Anda di halaman 1dari 14

KARYA ILMIAH

HKUM4560

Fiaggia Sepliana
FHISIP – Universitas Terbuka
Ilmu Hukum
041155302

Jl. Sholeh Iskandar No.234, Kedung Badak, Tanah Sereal, Kota Bogor, Jawa Barat, 16164
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PEKERJA OUTSOURCING PT
INTERTEKNIS SURYATERANG

Fiaggia Sepliana

Universitas Terbuka
Program Studi S-1 Ilmu Hukum
E-mail: fsepliana03@gmail.com

ABSTRAK

Outsourcing adalah penggunaan pihak ketiga dalam pelaksanaan suatu proyek. Pemerintah
membuat banyak peraturan tentang sistem outsourcing. Hal itu disebabkan tingginya
frekuensi ditemukannya para pekerja outsourcing yang tidak diperhatikan dari sisi
perlindungan hukum hingga jaminan keselamatan kerja oleh para perusahaan outsourcing
tersebut. Maka, peneliti melihat fenomena ini menarik untuk melihat secara lebih dalam
bagaimana peran outsourcing dalam memberi perlindungan hukum kepada para pekerja
outsourcing yang ditempatkan di perusahaan rekanan outsourcing tersebut.
Terdapat tiga rumusan masalah dalam penelitian ini. Untuk menjawab rumusan masalah
tersebut, peneliti melakukan pendekatan kualitatif, yaitu dengan mewawancarai manajer dari
PT Interteknis Suryaterang.
Hasil penelitian menemukan bahwa terdapat beberapa langkah perlindungan hukum bagi
karyawan outsourcing, yaitu: pemberian status kontrak kerja, pemberian jaminan sosial dan
pengupahan. Sementara untuk menjalankan strategi perlindungan hukum tersebut dilakukan
dengan audit sumber daya manusia. Untuk rumusan masalah terakhir, pelanggaran non pidana
ditindak dengan surat peringatan dan pemberhentian, sementara tindak pidana diselesaikan
melalui jalur hukum pidana.

Kata Kunci : Tenaga Kerja, Outsourcing, Perlindungan Hukum

2
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Menggunakan tenaga kerja dari pihak ketiga untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu
disebut outsourcing. Salah satu alasan berkembangnya praktek outsourcing adalah karena
perusahaan ingin memangkas biaya operasional. Pemakaian outsourcing terus mengalami
perkembangan. Hal ini disebabkan karena sistem outsourcing menciptakan insentif bagi
bisnis. Trend penggunaan tenaga ketiga ini diprediksi akan terus berkembang.
Akan tetapi beberapa studi menemukan bahwa pengadaan outsourcing memberikan
kerugian kepada pekerja. Hal tersebut disebabkan antara lain karena kurangnya perlindungan
hukum kepada pada tenaga outsourcing. Beberapa sumber lain mengatakan bahwa hukum
untuk mengatur outsourcing di Indonesia belum cukup baik (Farida, Setiawan, Maryamti,
Juwita, & Muqsith, 2020). Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk meneliti
perlindungan hukum bagi para pekerja outsourcing. Penelitian ini dilakukan di PT Interteknis
Suryaterang. Pemilihan tempat tersebut adalah alasan ketersedian data yang dapat dijangkau
oleh peneliti.
2. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini akan difokuskan terhadap beberapa variabel, antara lain dibahas di
bawah ini.
2.1. Definisi Outsourcing
Belcourt (2006) mendefinisikan outsourcing adalah suatu sistem dimana sebuah
perusahaan bekerjasama dengan organisasi lain dengan ikatan kontrak, yang mana kerjasama
itu adalah untuk menyediakan layanan atau produk dari fungsi atau aktivitas utama. Pada saat
outsourcing dilakukan, bentuk-bentuk tanggung jawab internal dialihkan ke tenaga pihak
ketiga, misalnya dalam hal ini penyediaan tenaga keamanan oleh PT Interteknis Suryaterang
Belcourt (2006) menyampaikan bahwa sistem outsourcing memiliki perbedaan dengan
kemitraan maupun usaha patungan. Pada kemitraan atau usaha patungan, aliran sumber daya
bersifat satu arah, dari penyedia ke pengguna. Pada bentuk outsourcing, pembagian
keuntungan tidak terjadi.
2.2. Permasalahan terkait outsourcing
Menurut Farida, Setiawan, Maryamti, Juwita, & Muqsith (2020), terdapat tiga
permasalahan utama yang perlu untuk diperhatikan terkait pengadaan tenaga outsourcing di
Indonesia. Permasalahan-permasalahan tersebut, yaitu: a. pelanggaran terhadap peraturan
tentang tenaga outsourcing, b. penentuan vendor outsourcing, c. kesenjangan hukum dalam
pelaksanaan pengadaan outsourcing.

3
Permasalahan yang pertama adalah pelanggaran terhadap peraturan tentang tenaga
outsourcing. Permasalahan ini pernah terjadi misalnya pada kasus kasus outsourcing di
Rumah Sakit Pusat Pertamina. Pelanggaran tersebut merupakan contoh nyata pelanggaran
terhadap peraturan ketenagakerjaan yang berlaku.
Viky et al. (2020) menyampaikan bahwa terdapat tiga bentuk diskriminasi pada
outsourcing, antara lain adalah sebagai berikut.
a) Diskriminasi usia dan status perkawinan. Salah satu kebijakan diskriminatif dalam
outsourcing adalah pemberlakukan batasan usia dan status perkawinan bagi pekerja
outsourcing. Menurut Viky et al. (2020) perusahaan lebih memilih untuk
mempekerjakan pekerja muda. Pada umumnya perusahaan mencari pekerja dengan
rentang usia 18-24 tahun. Selain itu pekerja juga sebaiknya memiliki status lajang
dengan alasan produktivitas. Kebijakan ini tentu mempersulit pekerja yang sudah
berkeluarga. Ini membuat pekerja yang sudah berkeluarga kesulitan untuk mendapatkan
tambahan penghasilan.
b) Diskriminasi upah. Kebijakan ini dapat kita lihat dari perbedaan upah yang diterima
oleh pekerja outsourcing bila dibandingkan dengan pekerja tetap. Menurut studi,
pekerja outsourcing memiliki gaji yang lebih rendah dibandingkan pegawai tetap.
c) Diskriminasi berserikat. Kebijakan ini dilakukan oleh perusahaan yang melarang
karyawannya untuk bergabung dengan serikat pekerja. Mereka dapat diputuskan
kontraknya apabila bergabung dengan serikat pekerja.
Permasalahan kedua terkait pengadaan tenaga outsourcing terjadi pada penentuan mitra
outsourcing (Farida, Setiawan, Maryamti, Juwita, & Muqsith, 2020). Namun, penentuan
mitra tidak mudah dilakukan di Indonesia karena sistem pemilihan penyedia jasa harus
dilakukan melalui tender. Dimana tender membuat hubungan antar vendor dan clients tidak
bertahan lama, hanya berdasarkan hubungan kontrak tender. Selain itu, pengadaan tender juga
berpotensi sebagai terjadinya korupsi untuk meloloskan vendor tertentu. Indonesian
Corruption Watch (2022) mencatat bahwa pengadaan outsourcing dengan metode tender
adalah lahan basah terjadinya korupsi terkait pembelian keputusan tender.
Permasalahan ketiga, adalah terkait kesenjangan dalam masalah hukum yang terkait
dengan pelaksanaan outsourcing di Indonesia. Hal itu adalah sebagai berikut: pertama, tidak
ada indikasi bagaimana perusahaan mengklasifikasikan pekerjaan utama dan pekerjaan
penunjang perusahaan yang menjadi dasar pelaksanaan outsourcing; kedua, tidak ada
kejelasan tentang hubungan hukum antara karyawan outsourcing dengan perusahaan yang
menggunakan jasa outsourcing; ketiga, tidak ada mekanisme penyelesaian perselisihan jika

4
ada karyawan outsourcing yang melanggar aturan kerja di lokasi perusahaan yang
mempekerjakan. Salah satu ketidakjelasan terhadap pengaturan tersebut misalnya terjadi pada
31 Desember 2017. PT Jakarta International Container Terminal (JICT) telah menyelesaikan
kontrak dengan PT Empco yang memiliki 400 pekerja outsourcing untuk PT JICT. Yang
terjadi kemudian adalah penuntutan dari serikat pekerja terhadap PT Jakarta International
Container Terminal (JICT), agar para karyawan outsourcing tersebut menjadi karyawan tetap.
2.3. Landasan hukum terkait outsourcing
Landasan hukum terkait kontrak pihak ketiga (outsourcing) ada dalam Pasal 64
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Peraturan tersebut
menyatakan bahwa perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan pekerja/buruh harus
dibuat secara tertulis (kontrak). Pembuatan kontrak tersebut didasarkan pada Pasal 1320 KUH
Perdata. Peraturan tersebut memberikan syarat-syarat tertentu agar perjanjian dinyatakan sah.
Pertama perjanjian tersebut adalah kesepakatan kedua belah pihak. Kedua, mereka adalah
pihak yang mampu melakukan/membuat perikatan/perjanjian. Ketiga, terdapat hal atau objek
perjanjian. Terakhir, suatu alasan yang membolehkan dan/atau bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan, ketertiban umum dan etika.
Meskipun kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas dalam hukum kontrak,
namun kontrak juga harus memenuhi unsur Esensialia (Unsur Esensial), Unsur Naturalia
(Unsur Alamiah), dan Unsur Aksidentalia (Unsur aksidentalia) dari suatu perjanjian.
3. Rumusan Masalah
3.1 Langkah – langkah apa saja yang akan di ambil atau dilakukan PT Interteknis
Suryaterang untuk memberikan perlindungan hukum kepada pekerja outsourcing yang
bekerja di PT Interteknis Suryaterang maupun yang di tempat tugaskan di rekanan dari
PT Interteknis Suryaterang
3.2 Bagaimana cara PT Interteknis Suryaterang mengimplementasikan program dan
perlindungan hukum tersebut
3.3 Apa yang akan PT Interteknis Suryaterang lakukan jika ada pekerja outsourcing yang
bekerja di PT Interteknis Suryaterang atau yang sedang bertugas di kantor rekanan PT
Interteknis Suryaterang tersandung kasus pelanggaran hukum pidana
4. Tujuan Penelitian
4.1. Untuk meningkatkan pemahaman dan ilmu pengetahuan pekerja Outsourcing di
perusahaan BUJP terutama dari segi hukum
4.2. Untuk mengetahui hak dan kewajiban bagi pekerja outsourcing di perusahaan BUJP

5
4.3. Untuk mengetahui perlindungan hukum yang diberikan perusahaan BUJP terhadap
pekerja outsourcing

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data dengan
wawancara. Teknik pengumpulan data melalui wawancara dilakukan dengan cara diskusi atau
tatap muka dengan pimpinan yang diberikan kepercayaan oleh perusahaan BUJP untuk
menjawab pertanyaan – pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Subjek penelitian ini adalah
manajer di perusahaan PT Interteknis Suryaterang. Perusahaan ini menyediakan solusi
keamanan yang disesuaikan dengan kebutuhan klien di bidang investigasi, manajemen risiko
krisis, layanan pelaporan keamanan, penagihan utang, perlindungan pribadi yang dekat,
satpam, pelatihan, dan layanan nilai tambah lainnya. Pemilihan partisipan dilakukan dengan
metode purposive sampling (Sugiyono, 2003).
Hasil mencari informasi dari situs terpercaya dan beberapa buku adalah untuk
mengetahui bagaimana perusahaan alih daya atau outsourcing dalam memberikan
perlindungan hukum kepada pekerjanya. Serta hasil wawancara dengan narasumber
dirangkum untuk mengetahui manfaat dan keuntungan terhadap para pekerja perusahaan
Outsourcing.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Terdapat tiga rumusan masalah yang akan dijawab dalam penelitian ini. Penyampaian hasil
dan pembahasan pada bagian ini akan peneliti bahas sesuai dengan urutan rumusan masalah
tersebut.
1. Langkah – langkah yang akan diambil atau dilakukan PT Interteknis Suryaterang
untuk memberikan perlindungan hukum kepada pekerja outsourcing yang
bekerja di PT Interteknis Suryaterang maupun yang di tempat tugaskan di
rekanan dari PT Interteknis Suryaterang
Berdasarkan hasil wawancara antara peneliti dengan salah satu manager PT Interteknis
Suryaterang, peneliti menemukan bahwa perlindungan hukum terhadap karyawan adalah
suatu hal yang penting bagi perusahaan. Hal itu disampaikan oleh narasumber dalam
wawancara seperti berikut:

6
“Mengapa berani memberikan perlindungan hukum? Karena karyawan adalah aset
perusahaan. Selama karyawan melakukan kewajibannya dan benar, perusahaan akan
menjalankan tanggung jawab untuk melindungi karyawan” (narasumber).

Sesuai dengan kutipan percakapan ini, manager perusahaan menilai karyawan sebagai
hal yang penting bagi perusahaan. Yang bersangkutan menganggap bahwa karyawan adalah
aset atau hal yang bernilai dan berharga bagi perusahaan. Oleh sebab itu perlindungan
terhadap karyawan dinilai sebagai sebuah tanggung jawab yang harus dipenuhi. Pandangan
tersebut sesuai dengan visi pimpinan dari perusahaan tersebut. Pimpinan perusahaan tersebut
menekankan pentingnya untuk memenuhi hak dari karyawan sesuai dengan undang-undang
yang berlaku. Hal itu disampaikan pula dalam wawancara tersebut.

“Pimpinan perusahaan kita adalah seorang asing. Beliau sangat takut melanggar
hukum negara. Oleh sebab itu pemenuhan hak karyawan harus dipenuhi sesuai dengan
hukum undang-undang yang berlaku. BPJS, THR harus dibayarkan. Tidak membayar gaji
merupakan hal yang salah”.

Sudut pandang yang dimiliki pimpinan perusahan terhadap perlindungan hukum


karyawan mereka adalah hal yang berpengaruh terhadap strategi pemberian perlindungan
terhadap karyawan yang bekerja di perusahaan rekanan PT Interteknis Suryaterang. Dari hasil
wawancara dengan narasumber, yang bersangkutan menyampaikan bahwa jaminan keamanan
kerja dilakukan dengan strategi sebagai berikut.
a. Pemberian perlindungan karyawan melalui sistem kontrak (PKWT)
Pertama-tama, negara menjamin keamanan warga negara mereka yang berstatus
karyawan dengan beberapa peraturan hukum, misalnya tertuang dalam UU Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam peraturan tersebut negara mewajibkan perjanjian
pemborongan pekerjaan atau penyediaan pekerja/buruh harus dibuat secara tertulis (kontrak).
Kontrak tersebut dianggap sah apabila apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a)
Kesepakatan kedua belah pihak; b) Kecakapan mereka yang sah untuk melakukan/membuat
perikatan/perjanjian; c) Adanya suatu hal atau objek perjanjian; dan d) Adanya suatu sebab
yang membolehkan dan/atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban
umum dan etika. Artinya strategi untuk menjamin keamanan seharusnya tertulis di kontrak
kerja tersebut.
Pemberian jaminan hukum yang pertama dilakukan oleh PT Interteknis Suryaterang
terhadap karyawan mereka adalah pemberian status pekerja melalui system kontrak PKWT.

7
Hal ini sesuai dengan amanat undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Pemberian jaminan ini disampaikan oleh narasumber dalam wawancara
sebagai berikut.
“Siapa yang berhak mendapat perlindungan hukum dari perusahaan? Semua karyawan
yang terdapat sebagai PKWT” (Narasumber).
Berdasarkan wawancara dengan narasumber, penulis menemukan bahwa semua
karyawan yang berada di bawah naungan perusahaan tersebut diberikan status sebagai
karyawan PKWT selama dua tahun. Selama dua tahun tersebut, perusahaan akan terus
melakukan audit terhadap kinerja karyawan. Perpanjangan atau pemberhentian kerja atas
kemauan karyawan dapat dilakukan setelah masa kontrak berakhir.
Menurut Pasal 1601 KUH Perdata b, outsourcing disamakan dengan perjanjian
pemborongan pekerjaan. Jadi yang dimaksud dengan outsourcing adalah suatu perjanjian
dimana pihak pemborong mengikatkan diri untuk membuat suatu pekerjaan tertentu untuk
orang lain yang menjual borongan dengan menerima pembayaran tertentu dan pihak lain yang
mengontrak pihak luar mengikatkan diri untuk mengontrakkan pekerjaan luar kepada pihak
pemborong dengan suatu imbalan.
Oleh sebab itu pemberian status PKWT dapat dilihat sebagai salah satu langkah untuk
melindungi karyawan. Dengan adanya kontrak tersebut karyawan memiliki kekuatan hukum
untuk menuntut haknya tentu saja juga memenuhi kewajibannya. Akan tetapi, perlu
ditekankan bahwa surat kontrak yang sesuai undang-undang adalah kontrak yang memenuhi
unsur-unsur tertentu, yaitu: unsur Esensialia (Unsur Esensial), Unsur Naturalia (Unsur
Alamiah), dan Unsur Aksidentalia (Unsur aksidentalia).
b. Pemberian Jaminan BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS kesehatan
Salah satu jaminan keselamatan yang diberikan perusahan terhadap karyawannya adalah
BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS kesehatan. Sebagai perusahaan pengamanan, terdapat resiko
karyawan untuk terluka. Pemberian jaminan tersebut sangat penting bagi karyawan di
perusahaan pengamanan, karena mereka memiliki resiko yang tinggi terhadap resiko yang
dapat mengancam keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu,
pemberian jaminan BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS kesehatan ini adalah suatu hal yang
tepat. Hal itu disampaikan oleh narasumber sebagai berikut.
“Terkait keselamatan kerja: BPJS ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan yang
dibayarkan perusahaan” (narasumber).
Pemberian jaminan tersebut sudah sesuai dengan amanat undang-undang, yaitu: Pasal 14
UU 24/2011. Dalam undang-undang ditegaskan bahwa semua orang yang bekerja (paling

8
singkat 6 bulan) wajib menjadi peserta jaminan sosial Negara Republik Indonesia (BPJS
Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan). Manfaat BPJS kesehatan terdapat pada Pasal 20 PP
19/2016 tentang jaminan sosial. Dalam peraturan tersebut disampaikan bahwa manfaat BPJS
Kesehatan adalah manfaat medis dan non medis. Sementara untuk BPJS Ketenagakerjaan
dijelaskan dalam UU 40/2004 tentang SJSN. Jaminan BPJS ini dibagi dalam empat bentuk,
yaitu; jaminan keselamatan kerja, jaminan pensiun, jaminan hari tua dan jaminan kematian.
Penjelasan lebih lanjut tentang manfaat keempat jaminan tersebut dapat dibaca lebih lanjut
pada UU 40/2004 tentang SJSN.
Pemberian kedua jaminan sosial ini tentu saja memberikan rasa aman kepada para
pekerja. Selain itu memberikan akses kepada tingkat kesehatan yang lebih baik. Dengan
adanya jaminan akan kesehatan dan empat jaminan lain (jaminan keselamatan kerja, jaminan
pensiun, jaminan hari tua dan jaminan kematian), akan memberikan rasa aman bagi para
pekerja.
c. Pengupahan
Dalam perspektif hukum, menurut Satjipto Rahardjo, bahwa: pemilik barang hanya
terikat pada barang saja. Ia hanya mempunyai kekuasaan atas barang yang dimilikinya, tetapi
yang semula penguasaan dan pengendalian atas barang, berada pada pekerja upahan.
Perubahan ini terjadi setelah barang itu berubah fungsinya sebagai modal. Orang yang disebut
pemilik, membebani orang lain dengan tugas-tugas, menjadikan orang itu sebagai sasaran
perintahnya dan paling tidak pada masa awal kapitalisme mengawasi pelaksanaan
perintahnya, kini dapat "memaksakan" kehendak mereka kepada orang lain.
“Oleh sebab itu pemenuhan hak karyawan harus dipenuhi sesuai dengan hukum undang-
undang yang berlaku.…... Tidak membayar gaji merupakan hal yang salah” (Narasumber).
Pernyataan di atas mengingatkan kita pada: pertama, semangat UUD 1945 dan Pasal 27
(2) UUD 1945 Kedua, UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU
Ketenagakerjaan). Dalam Pembukaan UUD 1945 menyatakan bahwa: Negara Indonesia
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial berdasarkan Pancasila.
Kemudian dalam pasal 27 (2) UUD 1945 menyatakan bahwa: "Tiap-tiap warga negara berhak
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan". Dari amanat para pendiri
Republik tersebut dapat dilihat bahwa tujuan pembangunan Ketenagakerjaan adalah
menciptakan lapangan kerja bagi warga negara untuk mendapatkan penghidupan yang layak.
Penghidupan yang layak dicapai dengan salah satunya adalah pemenuhan kebutuhan dasar

9
manusia. Dalam hal ini karyawan dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dari hak gaji yang
diberikan oleh perusahaan.
2. Cara PT Interteknis Suryaterang mengimplementasikan program dan
perlindungan hukum tersebut

a. Pemenuhan perlindungan hukum sesuai dengan kontrak


Pada wawancara, narasumber beberapa kali menekankan bahwa hak karyawan dipenuhi
sesuai dengan undang-undang yang berlaku dan juga kontrak yang dibuat antara perusahaan
dan karyawan, misalnya pada satu kutipan wawancara, narasumber berkata:
““Pemenuhan kewajiban berdasarkan dengan kontrak” (narasumber).
Tentu saja kontrak yang dimaksud adalah surat perjanjian PKWT atau biasa disebut
dengan kontrak kerja. Kontrak kerja adalah perjanjian yang mencakup hubungan kerja antara
perusahaan dan karyawan. Kontrak kerja memungkinkan kedua belah pihak memahami
dengan jelas kewajiban mereka dan ketentuan kerja. Secara lebih spesifik, kontrak kerja dapat
mencakup: gaji atau upah, jadwal, durasi kerja, tanggung jawab umum: kerahasiaan,
komunikasi: dan manfaat.
b. Audit
Dalam wawancara dengan narasumber, peneliti menemukan bahwa audit sebagai salah
satu cara mengimplementasikan program dan perlindungan hukum terhadap karyawan. Hal
itu disampaikan sebagai berikut.
“Pemenuhan kewajiban berdasarkan dengan kontrak dengan adanya audit. Pertama-
tama antar perusahaan outsourcing dengan user, baru perusahaan outsourcing dengan
karyawan”.
Narasumber berkali-kali menyampaikan bahwa pemenuhan kewajiban perusahan
terhadap karyawan dilakukan berdasarkan kesepakatan antar perusahaan dan karyawan yang
tertuang dalam kontrak. Akan tetapi, terdapat hal yang menarik disebutkan oleh manajer,
yaitu dengan adanya audit.
Audit mengacu pada pemeriksaan laporan keuangan suatu perusahaan. Audit dilakukan
untuk memberikan keyakinan kepada investor dan pemangku kepentingan lainnya bahwa
laporan keuangan perusahaan akurat. Audit juga memberikan jaminan kepada regulator
bahwa perusahaan mematuhi standar hukum dan peraturan yang sesuai. Akan tetapi audit
juga dapat dilakukan oleh divisi human resource. Audit SDM adalah pemeriksaan objektif
terhadap kebijakan, praktik, dan prosedur SDM bisnis Anda. Tujuannya adalah untuk mencari
titik-titik masalah dan/atau mengidentifikasi cara-cara untuk memperbaiki masalah.

10
Dengan adanya audit SDM, perusahaan akan dapat mengantisipasi berbagai
permasalahan terkait SDM. Permasalahan yang muncul tentu saja dapat dating dari berbagai
sumber, salah satunya adalah rendahnya perlindungan hukum terhadap karyawan. Dalam
audit kepatuhan SDM, Anda harus menyertakan bagian terperinci berikut ini untuk
memastikan keakuratan: selain itu, audit akan berisi pemeriksaan terhadap proses perekrutan,
karyawan baru, upah dan jam kerja, tunjangan, diskriminasi, hubungan karyawan, pencatatan,
perlindungan data, dan kuesioner audit SDM. Bila dijalankan dengan baik, audit dari divisi
human resource ini akan menjamin perlindungan hukum terhadap karyawan.
3. Strategi PT Interteknis Suryaterang lakukan jika ada pekerja outsourcing yang
bekerja di PT Interteknis Suryaterang atau yang sedang bertugas di kantor
rekanan PT Interteknis Suryaterang tersandung kasus pelanggaran hukum pidana
Dalam wawancara dengan narasumber, penulis menemukan beberapa strategi
penanganan terhadap kasus pelanggaran hukum.
“Pemutusan kontrak oleh karyawan dapat dilakukan one month notice. Sementara pihak
perusahaan menegur karyawan dengan sistem SP 1 – SP 3. Pemberian SP dilakukan oleh
DIRUT dengan koordinasi dengan HRD. Tidak terima dengan PHK dapat melakukan
gugatan. Akan tetapi perusahaan melakukan SP dengan mempertimbangkan bukti-bukti yang
ada” (narasumber).
Sebelum berdiskusi terkait pelanggaran hukum, penulis menemukan bahwa terdapat
prosedur penanganan terkait pelanggaran yang terjadi di perusahaan, yaitu dengan
penggunaan surat peringatan. Kategori pelanggaran yang masuk dalam surat peringatan
adalah pelanggaran yang bukan pelanggaran pidana, misalnya: tidur pada saat jam kerja dan
tidak hadir di saat jam kerja tanpa pemberitahuan. Pelanggaran seperti ini ditangani dengan
sistem surat peringatan dari perusahaan. Pada surat peringatan yang kedua, karyawan akan
dipanggil menghadap manajer. Setelah pemberian surat peringatan, manager dan HRD akan
melihat perkembangan karyawan tersebut. Pemutusan hubungan kerja dapat dilakukan
apabila tidak terdapat perubahan ke arah yang lebih baik.
Apabila karyawan tidak puas terhadap keputusan perusahaan, perusahaan bersedia
menyelesaikan masalah tersebut melalui prosedur hubungan industrial. Hal itu dijamin dalam
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Selain itu, Undang-undang
Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial juga
menjelaskan bagaimana permasalahan-permasalahan antara perusahaan dan karyawan dapat
diselesaikan.

11
Terkait pelanggaran pidana, narasumber menyampaikan bahwa segala pelanggaran
pidana akan diselesaikan secara hukum. Beberapa pelanggaran yang pernah dibawa ke ranah
hukum antara lain: pencurian dan narkoba. Hal itu disampaikan oleh narasumber.
“Jika ada karyawan yang bersalah akan dibawa ke ranah hukum” (narasumber).
Narasumber menyampaikan bahwa pelanggaran pidana harus dibawa ke ranah hukum.
Hal itu untuk menjamin kestabilan pada komunitas perusahaan. Pemberian pengampunan
pada pelanggaran pidana akan memunculkan pelanggaran pidana lain. Demikian narasumber
menyampaikan keputusan perusahaan terkait hal tersebut.

KESIMPULAN DAN SARAN

Terdapat beberapa poin kesimpulan dan saran dari penelitian ini, yaitu sebagai berikut.
1. Kesimpulan
Hasil yang dapat saya simpulkan dari penelitian diatas adalah:
Langkah – langkah apa saja yang akan di ambil atau dilakukan PT Interteknis
Suryaterang untuk memberikan perlindungan hukum kepada pekerja outsourcing yang
bekerja di PT Interteknis Suryaterang maupun yang di tempat tugaskan di rekanan dari PT
Interteknis Suryaterang. Langkah yang dilakukan oleh perusahaan untuk memberikan
perlindungan hukum adalah: pemberian perlindungan karyawan melalui sistem kontrak
(PKWT), pemberian jaminan sosial BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, dan
pengupahan.
Lalu, bagaimana cara PT Interteknis Suryaterang mengimplementasikan program dan
perlindungan hukum tersebut. Pengimplementasian tersebut dilakukan dengan cara
pemenuhan perlindungan hukum sesuai dengan kontrak yang disepakati antara perusahaan
dan karyawan dan audit yang dilakukan terhadap sumber daya manusia perusahaan.
Yang terakhir, strategi PT Interteknis Suryaterang jika ada pekerja outsourcing yang
bekerja di PT Interteknis Suryaterang atau yang sedang bertugas di kantor rekanan PT
Interteknis Suryaterang tersandung kasus pelanggaran hukum pidana. Peneliti menemukan
bahwa pelanggaran non pidana diselesaikan dengan prosedur surat peringatan dan
penyelesaian dengan prosedur hubungan industrial sesuai hukum yang berlaku. Akan tetapi,
pelanggaran hukum pidana diselesaikan secara hukum pidana. Hal tersebut untuk menjaga
kondisi komunitas perusahaan, sehingga tidak terjadi pelanggaran lain yang serupa.
2. Saran

12
Saran yang dapat saya berikan kepada perusahaan terkait program perlindungan tersebut,
adalah:
2.1. Saya berharap di kemudian hari apabila terjadi pergantian pimpinan di pemerintahan
akibat masa jabatan yang sudah selesai, harapannya pemerintah tidak membuat
perubahan yang dapat mempersulit dan membingungkan masyarakat akibat perubahan
kebijakan.
2.2. Pemerintah juga diperlukan mengontrol dan mengawasi program Jaminan Hari Tua tepat
pada sasaran jangan sampai terjadi di suatu perusahaan tidak mengikutsertakan
pekerjanya dalam program Jaminan Hari Tua demi keuntungan semata suatu perusahaan.
2.3. Mempermudah proses pencairan dana tunai ketika diperlukan, hal ini sangat penting agar
apabila peserta mengalami suatu insiden dapat mudah dalam proses pencairan dengan
bekerja sama dengan beberapa pihak bank.
Saran di atas adalah sebagian yang ingin saya sampaikan serta diharapkan dapat menjadi
pertimbangan pemerintah untuk meningkatkan kualitas Program Jaminan Hari Tua
2.4 Peneliti menyarankan agar penelitian ini dikembangkan dalam penelitian lanjutan. Untuk
memperdalam hasil, wawancara atau survei atas perspektif karyawan dapat dilakukan.

13
DAFTAR PUSTAKA
Ali, S., Abbasi, I. A., Mustafa, E. E., Wahid, F., & Huang, J. (2022). Practitioner’s view of
the success factors for software outsourcing partnership formation: an empirical
exploration. Empirical Software Engineering, 27(2), 1-63.Belcourt, M. (2006).
Outsourcing—The benefits and the risks. Human resource management review, 16(2),
269-279.
Biro Hukum Setjen Kemnaker. (2022). Pahami Betul Jenis Perselisihan Hubungan Industrial.
Dikutip dari: https://jdih.kemnaker.go.id/berita-bagaimana-pengaturan-
outsourcing-dalam-undangundang-nomor-13-tahun-2003-tentang-
ketenagakerjaan.html
Farida, I., Setiawan, R., Maryatmi, A., Juwita, M., & Muqsith, M. (2020). Outsourcing Policy
in Indonesia. American Research Journal of Humanities & Social Science
(ARJHSS), 3(10), 26-31.
Indonesian Coruption Watch. (2022). Pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah: Lahan Basah
Korupsi. Dikutip dari: https://antikorupsi.org/id/article/pengadaan-barang-dan-
jasa-pemerintah-lahan-basah-korupsi
INDONESIA, P. R. (2006). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13
TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN
Juwita, M. (2022). Outsourcing: Arti, Sistem Kerja, Jenis, Aturan, Kelebihan, dan
Kekurangan. Dikutip dari:https://glints.com/id/lowongan/apa-itu-
outsourcing/#.Y2e9IHZBzIU
Mol, M. J. (2007). Outsourcing: Design, process and performance. Cambridge University
Press.
Saefuloh, A. A. (2011). Kebijakan Outsourcing di Indonesia: Perkembangan dan
Permasalahan. Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, 2(1), 337-369.
Sugiyono, D. (2013). Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif dan
R&D.

14

Anda mungkin juga menyukai