SESAR
Oleh :
NATANIEL TAYO
112140203
PLUG 6
OUTSOURCING
Pengertian outsourcing adalahpenggunaan tenaga kerja dari luar perusahaan sendiri untuk
melaksanakan tugas atau pekerjaan tertentu yang spesifik. Dari pengertian tersebut, kita
mendapatkan minimal dua hal yang musti dijelaskan, yaitu perusahaan outsourcing dan jenis
pekerjaan yang umum di serahkan kepada tenaga dari luar tersebut.
Di negara kita, ada undang-undang yang khusus mengatur mengenai hal ini, yaitu UU No. 13
tahun 2003. Yang membuat sedikit kerancuan adalah tidak ada penyebutan istilah outsourcing
dalam undang-undang tersebut. Yang bisa ditarik dari UU tersebut adalah outsourcing memiliki
dua bentuk, yaitu pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa pekerja / buruh.
Kita bisa menarik kesimpulan, yang disebut sebagai Perusahaan Outsourcing adalah perusahaan
yang menyediakan jasa tenaga kerja untuk keahlian pada bidang pekerjaan tertentu sesuai dengan
permintaan perusahaan yang membutuhkannya. Pekerja Outsorcing adalah karyawan yang
disalurkan kepada perusahaan yang membutuhkan oleh perusahaan outsourcing.
Pengertian Outsourcing menurut para ahli
Michael F, Corbett, pendiri dari The Outsourcing Institute dan Presiden Direktur dari Michael
F, Corbett & Associates Consulting Firm F. mengatakan bahwa outsourcing telah menjadi
alat manajemen yang bukan hanya untuk menyelesaikan masalah tetapi juga bisa mendukung
tujuan dan sasaran kegiatan bisnis perusahaan.
Maurice F Greaver II, pada bukunya Strategic Outsourcing, A Structured Approach to
Outsourcing: Decisions and Initiatives, menjabarkan outsourcing sebagai Strategic use of
outside parties to perform activities, traditionally handled by internal staff and resources.
Maurice Greaver, Outsourcing adalah tindakan mengalihkan beberapa aktivitas perusahaan dan
hak pengambilan keputusannya kepada pihak lain (outside provider), dimana tindakan ini terikat
dalam suatu kontrak kerjasama.
Muzni Tambusai, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial Departemen Tenaga Kerja
dan Transmigrasi, mendefinisikan pengertian outsourcing sebagai memborongkan satu bagian
atau beberapa bagian kegiatan perusahaan yang tadinya dikelola sendiri kepada perusahaan lain
yang kemudian disebut sebagai penerima pekerjaan.
Pasal 66
1. Pekerja/Buruh dari perusahaan penyedia jasa Pekerja/Buruh tidak boleh digunakan oleh
pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan
langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan
yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.
2. Penyediaan jasa Pekerja/Buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak
berhubungan langsung dengan proses produksi harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Adanya hubungan kerja antara Pekerja/Buruh dan perusahaan penyedia jasa
Pekerja/Buruh;
b. Perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada
huruf (a) adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu
yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak;
c. Perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang
timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa Pekerja/Buruh; dan
d. Perjanjian antara perusahaan pengguna jasa Pekerja/Buruh dan perusahaan lain yang
bertindak sebagai perusahaan penyedia jasa Pekerja/Buruh dibuat secara tertulis dan
wajib memuat pasal-pasal sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.
3. Penyedia jasa Pekerja/Buruh merupakan bentuk usaha yang berbadan hukum dan
memiliki izin dari instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan.
4. 4. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) huruf (a), huruf
(b), dan huruf (d) serta ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja
antara Pekerja/Buruh dan perusahaan penyedia jasa Pekerja/Buruh beralih menjadi
hubungan kerja antara Pekerja/Buruh dan perusahaan pemberi pekerja.
Berdasarkan ketentuan dalam pasal 65 ayat 2 dan pasal 66 ayat 1, pekerjaan yang dapat dialihkan
adalah pekerjaan yang bersifat penunjang dan tidak berhubungan langsung dengan proses
produksi, atau dalam istilah bisnis disebut sebagai non-core
Kerugian :
Keberlanjutan mendapatkan pekerjaan yang tidak pasti
Perusahaan outsourcing hanya mampu menampung para pekerja yang mengikatkan diri pada
perusahaan outsourcing mereka, namun tidak serta merta mereka langsung dijadikan pekerja
tetap dari satu perusahaan. Penugasan mereka menunggu permintaan dari perusahaan yang akan
menerima mereka bekerja.
Sistem kontrak
Dengan sistim kontrak, akan menyulitkan mereka dalam menentukan masa depan. Sistem
kontrak akan berjalan sesuai dengan tanggal berlaku atau masa berlaku sesuai dengan yang
diperjanjikan awal. Maka dari itu kontrak tidak memberikan jaminan bagi kehidupan pekerja
outsorcing dimasa datang.
Tidak adanya serikat pekerja
Tidak adanya serikat pekerja, membuat pekerja akan kesusahan di saat terjadi perselisihan baik
antara perusahaan dan pekerja, maupun antara pekerja dengan pekerja. Mereka hanya
mengandalkan atasan dan HRD sebagai penengah dalam penyelesaiaan perselisihan tersebut.
E. Polemik Outsourcing
1. Adanya perang harga antar perusahaan outsourcing
2. Perang harga membuat gaji/upah pekerja outsourcing menjadi kecil.
3. Adanya rasa ketidakadilan.
F. Perselisihan dan Penyelesaiannya dalam Outsourcing
Penyelesaian Perselisihan dalam Outsourcing (Alih Daya) Problematika mengenai
outsourcing memang cukup bervariasi, misalnya berupa pelanggaran peraturan perusahaan
oleh karyawan outsourcing maupun adanya perselisihan antara karyawan outsourcing dengan
karyawan lainnya.
Menurut pasal 66 ayat 2 huruf c Undang Undang no.13 Tahun 2003, penyelesaian
perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa. Jadi walaupun
yang dilanggar oleh karyawan outsourcing adalah peraturan perusahaan pemberi pekerjaan,
yang berwenang menyelesaikan perselisihan tersebut adalah perusahaan penyedia jasa. Tidak
ada kewenangan dari perusahaan pengguna jasa pekerja untuk melakukan penyelesaian
sengketa karena antara perusahaan pemberi kerja dengan karyawan outsourcing secara
hukum tidak mempunyai hubungan kerja, walaupun peraturan yang dilanggar adalah
peraturan perusahaan pengguna jasa pekerja (user).
Hubungan Kerja
Pada dasarnya, hubungan kerja yaitu hubungan antara pekerja dan pengusaha, terjadi setelah
diadakan perjanjian oleh pekerja dengan pengusaha, di mana pekerja menyatakan
kesanggupannya untuk bekerja pada pengusaha dengan menerima upah dan di mana pengusaha
menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan pekerja dengan membayar upah. Perjanjian
yang sedemikian itu disebut perjanjian kerja. Dari pengertian tersebut jelaslah bahwahubungan
kerja sebagai bentuk hubungan hukum lahir atau tercipta setelah adanya perjanjian kerja antara
pekerja dengan pengusaha.
Hubungan kerja pada dasarnya meliputi hal-hal mengenai:
1. Pembuatan Perjanjian Kerja (merupakan titik tolak adanya suatu hubungan kerja)
2. Kewajiban Pekerja (yaitu melakukan pekerjaan, sekaligus merupakan hak dari
pengusaha atas pekerjaan tersebut)
3. Kewajiban Pengusaha (yaitu membayar upah kepada pekerja, sekaligus merupakan
hak dari si pekerja atas upah)
4. Berakhirnya Hubungan Kerja
5. Cara Penyelesaian Perselisihan antara pihak-pihak yang bersangkutan
mengeluarkan surat pengangkatan untuk pekerja. Surat penangkatan tersebut sekurangkurangnya berisi informasi tentang (i) nama dan alamat pekerja, (ii) tanggal pekerja mulai
bekerja, (iii) tipe pekerjaan yang akan dilakukan oleh pekerja, (iv) jumlah upah yang menjadi
hak pekerja.
Berdasarkan Pasal 54 ayat (1) UU No.13/2003, Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis
sekurang kurangnya memuat:
1.
nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
2.
nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;
3.
jabatan atau jenis pekerjaan;
4.
tempat pekerjaan dilakukan;
5.
besarnya upah dan cara pembayarannya;
6.
syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh;
7.
mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
8.
tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan
9.
tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
Berdasarkan Pasal 60 UU No.13/2003 perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu diperbolehkan
untuk memberlakukan masa percobaan. Masa percobaan ini tidak dapat lebih dari 3 (tiga) bulan
dan selama masa percobaan dilarang untuk memberikan upah dibawah upah minimum.
Pekerja yang dimaksud masih dalam masa percobaan dan telah diatur secara tertulis
sebelumnya;
2.
Pekerja yang dimaksud membuat permohonan pengunduran diri dengan kemauanya
sendiri tanpa adanya indikasi adanya tekanan atau intimidasi dari pemberi kerja untuk
melakukanya atau hubungan kerja telah berakhir;
3.
Pekerja yang dimaksud telah mencapai usia pensiun yang diatur pada perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama dan peraturan perundangaan;
4.
Pekerja meninggal dunia.
Berdasarkan Pasal 155 UU No.13/2003, segala PHK tanpa keputusan LPPHI tersebut di atas
dianggap batal demi hukum. Lalu, keduanya baik pemberi kerja dan harus tetap menjalankan
kewajibanya selama belum ada keputusan LPPHI tersebut.
Apabila segala usaha telah dilakukan dan PHK tetap harus dilakukan, pemberi kerja
berkewajiban membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang
penggantian hak yang belum digunakan.
Dalam hal pekerja tidak dapat menerima PHK sebagaimana diatur pada Pasal 158 ayat (1), Pasal
160 ayat (3) dan Pasal 162 UU No. 13/2003, maka berdasarkan Pasal 171 UU No.13/2003,
pekerja tersebut dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial tidak lebih
dari 1 (satu) tahun sejak tanggal PHK tersebut.
Ketentuan tersebut di atas juga diatur pada Pasal 82 UU Nomor 2 of 2004 tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial menyatakan bahwa gugatan dari pekerja sebagaimana diatur
pada Pasal 159 dan Pasal 171 UU No.13/2003 hanya dapat diajukan 1 (satu) tahun setelah
diterimanya atau pemberitahuan PHK dari pengusaha.
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah hal yang paling ditakuti oleh pekerja akan tetapi
sangat lazim dan sering ditemui di Indonesia. Apa pun penyebab berakhirnya hubungan kerja
antara perusahaan dan karyawannya disebut dengan PHK.
Dalam dunia kerja, kita lazim mendengar istilah Pemutusan Hubungan Kerja atau yang sering
disingkat dengan kata PHK. PHK sering kali menimbulkan keresahan khususnya bagi para
pekerja. Bagaimana tidak? Keputusan PHK ini akan berdampak buruk bagi kelangsungan hidup
dan masa depan para pekerja yang mengalaminya. Bagaimana aturan Pemutusan Hubungan
Kerja menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan?
Arti Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu
yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan perusahaan/majikan. Hal
ini dapat terjadi karena pengunduran diri, pemberhentian oleh perusahaan atau habis kontrak.
juga dapat menentukan sanksi yang layak tergantung jenis pelanggaran, dan untuk pelanggaran
tertentu, perusahaan bisa mengeluarkan SP 3 secara langsung atau langsung memecat. Semua hal
ini diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan masing-masing. Karena setiap perusahaan
mempunyai peraturan yang berbeda-beda.
Selain karena kesalahan pekerja, pemecatan mungkin dilakukan karena alasan lain. Misalnya bila
perusahaan memutuskan melakukan efisiensi, penggabungan atau peleburan, dalam keadaan
merugi/pailit. PHK akan terjadi karena keadaan diluar kuasa perusahaan.
Bagi pekerja yang diPHK, alasan PHK berperan besar dalam menentukan apakah pekerja
tersebut berhak atau tidak berhak atas uang pesangon, uang penghargaan dan uang penggantian
hak. Peraturan mengenai uang pesangon, uang penghargaan dan uang penggantian hak diatur
dalam pasal 156, pasal 160 sampai pasal 169 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Alasan perusahaan dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Menurut UU No. 13 tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan, pihak perusahaan dapat saja
melakukan PHK dalam berbagai kondisi seperti di bawah ini:
a.
Pengunduran diri secara baik-baik atas kemauan sendiri
Bagi pekerja yang mengundurkan diri secara baik-baik tidak berhak mendapat uang pesangon
sesuai ketentuan pasal 156 ayat 2. Yang bersangkutan juga tidak berhak mendapatkan uang
penghargaan masa kerja sesuai ketentuan pasal 156 ayat 3 tetapi berhak mendapatkan uang
penggantian hak mendapatkan 1 kali ketentuan pasal 156 ayat 4.
Apabila pekerja tersebut mengundurkan diri secara mendadak tanpa mengikuti prosedur sesuai
ketentuan yang berlaku (diajukan 30 hari sebelum tanggal pengunduran diri) maka pekerja
tersebut hanya mendapatkan uang penggantian hak. Tetapi kalau mengikuti prosedur maka
pekerja tersebut mendapatkan uang pisah yang besar nilainya berdasarkan kesepakatan antara
pengusaha dan pekerja yang tertuang dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) atau peraturan
perusahaan.
b.
Pengunduran diri secara tertulis atas kemauan sendiri karena berakhirnya hubungan
kerja
Bagi pekerja kontrak yang mengundurkan diri karena masa kontrak berakhir, maka pekerja
tersebut tidak mendapatkan uang pesangon sesuai ketentuan pasal 154 ayat 2 dan uang
penghargaan masa kerja sesuai ketentuan pasal 156 ayat 3 juga uang pisah tetapi berhak atas
penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat 4.
c. Pengunduran diri karena mencapai usia pensiun.
Mengenai batasan usia pensiun perlu disepakati antara pengusaha dan pekerja dan dituangkan
dalam perjanjian kerja bersama atau peraturan perusahaan. Batasan usia pensiun yang dimaksud
adalah penentuan usia berdasarkan usia kelahiran dan berdasarkan jumlah tahun masa kerja.
Contoh :
Seseorang pekerja dikatakan pensiun apabila sudah mencapai usia 55. Apabila seorang pekerja
sudah mencapai usia 55 tahun maka secara otomatis dikategorikan pensiun walaupun masa
kerjanya belum mencapai 25 tahun. Tetapi sebaliknya walaupun usianya belum mencapai 55
tahun tetapi lama masa kerja sudah mencapai 25 tahun berturut-turut di perusahaan yang sama
maka pekerja tersebut dikategorikan pensiun. Apa pun kategori pensiunnya, pekerja tersebut
berhak mendapat uang pesangon 2 kali ketentuan pasal 156 ayat 2 dan uang penghargaan masa
kerja 1 kali ketentuan pasal 156 ayat 4 tetapi tidak berhak mendapat uang pisah
d.
Pekerja melakukan kesalahan berat
Kesalahan apa saja yang termasuk dalam kategori kesalahan berat?
Pekerja telah melakukan penipuan, pencurian, penggelapan barang dan atau uang milik
perusahan.
Pekerja memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan
perusahan.
Pekerja mabuk, minum - minuman keras, memakai atau mengedarkan narkotika,
psikotropika, dan zat aktif lainnya, dilingkungan kerja.
Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja.
Menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi, teman sekerja atau
perusahaan dilingkungan kerja.
Membujuk teman sekerja atau perusahaan untuk melakukan perbuatan yang bertentangan
dengan Undang-undang.
Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang
milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan.
Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau perusahaan dalam keadaan
bahaya ditempat kerja.
Syaratnya adalah harus membuktikan kerugian tersebut dengan laporan keuangan 2 (dua) tahun
terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik. Dan perusahaan wajib memberikan uang
pesangon 1 (satu) kali ketentuan dan uang pengganti hak.
g.
Pekerja mangkir terus menerus
Perusahaan dapat memutuskan hubungan kerja apabila pekerja tidak masuk selama 5 hari
berturut-turut tanpa keterangan tertulis yang dilengkapi bukti-bukti yang sah meskipun telah
dipanggil 2 kali secara patut dan tertulis oleh perusahaan. Dalam situasi seperti ini, pekerja
dianggap telah mengundurkandiri. Keterangan dan bukti yang sah yang menunjukkan alasan
pekerja tidak masuk, harus diserahkan paling lambat pada hari pertama pekerja masuk kerja dan
untuk panggilan patut diartikan bahwa panggilan dengan tenggang waktu paling lama 3 hari
kerja dengan di alamatkan pada alamat pekerja yang bersangkutan atau alamat yang dicatatkan
pada perusahaan.
Pekerja yang di-PHK akibat mangkir, berhak menerima uang pengganti hak dan uang pisah
yang besarnya dalam pelaksanaannya diatur dalam Perjanjian kerja, Peraturan Perusahaan dan
Perjanjian Kerja Bersama.
h.
Pekerja meninggal dunia
Hubungan kerja otomatis akan berakhir ketika pekerja meninggal dunia. Perusahaan
berkewajiban untuk memberikan uang yang besarnya 2 kali uang pesangon, 1 kali uang
penghargaan masa kerja, dan uang pengganti hak. Adapun sebagai ahli waris janda/duda atau
kalau tidak ada anak atau juga tidak ada keturunan garis lurus keatas/kebawah selam tidak diatur
dalam perjanjian kerja, Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja Bersama.
i.
Pekerja melakukan pelanggaran
Di dalam hubungan kerja ada suatu ikatan antara pekerja dengan perusahaan yang berupa
perjanjian kerja , peraturan perusahaan,dan Perjanjian Kerja Bersama yang dibuat oleh
perusahaan atau secara bersama-sama antara pekerja/serikat pekerja dengan perusahaan, yang
isinya minimal hak dan kewajiban masing-msing pihak dan syarat-syarat kerja, dengan
perjanjian yang telah disetujui oleh masing-masing pihak diharapkan didalam implementasinya
tidak dilanggar oleh salah satu pihak.
Pelanggaran terhadap perjanjian yang ada tentunya ada sangsi yang berupa teguran lisan atau
surat tertulis, sampai ada juga yang berupa surat peringatan. Sedang untuk surat peringatan
tertulis dapat dibuat surat peringatan ke I, ke II, sampai ke III. masing-masing berlakunya surat
peringatan selam 6 bulan sehingga apabila pekerja sudah diberi peringatan sampai 3 kali
berturut-turut dalam 6 bulan terhadap pelanggaran yang sama maka berdasarkan peraturan yang
ada kecuali ditentukan lain yang ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan
,Perjanjian kerja Bersama, maka perusahaan dapat melakukan pemutusan hubungan kerja.
Perusahaan Berkewajiban memberikan uang pesangon 1 dari ketentuan, uang penghargaan masa
kerja 1 kali ketentuan dan uang pengganti hak yang besarnya ditentukan dalam peraturan yang
ada.
sesuai pasal 156 ayat 3 dan uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat 4 dan tidak
berhak mendapatkan uang pisah.
Perusahaan tidak bersedia menerima pekerja di perusahaannya maka bagi pekerja
tersebut berhak atas uang pesangon 2 kali ketentuan pasal 156 ayat 2 dan uang penghargaan
masa kerja pasal 156 ayat 3 dan uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat 4 dan
tidak berhak mendapat uang pisah.
k. Pemutusan Hubungan Kerja karena alasan Efisiensi
Bagi pekerja yang mengakhiri hubungan kerjanya karena efisiensi maka pekerja tersebut berhak
atas uang pesangon 2 kali ketentuan pasal 156 ayat 3 dan uang penggantian hak sesuai ketentuan
pasal 156 ayat 3 dan uang penghargaan masa kerja 1 kali ketentuan pasal 156 ayat 4 tetapi tidak
berhak mendapatkan uang pisah.
Dalam hal apa, perusahaan dilarang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja?
Perusahaan dilarang melakukan PHK dengan alasan :
Pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu
tidak melampaui 12 bulan secara terus-menerus
Pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya, karena memenuhi kewajiban terhadap
negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Pekerja menikah
Pekerja mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkawinan dengan pekerja lainnya di
dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama
Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis
kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan
Pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena
hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya
belum dapat dipastikan.
Pekerja yang mengundurkan diri
Pekerja mengundurkan diri karena berbagai hal diantaranya pindah kerja ke tempat lain, berhenti
karena alasan pribadi, dll. Pekerja dapat mengajukan pengunduran diri kepada perusahaan tanpa
paksaan/intimidasi tapi pada prakteknya, pengunduran diri kadang diminta paksa oleh pihak
perusahaan meskipun Undang-Undang melarangnya.
Untuk mengundurkan diri, pekerja harus memenuhi syarat :
(2) Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 52
(1)
syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh.
(2) Ketentuan dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf e dan f, tidak
boleh bertentangan dengan peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(3) Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat sekurang-kurangnya rangkap
2 (dua), yang mempunyai kekuatan hukum yang sama, serta pekerja/buruh dan pengusaha
masing-masing mendapat 1 (satu) perjanjian kerja.
Pasal 55
Perjanjian kerja tidak dapat ditarik kembali dan/atau diubah, kecuali atas persetujuan para pihak.
Pasal 56
(1)
Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.
(2)
;
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas
Pasal 58
(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan
kerja.
(2) Dalam hal diisyaratkan masa percobaan kerja dalam perjanjian kerja sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), masa percobaan kerja yang diisyaratkan batal demi hukum.
Pasal 59
(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang
menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu:
a) pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
b) pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan
paling lama 3 (tiga) tahun;
c) pekerjaan yang bersifat musiman; atau
d) pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang
masih dalam percobaan atau penjajakan.
(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat
tetap.
(3)
(4) Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan
untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu
paling lama 1 (satu) tahun.
(5) Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu tersebut, paling
lama 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir telah memberitahukan
maksudnya secara tertulis kepada pekerja/buruh yang bersangkutan.
(6) Pembaruan perjanjian kerja waktutertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa
tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama,
pembaharuan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling
lama 2 (dua) tahun.
(7) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5) dan ayat (6) maka demi hukum menjadi
penjanjian kerja waktu tidak tertentu.
(8) Hal-hal lain yang belum diatur dalam Pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan
Menteri.
Pasal 60
(1) Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa percobaan kerja
paling lama 3 (tiga) bulan.
(2) Dalam masa percobaan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengusaha dilarang
membayar upah di bawah upah minimum yang berlaku.
Pasal 61
(1)
(4) Dalam hal pengusaha, orang perseorangan, meninggal dunia, ahli waris pengusaha dapat
mengakhiri perjanjian kerja setelah merundingkan dengan pekerja/buruh.
(5) Dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris pekerja/buruh berhak mendapatkan
hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau hak-hak yang telah
diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Pasal 62
Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang
ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan
kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai
batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.