OUTSOURCING DI INDONESIA
Di Susun Oleh:
AZHIMI (180101109)
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SAMUDRA
2021
BAB I
PENDAHULUAN
Pada awalnya outsourcing di Indonesia hanya terbatas pada model produksi tertentu
dan hanya untuk kepentingan pasar ekspor. Pekerjaan yang dahulu dikenal dengan pekerjaan
sub-kontrak ini dapat dilihat sejak keluarnya keputusan Menteri Perdagangan RI
No.264/KP/1989 tentang Pekerjaan Sub-Kontrak Perusahaan Pengolahan di Kawasan
Berikat, yang kemudian ditegaskan dalam Keputusan Menteri Perdagangan RI
No.135/KP/VI1993. Bahkan secara global outsourcing sudah dikenal pada masa Yunani dan
Romawi yang menggunakan jasa outsourcing sebagai tentara bayaran untuk membantu
pertempuran pada masa itu.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka identifikasi masalah yang timbul adalah
sebagai berikut :
C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui sejarah ketenagakerjaan dan outsourcing di Indonesia.
2. Untuk mengetahui pelaksanaan outsourcing di Indonesia.
3. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari outsourcing.
BAB II
PEMBAHASAN
Outsourcing terbagi atas dua suku kata: out dan sourcing. Sourcing berarti
mengalihkan kerja, tanggung jawab dan keputusan kepada orang lain. Outsourcing dalam
bahasa Indonesia berarti alih daya. Dalam dunia bisnis, outsourcing atau alih daya dapat
diartikan sebagai penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan yang sifatnya non-core atau
penunjang oleh suatu perusahaan kepada perusahaan lain melalui perjanjian pemborongan
pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh.
Oleh karena itu, dalam rangka melindungi karyawan yang ditempatkan tersebut ditentukan
beberapa syarat untuk meminimalisasi dampak negatif dari sistem outsourcing ini.
Syarat-syarat tersebut wajib dipenuhi oleh perusahaan penyedia jasa pekerja maupun
perusahaan pemberi kerja, agar buruh/pekerja ynag bersangkutan tetap terlindungi hak-
haknya dan tidak mengalami eksploitasi secara berlebihan.
1. Perusahaan penyedia jasa pekerja merupakan bentuk usaha berbadan hukum dan
memiliki izin dari instansi yang berwenang.
2. Pekerja/karyawan yang ditempatkan tidak boleh digunakan untuk melaksanakan
kegiatan pokok yang berhubungan langsung dengan proses produksi.
3. Adanya hubungan kerja yang jelas antara pekerj/buruh dengan perusahaan penyedia
jasa pekerja, sehingga pekerja yang ditempatkan tersebut mendapatkan perlindungan
kerja yang optimal sesuai standar minimum ketenagakerjaan
4. Hubungan kerja harus dituangkan dalam perjanjian secara tertulis (dua perjanjian
sebagaimana yang disebutkan di atas), yang memuat seluruh hak dan kewajiban para
pihak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.
Hal tersebut dapat terjadi karena sebelum adanya Undang-Undang No. 13 Tahun 2003
tentang ketenagakerjaan, tidak ada satu pun peraturan perundang-undangan di bidang
ketenagakerjaan yang mengatur perlindungan terhadap pekerja/buruh dalam
melaksanakan outsourcing. Kalaupun ada, barangkali Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.
KEP-100/MEN/VI/2004 tentang ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu,
yang hanya merupakan salah satu aspek dari outsourcing.
Semua persyaratan di atas, bersifat kumulatif sehingga apabila salah-satu syarat tidak
terpenuhi, maka bagian pekerjaan tersebut tidak dapat do-outsourcingkan. Perusahaan
penerima pekerjaan harus berbadan hukum. Ketentuan ini diperlukan karena banyak
perusahaan penerima pekerjaan yang tidak bertanggung jawab dalam memenuhi kewajiban
terhadap hak-hak pekerja/buruh sebagaimana mestinya sehingga pekerja/buruh menjadi
terlantar. Oleh karena itu, berbadan hukum menjadi sangat penting agar tidak bisa
menghindar dari tanggung jawab. Dalam hal perusahaan penerima pekerjaan, demi hukum
beralih kepada perusahaan pemberi pekerjaan.
C. PERLINDUNGAN BURUH
Dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, kedua bentuk kegiatan
dimaksud dapat dilakukan dengan syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat
dimaksud antara lain ditentukannya dengan wajib dilaksanakan melalui perjanjian ynag
dibuat secara tertulis. Adapun perusahaan penerima pekerjaan tersebut harus berbentuk badan
hukum. Untuk perusahaan penyedia jasa pekerja, dipersyaratkan pula selain harus berbadan
hukum, juga terdaftar pada instansi ketenagakerjaan.
1. Pemborongan Pekerjaan
Hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan adalah adanya ketentuan bahwa perlindungan
dan syarat-syarat kerja bagi pekerja yang bekerja pada perusahaan penerima kerja, sekurang-
kurang sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi
pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Penyedia Jasa
Pengusaha yang memasok penyediaan tenaga kerja kepada perusahaan pemberi kerja
untuk melakukan pekerjaan dibawah perintah langsung dari perusahaan pemberi kerja,
disebut perusahaan penyedia jaasa pekerja. Perusahaan penyedia jasa pekerja wajib berbadan
hukum dan memiliki izin dari instansi ketenagakerjaan. Apabila tidak dipenuhi ketentuan
sebagai perusahaan penyedia jasa pekerja, demi hukum status hubungan kerja antara pekerja
dan perusahaan penyedia jasa pekerja, beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh
dan perusahaan pemberi pekerjaan. Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja
tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan proyek atau kegiatan
yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali unutk kegiatan jasa penunjang
atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.
Perusahaan penyedia jasa pekerja untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak
berhubungan langsung dengan proses produksi dipersyaratkan:
Perusahaan penyedia jasa pekerja yang memperoleh pekerjaan, dari perusahaan pemberi
pekerjaan, kedua belah pihak wajib membuat perjanjian tertulis yang sekurang-kurangnya
memuat:
Masa kerja yang tidak jelas karena sistem kontrak. Sebagian besar karyawan
outsourcing khawatir jika ada PHK maka tidak mudah mendapatkan pekerjaan
kembali.
Tidak ada jenjang karir. Karena sistem outsourcing memberlakukan kontrak
mengakibatkan karyawan susah memegang jabatan tinggi.
Tidak mendapat tunjangan. Sebagian besar perusahaan outsourcing tidak memberikan
tunjangan seperti THR, asuransi dan jaminan hari tua untuk karyawan outsourcing.
Pemotongan penghasilan karyawan outsourcing yang tidak jelas. Rata-rata gaji yang
dipotong untuk karyawan outsourcing berkisar dia angka 30 persen dari seharusnya
yang mereka terima seandainya menjadi karyawan tetap di perusahaan mereka saat ini
bekerja.
1. Kelebihan
2. Kekurangan
Ketidakpastian status ketenagakerjaan dan ancaman PHK bagi tenaga kerja
Perbedaan perlakuan Compensation and Benefit antara karyawan internal dengan
karyawan outsource
Pengawasan dan kontrol langsung sulit dilakukan
Informasi merupakan aset berharga bagi perusahaan, jika salah pengelolaan bisa
berbalik menjadi bumeran
Loss of flexibility (kontrak diatas 3 tahun), perubahan teknologi baru tidak bisa
diadaptasi dengan cepat oleh perusahaan
Adanya hidden cost (biaya pencarian vendor, biaya transisi, dan biaya post
outsourcing)
Timbulnya ketergantungan terhadap perusahaan penyedia jasa outsourcing
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Outsourcing di Indonesia hanya terbatas pada model produksi tertentu dan hanya
untuk kepentingan pasar ekspor. Pekerjaan yang dahulu dikenal dengan pekerjaan sub-
kontrak ini dapat dilihat sejak keluarnya keputusan Menteri Perdagangan RI No.264/KP/1989
tentang Pekerjaan Sub-Kontrak Perusahaan Pengolahan di Kawasan Berikat, yang kemudian
ditegaskan dalam Keputusan Menteri Perdagangan RI No.135/KP/VI1993.
DAFTAR PUSTAKA
Darmawan. 2014. Seputar Maslah Tenaga Kerja Outsourcing di Indonesia. Diakses melalui
http://www.academia.edu/4820761/Seputar_Masalah_Tenaga_Kerja_Outsourcing_di
Djumadi, S.H., M. Hum., 2004. Perjanjian Kerja. Bnjarmasin: PT. Rajagrafindo Persada.
Husni Lalu, S.H., Hum. 2000. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Mataram: PT.
Rajagrafindo Persada.
Tri Jata Ayu Pramesti. 2015. Akibat Hukum Pelanggaran Praktik Outsourcing. Diakses