Anda di halaman 1dari 19

TANGGUNG JAWAB

PELAKU USAHA
HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
This is our team.
ADITIA PURNAMA P. (221010201542)

ASNITA DIANA SARI (221010201230)

JIMLY AS SHIDDIQIE (221010200629)

KIKAN ADELIA PUTRIE (221010201539)

MUHAMMAD ANHAR R. (221010201629)

TJAHYO P. BASKARA (221010200598)

YULIANTI CAHYANI W. (221010201558)


Materi pembahasan
02 apa saja hak dan
01 siapa itu pelaku kewajiban pelaku
usaha usaha

03 tanggung jawab 04 larangan –


pelaku usaha untuk larangan pelaku
memberi ganti rugi usaha
pada konsumen

05 kasus terkait kesalahan pelaku


usaha dalam kejadian nyata
Siapa itu pelaku usaha.
Menurut pengertian Pasal 1 angka 3 PP Nomor 58 Tahun 2001 tentang
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen, Pelaku
usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk
badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau
melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri
maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha
dalam berbagai bidang ekonomi.

Dalam penjelasan Pasal tersebut, pelaku usaha yang dimaksud adalah


perusahaan, korporasi, koperasi, BUMN, importir, pedagang, distributor, dan lain-
lain.
Sementara dalam ruang lingkup yang diberikan Sarjana Ekonomi yang
tergabung dalam Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), pelaku usaha
merupakan:

1. Investor, adalah istilah pelaku usaha bagi mereka yang menanamkan modal pada
sebuah bisnis dan berharap nominal yang diberikan dapat berkembang.
2. Produsen, ialah pelaku usaha yang membuat produksi benda dan/atau jasa dari barang-
barang serta ataupun jasa lain.
3. Distributor, ialah pelaku usaha yang mendistribusikan ataupun memperdagangkan
benda dan/atau jasa tersebut kepada warga Pelaku usaha, pada jenis ini misalnya
pedagang retail, pedagang kaki lima, warung, toko, supermarket, rumah sakit, usaha
angkutan (darat, laut, udara), kantor pengacara, dan sebagainya.
Apa saja hak dan
kewajiban pelaku usaha.
Selaku pelaku usaha, harus mempunyai hak serta kewajiban yang wajib dipatuhi sesuai
dengan hukum serta peraturan yang berlaku. Diatur dalam Pasal 6 UU Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen, Hak para Pelaku usaha adalah :
A. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai
tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
B. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
C. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa
konsumen;
D. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen
tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
E. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Adapun Kewajiban Pelaku Usaha yang tercantum dalam pasal 7 UU Nomor 8 Tahun
1999 tentang perlindungan konsumen, yaitu:

1. Beriktikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.


2. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan
pemeliharaan
3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.
4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan
berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.
5. Memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba
barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan atas barang yang dibuat
dan/atau yang diperdagangkan.
6. Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa
yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Tangung jawab pelaku usaha
untuk memberikan ganti rugi
pada konsumen.
Bersumber pada ketentuan Pasal 19 UUPK dikenal kalau Pelaku usaha diharuskan untuk
bertanggungjawab untuk ganti rugi atas kerugian yang dialami konsumen akibat mengonsumsi
benda yang diperdagangkannya. Ganti rugi bisa berbentuk pengembalian uang ataupun
penggantian benda yang setara nilainya.
Mengenai tanggung jawab pelaku usaha, apabila konsumen dirugikan dalam hal menderita
kerugian berupa terjadinya kerusakan, pencemaran, atau kerugian finansial dan kesehatan karena
mengkonsumsi produk yang diperdagangkan. Dalam hal ini, konsumen menuntut
pertanggung jawaban pelaku usaha karena mendapat kerugian, maka konsumen harus
dapatmembuktikannya.
Namun di dalam pasal 28 UUPK menganut sistem pembuktian terbalik
dimana beban pembuktian tersebut tidak dibebankan kepada konsumen
melainkan pada pelaku usaha, artinya pelaku usaha pembuat produk atau
yang dipersamakan dengannya dianggap bersalah atas terjadinya
kerugian terhadap konsumen selaku pemakai produk, kecuali dia dapat
membuktikan sebaliknya bahwa kerugian yang terjadi tidak dapat
dipersalahkan kepadanya.

Pengaturan beban pembuktian terbaik dalam Undang-Undang


Perlindungan Konsumen bertujuan buat mensejajarkan peran antara
konsumen serta produsen yang mana dalam prakteknya peran konsumen
lebih lemah sehingga menyebabkan kesusahan konsumen di dalam
menuntut ganti kerugian spesialnya dalam perihal mengkomsumsi produk
yang tidak di lengkapi informasi menimpa komposisi secara lengkap.
Larangan-larangan
pelaku usaha.
Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha di atur dalam BAB IV Pasal 8 hingga Pasal 17 UU
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Ketentuan-ketentuan tersebut dapat
di bagi dalam tiga kelompok, yaitu:

1. Larangan Bagi Pelaku Usaha Dalam Kegiatan Produksi


Larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan produksi di atur dalam Pasal 8 UU Perlindungan
Konsumen. pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa
yang:
(1) Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan
ketentuan peraturan perundangundangan
(2) Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam
hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang
(3) Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan
menurut ukuran yang sebenarnya;
(4) Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran
sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau
jasa tersebut;
(5) Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau
penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau
jasa tersebut;
(6) Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi
penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
(7) Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan
yang paling baik atas barang tertentu;
(8) Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang
dicantumkan dalam label;
(9) Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang,
ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat
sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang
menurut ketentuan harus di pasang/dibuat dan Tidak mencantumkan informasi dan/atau
petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku
2. Larangan Bagi Pelaku Usaha Dalam Kegiatan Pemasaran
Pasal 9 ayat (1) UUPK melarang pelaku usaha menawarkan, mempromosikan,
mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar dan/atau seolah-olah:
(1) Barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar
mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu;
(2) Barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;
(3) Barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor, persetujuan,
perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori tertentu;
(4) Barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor,
persetujuan atau afiliasi;
(5) Barang dan/atau jasa tersebut tersedia;
(6) Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;
(7) Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;
(8) Barang tersebut berasal dari daerah tertentu;
(9) Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain
(10) Menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak
mengandung risiko atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap;
(11) Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
3. Larangan bagi pelaku usaha periklanan
dalam Pasal 17 UUPK yang berkaitan dengan perbuatan yang dilarang bagi pelaku
usaha periklanan. Ketentuan ini menentukan pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi
iklan yaitu:

(1) Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang
dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa;
(2) Mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa;
(3) Memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa;
(4) Tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa;
(5) Mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan
yang bersangkutan;
(6) Melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.
kasus terkait kesalahan pelaku
usaha dalam kejadian nyata
Rini Tresna Sari (46) melaporkan perusahaan
susu kemasan ke Kantor Badan Penyelesaian "Ketika kejadian itu muncul, konsumen sudah
Sengketa Konsumen (BPSK) setelah menemukan berupaya mengontak ke bagian pengaduan
benda asing menyerupai sepasang kaki katak di perusahaan ini. Dan besoknya baru datang, dan
dalam susu kemasan tersebut. Anak Rini yang apa yang dilakukan selanjutnya adalah minta
masih berumur 7 tahun dirawat di RS setelah speciment. Untung alhamdulilah konsumen kita
mengonsumsinya karena diduga keracunan. Rini cerdas, jadi bukti itu dibagi dua. Perusahaan ini
melapor didampingi Himpunan Lembaga minta diuji laboratorium,“ katanya. Dan dia
Konsumen Indonesia (HLKI) ke BPSK, Jalan mengaku langsung menghubungi perusahaan
Matraman, Senin (22/2/2016). Ia mengaku susu kemasan itu untuk mengajukan komplain.
anaknya minum susu kemasan itu pada 27
Januari lalu.
Awalnya ditanggapi dengan baik namun perkembangan
selanjutnya tidak terjadi kesepakatan. Sementara itu Ketua HLKI Firman
Turmantara menyatakan sesuai UUPK, ketika musyawarah antara
konsumen dengan pelaku usaha itu deadlock, konsumen punya hak
menggugat pelaku usaha ke BPSK atau ke pengadilan.
Kemudian Bentuk tanggung jawab pelaku usaha dalam
melindungi konsumen terhadap susu kemasan yang tercemar adalah
pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi berupa uang atas
kerugian akibat mengkonsumsi barang yang dihasilkan oleh PT Ultrajaya
Dairy Milk Industry & Trading Company Tbk.
Upaya penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh BPSK antara
konsumen dan pelaku usaha dalam sengketa susu kemasan yang
tercemar ialah melalui mediasi yang disahkan dan diumumkan pada
sidang arbitrase.
Kesimpulan
Selaku pelaku usaha, terdapat sebagian larangan yang perlu dihindari
supaya usaha senantiasa berjalan dengan baik serta sesuai dengan hukum.
Pertama, hindarkanlah praktek monopoli ataupun persaingan usaha tidak
sehat yang bisa merugikan konsumen serta pelaku usaha yang lain.

Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha di atur dalam BAB IV Pasal 8
hingga Pasal 17 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen. Ketentuan-ketentuan tersebut dapat di bagi dalam
tiga kelompok, yaitu:
1. Larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan produksi (Pasal 8)
2. Larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan pemasaran (Pasal 9-16)
3. Larangan bagi pelaku usaha periklanan (Pasal 17)
Question session.
Thank you!

Anda mungkin juga menyukai