Abstrak
Abstract
Pendahuluan
A. Latar Belakang
1
Claravia Adhyne, 2019, Pemutusan Hubungan Kerja Karena Alasan Efisiensi Dengan Adanya
Otomasi, Skripsi S-1 Ilmu Hukum Fakultas Ilmu Hukum Universitas Udayana, hal. 1
dimaksud padai hal ini yaitu, perusahaani melakukan restriksii pada penggunaan
tenagai manusia. Hali tadi bisa dipandangi menjadi pembatasani penggunaan
pekerja & merubahnyai dengan memakai mesini atau perubahani menurut segala
bentuki yang bersifat manual kedalami bentuk digital. Bagi pekerjai PHK adalah
awali dari hilangnya matai penghasilan yang akani menyebabkani menurunnya
kualitasi dari kehidupannyai dan bahkan kesejahteraani dirinya lantarani dalam
mencari sebuahi pekerjaan bukanlahi suatu hali yang sederhana.
B. Rumusan Masalah
Identifikasi permasalahan yang akan dibahas yang dirumuskan sebagai
berikut :
1. Apakah yang menjadi dasar dari terjadinya pemutusan hubungan kerja?
2. Bagaiman perlindungan hukum bagi pekerja yang mengalami pemutusan
hubunga kerja karena alasan automasi dan digitalisasi dalam perusahaan?
C. Tujuan
Berdasarkan uraian rumusan masalah tersebut, adapuniitujuannya
dirumuskan ebagai berikkut :
1. Mengetahui apakahi Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan
pekerja yang karena automasi dan digitalisasi perusahaan
2. Mengetahui bagaimana perlindungan hukumi bagi pekerja yang
mengalami pemutusani hubunga kerja karenai adanya automasi dan
digitalisasi dalami perusahaan
2
I Made Udiana, 2018, Industrialisasi dan Tanggungjawab Pengusaha Terhadap Tenaga Kerja
Terlibat Hukum, Udayana University Press, Denpasar, hlm. 263
D. Metode Penelitian
Penelitian yang diguanakam adalah penelitian hukumi normatif.
Penelitian hukum normatifi atau doktrinal adalah suatu proses untuk
menemukan suatu aturan ihukum, prinsip-prinsip hukurn, maupuni
doktrin-doktrin hukum untuk menjawab permasalahan hukurn yang
dihadapi yang idilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teorii atau
konsep barui sebagai preskripsii dalam menyelesaikani masalah yang
dihadapi3.
Data primer penelitiani hukum normatifi diperoleh darii penelitian
pustakai dan dokumen darii hasil pengolahan orangi lain dalam bentuk
jurnal, bukui atau dokumen dalami bentuk fisik maupuni non fisik (daring)
serta peraturani dan ketentuan yang berkaitani penelitian.
Penelitian ini menggunakan pendekatan perundangi undang (statue
approach), pendekatani kasus (case approach), dan pendekatan
perbandingani (comparative approach). Pendekatan perundangi undangan
adalah pendekatani yang dilakukan dengani menelaah semuai peraturan
perundang-undangani dan regulasii yang bersangkuti paut dengani isu
hukum yang ditangani4. Pendekata perundang iundangan yang digunakan
untuk melihati dan menelaah ketentuani ketentuan yang mengatur
mengenaii pemutusan hubungan kerjai yang berhubungan dengan
automasi dan digitalisasi perusahaan.
3
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dun Empiris,
Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar, hlm. 34
4
Marzuki dan Peter Mahmud, 2011, Penelitian Hukum, Jakarta : Kencana Prenda Media, hal. 93
BAB II
Pembahasan
5
Suhartoyo, 2019, Perlindungan Hukum Bagi Buruh Dalam Sistem Hukum Ketenagakerjaan Nasional,
Administrative Law & Governance Journal, Vol.2, No.2, hal 329
6
Sonhaji, 2019 Analisis Yuridis Pemutusan Hubungan Kerja Akibat Kesalahan Berat Pekerja, Administrative Law &
Governance Journal, Vol.2, No.1, hal.61
adanya perkembangani teknologi yang ada seperti mulaii menerapkan mesin-mesin
berteknologi canggihi dalam perusahaannya ataupuni mulai merubah segala bentuk
kegiatan imanual kedalam bentuk digitali (digitalisasi) yang tentunya hal tersebut
mengakibatkani pengurangan karyawan dan menyebabkani meningkatnya
pengangguran; dan Retrenchment, PHKi yang diakibatkan olehi adanya pengaruh
ekonomii yang tidak stabili pada sebuah perusahaani seperti misalkan perusahaan
mengalamii kerugian selama berturut-turuti atau bahkan terjadinya penurunani tingkat
penjualani atau keuntungan yang didapatkan olehi perushaan tersebut7.
Jika mengacui pada Pasal 154A UU Cipta Kerjai, pengusaha/pemberii keja
dapati melakukan pemutusani hubungan kerja dengani ketentuan yang padai pokoknya
sebagai berikut:
a. Perusahaan yang melakukani merger, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan
perusahaan yang dalam hal ini dari pekerja/buruh nya itidak bersedia imelanjutkan
hubungan kerja atau pengusaha tidak bersedia menerima nya;
b. Perusahaan melakukan efisiensi diikuti dengan penutupan perusahaan atau
perusahaan yang mengalami kerugian;
c. Perusahaan tutup yang disebabkan karena perusahaan mengalami kerugian secara
terus menerus selama 2 (dua) tahun
d. Perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa (force majeur) .
e. Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang;
f. Perusahaan pailit;
g. Adanya permohonan pemutusan hubungan kerja yang diajukan oleh pekerja/buruh
dengan alasan tertentu
h. Adanya putusan Lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang
menyatakan pengusaha tidak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada
huruf g;
i. Pekerja/buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri;
j. Pekerja/buruh mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih tanpa keterangan;
k. Pekerja/buruh melakukan pelanggaran yang telah diatur dalam perjanjian kerja;
l. Pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 (enam) bulan akibat
ditahan pihak yang berwajib;
m. Pekerja/buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja;
n. Pekerja/buruh memasuki usia pensin;
o. Pekerja/buruh meninggal dunia
7
Sendjun Manulang, 2001, Pokok-pokok Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT. Rineka Cipta, Jakarta, hal. 107.
Dapat dilihat dari poin-poini diatas bahwa pemutusani hubungan kerja (PHK)
yang dilakukani oleh pengusaha / perusahaan memilikii kelonggaran kewenangani yang
dapat mempengaruhii hubungan kerja bagii pekerja. Dalam ketentuani tersebut PHK
dapat dilakukani jika Perusahaan ingin melakukani efisiensi. Ketentuan tersebut menjadi
perhatiani khusus karena sebagaimanai tujuan dari automasii dan digitalisasi perusahaan
adalahi efisiensi.
tenagai kerja, dan mengurangi modali yang dikeluarkan untuki meningkatkan profit
darii usahanya. Pemutusan Hubungan Kerjai terbesar akan terjadii pada sektori industri,
Dalam hal ini, pengusahai dapat melakukan Pemutusani Hubungan Kerja karena
alasan efisiensii dengan adanya automasi terhadapi pekerja akibati adanya era
digital. Tindakani Pemutusan Hubungan Kerjai yang dilakukan oleh pengusahai akan
dalam PHK dalam rangka efisiensi perusahaan. Pasal a quo menghendaki adanya
kerugian. Sehingga pengusaha tidak dapati secara sepihak melakukan PHK dalam
Selain itu, agar terjadii kepastiani dalam bekerja, maka segalaii upaya harus
dilakukan untuki mencegah Pemutusan Hubungan Kerja. Hal yang dimaksudi sebagai
“segala upaya” adalah berbagaii kegiatan positifi yang dapati menghindarii terjadinya
pemutusani hubungan kerjai, sepertii pengaturani waktu kerja, penghematan,
pekerja/ buruh
Sesuai ketentuani Pasal 151 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
Tentang Cipta Kerja, apabila dalam keadaan dimanai Pemutusan Hubungan Kerja tidak
dapat dihindari, maka tindakani tersebut wajib diberitahukani dengan pekerjai maupun
kepada serikat pekerja. Jika, tidaki ada persetujuan, makai harus ada penetapani dari
pengaturan hukumi yang terkait mengenai hal tersebuti dapat dilihat dari ketentuan
hubungani kerja oleh Perusahaan yangi melakukan efisiensi diikutii dengan penutupan
perusahaani atau perusahaan yang mengalamii kerugian, namun dalam dalam ihal ini
dalam ketentuani Pasal 156 ketika terjadinyai pemutusan hubungan kerja, pengusaha
wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang
8
Budi Santoso, 2013, Justifikasi Efisiensi Sebagai Alasan Pemutusan Hubungan Kerja”, Mimbar Hukum, Vol 25, No
3, hal. 403
Bab III
Kesimpulan
juga dilakukan secara digital (digitalisasi). Hal tersebut berdampak potensi dalam
hubungan kerja (PHK) memilki dasar pengaturan yang termuat di Pasal 154 A UU
Ciptaker. Salah satu poin dari pasal itersebut menyatakan bahwa perusahaan dapat
melakukan PHK dengani alasan efisiensi. Namun pasal tersebut harus dipahami secara
utuh, karena terdapat prasyarat berupai efisiensi dapat dilakukan apabilai diikuti dengan
tidak dapat secara sepihak untuk melakukan automasi dan digitalisasi serta pemutusan
Selain itu, pemutusan hubungan kerja juga harus memperhatikan Pasal 151 UU
Ciptaker, yaitu mengupayakan agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja seperti
pembinaan kepada pekerja. Namun ketika Pemutusain Hubungan Kerja tidak dapat
dihindari, maka tindakani tersebut wajib diberitahukan dengan pekerja maupun kepada
memberikan hak pekerja berupai uang pesangon dan/atau uang penghargaani masa
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad. 2010. Dualisme Penelitian Hukum Normatif
dun Empiris. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.
Jurnal