3
PRINSIP (tiga) golongan yaitu:

TANGGUNG 1. Tanggung Gugat Berdasarkan Kesalahan

GUGAT? Tanggung gugat ini bertumpu pada dua pilar yaitu


melanggar hukum dan kesalahan. Orang yang
menimbulkan kerugian pada orang lain
bertanggung gugat, sejauh kerugian itu
merupakan akibat pelanggaran suatu norma
(perbuatan melanggar hukum) dan pelakunya
dapat disesali karena telah melanggar norma
tersebut (kesalahan). Tanggung gugat karena
kesalahan mewajibkan penggugat untuk
membuktikan kesalahan tergugat
PRINSIP 2. Tanggung Gugat dengan Beban Pembuktian
Terbalik

TANGGUNG Konsep ini termasuk tanggung gugat yang

GUGAT? dipertajam. Penggugat tidak perlu membuktikan


bahwa tergugat tidak cukup berhati-hati, tetapi
sebaliknya tergugat untuk menghindari tanggung
gugatnya wajib membuktikan bahwa ia cukup
berupaya untuk berhati-hati sehingga ia tidak
dapat dipersalahkan
PRINSIP 3. Tanggung Gugat Risiko
Menentukan bahwa majikan bertanggung gugat

TANGGUNG terhadap kerugian yang disebabkan oleh bawahannya


yang dilakukan dalam lingkup tugasnya.

GUGAT? Tanggung gugat risiko harus didasarkan pada :


Adanya hubungan bawahan dan atasan
Tanggung gugat tersebut bergantung pada
keadaan bahwa perbuatan melanggar hukum itu
dilakukan dalam pelaksanaan tugas oleh bawahan
Untuk tanggung gugat disyaratkan adanya
perbuatan melanggar hukum dan kesalahan pihak
bawahan
Tanggung gugat tidak bergantung pada suatu
pelanggaran norma atau kesalahan oleh majikan
FUNGSI Pertama, liablity menjadi sarana

TANGGUNG bagi masyarakat/penggugat untuk


mengurangi risiko kerugian
GUGAT karena pelaku yang akan
membayar ganti rugi atas
kerugian yang disebabkannya

Kedua, liability adalah sarana bagi


tergugat untuk memberikan ganti
rugi kepada korban
BENTUK TANGGUNG JAWAB
TANGGUNG GUGAT K3

Menunjuk, mendokumentasikan
dan mengkomunikasikan
tanggung jawab dan tanggung
gugat di bidang K3
BENTUK TANGGUNG JAWAB
TANGGUNG GUGAT K3

Menunjuk SDM yang berwenang untuk


bertindak dan menjelaskan kepada
semua tingkatan manajemen,
pekerja/buruh, kontraktor,
subkontraktor, dan pengunjung
meliputi:
BENTUK TANGGUNG JAWAB
TANGGUNG GUGAT K3
a) pimpinan yang ditunjuk untuk bertanggung
jawab harus memastikan bahwa SMK3 telah
diterapkan dan hasilnya sesuai dengan yang
diharapkan oleh setiap lokasi dan jenis kegiatan
dalam perusahaan;
b) pengurus harus mengenali kemampuan
tenaga kerja sebagai sumber daya yang
berharga dan dapat ditunjuk untuk menerima
pendelegasian wewenang dan tanggung jawab
dalam menerapkan dan mengembangkan SMK3
BENTUK TANGGUNG JAWAB
TANGGUNG GUGAT K3

Mempunyai prosedur untuk memantau


dan mengkomunikasikan setiap
perubahan tanggung jawab dan
tanggung gugat yang berpengaruh
terhadap sistem dan program K3
BENTUK TANGGUNG JAWAB
TANGGUNG GUGAT K3

Memberikan reaksi secara cepat dan


tepat terhadap kondisi yang
menyimpang atau kejadian-kejadian
lainnya
CONTOH MATERI K3 YANG BISA
DIPAKAI TANGGUNG GUGAT
Perusahaan tidak ada upaya untuk mencegah dan
menanggulangi KAK dan PAK
Perusahaan tidak ada upaya untuk mencegah dan
menanggulangi kebakaran
Perusahaan tidak ada upaya pertolongan pertama
terhadap KAK/jaminan keselamatan dan kesehatan
kerja bagi pekerja
Perusahaan tidak ada upaya untuk menyediakan
APD standar secara cuma-cuma
Perusahaan tidak ada upaya untuk menciptakan
lingkungan kerja yang aman dan sehat
Perusahaan tidak menerapkan SMK3
Perusahaan tidak melakukan MCU
Perusahaan tidak menerapkan UMR
Perusahaan tidak melaporkan kejadian KAK/PAK
ASURANSI
TANGGUNG GUGAT
Suatu instrumen asuransi dengan manfaat
memberi jaminan proteksi terhadap
nasabah pada apapun risiko yang
mungkin muncul akibat tuntutan pihak
ketiga hingga ke ranah pengadilan.

Tuntutan tersebut bisa terjadi karena


kesalahan atau kelalaian yang dilakukan
oleh pihak nasabah, karena aktivitas
personal yang dilakukannya, ataupun
akibat kegiatan bisnis perusahaan milik
nasabah
Target Asuransi
Tanggung Gugat
Target #1 Target #2 Target #3

PEMILIK USAHA / PENYEDIA LAYANAN / JABATAN


BISNIS JASA BERPENGARUH
1. PEMILIK BISNIS
/ USAHA
Ketika berbisnis, tentu kamu bakal sering
berurusan dengan sejumlah pihak lain, seperti,
konsumen ataupun pegawai. Apabila sampai
melakukan kesalahan dalam berbisnis hingga
merugikan pihak lain, seperti produk
terkontaminasi atau terjadi kecelakaan kerja pada
karyawan, kamu bisa mengalihkan risiko ganti rugi
dan tuntutan hukum dengan liability insurance ini.
Karenanya, pemilik usaha atau bisnis menjadi salah
satu pihak yang amat penting mendapatkan
manfaat dari produk asuransi tersebut
2. PENYEDIA
LAYANAN / JASA
Selain itu, profesi yang menawarkan jasa atau layanan,
sebagai contoh, dokter maupun tenaga medis lain juga
sangat membutuhkan proteksi dari produk asuransi ini.
Pasalnya, pihak dengan jabatan tersebut memiliki risiko
cukup tinggi terhadap tuntutan hukum akibat kelalaian
atau kesalahan yang dilakukannya saat bekerja.
Bahkan, dalam kasus yang parah, kelalaian yang dilakukan
oleh tenaga medis bisa berakibat fatal pada pasien,
seperti malpraktek, cacat permanen, ataupun kematian.
Jika terjadi, masalah tersebut tentu bisa berujung ke
ranah hukum. Karenanya, peran liability insurance ini
begitu penting untuk diajukan sebagai bentuk proteksi
atas profesi mereka.
3. JABATAN
BERPENGARUH
Contoh pihak dengan jabatan yang berpengaruh adalah
direktur atau petinggi sebuah perusahaan. Pada aktivitas
pekerjaannya, mereka diharuskan untuk mengambil
sejumlah keputusan besar terkait jalannya bisnis.
Jika ternyata keputusan yang diambilnya tersebut
menyebabkan kerugian pada pihak perusahaan yang
dipimpinnya maupun pihak lain, asuransi tanggung gugat
ini bisa memberikan manfaat proteksi yang dibutuhkan.
Hal serupa juga bisa diberikan ketika salah seorang
karyawan membuat kesalahan dan pihak atasan harus
bertanggung jawab.
THANK
YOU
ETIKA PROFESI
PERTEMUAN KE-14

MENGANALISIS MASALAH ETIK BIDANG


PELAYANAN K3 (DI INDUSTRI)
Nama : ANI ASRIANI BASRI M.KKK
NIP : 199208152022032001

7/4/2022 1
AGENDA

1. Jenis jenis masalah etik


2. Penyebab
3. Penyelesaian masalah
JENIS JENIS MASALAH ETIK
pelanggaran menurut HSE UK (Health Safety Executive Inggris) bisa
dibagi menjadi tiga tipe: rutin, situasional

1. Pelanggaran rutin terjadi ketika ketidakpatuhan terhadap suatu


peraturan/prosedur. Ciri pelanggaran ini dapat dikenali dengan tidak adanya
penegakan kedisiplinan.
CONTOH PELANGGARAN RUTIN

Contoh pelanggaran rutin misalnya penandatanganan atau pemberian izin PTW (Permit To

Work) tanpa melakukan pemeriksaan lapangan sebelumnya oleh pihak yang berwenang

mengautorisasi pekerjaan (Permit Approval); penggunaan tangga darurat untuk berpindah antar

lantai; dan pengendara sepeda motor yang mengebut melebihi batas kecepatan jalan
HSE UK juga memberikan rekomendasi
dalam pencegahan pelanggaran K3
Pelanggaran rutin bisa diminimalisir dengan meningkatkan:

1. persepsi pekerja terhadap risiko kerja, meningkatkan pemahaman akan maksud dibalik

sebuah peraturan

2. konsekuensi jika dilanggaran peraturan tersebut

3. mengefektifkan pengawasan
Pelanggaran situasional

Pelanggaran situasional, sesuai namanya, terjadi untuk mengakomodir faktor situasi


atau kondisi pekerjaan, misalnya tekanan waktu yang mendesak/mepet, keterbatasan
desain tempat kerja, tidak sesuai atau tidak memadainya peralatan bekerja, dan cuaca

Contoh pelanggaran situasional misalnya pengemudi truk barang paket


yang harus mengebut atau melanggar batas kecepatan agar bisa
menyelesaikan daftar barang yang harus diantaranya di hari itu.

pelanggaran ini akan menjadi pelanggaran rutin.


HSE UK juga memberikan rekomendasi dalam
pencegahan pelanggaran K3
Pelanggaran situasional bisa diminimalisir sebab-sebab pekerja:

1. Desain Kerja Yang Baik


2. Persyaratan Kerja Yang Tidak Sulit Dipenuhi
3. Beban Dan Target Kerja Yang Realistis
4. Prosedur Yang Tidak Realistis
5. Faktor Lingkungan Yang Nyaman
PENYELESAIAN MASALAH

1. Pendekatan Individual
2. Pendekatan Organisasi.
PENDEKATAN
INDIVIDUAL

Pendekatan individual fokus pada personil yang melanggar peraturan, dan biasanya mempergunakan program
keselamatan berbasis perilaku (behavior based safety) dan/atau program pengawasan oleh pimpinan kerja.

Menurut Cooper, komponen ideal program keselamatan berbasis perilaku adalah: identifikasi perilaku berisiko,
pengembangan daftar observasi yang sesuai, melatih semua pekerja, melakukan observasi, dan menyediakan
umpan balik hasil program.
PENDEKATAN
ORGANISASI

Pendekatan organisasi lebih menfokuskan pada faktor kondisi dan organisasi yang berkontribusi pada
kejadian pelanggaran. Dengan menghilangkan faktor pemicu eksternal dan mengoptimalkan organisasi dan
kondisi teknis, tingkat pelanggaran bisa dikurangi
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai