Anda di halaman 1dari 10

Perlindungan Hukum Bagi Pekerja dalam Pemutusan Hubungan Kerja

dengan Alasan Automasi dan Digitalisasi Industri

Muhammad Daffa Hariadi


811141054
Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang
daffahariadi@students.unnes.ac.id

Abstrak

Perkembanganiiteknologi mengubahiiberbagai lini dalam kehidupan termasuk


dalam lini Industri. Efesiensi pekerjaani dalam rangka menaikkani keuntungan
(profit) perusahaan mendorong perusahaan beralih dari tenaga manusia menuju
penggunaani teknologi yang berkembang sampai tahap digital. Hali tersebut
berdampaki padanya pengurangani darii kebutuhan manusia, sehingga dilakukan
pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja. Tulisan ini akan menganalisis
bagaiaman undang-undang memberikan perlindungan bagi para pekerja yang
mengalamii pemutusani hubungan kerja karenai dampak dari otomasii dan
digitalisasii Industri. Penulisani ini menggunakani metode yuridisi normatif yang
menggunakani pendekatani undang-undang. Dalami penulisin inii akan diperoleh
hasili mengenai perlindungani hukum pekerja yang terdampak dari pemutusan
hubungan pekerja karena otomasi dan digitaliasi di perusahaan.

Kata kunci : Pemutusan hubunga kerja, digitalisasi, otomasi

Abstract

Technological developments change various lines of life, including in the


industrial world. Work efficiency in order to increase company profits encourages
companies to shift from human labor to using technology that develops to the
digital stage. This resulted in a reduction in human needs, so that workers were
terminated. This paper will analyze how the law provides protection for workers
who are laid off due to the impact of industrial automation and digitalization. This
writing uses a normative juridical method that uses a law approach. In this paper,
results will be obtained regarding the rights of workers affected by termination of
employment due to automation and digitalization in the company.

Keywords : Termination of employment, digitalization, automation


Bab I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Pekerjaan menjadi hal yang fundamental bagi kehidupan manusia untuk


dapat memenuhi kehidupannya. Selain pemenuhan kehidupan, pekerjaan
dibutuhkan untuk peningkatan status sosial dan gaya hidup yang dijalani
seseorang. Sehingga dalam perkembangannya, manusia meningkatkan kinerja dan
kualitasnya untuk dapat meningkatkan hasil pekerjaannya. Namun dalam
memasuki era revolusi industri 4.0, manusia tidak hanya dihadapkan dengan antar
manusia, tetapi sekarang dihadapkan dengan teknologi.

Revolusi industri 4.0 menjadi tantangan baru didalam dunia kerja


sekarang. Pelbagai lini pekerjaan dalam perusahaan mulai memanfaatkan
kecanggihan teknologi dan informasi. Hal ini disebabkan oleh efisiensi dan
kemudahan yang di peroleh dalam mencapai kemajuan produktivitas, efisiensi
operasional dan energi serta kemudahan adaptasi yang dilakukan oleh teknologi.
Revolusi Industri sekarang memiliki karakteristik khusus dari adanya proses
automasi dan digitalisasi produksi industri dalam mengguna dayakan mesin dan
teknologi.

Automasi dalam ketenagakerjaan merupakan sebuah transformasi tenaga


manusia kedalam penggunaan mesin berteknologi canggih dan digitalisasi
mengonversikan sumber masukan yang berkelanjutan ke dalam sebuah mesin.
Kedua hal ini memberikan dampak yang signifikan dalam bidang
ketenagakerjaan. Kemajuan dan perkembangan teknologi membawa dampak yang
besar bagi keuntungan (profi) dari sebuah perusahaan. Namun layaknya koin
bermata dua, hal ini berimplikasi negatif dengan tidak dibutuhkannya tenaga
manusia di dalam proses produksi, hanya bagian kecil dalam kontrol penggunaan
mesin yang berteknlogi canggih tersebut dengan tidak membutuhkan banyak
tenaga manusia1.

Perusahaan bisai melakukan tindakanii PHK terhadapi pekerja yang


terdampaki karena adanyai digitalisasi dani automasi inii menggunakani alasan
bahwai perusaahan dalami keadaan sedangi melakukan efisiensi. Efisiensii yangg

1
Claravia Adhyne, 2019, Pemutusan Hubungan Kerja Karena Alasan Efisiensi Dengan Adanya
Otomasi, Skripsi S-1 Ilmu Hukum Fakultas Ilmu Hukum Universitas Udayana, hal. 1
dimaksud padai hal ini yaitu, perusahaani melakukan restriksii pada penggunaan
tenagai manusia. Hali tadi bisa dipandangi menjadi pembatasani penggunaan
pekerja & merubahnyai dengan memakai mesini atau perubahani menurut segala
bentuki yang bersifat manual kedalami bentuk digital. Bagi pekerjai PHK adalah
awali dari hilangnya matai penghasilan yang akani menyebabkani menurunnya
kualitasi dari kehidupannyai dan bahkan kesejahteraani dirinya lantarani dalam
mencari sebuahi pekerjaan bukanlahi suatu hali yang sederhana.

Perkembangan teknologii yang semakini tidak terhenti, maka perlindungan


terhadapi tenaga kerjai merupakan hali yang krusiali dan harus diperhatikan
melihati adanya peningkatani persaingan yang dihadapi pekerja. Sehingga
apresiasii bagi proteksi bagii pekerjan sebagai suatui apresiasi buat menghargai
outputi kerja para buruhi yang sudah membantu perusahaandalam menggunakan
tenaga yangg dimilikinya. Dalam hal ini ketenagekerjaani di atur di Undang-
Undangi Nomor 13 tahun 2003 tentangi Ketenagakerjaan yangi diubah dengan
Undang Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Proteksi
ketenagakerjaani merupakan bagian Pancasilai & Undang-Undang Dasar NRI
1945, bisa dikatakani menjadi pembangunan ketenagakerjaani yang sebagai
bagiani dari pembangunan nasional. Oleh karenanyai sangat krusial pemerintah
buat mempertinggii proteksi terhadapi para pekerja2.

B. Rumusan Masalah
Identifikasi permasalahan yang akan dibahas yang dirumuskan sebagai
berikut :
1. Apakah yang menjadi dasar dari terjadinya pemutusan hubungan kerja?
2. Bagaiman perlindungan hukum bagi pekerja yang mengalami pemutusan
hubunga kerja karena alasan automasi dan digitalisasi dalam perusahaan?
C. Tujuan
Berdasarkan uraian rumusan masalah tersebut, adapuniitujuannya
dirumuskan ebagai berikkut :
1. Mengetahui apakahi Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan
pekerja yang karena automasi dan digitalisasi perusahaan
2. Mengetahui bagaimana perlindungan hukumi bagi pekerja yang
mengalami pemutusani hubunga kerja karenai adanya automasi dan
digitalisasi dalami perusahaan

2
I Made Udiana, 2018, Industrialisasi dan Tanggungjawab Pengusaha Terhadap Tenaga Kerja
Terlibat Hukum, Udayana University Press, Denpasar, hlm. 263
D. Metode Penelitian
Penelitian yang diguanakam adalah penelitian hukumi normatif.
Penelitian hukum normatifi atau doktrinal adalah suatu proses untuk
menemukan suatu aturan ihukum, prinsip-prinsip hukurn, maupuni
doktrin-doktrin hukum untuk menjawab permasalahan hukurn yang
dihadapi yang idilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teorii atau
konsep barui sebagai preskripsii dalam menyelesaikani masalah yang
dihadapi3.
Data primer penelitiani hukum normatifi diperoleh darii penelitian
pustakai dan dokumen darii hasil pengolahan orangi lain dalam bentuk
jurnal, bukui atau dokumen dalami bentuk fisik maupuni non fisik (daring)
serta peraturani dan ketentuan yang berkaitani penelitian.
Penelitian ini menggunakan pendekatan perundangi undang (statue
approach), pendekatani kasus (case approach), dan pendekatan
perbandingani (comparative approach). Pendekatan perundangi undangan
adalah pendekatani yang dilakukan dengani menelaah semuai peraturan
perundang-undangani dan regulasii yang bersangkuti paut dengani isu
hukum yang ditangani4. Pendekata perundang iundangan yang digunakan
untuk melihati dan menelaah ketentuani ketentuan yang mengatur
mengenaii pemutusan hubungan kerjai yang berhubungan dengan
automasi dan digitalisasi perusahaan.

3
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dun Empiris,
Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar, hlm. 34
4
Marzuki dan Peter Mahmud, 2011, Penelitian Hukum, Jakarta : Kencana Prenda Media, hal. 93
BAB II
Pembahasan

A. Dasar Hukum Pemutusan Hubungan Kerja


Hubungan Kerja iantara pekerjai atau buruhi dengan suatui perusahaan
sewajarnya ditandaii dengan ditandatanganinyai suatu Surat Perjanjian Kerjai oleh
kedua belah ipihak5. Hubungan yang dilakukani antara para pekerja dengani perusahaan
ini adalahi saling membutuhkan, dimana pekerjai membutuhkan untuki mencari nafkah
sedangkani perusahaan membutuhkan tenagai pekerja untuk menggerakkani perusahaan.
Permasalahan antarai pengusaha dan pekerjai mungkin bisai terjadi di dalami hubungan
kerjai tersebut, baik sederhanai maupun kompleks, baik yang dapat diselesaikani secara
kekeluargaan maupun jaluri hukum6.
Bagi Pekerja, PHK merupakan isuatu awal dari hilangnyai mata pencaharian
mereka, yang idimana berarti awal dari kesengsaraani dikarenakan mereka telah
kehilangani pekerjaan dan penghasilani untuk memenuhi kebutuhan ihidup mereka
sehari-hari. Oleh karena itu, masing-masingi pihak harus berusahai agar tidak terjadinya
suatu PHKi dan perusahaan dapati berjalan dengani baik. Hal ini juga sejalani dengna
Pasal 151 UU Cipta Kerja yangi menhendaki baiki dari Pengusaha, pekerja/buruh,
serikat pekerjalserikat buruh, dan Pemerintahi harus mengutamakan tidak terjadinya
pemutusani hubungan kerja.
Secara yuridisi peraturan perundang-undangani sendiri pengertiani Pemutusan
Hubungan Kerjai (PHK) terdapat di Pasali 1 angka 25 UU Ketenagakerjaani yang
menjelaskani bahwa Pemutusan Hubungani Kerja (PHK) adalah pengakhirani hubungan
kerja karenai suatu hal tertentui yang mengakibatkan berakhirnya haki dan kewajiban
antara pekerjai dan pengusaha.Secara teoritiki menurut Sendjun Manulang, memberikan
4 (empat) pengertiani secara umum dengan membaginyai menjadi kategori dari
Pemutusan Hubungan Kerjai (PHK), yaitu Termination, dalam hal inii PHK dapat
dilakukani oleh sebuah perusahaan karena telahi berakhirnya.sebuah kontraki kerja
antara pengusahai dan pekerja/buruh; Dismissal, terjadinyai suatu pemutusan hubungan
kerjai yang disebabkan ioleh adanya tindakan fatali dari pekerja/buruh yang
dapat.berupai tidak siplinnya pekerja/buruhi atau pekerja/buruh melanggari kontrak
kerjai yang ada; Redundancy, sebuah perusahaani melakukan PHK karena akibati dari

5
Suhartoyo, 2019, Perlindungan Hukum Bagi Buruh Dalam Sistem Hukum Ketenagakerjaan Nasional,
Administrative Law & Governance Journal, Vol.2, No.2, hal 329
6
Sonhaji, 2019 Analisis Yuridis Pemutusan Hubungan Kerja Akibat Kesalahan Berat Pekerja, Administrative Law &
Governance Journal, Vol.2, No.1, hal.61
adanya perkembangani teknologi yang ada seperti mulaii menerapkan mesin-mesin
berteknologi canggihi dalam perusahaannya ataupuni mulai merubah segala bentuk
kegiatan imanual kedalam bentuk digitali (digitalisasi) yang tentunya hal tersebut
mengakibatkani pengurangan karyawan dan menyebabkani meningkatnya
pengangguran; dan Retrenchment, PHKi yang diakibatkan olehi adanya pengaruh
ekonomii yang tidak stabili pada sebuah perusahaani seperti misalkan perusahaan
mengalamii kerugian selama berturut-turuti atau bahkan terjadinya penurunani tingkat
penjualani atau keuntungan yang didapatkan olehi perushaan tersebut7.
Jika mengacui pada Pasal 154A UU Cipta Kerjai, pengusaha/pemberii keja
dapati melakukan pemutusani hubungan kerja dengani ketentuan yang padai pokoknya
sebagai berikut:
a. Perusahaan yang melakukani merger, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan
perusahaan yang dalam hal ini dari pekerja/buruh nya itidak bersedia imelanjutkan
hubungan kerja atau pengusaha tidak bersedia menerima nya;
b. Perusahaan melakukan efisiensi diikuti dengan penutupan perusahaan atau
perusahaan yang mengalami kerugian;
c. Perusahaan tutup yang disebabkan karena perusahaan mengalami kerugian secara
terus menerus selama 2 (dua) tahun
d. Perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa (force majeur) .
e. Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang;
f. Perusahaan pailit;
g. Adanya permohonan pemutusan hubungan kerja yang diajukan oleh pekerja/buruh
dengan alasan tertentu
h. Adanya putusan Lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang
menyatakan pengusaha tidak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada
huruf g;
i. Pekerja/buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri;
j. Pekerja/buruh mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih tanpa keterangan;
k. Pekerja/buruh melakukan pelanggaran yang telah diatur dalam perjanjian kerja;
l. Pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 (enam) bulan akibat
ditahan pihak yang berwajib;
m. Pekerja/buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja;
n. Pekerja/buruh memasuki usia pensin;
o. Pekerja/buruh meninggal dunia

7
Sendjun Manulang, 2001, Pokok-pokok Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT. Rineka Cipta, Jakarta, hal. 107.
Dapat dilihat dari poin-poini diatas bahwa pemutusani hubungan kerja (PHK)
yang dilakukani oleh pengusaha / perusahaan memilikii kelonggaran kewenangani yang
dapat mempengaruhii hubungan kerja bagii pekerja. Dalam ketentuani tersebut PHK
dapat dilakukani jika Perusahaan ingin melakukani efisiensi. Ketentuan tersebut menjadi
perhatiani khusus karena sebagaimanai tujuan dari automasii dan digitalisasi perusahaan
adalahi efisiensi.

B. Alasan Automasi dan Digitalisasi dalam Pemutusan Hubungan Kerja

Para pengusahai banyak menerapkan proses automasii dalam rangka

mempercepati laju pertumbuhan, meningkatkani efisiensi produksi, mengurangii biaya

tenagai kerja, dan mengurangi modali yang dikeluarkan untuki meningkatkan profit

darii usahanya. Pemutusan Hubungan Kerjai terbesar akan terjadii pada sektori industri,

terutamai padai cabangi manufaktur.

Dalam hal ini, pengusahai dapat melakukan Pemutusani Hubungan Kerja karena

alasan efisiensii dengan adanya automasi terhadapi pekerja akibati adanya era

digitalisasii dengan alasan bahwai pengusaha sedangi melakukan langkahi efisiensi

didalamperusahaan. Efisiensi yangi dimaksud yaitui perusahaan melakukani

pembatasan dalam penggunaani pekerja dan menggantinyai menggunakan mesin

digital. Tindakani Pemutusan Hubungan Kerjai yang dilakukan oleh pengusahai akan

lebih baiki jika didahului dengani mencari alternatif lainnya.

Perlu di pahamii dalam pasal 154A huruf b UU Ciptaker memberikan prasyarat

dalam PHK dalam rangka efisiensi perusahaan. Pasal a quo menghendaki adanya

efisiensi diikuti dengan penutupan perusahaani atau perusahaan yang mengalami

kerugian. Sehingga pengusaha tidak dapati secara sepihak melakukan PHK dalam

rangka efisiensii tanpa dua prasyarat tersebut

Selain itu, agar terjadii kepastiani dalam bekerja, maka segalaii upaya harus

dilakukan untuki mencegah Pemutusan Hubungan Kerja. Hal yang dimaksudi sebagai

“segala upaya” adalah berbagaii kegiatan positifi yang dapati menghindarii terjadinya
pemutusani hubungan kerjai, sepertii pengaturani waktu kerja, penghematan,

pembenahani metode kerja, dan pemberiani pembinaan kepada pekerja8.

Hali ini merujuk ipada Surat Edaran Menteri Nomor SE-907/MEN/PHI-

PPHI/X/2004 disebutkan upaya sebagai berikut;

a. Mengurangi upah dan fasilitas pekerja tingkat atas misalnya tingkat

manager dan direktur;

b. Membatasi/menghapuskan kerja lembur;

c. Mengurangi Jam Kerja;

d. Mengurangi Hari Kerja

e. Secara bergilir untuk sementara waktu, meliburkan atau merumahkan

pekerja/ buruh

Sesuai ketentuani Pasal 151 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020

Tentang Cipta Kerja, apabila dalam keadaan dimanai Pemutusan Hubungan Kerja tidak

dapat dihindari, maka tindakani tersebut wajib diberitahukani dengan pekerjai maupun

kepada serikat pekerja. Jika, tidaki ada persetujuan, makai harus ada penetapani dari

lembaga penyelesaiani perselisihani hubungan industrial.

Pemutusan Hubungam Kerja dari adanya automasi dan digitalisasi perusahaan,

pengaturan hukumi yang terkait mengenai hal tersebuti dapat dilihat dari ketentuan

Pasal 154A huruf b yang menerangkani bahwa dapat dilakukannya pemutusan

hubungani kerja oleh Perusahaan yangi melakukan efisiensi diikutii dengan penutupan

perusahaani atau perusahaan yang mengalamii kerugian, namun dalam dalam ihal ini

perusahaan jug wajibi memberikan uangi pesangon kepada pekerja/buruh. Sebagaimana

dalam ketentuani Pasal 156 ketika terjadinyai pemutusan hubungan kerja, pengusaha

wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang

penggantian hak yang seharusnya diterima.

8
Budi Santoso, 2013, Justifikasi Efisiensi Sebagai Alasan Pemutusan Hubungan Kerja”, Mimbar Hukum, Vol 25, No
3, hal. 403
Bab III

Kesimpulan

Revolusi Industri 4.0 mengubah sudut pandang dunia industri dari

pengguannaan tenaga manusia menjadi penggunaan teknologi canggih (automasi) dan

juga dilakukan secara digital (digitalisasi). Hal tersebut berdampak potensi dalam

terjadinya pemutusan hubungan kerja. Ketentuan mengenai alasan Pemutusan

hubungan kerja (PHK) memilki dasar pengaturan yang termuat di Pasal 154 A UU

Ciptaker. Salah satu poin dari pasal itersebut menyatakan bahwa perusahaan dapat

melakukan PHK dengani alasan efisiensi. Namun pasal tersebut harus dipahami secara

utuh, karena terdapat prasyarat berupai efisiensi dapat dilakukan apabilai diikuti dengan

penutupani perusahaan atau perusahaan yang mengalami kerugian. Sehinnga pengusaha

tidak dapat secara sepihak untuk melakukan automasi dan digitalisasi serta pemutusan

hubungan kerja tanpa adanya prasyarat tersebut.

Selain itu, pemutusan hubungan kerja juga harus memperhatikan Pasal 151 UU

Ciptaker, yaitu mengupayakan agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja seperti

pengaturan waktu kerja, penghematan, pembenahan metode kerja, dan pemberian

pembinaan kepada pekerja. Namun ketika Pemutusain Hubungan Kerja tidak dapat

dihindari, maka tindakani tersebut wajib diberitahukan dengan pekerja maupun kepada

serikat pekerja. iApabila terjadinya pemutusani kerja, pengusahan juga wajib

memberikan hak pekerja berupai uang pesangon dan/atau uang penghargaani masa

kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.


Daftar Pustaka
Buku

I Made Udiana .2018. Industrialisasi dan Tanggungjawab Pengusaha Terhadap


Tenaga Kerja Terlibat Hukum. Denpasar :Udayana University Press.

Marzuki dan Peter Mahmud.2011. Penelitian Hukum, Jakarta : Kencana Prenda


Media.

Mukti Fajar dan Yulianto Achmad. 2010. Dualisme Penelitian Hukum Normatif
dun Empiris. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.

Sendjun Manulang. 2001. Pokok-pokok Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. PT.


Rineka Cipta. Jakarta.

Jurnal

Budi Santoso. 2013. Justifikasi Efisiensi Sebagai Alasan Pemutusan Hubungan


Kerja. Jurnal Mimbar Hukum, Vol 25, No 3

Claravia Adhyne. 2019.Pemutusan Hubungan Kerja Karena Alasan Efisiensi


Dengan Adanya Otomasi. Skripsi S-1 Ilmu Hukum Fakultas Ilmu Hukum
Universitas Udayana

Sonhaji. 2019. Analisis Yuridis Pemutusan Hubungan Kerja Akibat Kesalahan


Berat Pekerja. Administrative Law & Governance Journal. Vol.2. No.1.

Suhartoyo.2019. Perlindungan Hukum Bagi Buruh Dalam Sistem Hukum


Ketenagakerjaan Nasional. Administrative Law & Governance Journal.
Vol.2, No.2.

Anda mungkin juga menyukai