Anda di halaman 1dari 10

Pelanggaran PT.

PLN Terhadap Buruh Outsourcing


Analisis Kasus

Disusun oleh:

Andre Febrian Dwiyudanta 3020210012


Deva Syafiyo Analin 3020210158
Muhammad Arvin Wicaksono 3020210011
Osarina Mega Safira 3020210157

Fakultas Hukum

Universitas Pancasila

2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Outsourcing (alih daya) adalah salah satu pilihan strategis dalam mendukung
proses bisnis di perusahaan. Selain dalam rangka efisiensi, perusahaan pengguna
dimanjakan dengan beberapa keuntungan / manfaat dari kegiatan outsourcing. Satu
yang terpenting diantaranya adalah perusahaan pengguna dapat lebih fokus pada
strategi perusahaan, sehingga proses pencapaian tujuan perusahaan dapat terkontrol,
terukur dan akhirnya tercapai. Dalam outsourcing, khususnya outsourcing tenaga kerja
di Indonesia, dari sisi regulasi dan penerapannya selalu menjadi fenomena menarik. Isu
outsourcing selalu hangat, dan bahkan menghangat. Hal ini terjadi karena dampak
kehidupan ketenagakerjaan yang sangat dinamis. Di satu sisi, perusahaan ingin
memberdayakan sumber daya dari luar (Outsourcing), tetapi di sisi lain pekerja (buruh)
keberatan dan menolak, karena praktiknya diduga merugikan pihak tertentu.

Negara Indonesia melindungi setiap warga negara untuk mendapatkan


pekerjaan sesuai dengan ketentuan yang terdapat didalam Undang-undang Dasar
Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. Didalam Pasal 27 ayat (2) UUD
1945 ditegaskan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.

Ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang


Ketenagakerjaan yang mensyaratkan bahwa perusahaan outsourcing harus berbadan
hukum yang ditujukan dalam rangka menjamin perlindungan hukum bagi
pekerja/buruh yang dipekerjakan. Outsourcing bertujuan untuk mengembangkan
perusahaan di Indonesia, memproteksi terjadinya monopoli pada satu perusahaan.
Namun, sejak diberlakukan 2003 lalu sampai hari ini apa yang diinginkan dari latar
belakang dicantumkannya pasal-pasal Outsourcing dalam undang-undang no. 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan itu tidak menjadi kenyataan sebab makna Outsourcing
yang sesungguhnya tidak dilaksanakan sesuai undang-undang, peraturan yang cukup
bagus tidak akan otomatis melahirkan kondisi yang bagus apabila implementasi dari
undang-undang peraturan itu tidak berjalan. Dalam hal ini yang salah bukan undang-
undangnya melainkan peraturannya, akan tetapi pelaksanaan dari undang-undang
peraturan itu sendiri. Kementerian tenaga kerja harus bertanggung jawab semua
permasalahan Outsourcing ini. Banyak perusahaan-perusahaan memanfaatkan
kelemahan kementerian tenaga kerja dalam pelaksanaan UU nomor 13 tahun 2003 ini.
Globalisasi dan persaingan usaha yang ketat menuntut perusahaan untuk meningkatkan
kinerja melalui pengelolaan organisasi yang efektif dan efisien. Salah satu upaya yang
dilakukan adalah mempekerjakan tenaga kerja seminimal mungkin, namun memberi
kontribusi maksimal. Akibatnya, upaya perusahaan terfokus pada penanganan
pekerjaan yang menjadi bisnis inti atau core business. Sementara pekerjaan penunjang
diserahkan kepada pihak lain. Proses kegiatan inilah yang disebut outsourcing. Banyak
buruh sebagai tenaga kontrak, yang direkrut melalui perusahaan pengerah tenaga kerja
(outsourced) yang banyak muncul di pusat-pusat industri. Ini terjadi karena bisnis ini
sangat menguntungkan bagi perusahaan penyedia buruh kontrak.

Dalam pembangunan ketenagakerjaan, pemerintah diharapkan dapat menyusun


dan menetapkan perencanaan tenaga kerja. Perencanaan tenaga kerja dimaksudkan agar
dapat dijadikan dasar dan acuan dalam penyusunan kebijakan, strategi dan
implementasi program pembangunan ketenagakerjaan yang berkesinambungan.
Penyusunan tenaga kerja disusun atas dasar informasi ketenagakerjaan. Informasi
ketenagakerjaan yang harus disusun minium meliputi:
1) Kesempatan kerja
2) Pelatihan kerja
3) Produktivitas tenaga kerja
4) Hubungan industrial
5) Pengupahan dan kesejahteraan tenaga kerja.

Pembangunan ketenagakerjaan diarahkan untuk meningkatkan kualitas dan


kontribusinya dalam pembangunan serta melindungi hak dan kepentingannya sesuai
dengan harkat dan martabat manusia. Namun pada suatu perusahaan pasti memiliki cara
kerja dalam menggunakan jasa outsourcing. Yang seharusnya setiap perusahaan
memberikan perlindungan hukum terhadap karyawan dan dapat memakmurkan
karyawan outsourcing. Maka dari itu suatu perusahaan harus memberikan perlindungan
bagi karyawan outsourcing dan harus bisa menyelesaikan masalah yang terjadi dalam
perusahaan tersebut.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Dasar Hukum Outsourcing


Merujuk pada UU Nomor 13 Tahun 2003 atau UU Ketenagakerjaan, tidak
disebutkan secara tegas mengenai istilah outsourcing. Akan tetapi, pada pasal 64 UU
Nomor 13 Tahun 2003 menjelaskan bahwa perusahaan dapat menyerahkan sebagian
pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan
pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis. Penyerahan
sebagian pekerjaan itu dilakukan melalui 2 mekanisme yakni melalui perjanjian
pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja atau buruh. Dalam aturan UU
Nomor 13 Tahun 2003, outsourcing tidak boleh dipergunakan untuk pekerjaan yang
berkaitan langsung dengan proses produksi.

Outsourcing adalah hanya boleh dipergunakan untuk jasa penunjang.


"Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh
pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan
langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan
yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi," bunyi Pasal 66 UU
Ketenagakerjaan.

Sistem outsourcing telah membuka peluang munculnya perusahaan baru di


bidang jasa outsourcing dan pada sisi lain telah memungkinkan perusahaan yang telah
berdiri untuk melakukan efisiensi melalui pemanfaatan jasa perusahaan outsourcing.
Sistem outsourcing ditujukan untuk mengatasi beberapa permasalahan perekonomian
oleh karena itu , pekerjaan yang di outsourcing bukanlah pekerjaan yang berhubungan
langsung dengan inti bisnis perusahaan, melainkan pekerjaan penunjang (staff level ke
bawah), meski terkadang ada juga posisi manajerial yang di outsourcing, namun tetap
saja hanya untuk pekerjaan dalam waktu tertentu.

Hubungan kerja antara perusahaan outsourcing dengan pekerja yang


dipekerjakan didasarkan pasa PKWT atau PKWTT yang harus dibuat secara tertulis.
Jika perusahaan outsourcing mempekerjakan pekerja berdasarkan PKWT, maka
PKWT tersebut harus mensyaratkan pengalihan perlindungan hak bagi pekerja apabila
terjadi pergantian perusahaan outsourcing dan sepanjang objek pekerjaan tetap ada,
sebagi bentuk jaminan atas kelangsungan bekerja bagi pekerja.

Pada praktik sehari-hari, outsourcing lebih menguntungkan bagi perusahaan


tetapi tidak demikian dengan pekerja/buruh yang selama ini lebih banyak merugikan
pekerja/buruh karena hubungan kerja selalu dalam bentuk tidak tetap/kontrak (PKWT),
upah lebih rendah, jaminan sosial kalaupun ada hanya sebatas minimal, tidak adanya
job security, serta tidak adanya jaminan pengembangan karir, sehingga dalam keadaan
seperti itu pelaksanaan outsourcing akan menyengsarakan pekerja/buruh dan membuat
kaburnya hubungan industrial.

Revisi di UU Cipta Kerja Batasan-batasan pekerjaan perusahaan outsourcing ini


sesuai dengan regulasi pemerintah yang tercantum di Pasal 66 UU Nomor 13 Tahun
2003 yang mengatur pekerjaan alih daya. Di UU Ketenagakerjaan, pekerjaan
outsourcing adalah dibatasi hanya untuk pekerjaan di luar kegiatan utama atau yang
tidak berhubungan dengan proses produksi kecuali untuk kegiatan penunjang. Namun
di Pasal 66 UU Cipta Kerja, tak dicantumkan batasan pekerjaan-pekerjaan apa saja yang
dilarang dilakukan pekerja alih daya, namun hanya menyebut pekerjaan alih daya
didasarkan pada perjanjian waktu tertentu dan tidak tertentu.

Dengan revisi ini, UU Cipta Kerja membuka kemungkinan bagi perusahaan


outsourcing adalah untuk mempekerjakan pekerja untuk berbagai tugas, termasuk
pekerja lepas dan pekerja penuh waktu.

Dalam UU Cipta Kerja terdapat beberapa Peraturan Pemerintah (PP) turunan


yang membahas mengenai ketenagakerjaan, antara lain PP No.34 Tahun 2021 tentang
Penggunaan Tenaga Kerja Asing di mana PP ini mencabut PERPRES No. 20 Tahun
2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja asing, PP No. 35 Tahun 2021 tentang
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan
Pemutusan Hubungan Kerja, PP No. 36 Tahun 2021 tentang Pegupahan yang mencabut
PP No. 78 Tahun 2018 tentang Pengupahan, dan PP No. 37 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan.
B. Contoh Kasus Pelanggaran PT PLN Terhadap Buruh Outsourcing
PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) masih mempekerjakan hampir 100.000
pekerja di seluruh Indonesia, sehingga dengan jumlah tersebut PT PLN menjadi raja
outsourcing. PT PLN disebut oleh Said Iqbal, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja
(KSPI) melakukan perbudakan modern terhadap pekerja alih daya (outsourcing) di
mana kebijakan PLN tidak membuat karyawan outsourcing sejahtera. Perbudakan
tersebut dibuktikan melalui lima hal, yaitu:
1. Pekerjaan yang diberikan tumpang tindih
Pihak PLN tidak memastikan kejelasan pekerjaan yang menjadi kewajiban
buruh outsourcing.
2. Buruh outsourcing bekerja di vendor (agen). Akan tetapi, mereka
mendapatkan perintah kerja dari direksi PLN.
3. Tidak dibayarkannya kelebihan jam kerja
Pekerja outsourcing yang melakukan pekerjaan tambahan, misalnya
memasang kabel melebihi jam kerja (8 jam), lebih dari itu tidak dihitung
lembur
4. PLN memberikan pekerjaan di luar kontrak dengan vendor.
Buruh outsourcing PLN banyak mengerjakan pekerjaan di luar kontrak
dengan vendor tanpa kompensasi apapun. KSPI menilai bahwa kontrak
yang diberikan juga tidak transparan, utamanya terkait dengan upah, jam
kerja, dan lembur
5. Pembayaran tunjangan hari raya (THR) tidak sesuai aturan yang berlaku
dalam 10-15 tahun terakhir.
THR pekerja outsourcing tidak dibayar sesuai aturan sebab tunjangan
kinerja dan tunjangan delta para buruh saat menjelang Lebaran 2021
kemarin tiba-tiba dijadikan tidak tetap karena adanya Peraturan Direksi.
Padahal mengenai hal ini sebetulnya tidak ada hubungannya antara
peraturan direksi dengan THR karena pekerja outsoucing merupakan
tanggungjawab vendor, bukan direksi PT PLN.
Hal ini dinilai tak sesuai dengan Surat Edaran (SE) Menteri
Ketenagakerjaan Nomor M/6/HK.04/IV/2021 tentang Pelaksanaan
Pemberian THR Keagamaan Tahun 2021 Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan
dan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan
Mengenai hal ini, para pekerja outsourcing sempat berencana untuk
melakukan aksi unjuk rasa pada tanggal 14 Juni 2021 lalu untuk melakukan
mogok nasional yang pada akhirnya dibatalkan karena berdasarkan
penjelasan Abdul Bais selaku Ketua Umum Serikat Pekerja Elektronik dan
Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia menyatakan bahwa PT PLN telah
menginstruksilan para vendor untuk segera membayar kekurangan THR
paling lambat tanggal 18 Juni 2021
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Outsourcing adalah proses memberikan sebagian pekerjaan kepada Penyedia Layanan


Perusahaan. Karya dan karya yang diserahkan merupakan tugas pembantu atau non inti.
Outsourcing adalah metode operasi bisnis yang sangat efektif dan efisien karena memberikan
banyak manfaat bagi bisnis. Namun, jika outsourcing tidak dikelola dengan baik, dapat
berdampak negatif pada bisnis yang menggunakan pekerja outsourcing. Penulis membahas
berbagai topik dalam penelitian ini, termasuk bagaimana mengelola outsourcing di PT PLN.

PT PLN jelas sekali melakukan banyak sekali kesalahan dan penyelewengan dalam
praktek operasi bisnis outsourcing ini dimulai dari Pekerjaan dengan jobdesk berlebihan dan
tidak efisien dalam pelaksanaannya. Tenaga kerja yang dialihdayakan ke vendor (agen) dalam
hal ini bekerja di PLN, tetapi mendapat perintah kerja dari perusahaan. Jam kerja mereka
ditegakkan dengan ketat, dan PLN menyediakan pekerjaan di luar perjanjian vendor.
Pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) sudah sesuai aturan selama 10-15 tahun terakhir.

B. Saran

Penulis berharap pihak outsourcing dan pemberi kerja menyepakati kebijakan bersama
mengenai pesangon bagi pegawai PKWT dan PKWTT. Namun, saat ini tidak ada aturan atau
peraturan yang mengatur tentang instruksi tertulis yang menentukan siapa yang bertanggung
jawab atas pesangon. Pengusaha atau industri diharapkan dapat membedakan antara kegiatan
inti dan non-inti dan membangun struktur hubungan kerjasama yang menjaga hak-hak pekerja
atau buruh. dan perusahaan outsourcing harus profesional dan taat hukum agar dapat menjadi
mitra bisnis yang dapat diandalkan berdasarkan kompetensi dan produktivitasnya.

Kemudian Pekerja atau buruh harus meningkatkan kompetensinya agar mampu bersaing di
era persaingan, sehingga dunia usaha dapat mengupayakan dan mempertahankan daya saing.
dan yang terpenting, perusahaan outsourcing harus profesional dan taat hukum agar dapat
menjadi mitra bisnis yang dapat dipercaya berdasarkan kompetensi dan produktivitasnya. dan
terpenting, melakukan pengawasan “akses” atas pelaksanaan perjanjian kerja antara
perusahaan penerima pekerjaan dengan karyawan atau buruh sebagaimana dimaksud dalam
perjanjian pemborongan atau perjanjian pemberian jasa.
REFERENSI
Buruh Bongkar Perilaku PLN kepada Pegawai Outsourcing. (2021, June 10). ekonomi.

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20210610153033-85-652737/buruh-

bongkar-perilaku-pln-kepada-pegawai-outsourcing/amp

Fathoni, M. Y., & Wagian, D. (2014). OUTSOURCING BATU SANDUNGAN DALAM

KESEJAHTERAAN BURUH. OUTSOURCING BATU SANDUNGAN DALAM

KESEJAHTERAAN BURUH. Published. https://doi.org/10.12345/ius.v2i4.154

Heriani, F. N. (2012, July 10). Perlu Solusi Tepat Atasi Persoalan Outsourcing -

Hukumonline.com. hukumonline.com.

https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4ffc094901da7/perlu-solusi-tepat-atasi-

persoalan-ioutsourcing-i

Hidayat, F. (2019, February 28). Solusi Hadapi Permasalahan Outsourcing. beritasatu.com.

https://www.beritasatu.com/ekonomi/540617/solusi-hadapi-permasalahan-outsourcing

Laucereno, S. F. (2021, June 16). THR Akan Dibayar, Pekerja Outsourcing PLN Nggak Jadi

Demo. detikfinance. https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5608080/thr-

akan-dibayar-pekerja-outsourcing-pln-nggak-jadi-demo/amp

Lesmana, A. S. (2021, June 10). KSPI: PLN Rajanya Buruh Outsourcing di Indonesia.

suara.com. https://amp.suara.com/news/2021/06/10/162159/kspi-pln-rajanya-buruh-

outsourcing-di-indonesia

Mayasari, N. M. T., & Putra, I. M. W. (2012). http://dx.doi.org/10.22212/jekp.v2i1.162.

Http://Dx.Doi.Org/10.22212/Jekp.V2i1.162. Published.

Dr. B. Siswanto Sastrohadiwiryo, Manajemen Tenaga Kerja Indonesia (Jakarta, Bumi

Aksara)

Erlangga Negara, “Kedudukan Outsourcing di Indonesia”, Blogspot,

diaksesdarihttps://theerlangga.wordpress.com/2010/09/03/kedudukan-outsourcing-di-
indonesia/ 2 Khairani, Kepastian Hukum Hak Pekerja Outsourcing, Raja Grafindo

Persada, Jakarta, 2016, hlm 1

Undang-undang Dasar 1945, pasal 27, ayat 2

Erlangga Negara, “Kedudukan Outsourcing di Indonesia”, Blogspot,

diaksesdarihttps://theerlangga.wordpress.com/2010/09/03/kedudukan-outsourcing-di-

indonesia/

Anda mungkin juga menyukai