Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH SEJARAH KETENAGAKERJAAN DAN

OUTSOURCING DI INDONESIA

Di Susun Oleh:

AZHIMI (180101109)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SAMUDRA
2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada awalnya outsourcing di Indonesia hanya terbatas pada model produksi tertentu
dan hanya untuk kepentingan pasar ekspor. Pekerjaan yang dahulu dikenal dengan pekerjaan
sub-kontrak ini dapat dilihat sejak keluarnya keputusan Menteri Perdagangan RI
No.264/KP/1989 tentang Pekerjaan Sub-Kontrak Perusahaan Pengolahan di Kawasan
Berikat, yang kemudian ditegaskan dalam Keputusan Menteri Perdagangan RI
No.135/KP/VI1993. Bahkan secara global outsourcing sudah dikenal pada masa Yunani dan
Romawi yang menggunakan jasa outsourcing sebagai tentara bayaran untuk membantu
pertempuran pada masa itu.

Sekilas mengenai dasar hukum outsourcing, dalam Pasal 64 UU Ketenagakerjaan


menjelaskan bahwa perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada
perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa
karyawan yang dibuat secara tertulis.
Berikut adalah empat syarat jenis pekerjaan yang bisa diserahkan dari perusahan satu dengan
perusahaan lain, sesuai dalam Pasal 65 Ayat (2) UU Ketenagakerjaan:
1. Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama
2. Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan
3. Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan
4. Tidak menghambat proses produksi
5.
Kecenderungan beberapa perusahaan untuk mempekerjakan karyawan dengan sistem
outsourcing pada saat ini, umumnya dilatarbelakangi oleh strategi perusahaan untuk
melakukan efesiensi biaya produksi (cost of production). Dengan menggunakan sistem
outsourcing ini, pihak perusahaan berusaha untuk menghemat pengeluaran dalam membiayai
sumber daya manusia (SDM) yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan. Berdasarkan
hukum ketenagakerjaan, istilah outsourcing sebenarnya bersumber dari ketentuan yang
terdapat dalam pasal 64 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, yang
menyatakan bahwa perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjan kepada
perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja
yang dibuat secara tertulis.

Di dalam praktiknya,  ketentuan tentang penyediaan jasa pekerja yang diatur dalam


peraturan di atas akhirnya memunculkan pula istilah outsourcing, (dalam hal ini maksudnya
menggunakan sumber daya manusia dari pihak di luar perusahaan).

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka identifikasi masalah yang timbul adalah
sebagai berikut :

1. Bagaimana Sejarah Hukum ketenagakerjaan dan outsourcing di Indonesia?


2. Bagaimana pelaksanaan outsourcing di Indonesia?
3. Apa saja kelebihan dan kekurangan dari outsourcing?

C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui sejarah ketenagakerjaan dan outsourcing di Indonesia.
2. Untuk mengetahui pelaksanaan outsourcing di Indonesia.
3. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari outsourcing.
BAB II

PEMBAHASAN

A.    MAKNA DAN HAKIKAT PENYEDIAAN TENAGA KERJA DENGAN


SISTEM OUTSOURCING

Outsourcing terbagi atas dua suku kata: out dan sourcing. Sourcing berarti
mengalihkan kerja, tanggung jawab dan keputusan kepada orang lain. Outsourcing dalam
bahasa Indonesia berarti alih daya. Dalam dunia bisnis, outsourcing atau alih daya dapat
diartikan sebagai penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan yang sifatnya non-core atau
penunjang oleh suatu perusahaan kepada perusahaan lain melalui perjanjian pemborongan
pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh.

Outsourcing atau alih daya merupakan pemindahan pekerjaan (operasi) dari satu


perusahaan ke perusahaan lain yang dilakukan biasanya untuk memperkecil biaya produksi
atau untuk memusatkan perhatian kepada hal utama dari perusahaan tersebut. Sistem
outsourcing memang untuk sebagian besar orang yang memiliki keahlian atau skill terbatas
dianggap sangat merugikan. Namun untuk orang yang memiliki keahlian khusus dan langka
menjadi karyawan outsourcing dianggap lebih menguntungkan

Dalam sistem outsourcing terdapat dua jenis perjanjian, yaitu:

1. Perjanjian kerja, antara A dengan perusahaan X.


2. Perjanjian penempatan A, antara perusahaan X dan perusahaan Y.

Beberapa praktisi hukum ketenagakerjaan sebenarnya banyak yang mengkritik


sistem outsourcing ini, karena secara legal formal perusahaan pemberi kerja tidak
bertanggung jawab secara langsung terhadap pemenuhan hak-hak karyawan yang
bersangkutan.

Oleh karena itu, dalam rangka melindungi karyawan yang ditempatkan tersebut ditentukan
beberapa syarat untuk meminimalisasi dampak negatif dari sistem outsourcing ini.
Syarat-syarat tersebut wajib dipenuhi oleh perusahaan penyedia jasa pekerja maupun
perusahaan pemberi kerja, agar buruh/pekerja ynag bersangkutan tetap terlindungi hak-
haknya dan tidak mengalami eksploitasi secara berlebihan.

Syarat-syarat yang wajib dipenuhi adalah sebagai berikut:

1. Perusahaan penyedia jasa pekerja merupakan bentuk usaha berbadan hukum dan
memiliki izin dari instansi yang berwenang.
2. Pekerja/karyawan yang ditempatkan tidak boleh digunakan untuk melaksanakan
kegiatan pokok yang berhubungan langsung dengan proses produksi.
3. Adanya hubungan kerja yang jelas antara pekerj/buruh dengan perusahaan penyedia
jasa pekerja, sehingga pekerja yang ditempatkan tersebut mendapatkan perlindungan
kerja yang optimal sesuai standar minimum ketenagakerjaan
4. Hubungan kerja harus dituangkan dalam perjanjian secara tertulis (dua perjanjian
sebagaimana yang disebutkan di atas), yang memuat seluruh hak dan kewajiban para
pihak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.

B.     PELAKSANAAN OUTSOURCING DALAM PERSPEKTIF HUKUM


KETENAGAKERJAAN

Perkembangan ekonomi global dan kemajuan teknologi yang dermikian cepat


membawa dampak timbulnya persaingan usaha yang begitu ketat dan terjadi di semua lini.
Lingkungan yang sangat kompetitif ini menuntut dunia usaha untuk menyesuaikan dengan
tuntutan pasar yang memerlukan respon yang cepat dan fleksibel dalam meningkatkan
pelayanan terhadap pelanggan. Untuk itu diperlukan suatu perubahan struktural dalam
pengelolaan usaha dengan memperkecil rentang kendali manajemen, dengan memangkas
sedemikian rupa sehingga dapat menjadi lebih efektif, efisien, dan produktif. Dalam kaitan
itulah dapat dimengerti bahwa kalau kemudian muncul kecenderungan outsourcing, yaitu
memborongkan satu bagian atau beberapa bagian kegiatan perusahaan yang tadinya dikelola
sendiri kepada perusahaan lain yang kemudian disebut perusahaan penerima pekerja.

Praktik sehari-hari outsourcing selama ini diakui lebih banyak merugikan


pekerja/buruh, karena hubungan kerja selalu dalam bentuk tidak tetap/kontrak (perjanjian
kerja waktu tertentu), upah lebih rendah, jaminan sosial kalaupun ada hanya sebatas minimal,
tidak adanya job security serta tidak adanya jaminan pengembangan karir dan lain-lain.
Dengan demikian memang benar kalau dalam keadaan seperti itu dikatakan
praktik outsourcing akan menyengsarakan pekerja/buruh dan kaburnya hubungan industrial.

Hal tersebut dapat terjadi karena sebelum adanya Undang-Undang No. 13 Tahun 2003
tentang ketenagakerjaan, tidak ada satu pun peraturan perundang-undangan di bidang
ketenagakerjaan yang mengatur perlindungan terhadap pekerja/buruh dalam
melaksanakan outsourcing. Kalaupun ada, barangkali Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.
KEP-100/MEN/VI/2004 tentang ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu,
yang hanya merupakan salah satu aspek dari outsourcing.

Walaupun diakui bahwa pengaturan outsourcing dalam Undang-Undang No. 13


Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan belum dapat menjawab semua
permasalahan outsourcing yang begitu luas dan kompleks. Namun, setidak-tidaknya dapat
memberikan perlindungan hukum terhadap perkerja/buruh terutama yang menyangkut syarat-
syarat kerja, kondisi kerja serta jaminan sosial dan perlindungan kerja lainnya dapat dijadikan
acuan dalam menyelesaikan apabila terjadi permasalahan.

Praktik outsourcing dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan


tersebut dapat dilaksanakan dengan persyaratan yang sangat ketat sebagai berikut:

1. Perjanjian pemborongan pekerjaan dibuat secara tertulis.


2. Bagian pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan penerima pekerjaan,
diharuskan memenuhi syarat-syarat:
a. Apabila bagian pekerjaan yang tersebut dapat dilakukan secara terpisah dari
kegiatan utama.
b. Bagian pekerjaan itu merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara
keseluruhan sehingga kalau dikerjakan pihak lain tidak akan menghambat
proses produksi secara langsung, dan
c. Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi
pekerjaan.

Semua persyaratan di atas, bersifat kumulatif sehingga apabila salah-satu syarat tidak
terpenuhi, maka bagian pekerjaan tersebut tidak dapat do-outsourcingkan. Perusahaan
penerima pekerjaan harus berbadan hukum. Ketentuan ini diperlukan karena banyak
perusahaan penerima pekerjaan yang tidak bertanggung jawab dalam memenuhi kewajiban
terhadap hak-hak pekerja/buruh sebagaimana mestinya sehingga pekerja/buruh menjadi
terlantar. Oleh karena itu, berbadan hukum menjadi sangat penting agar tidak bisa
menghindar dari tanggung jawab. Dalam hal perusahaan penerima pekerjaan, demi hukum
beralih kepada perusahaan pemberi pekerjaan.

Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh pada perusahaan


penerima pekerja sekurang-kurangnya sama dengan pekerja/buruh pada perusahaan pemberi
kerja. Hal ini berguna agar terdapat perlakuan yang sama terhadap pekerja/buruh baik di
perusahaan pemberi maupun perusahaan penerima pekerja karena pada hakikatnya bersama-
sama untuk mencapai tujuan yang sama, sehingga tidak ada lagi syarat kerja, upah dan
perlindungan kerja yang lebih rendah.

Hubungan kerja yang terjadi pada outsourcing adalah antara pekerja/buruh dengan


perusahaan penerima pekerjaan dan dituangkan dalam perjanjian kerja secara tertulis.
Hubungan kerja tersebut pada dasarnya perjanjian kerja waktu tertentu/kontrak apabila
memenuhi semua persyaratan baik formal maupun materiil sebagaimana diatur dalam pasal
59 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dengan demikian,
hubungan kerja pada outsourcing tidak selalu dalam bentuk perjanjian kerja waktu
tertentu/kontrak, apalagi akan sangat keliru kalau ada yang beranggapan
bahwa outsourcing selalu dan/atau sama dengan perjanjian kerja waktu tertentu.

Dalam penyediaan jasa pekerja/buruh, perusahaan pemberi kerja tidak boleh


mempekerjakan pekerja/buruh untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang
berhubungan dengan proses produksi dan hanya boleh digunakan untuk melaksanakan
kegiatan penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan dengan produksi. Kegiatan
dimaksud antara lain usaha pelayanan kebersihan, usaha penyedia makanan bagi
pekerja/buruh.

C.    PERLINDUNGAN BURUH

Pengaturan outsourcing bila dilihat dari segi hukum ketenagakerjaan adalah untuk


memberikan kepastian hukum pelaksanaan outsourcing dan dalam waktu bersamaan
memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh. Dengan demikian, adanya anggapan bahwa
hubungan kerja pada outsourcing selalu menggunakan perjanjian kerja/kontrak, sehingga
mengaburkan hubungan industrial adalah tidak benar. Pelaksanaan hubungan kerja
pada outsourcing telah diatur secara jelas dalam pasal 65 ayat (6) dan (7) dan pasal 66 ayat
(2) dan (4) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Memang pada
keadaan tertentu sangat sulit untuk mendefenisikan atau menentukan jenis pekerjaan yang
dikategorikan penunjang.
Untuk mengurangi timbulnya kerancuan, dapat pula dilakukan dengan membuat dan
menetapkan skema proses produksi suatu barang maupun jasa sehingga dapat ditentukan
pekerjaan pokok/utama; itu diluar itu berarti pekerjaan penunjang.

D.    PENYERAHAN SEBAGIAN PEKERJAAN (OUTSOURCING)

Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, memberikan peluang


kepada perusahaan untuk dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan di dalam
perusahaan kepada perusahaan lainnya melalui:

1. Pemborongan pekerjaan atau


2. Perusahaan penyedia jasa pekerja (PPJP)

Dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, kedua bentuk kegiatan
dimaksud dapat dilakukan dengan syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat
dimaksud antara lain ditentukannya dengan wajib dilaksanakan melalui perjanjian ynag
dibuat secara tertulis. Adapun perusahaan penerima pekerjaan tersebut harus berbentuk badan
hukum. Untuk perusahaan penyedia jasa pekerja, dipersyaratkan pula selain harus berbadan
hukum, juga terdaftar pada instansi ketenagakerjaan.

1. Pemborongan Pekerjaan

Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan


lain melalui pemborongan pekerjaan. Perjanjian pemborongan pekerjaan dapat dilakukan
dengan perusahaan yang berbadan hukum, dengan syarat-syarat sebagai berikut:

a. Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama.


b. Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi
pekerjaan.
c. Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan.
d. Tidak menghambat proses produksi secara langsung.

Hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan adalah adanya ketentuan bahwa perlindungan
dan syarat-syarat kerja bagi pekerja yang bekerja pada perusahaan penerima kerja, sekurang-
kurang sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi
pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Penyedia Jasa

Pengusaha yang memasok penyediaan tenaga kerja kepada perusahaan pemberi kerja
untuk melakukan pekerjaan dibawah perintah langsung dari perusahaan pemberi kerja,
disebut perusahaan penyedia jaasa pekerja. Perusahaan penyedia jasa pekerja wajib berbadan
hukum dan memiliki izin dari instansi ketenagakerjaan. Apabila tidak dipenuhi ketentuan
sebagai perusahaan penyedia jasa pekerja, demi hukum status hubungan kerja antara pekerja
dan perusahaan penyedia jasa pekerja, beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh
dan perusahaan pemberi pekerjaan. Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja
tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan proyek atau kegiatan
yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali unutk kegiatan jasa penunjang
atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.

Perusahaan penyedia jasa pekerja untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak
berhubungan langsung dengan proses produksi dipersyaratkan:

a. Adanya hubungan kerja antara pekerrja/buruh dan perusahaan penyedia jasa


pekerja.
b. Perjanjian kerja dapat berupa perjanjian kerja waktu tertentu atau perjanjian
kerja waktu tak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh
kedua belah pihak.
c. Perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan
yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja.
d. Perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja dan perusahaan penyedia
jasa pekerja, dibuat secara tertulis sesuai ketentuan yang diatur dalam Undang-
Undang N0. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Perusahaan penyedia jasa pekerja yang memperoleh pekerjaan, dari perusahaan pemberi
pekerjaan, kedua belah pihak wajib membuat perjanjian tertulis yang sekurang-kurangnya
memuat:

a. Jenis pekerjaan yang akan dilakukan oleh pekerja/buruh dari perusahaan


penyedia jasa pekerja.
b. Penegasan bahwa dalam melaksanakan pekerjaan, hubungan kerja yang terjadi
adalah antara perusahaan penyedia jasa pekerja dengan pekerja yang
dipekerjakan perusahaan penyedia jasa pekerja, sehingga perlindungan upah
dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan yang timbul menjadi
tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja.
c. Penegasan bahwa perusahaan penyedia jasa pekerja bersedia menerima
pekerja dari perusahaan penyedia jasa pekerja sebelumnya untuk jenis-jenis
pekerjaan yang terus menerus ada di perusahaan pemberi kerja dalam hal
terjadi penggantian perusahaan penyedia jasa pekerja.

E.     KELEBIHAN DAN KEKURANGAN OUTSOURCING

Kelebihan Menjadi Karyawan Outsourcing:

 Memudahkan calon karyawan fresh graduate untuk mendapatkan pekerjaan. Dengan


sistem outsourcing mereka tidak perlu bersusah payah memasukkan lamaran
pekerjaan ke banyak perusahaan karena justru perusahaan outsourcing yang akan
menyalurkan mereka.
 Mendapat pelatihan memadai dari perusahaan penyedia jasa karyawan outsourcing.
Sebelum ditempatkan di perusahaan para pencari kerja tentunya harus mendapat
pelatihan sehingga pengalaman tentang dunia kerja menjadi bertambah.
 Memudahkan pencari kerja yang memiliki keahlian khusus memilih perusahaan yang
akan mempekerjakan mereka nanti sekaligus menentukan gaji yang akan mereka
dapatkan karena para pencari kerja dengan keahlian khusus seperti ini tentunya jarang
sehingga menjadi rebutan perusahaan-perusahaan besar.

Kekurangan Menjadi Karyawan Outsourcing:

 Masa kerja yang tidak jelas karena sistem kontrak. Sebagian besar karyawan
outsourcing khawatir jika ada PHK maka tidak mudah mendapatkan pekerjaan
kembali.
 Tidak ada jenjang karir. Karena sistem outsourcing memberlakukan kontrak
mengakibatkan karyawan susah memegang jabatan tinggi.
 Tidak mendapat tunjangan. Sebagian besar perusahaan outsourcing tidak memberikan
tunjangan seperti THR, asuransi dan jaminan hari tua untuk karyawan outsourcing.
 Pemotongan penghasilan karyawan outsourcing yang tidak jelas. Rata-rata gaji yang
dipotong untuk karyawan outsourcing berkisar dia angka 30 persen dari seharusnya
yang mereka terima seandainya menjadi karyawan tetap di perusahaan mereka saat ini
bekerja.

Kelebihan  dan Kekurangan Outsourcing bagi perusahaan

1. Kelebihan

 Mempercepat proses adaptasi terhadap perubahan bisnis


 Manajemen SI yang lebih baik, SI dikelola oleh pihak luar yang telah berpengalaman
dalam bidangnya
 Dapat mengeksploitasi skill dan kepandaian yang berasal dari perusahaan lain dalam
mengembangkan produk yang diinginkan
 Bagian dari modenisasi dunia usaha
 Meningkatkan daya saing perusahaan dengan efisiensi penggunaan fasilitas dan
teknologi
 Memfasilitasi downsizing, sehingga perusahaan tak perlu memikirkan pengurangan
pegawai

2. Kekurangan
 Ketidakpastian status ketenagakerjaan dan ancaman PHK bagi tenaga kerja
 Perbedaan perlakuan Compensation and Benefit antara karyawan internal dengan
karyawan outsource
 Pengawasan dan kontrol langsung sulit dilakukan
 Informasi merupakan aset berharga bagi perusahaan, jika salah pengelolaan bisa
berbalik menjadi bumeran
 Loss of flexibility (kontrak diatas 3 tahun), perubahan teknologi baru tidak bisa
diadaptasi dengan cepat oleh perusahaan
 Adanya hidden cost (biaya pencarian vendor, biaya transisi, dan biaya post
outsourcing)
 Timbulnya ketergantungan terhadap perusahaan penyedia jasa outsourcing
BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Outsourcing di Indonesia hanya terbatas pada model produksi tertentu dan hanya
untuk kepentingan pasar ekspor. Pekerjaan yang dahulu dikenal dengan pekerjaan sub-
kontrak ini dapat dilihat sejak keluarnya keputusan Menteri Perdagangan RI No.264/KP/1989
tentang Pekerjaan Sub-Kontrak Perusahaan Pengolahan di Kawasan Berikat, yang kemudian
ditegaskan dalam Keputusan Menteri Perdagangan RI No.135/KP/VI1993.

Berdasarkan hukum ketenagakerjaan, istilah outsourcing sebenarnya bersumber dari


ketentuan yang terdapat dalam pasal 64 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan, yang menyatakan bahwa perusahaan dapat menyerahkan sebagian
pelaksanaan pekerjan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan
atau penyediaan jasa pekerja yang dibuat secara tertulis.

Praktik outsourcing dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan


tersebut dapat dilaksanakan dengan persyaratan yang sangat ketat sebagai berikut:

1) Perjanjian pemborongan pekerjaan dibuat secara tertulis.


2) Bagian pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan penerima pekerjaan,
diharuskan memenuhi syarat-syarat:
3) Apabila bagian pekerjaan yang tersebut dapat dilakukan secara terpisah dari kegiatan
utama.
4) Bagian pekerjaan itu merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan
sehingga kalau dikerjakan pihak lain tidak akan menghambat proses produksi secara
langsung, dan
5) Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan.

DAFTAR PUSTAKA

Darmawan. 2014. Seputar Maslah Tenaga Kerja Outsourcing di Indonesia. Diakses melalui

http://www.academia.edu/4820761/Seputar_Masalah_Tenaga_Kerja_Outsourcing_di

_Indonesia pada tanggal 28 Oktober 2021 pukul 14.15.

Djumadi, S.H., M. Hum., 2004. Perjanjian Kerja. Bnjarmasin: PT. Rajagrafindo Persada.

Husni Lalu, S.H., Hum. 2000. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Mataram: PT.

Rajagrafindo Persada.

Tri Jata Ayu Pramesti. 2015. Akibat Hukum Pelanggaran Praktik Outsourcing. Diakses

melalui http:// www.hukumonline.com/ klinik/ detail/ lt51ee87cd92e1f/akibat-hukum-

pelanggaran-praktik-outsourcing pada tanggal 28 Oktober 2021 pukul 14.15.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2012.


Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor SE.04/MEN/VIII/2013.

Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Anda mungkin juga menyukai