Anda di halaman 1dari 16

Main office : Jl.

Hayam Wuruk 4 SX – TX All human beings are born free and equal in dignity and rights.
Kebon Kelapa, Gambir – Jakarta Pusat 10120 They are endowed with reason and conscience and should act
Tlp/Fax : (021) 22346906 toward one another in a spirit of brotherhood.
Email : seknas.pbhi@gmail.com Web : www.pbhi.or.id Article 1, Universal Declaration of Human Rights
Bank Acc : BCA KCP Central Cikini No Rek : 8780035961

Jakarta, 29 November 2021

Kepada Yang Terhormat,


KETUA PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
PADA PENGADILAN NEGERI JAKARTA PUSAT
Jl. Bungur Besar Raya No.24, RT.28/RW.1,
Gn. Sahari Sel., Kec. Kemayoran,
Kota Jakarta Pusat,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta
10610

Perihal:
GUGATAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
ANTARA DARIUS DAN PT.HYPPE TEKNOLOGI INDONESIA

Dengan hormat,
Kami yang bertanda tangan di bawah ini, ADE NUGROHO W., S.H., CHIKITA EDRINI M., S.H., GINA
SABRINA, S.H., JALES PURBA, S.H., JULIUS IBRANI, S.H., SHANDY BOY H. S., S.H., SUKMA MURTI EKA
C. S., S.H., TOTOK YULIYANTO, S.H., MAFRIZAL, S.H., Sabar Daniel Hutahaean, S.H, M.Kn., RIZKY
SIANIPAR, S.H.,M.H., YUSUF SANJAYA, S.H. merupakan Para Advokat dan/atau Pengacara Publik
dan Asisten Advokat yang tergabung dalam Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi
Manusia Indonesia (PBHI), beralamat di Jl. Hayam Wuruk 4 SX – TX Kebon Kelapa, Gambir-
Jakarta Pusat 10120, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 18 November 2021 (Lampiran
- 1) dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama klien kami yang tersebut di bawah ini :

Nama : DARIUS
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 18 Juni 1996
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Kav.DKI Blok 66/24 RT/RW 006/010, Kelurahan Meruya Utara
Kecamatan Kembangan, Kota Jakarta Barat, DKI Jakarta

Selanjutnya disebut sebagai………………………………………………PENGGUGAT

PENGGUGAT bertujuan hendak mengajukan Gugatan Perselisihan Hubungan Industrial terkait


Pemutusan Hubungan Kerja Melalui Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat, terhadap Perseroan Terbatas yang tersebut di bawah ini:
Nama : PT. Hyppe Teknologi Indonesia
Alamat : Gedung Sona Topas Tower Lantai 8 Jl. Jenderal Sudirman Kav.
26, RT 12, RW 01, Kel. Karet, Kec. Setiabudi, Jakarta Selatan
12920
Direktur : Hondo Widjaja

Selanjutnya disebut sebagai…………………………………………………TERGUGAT


Halaman 1
I. OBJEK GUGATAN

1. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004
tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, disebutkan bahwa :
“Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang
mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha
dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya
perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan
hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu
perusahaan.”

2. Maka berdasarkan ketentuan pasal di atas, objek perkara Perselisiihan Hubungan


Industrial yang kami ajukan pada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat adalah “Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja antara Darius
(PENGGUGAT) dengan PT. Hyppe Teknologi Indonesia (TERGUGAT).”

II. KEDUDUKAN HUKUM PENGGUGAT

Bahwa dalam mengajukan gugatan ini, PENGGUGAT memiliki kedudukan hukum sebagai
berikut :

3. PENGGUGAT merupakan pekerja tetap pada PT Rightsledger Global Indonesia atau


yang saat ini telah berubah menjadi PT Hyppe Teknologi Indonesia (“selanjutnya PT
Hyppe Teknologi Indonesia disebut sebagai TERGUGAT”) sesuai dengan Perjanjian
Kerja No. 024/HR/HYPPE/PK/III/2020’ dengan jabatan sebagai terakhir sebagai
Graphic Design Staff, sejak tanggal 02 Maret 2020;

4. Bahwa, sesuai dengan Perjanjian Kerja No. 024/HR/HYPPE/PK/III/2020 yang


dinyatakan, sebagai berikut: (Bukti P-1)

“Pihak Pertama menerima Pihak Kedua dalam hubungan kerja yang ditempatkan
di PT Hyppe Teknologi Indonesia sebagai Graphic Design Staff, sejak 2 Maret
2020 dengan ketentuan sebagai berikut : lokasi kerja : Sona Topas Tower 8 th
Floor, Jl. Jendral Sudirman Kav 26 Karet Setia Budi, Jakarta Selatan, Gaji
Pokok : Rp. 6.000.000,-/bulan”;

5. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 Ayat (3) UU No. 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan (“UUTK”) disebutkan bahwa :

“Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau
imbalan dalam bentuk lain”

yang didasarkan adanya perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha yang
memuat syarat - syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak, sebagaimana dijelaskan
dalam Pasal 1 Ayat 14 UUTK
Halaman 2
6. Bahwa dengan adanya perjanjian kerja tersebut, timbulah hubungan hukum antara para
pihak sebagaimana disebutkan dalam Pasal 50 UUTK yakni “hubungan kerja terjadi
karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh”, sehingga apabila
salah satu pihak melanggar hak ataupun tidak menunaikan kewajiban, maka pihak yang
dirugikan berhak mengajukan gugatan hukum, sebagaimana disebutkan oleh ahli hukum
sebagai berikut;

1) Retnowulan Sutantio, S.H. dan Iskandar Oeripkartawinata, S.H., mengatakan


penggugat adalah seorang yang “merasa” bahwa haknya dilanggar dan menarik
orang yang “dirasa” melanggar haknya itu sebagai tergugat dalam suatu perkara
ke depan hakim. Di dalam hukum acara perdata, inisiatif, yaitu ada atau tidak
adanya suatu perkara, harus diambil oleh seseorang atau beberapa orang yang
merasa, bahwa haknya atau hak mereka dilanggar, yaitu oleh penggugat atau para
penggugat( Hukum Acara Perdata: Dalam Teori dan Praktek (hal. 3);

2) M. Yahya Harahap, S.H., mengatakan bahwa yang bertindak sebagai penggugat


harus orang yang benar-benar memiliki kedudukan dan kapasitas yang tepat
menurut hukum. Keliru dan salah bertindak sebagai penggugat mengakibatkan
gugatan mengandung cacat formil. Cacat formil yang timbul atas kekeliruan atau
kesalahan bertindak sebagai penggugat inilah yang dikatakan sebagai error in
persona. (di dalam bukunya yang berjudul Hukum Acara Perdata (hal. 111-136).

7. Bahwa berdasarkan dalil-dalil di atas dan hubungan hukum antara PENGGUGAT dan
TERGUGAT, maka menjadi dasar/alasan yang kuat bagi PENGGUGAT untuk
mengajukan gugatan hukum kepada TERGUGAT demi melindungi hak-hak
PENGGUGAT.

III. KEDUDUKAN HUKUM TERGUGAT

8. Bahwa TERGUGAT merupakan Perusahaan yang mempekerjakan PENGGUGAT


dengan kewajiban membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain kepada
PENGGUGAT, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 Ayat 6 huruf a UU No. 13 tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan jo Pasal 1 Ayat 7 huruf a UU No. 2 tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, disebutkan bahwa:

“Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan,
milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara
yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam
bentuk lain”

9. Bahwa setelah PENGGUGAT menunaikan kewajiban sesuai dengan Perjanjian Kerja No.
024/HR/HYPPE/PK/III/2020 dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sedang
TERGUGAT tetap tidak menjalankan kewajiban dan tidak menunaikan hak-hak
PENGGUGAT dalam hal pemberian upah ataupun uang pesangon/kompensasi atas
pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh TERGUGAT, maka sudah sepantasnya
PT. Hyppe Teknologi Indonesia diletakkan dalam posisi TERGUGAT.
Halaman 3
IV. PENGADILAN NEGERI JAKARTA PUSAT MEMILIKI KOMPETENSI UNTUK
MEMERIKSA DAN MEMUTUS PERKARA A QUO

10. Bahwa berdasarkan UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial dalam pasal 81 disebutkan bahwa:

“Gugatan perselisihan hubungan industrial diajukan kepada Pengadilan


Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi
tempat pekerja/buruh bekerja.”

11. Bahwa tempat bekerja PENGGUGAT terletak pada Gedung Sona Topas Tower Lantai 8
Jl. Jenderal Sudirman Kav. 26, RT 12, RW 01, Kel. Karet, Kec. Setiabudi, Jakarta
Selatan 12920, yang mana termasuk dalam wilayah provinsi DKI Jakarta, sehingga
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang
menerima, memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara ini, sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 59 Ayat (1) UU No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial, sebagaimana disebutkan bahwa:

“Untuk pertama kali dengan undang-undang ini dibentuk Pengadilan Hubungan


Industrial pada setiap Pengadilan Negeri Kabupaten/Kota yang berada di setiap
Ibukota Propinsi yang daerah hukumnya meliputi propinsi yang bersangkutan”.

12. Bahwa kewenangan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat untuk memeriksa perkara aquo ditegaskan berdasarkan Surat Anjuran Nomor:
2028/-1.835.3, yang dikeluarkan oleh Mediator Suku Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi,
Dan Energi, Kota Administrasi Jakarta Selatan, menyatakan anjuran dalam poin 2 huruf b
sebagai berikut:

“Apabila para pihak atau salah satu pihak menolak anjuran ini, maka untuk
memperoleh kepastian hukum atas pemenuhan hak dan kewajiban para pihak
atau salah satu pihak melanjutkan Penyelesaian Perselisihan ini ke Pengadilan
Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat” Apabila para
pihak atau salah satu pihak menolak Anjuran, maka demi kepastian hukum atas
pemenuhan hak dan kewajiban, salah satu pihak atau kedua belah pihak dapat
mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat dengan tembusan kepada Mediator Hubungan Industrial.”.

13. Bahwa dengan adanya kesesuaian antara bunyi Peraturan Perundang-Undangan dan
Anjuran Mediator Ketenagakerjaan setempat, maka gugatan yang PENGGUGAT ajukan
untuk diperiksa dan diputus oleh Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat telah tepat dan sesuai aturan hukum.

V. SELAMA MASA MAGANG PENGGUGAT TIDAK PERNAH MENDAPAT UPAH


DARI TERGUGAT

1. Bahwa PENGGUGAT sejak menjalani masa percobaan pada periode Desember 2019
sampai dengan Februari 2020, TERGUGAT sama sekali tidak memberikan dan
Halaman 4

membayarkan upah kepada PENGGUGAT atas pekerjaan yang telah dilakukan,


namun demikian PENGGUGAT sebagai pekerja tetap bekerja dengan baik, tekun, loyal
dan tunduk serta mengikuti arahan-arahan dari atasan PENGGUGAT;

14. Bahwa tindakan TERGUGAT yang tidak memberikan upah terhadap PENGGUGAT
pada periode Desember 2019 sampai dengan Februari 2020 merupakan pelanggaran atas
ketentuan Pasal 60 ayat (2) UUTK, yang menyebutkan:

“Dalam masa percobaan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),


pengusaha dilarang membayar upah di bawah upah minimum yang berlaku”

15. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 90 Ayat (1) UUTK, tindakan memberi upah lebih
rendah dari upah minimum itu dilarang apalagi sampai tidak memberikan upah sama
sekali, disebutkan bahwa :

` “Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89.”

16. Kemudian berdasarkan Pasal 185 Ayat (1) UUTK dijelaskan bahwa bagi siapa saja yang
melanggar ketentuan Pasal 90 Ayat (1) dapat dikenakan sanksi pidana, sebagaimana
disebutkan:

“Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat


(1) dan ayat (2), Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 90 ayat
(1), Pasal 143, dan Pasal 160 ayat (4) dan ayat (7), dikenakan sanksi pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau
denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).”

17. Bahwa PENGGUGAT bukan saja tidak diberikan upah sesuai dengan Upah Minimum
Provinsi DKI Jakarta, namun juga tidak diberikan upah sama sekali, padahal ketentuan
Pasal 93 Ayat (2) huruf f UUTK, mewajibkan pengusaha untuk tetap membayar upah
kepada pekerja yang bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan meskipun
pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan
yang seharusnya dapat dihindari pengusaha sebagaimana disebutkan bahwa :

“Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku, dan pengusaha
wajib membayar upah apabila :

f. pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi


pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun
halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha”;

18. Bahwa ditegaskan kembali pada Pasal 186 UUTK dinyatakan bahwa pelanggaran
terhadap Pasal 93 Ayat (2) dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana disebutkan
bahwa:

“Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat


Halaman 5

(2) dan ayat (3), Pasal 93 ayat (2), Pasal 137, dan Pasal 138 ayat (1), dikenakan
sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 4 (empat)
tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).”

19. Maka dengan diabaikannya ketentuan Peraturan Perundang-Undangan tersebut oleh


TERGUGAT menandakan telah terjadinya perbudakan (modern slavery) dalam dunia
kerja, eksploitasi tenaga kerja dan pelanggaran kemanusiaan terhadap PENGGUGAT.

VI. PENGGUGAT TELAH MENYELESAIKAN MASA MAGANG 3 BULAN SESUAI


PERJANJIAN KERJA KEMUDIAN TERGUGAT MENGELUARKAN KEPUTUSAN
PENGANGKATAN KARYAWAN TETAP SERTA MENDAPATKAN KENAIKAN GAJI

20. Bahwa setelah masa percobaan (probation) 3 (tiga) bulan selesai, PENGGUGAT
menandatangani Perjanjian Kerja No. 024/HR/HYPPE/PK/III/2020 tertanggal 02 Maret
2020, dengan jabatan sebagai Graphic Design Staff. PENGGUGAT memiliki jobdesk
antara lain membuat seluruh keperluan grafis dan branding kantor, serta membantu
kegiatan rapat-rapat kantor dalam pembuatan blueprint aplikasi Hyppe;

21. Bahwa pada tanggal 21 Mei 2020, PENGGUGAT menerima Surat Keputusan No.
005/SK/HRD/VI/2020, Perihal “Perubahan Gaji”, yang pada pokoknya menyatakan
bahwa gaji Klien kami yang semula Rp. 6.000.000,- (enam juta rupiah) berubah
menjadi Rp. 7.000.000,- (tujuh juta rupiah), yang berlaku efektif sejak tanggal 27 Juni
2020;(Bukti P-2)

22. Bahwa dengan adanya perjanjian kerja No. 024/HR/HYPPE/PK/III/2020 tertanggal 02


Maret 2020 dan Surat Keputusan No. 005/SK/HRD/VI/2020 pada tanggal 21 Mei 2020,
maka menjadi jelas dan kuat hubungan hukum antara PENGGUGAT dan TERGUGAT,
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 50 UUTK, yakni :

“Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan
pekerja/buruh”

VII. MULAI BULAN AGUSTUS 2020 PENGGUGAT DIPERLAKUKAN SECARA


DISKRIMINATIF, DIBERHENTIKAN DENGAN CARA YANG TIDAK ETIS/PATUT,
BAHKAN BELUM MENERIMA SELISIH GAJI SAMPAI DENGAN SEPTEMBER 2020

23. Bahwa selama bekerja, PENGGUGAT mendapat perlakuan yang tidak profesional, tidak
etis/patut dan diskriminatif dari Manager selaku atasan PENGGUGAT;

24. Bahwa perlakuan yang tidak profesional atau diskriminatif mulai terjadi pada bulan
Agustus 2020, entah didasari oleh masalah pribadi yang tidak diketahui oleh
PENGGUGAT, selaku Manager TERGUGAT kerap tidak memberikan pekerjaan kepada
PENGGUGAT pada saat jam kerja berlangsung, namun memberikan pekerjaan pada saat
jam kerja telah berakhir, yang mengakibatkan PENGGUGAT harus selalu lembur.
Kemudian perlakuan tidak profesional lainnya adalah PENGGUGAT tidak pernah
dilibatkan lagi oleh Manager TERGUGAT dalam kegiatan-kegiatan rapat kantor bersama
tim;
Halaman 6
25. Bahwa tindakan-tindakan tersebut patut dikatakan tidak profesional karena Manager
TERGUGAT telah mencampurkan masalah pribadi dengan aktifitas pekerjaan
PENGGUGAT di kantor, Sedangkan tindakan-tindakan tidak etis/tidak patut kami
maksud bermula pada tanggal 2 September 2020, PENGGUGAT tidak dapat datang ke
kantor dikarenakan adanya keperluan keluarga yang mendadak dan sangat penting.
Namun secara tiba-tiba pada pukul 18.23 WIB, PENGGUGAT mendapatkan pesan via
Whatsapp dari Manager TERGUGAT yang mengatakan bahwa PENGGUGAT dipecat
atau diberhentikan oleh Mr. Magin selaku Chief Security Officer (“CSO”) TERGUGAT
dan tidak perlu datang lagi untuk bekerja terhitung sejak tanggal dikirimkannya pesan
Whatsapp tersebut, bahwa Manager TERGUGAT menyampaikan kepada PENGGUGAT
terkait dengan pemecatan sepihak yang dilakukan oleh pihak perusahaan merupakan
keputusan dari Mr. Magin selaku CSO TERGUGAT;

26. Bahwa tindakan tidak profesional dengan membeda-bedakan pekerja yang satu
dengan yang lain merupakan tindakan diskriminasi yang bertentangan dengan
tujuan dari UU Ketenagakerjaan konsideran huruf d, namun meskipun demikian
PENGGUGAT tetap bekerja dengan sangat baik dan profesional serta tetap
mengutamakan pencapaian target-target TERGUGAT. Bahkan, PENGGUGAT tetap
bekerja penuh tanggung jawab, menyelesaikan seluruh pekerjaan- pekerjaan dengan tepat
waktu serta menghormati Pimpinan-Pimpinan PENGGUGAT dan rekan- rekan kerja
PENGGUGAT;

27. Bahwa tindakan tidak etis/tidak patut dengan memecat seorang pekerja dalam hal ini
adalah PENGGUGAT, tanpa cara dan mekanisme yang sah yakni pemecatan sepihak
yang dilakukan oleh Manager TERGUGAT melalui pesan Whatsapp, telah bertentangan
dengan tujuan dari UU Ketenagakerjaan konsideran huruf c yang menjunjung tinggi
nilai-nilai kebermartabatan dan kemanusiaan;

28. Bahwa meskipun demikian, setelah pemecatan sepihak tersebut, PENGGUGAT masih
berupaya menjalin komunikasi dengan baik dengan CSO TERGUGAT, dimana Pada
tanggal 11 September 2020, PENGGUGAT melakukan konfimasi kepada CSO
TERGUGAT mengenai pernyataan sebagaimana yang disampaikan oleh Manager
TERGUGAT, kemudian Mr. Magin selaku CSO TERGUGAT, menyatakan bahwa
dirinya tidak pernah melakukan pemecatan terhadap PENGGUGAT;

29. Bahwa selanjutnya, PENGGUGAT meminta penjelasan serta penyataan sikap kepada
Bapak Eky Mubarak selaku Manager TERGUGAT atas rangkaian kebohongan yang
telah dilakukannya dan apa niat serta tujuan terkait dengan pemecatan terhadap
PENGGUGAT yang menggunakan dalih atas perintah dari Mr. Magin selaku CSO
TERGUGAT. Tetapi TERGUGAT tidak mau memberikan penjelasan dan/atau klarifikasi
apapun kepada PENGGUGAT dan justru saling melempar jawaban. Tindakan-tindakan
ini telah jelas dan tegas membuktikan bahwa TERGUGAT tidak memiliki itikad baik dan
melanggar hukum utamanya di Bidang Ketenagakerjaan serta Hak Asasi Manusia
PENGGUGAT terkait hak atas pekerjaan;

30. Bahwa tindakan-tindakan diskriminatif dan tidak etis TERGUGAT telah menimbulkan
kerugian terhadap PENGGUGAT, yaitu dipaksa kehilangan pekerjaan, bahkan
Halaman 7

PENGGUGAT belum menerima selisih gaji atau upah sebagai Graphic Design Staff
terhitung periode Agustus sampai September 2020 serta Hak-Hak PENGGUGAT
yang lain;

31. Bahwa adapun perlakuan diskriminatif dalam tempat kerja, jelas dilarang oleh Undang-
Undang Ketenagakerjaan dalam Pasal 6 UUTK dinyatakan:

“Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa


diskriminasi dari pengusaha.”

32. Bahwa istilah diskriminasi, merujuk pada Konvensi ILO No. 111 Mengenai Diskriminasi
Dalam Hal Pekerjaan dan Jabatan yang telah disahkan dengan UU No. 21 Tahun 1999,
dinyatakan sebagai berikut :

“setiap pembedaan, pengecualian, atau pengutamaan atas dasar ras, warna


kulit, jenis kelamin, agama, keyakinan politik, kebangsaan atau asal-usul
sosial yang berakibat meniadakan atau mengurangi persamaan kesempatan
atau perlakuan dalam pekerjaan atau jabatan;

perbedaan, pengecualian atau pengutamaan lainnya yang berakibat


meniadakan atau mengurangi persamaan kesempatan atau perlakuan
dalam pekerjaan atau jabatan sebagaimana ditentukan oleh anggota yang
bersangkutan setelah berkonsultasi dengan wakil organisasi pengusaha dan
pekerja jika ada, dan dengan badan lain yang sesuai.”

33. Bahwa dengan tindakan TERGUGAT yang tidak memberikan alasan yang jelas terkait
pemberhentian kerja PENGGUGAT, yang melakukan tindakan pemecatan atau
pemberhentian secara sepihak dengan cara tidak patut/tidak etis dan tidak membuka
ruang komunikasi, maka hal tersebut telah melanggar ketentuan Pasal 151 UUTK, yang
menyebutkan:

“(1). Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan


pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan
terjadi pemutusan hubungan kerja;
(2). Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan hubungan
kerja tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan hubungan kerja
wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh
atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan
tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh;
(3). Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) benar-
benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat
memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh
penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.”

34. Bahwa berdasarkan ketentuan pada poin No.33, akibat pemecatan sepihak yang
dilakukan TERGUGAT melalui Whatsapp, maka terlihat jelas motif TERGUGAT yang
diwakili oleh Manager TERGUGAT dan/atau CSO TERGUGAT, adanya indikasi
kesengajaan untuk mengambil keuntungan sepihak atas pemecatan PENGGUGAT
Halaman 8
dengan tidak membuka ruang perundingan (Bipartit) terlebih dahulu dan bahkan tidak
memberikan sama sekali hak-hak PENGGUGAT;
35. Bahwa TERGUGAT seharusnya memberikan Surat Peringatan terlebih dahulu apabila
PENGGUGAT telah melakukan kesalahan atau melakukan pelanggaran saat bekerja, hal
ini sesuai dengan Pasal 161 Ayat (1) UUTK, yang menyebutkan:

“(1). Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur


dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja
bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah
kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan
pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut”;
(2). Surat peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masing-masing
berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan, kecuali ditetapkan lain dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama;
(3). Pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja dengan alasan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memperoleh uang pesangon
sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan
masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang
penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).”;

36. Bahwa tindakan TERGUGAT yang melakukan pemecatan secara sepihak terhadap
PEGGUGAT tanpa adanya surat peringatan terlebih dahulu telah melanggar hukum
sesuai dengan ketentuan Pasal 161 UUTK serta tidak etis karena apabila dibandingkan
dengan ketentuan Pasal 168 Ayat (1) UUTK, yang menyebutkan:

“Pekerja/buruh yang mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih


berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan
bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara
patut dan tertulis dapat diputus hubungan kerjanya karena dikualifikasikan
mengundurkan diri.’

37. Bahwa berdasarkan ketentuan di atas, tindakan TERGUGAT sangat tidak berdasar dan
tidak adil karena tindakan TERGUGAT yang semena-mena memutuskan hubungan kerja
dengan PENGGUGAT tanpa memberikan alasan yang jelas ataupun peringatan tertulis
kepada PENGGUGAT atapun dengan cara yang sah sesuai dengan UUTK yang berlaku ,
maka hal tersebut jelas telah memperlihatkan bahwa TERGUGAT tidak menghargai dan
menghormati PENGGUGAT sebagai tenaga kerja yang Memiliki Hak Hukum Dan Hak
Asasi Manusia yang dilindungi oleh Undang-Undang dan tindakan Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) Sepihak secara tidak patut dan melanggar ketentuan perundang-
undangan yang berlaku dan jelas mengakibatkan konsekuensi hukum yang wajib
dipertanggung jawabkan oleh TERGUGAT;

VIII. PENGGUGAT TELAH BERUPAYA MELAKUKAN PERUNDINGAN BIPARTIT


NAMUN GAGAL
Halaman 9
38. Bahwa pada tanggal 12 Oktober 2020, PENGGUGAT melalui kuasa hukum telah
mengirimkan Surat No: 41/Eks-Adv/X/2020 perihal Somasi (Teguran) kepada
TERGUGAT (“Somasi Pertama”), yang pada intinya meminta kepada TERGUGAT
untuk membayarkan Hak Upah PENGGUGAT yang belum dibayarkan oleh
TERGUGAT serta mengundang TERGUGAT untuk hadir bertemu menyelesaikan
permasalahan ketenagakerjaan (“Bipartit”), namun demikian TERGUGAT tidak
melakukan pembayaran apapun kepada TERGUGAT, dan juga tidak hadir dalam
undangan pertemuan sebagaimana yang telah dijadwalkan dalam Somasi Pertama;
(Bukti P-3)

39. Bahwa pada tanggal 23 Oktober 2020, terhadap Somasi Pertama, TERGUGAT melalui
kuasa hukum TERGUGAT kemudian mengirimkan Surat Tanggapan Atas Teguran
(Somasi) dengan No. 007/SSR‐ LIT/X/2020, dimana TERGUGAT yang pada pokoknya
menolak seluruhnya secara tegas atas hal-hal yang telah disampaikan PENGGUGAT
pada Teguran (Somasi) Pertama; (Bukti P-4)

40. Bahwa atas surat tanggapan/ jawaban atas somasi No. 07/SSR-LIT/X/2020 dari
TERGUGAT, nyatanya TERGUGAT tidak menawarkan solusi apapun secara jelas atas
persoalan hukum yang dialami PENGGUGAT bahkan TERGUGAT melalui kuasa
Hukum TERGUGAT memberikan dalil-dalil jawaban yang tidak jelas , maka pada
tanggal 20 Oktober 2020, PENGGUGAT melalui kuasa hukum kembali mengirimkan
Surat No. 45/Eks-Adv/X/2020 perihal Teguran (Somasi) Kedua kepada TERGUGAT
(“Somasi Kedua”), yang pada intinya meminta perihal yang sama sebagaimana
disebutkan dalam somasi pertama, namun TERGUGAT tetap tidak beritikad baik untuk
bersedia hadir dalam pertemuan atau Undangan Bipartit tersebut dan bahkan tetap tidak
mau membayarkan hak-hak TERGUGAT; (Bukti P-5)

41. Bahwa kemudian pada tanggal 05 November 2020, PENGGUGAT melalui Kuasa hukum
kembali mengirimkan Surat No. 54/Eks-Adv/Xl/2020 Yaitu Somasi (Teguran) terakhir
dan surat Tanggapan atas Jawaban Somasi dengan No.07/SSR-LIT/X/2020 kepada
TERGUGAT, akan tetapi baik Kuasa Hukum dan/atau TERGUGAT tetap tidak beritikad
baik untuk mengirimkan tanggapan atau jawaban atas somasi terakhir, TERGuGAT tetap
tidak hadir dalam pertemuan atau Undangan Bipartit tersebut sebagaimana yang di
jadwalkan dalam surat somasi terakhir, tetap tidak menjawab permintaan PENGGUGAT
dan tetap tidak membayarkan hak-hak TERGUGAT; (Bukti P-6)

42. Bahwa PENGGUGAT telah berusaha menyelesaikan permasalahan ketenagakerjaan


yang dilakukan oleh TERGUGAT dengan jalan musyawarah namun tidak mencapai
kesepakatan, bahkan  TERGUGAT menolak hadir dan tidak pernah sekalipun
menghadiri pertemuan Bipartit tersebut sebagaimana yang telah di jadwalkan dalam
Surat Somasi;

43. Bahwa dengan TERGUGAT menolak hadir dalam pertemuan Bipartit tersebut, maka
upaya penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui upaya bipartit dianggap
Halaman 10
gagal, sebagaimana ketentuan Pasal 3 Ayat (3) UU No. 2 Tahun 2004 disebutkan
bahwa :

“Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud


dalam ayat (2) salah satu pihak menolak untuk berunding atau telah
dilakukan perundingan tetapi tidak mencapai kesepakatan, maka
perundingan bipartit dianggap gagal”

IX. PENGGUGAT MENGAJUKAN UPAYA HUKUM TRIPARTIT NAMUN HASIL


ANJURAN DITOLAK TERGUGAT

44. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 4 Ayat (1) UU No. 2 Tahun 2004 tentan
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial disebutkan bahwa dalam hal perundingan
bipartit gagal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), maka salah satu atau kedua
belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan, disebutkan bahwa:

“Dalam hal perundingan bipartit gagal sebagaimana dimaksud dalam Pasal


3 ayat (3), maka salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan
perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya
penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan.”

45. Bahwa pada tanggal 13 Januari 2021 PENGGUGAT melalui kuasa hukum mengajukan
Surat Permohonan Mediasi (Tripartit) dengan surat Nomor: 115/Eks-Adv/I/2021 disertai
dengan melampirkan bukti-bukti, kepada Kepala Suku Dinas tenaga Kerja, Transmigrasi,
Dan Energi, Kota Administrasi Jakarta Selatan; (Bukti P-7)

46. Bahwa pada tanggal 21 April 2021, Mediator Suku Dinas tenaga Kerja, Transmigrasi,
Dan Energi, Kota Administrasi Jakarta Selatan, mengeluarkan Surat Anjuran Nomor:
2028/-1.835.3, menghasilkan pertimbangan dan anjuran sebagai berikut: (Bukti P-8)

1) Bahwa pekerja Sdr. Darius merupakan karyawan tetap pada PT. Hyppe Teknologi
Indonesia dengan Jabatan terakhir sebagai Graphic Design Staff sejak 2 Maret
2020 sesuai dengan perjanjian kerja nomor: 024/HR/HYPPE/PK/III/2020;

2) Bahwa permasalahan berawal karena perusahaan memutuskan hubungan kerja


pekerja lewat whatshap secara sepihak oleh perusahaan tanpa memberikan uang
kompensasi apapun;

3) Bahwa selama menjalani masa percobaan pada periode bulan Desember 2019
sampai dengan februari 2020 pekerja tidak mendapatkan gaji/upah, hal tersebut
tidak dapat dipertimbangkan mengingat upahadalah hak pekerja;

4) Bahwa tindakan perusahaan yang memutuskan hubungan kerja pekerja secara


sepihak tanpa memberikan uang kompensasi apapun adalah hal yang tidak dapat
Halaman 11

dipertimbangkan mengingat pekerja tidak pernah melakukan kesalahan maka


Pemutusan hubungan Kerja yang dilakukan oleh perusahaan dapat dipersamakan
dengan pemutusan hubungan kerja dengan alasan efisiensi sesuai dengan Pasal
164 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

5) Bahwa tindakan perusahaan yang menyatakan pekerja telah mengundurkan diri


adalah hal yang tidak wajar mengingat perusahaan tidak dapat menunjukan surat
pengunduran diri pekerja;

6) Bahwa pekerja yang meminta hak cuti selama 6 (enam) hari adalah wajar karena
cuti adalah hak pekerja.

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas guna penyelesaian perselisihan


hubungan industrian masalah dimaksid, dengan ini mediator;

MENGANJURKAN :

“Agar perusahaan PT Rightsledger Global Indonesia/atau PT Hyppe Teknologi


Indonesia yang beralamat di Gedung Sona Topas Lt.8, Jl. Jend. Sudirman Kav.
26- Jakarta Selatan membayarkan uang kompensasi pemutusan hubungan kerja
sebesar 2 (dua) kali Pasal 156 Ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1
(satu) kali Pasal 156 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan dengan rincian sebagai berikut:

a. Gaji selama masa percobaan Desember 2019


- Februari 2020 : 3x Rp. 4.267.349,00 = Rp 12.802.047,00

b. Pesangon sebesar (Upah Pokok dan Tunjangan


jabatan) : 2 x Rp 7.000.000,00 = Rp 14.000.000,00

c. Penggantian Hak 15%x Rp 14.000.000,00 = Rp 2.100.000,00


d. Cuti 6 (enam) hari : 6 x Rp 333.335,00 = Rp 2.000.000,00 +
Jumlah = Rp 30.902.047,00.

Agar kedua belah pihak wajib memberikan jawaban atas anjuran tersebut
selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima anjuran ini.

a. Apabila kedua belah pihak menerima Anjuran ini, maka Mediator akan
membantu membuat Perjanjian Bersama yang akan ditandatangani oleh para
pihak sebagai bukti Penyelesaian Perselisihan ini.
b. Apabila para pihak atau salah satu pihak menolak Anjuran, maka demi
Halaman 12

kepastian hukum atas pemenuhan hak dan kewajiban, salah satu pihak atau
kedua belah pihak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan
Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan tembusan kepada
Mediator Hubungan Industrial.”

47. Bahwa berdasarkan hasil anjuran tersebut, maka pada tanggal 17 Mei 2021
PENGGUGAT melalui kuasa hukum telah mengirimkan surat persetujuan hasil anjuran
kepada Mediator Suku Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi Kota Administrasi
Jakarta Selatan dengan Surat Nomor: 24/Eks-Adv/V/2021 dengan menyatakan secara
tegas menerima seluruh anjuran mediator tersebut, dengan alasan Surat Anjuran sudah
sesuai dengan ketentuan Perundang-Undangan yang berlaku di Indonesia, termasuk
putusnya hubungan kerja antara PENGGUGAT dan TERGUGAT karena efisiensi;
(Bukti P-9)

48. Bahwa pada tanggal 20 Mei 2021 PENGGUGAT melalui Kuasa Hukum tetap beritikad
baik untuk mengirimkan surat pelaksana anjuran dengan nomor: 33/Eks-Adv/V/2021
dengan maksud meminta kepada TERGUGAT untuk secara sukarela menjalankan isi
anjuran Mediator Suku Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi Kota Administrasi
Jakarta Selatan, namun sampai saat ini ajuran tersebut tetap tidak dilaksanakan oleh
TERGUGAT; (Bukti P-10)

49. Bahwa akibat gagalnya mediasi maka berdasarkan ketentuan pasal 5 UU No. 2 tahun
2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial disebutkan bahwa:

“Dalam hal penyelesaian melalui konsiliasi atau mediasi tidak mencapai


kesepakatan, maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan kepada
Pengadilan Hubungan Industrial.”

50. Bahwa setelah beragam upaya hukum telah PENGGUGAT lakukan, maka sudah
sewajarnya perkara aquo kami ajukan Kepada Ketua Pengadilan Hubungan Industrial
pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

X. SEBELUM PUTUSAN LEMBAGA PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN


INDUSTRIAL DITETAPKAN MAKA BAIK PENGUSAHA ATAU PEKERJA TETAP
MELAKSANAKAN KEWAJIBAN

51. Bahwa berdasarkan ketentuan pasal 155 ayat (2) UUTK disebutkan bahwa “selama
putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan maka
baik pengusaha atau pekerja tetap melaksanakan kewajibannya”, artinya selama belum
ada Keputusan Pengadilan Hubungan Industrial maka PENGGUGAT dan TERGUGAT
harus tetap menjalankan kewajibannya dan upah PENGGUGAT harus tetap dibayar oleh
TERGUGAT;

52. Bahwa PENGGUGAT pada dasarnya sejak diberhentikan secara sepihak pada September
2020 tetap berupaya untuk melakukan komunikasi dengan pihak-pihak TERGUGAT
demi mencari kejelasan terkait hak dan kewajiban PENGGUGAT sebagai pekerja
TERGUGAT, namun usaha tersebut tidak ditanggapi dengan baik oleh TERGUGAT,
Halaman 13

sehingga tidak ada alasan bagi TERGUGAT untuk tidak membayarkan upah
PENGGUGAT selama proses hukum berjalan, karena sejak awal telah ada itikad baik
dari PENGGUGAT untuk menunaikan kewajibannya;

53. Bahwa berdasarkan dua poin di atas, TERGUGAT harus tetap melaksanakan kewajiban
yaitu membayar seluruh gaji/upah PENGGUGAT sesuai dengan Surat Keputusan No.
005/SK/HRD/VI/2020 sebesar Rp. 7.000.000,00 (tujuh juta rupiah) per-bulan selama
proses berlangsung, yang diperhitungkan akan putus dan berkekuatan hukum tetap dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan. Oleh karena itu mohon kirannya Pengadilan
Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berkenan menghukum
TERGUGAT untuk membayar gaji/upah PENGGUGAT selama proses perkara sebesar :
12 bulan X Rp. 7.000.000,00 = Rp. 84.000.000,00 (delapan puluh empat juta rupiah)

XI. MOHON DILETAKAN SITA JAMINAN, PUTUSAN SERTA-MERTA (UIT


VOERBAAR BIJ VOORRAAD) DAN UANG DENDA (DWANGSOM)

54. Bahwa untuk efektifitas dan kepastian hukum serta tidak terjadinya gugatan yang sia-sia
dikemudian hari, maka mohon kiranya agar Pengadilan Hubungan Industrial Jakarta
meletakkan sita jaminan atas harta benda TERGUGAT baik yang bergerak maupun yang
tidak bergerak;

55. Mohon agar putusan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu meskipun ada upaya hukum
Kasasi dari TERGUGAT (uit voerbaar bij voorraad);

56. Apabila TERGUGAT lalai atau terlambat melaksanakan putusan ini mohon kiranya
TERGUGAT dihukum untuk membayar uang denda (dwangsom) sebesar Rp. 1,000,000,-
(satu juta rupiah) setiap hari lalai/terlambat melaksanakan isi putusan perkara ini.

Bahwa berdasarkan seluruh uraian-uraian tersebut diatas, maka PENGGUGAT memohon


agar kiranya Pengadilan Hubungan Industrial DKI Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat c.q Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara aquo, berkenan memutus
sebagai berikut;

1. Menerima dan Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk seluruhnya;


2. Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Undang-
Undang Ketenagakerjaan RI No. 13 Tahun 2003;
3. Menyatakan Hubungan Kerja antara Penggugat dengan Tergugat Putus karena efisiensi;
4. Menghukum Tergugat untuk membayar hak-hak Penggugat sebagai berikut;

a. Gaji selama masa 3x Rp. 4.267.349,00 = Rp 12.802.047,00


percobaan Desember
2019 - Februari 2020
b. Pesangon sebesar (Upah 2 x Rp 7.000.000,00 = Rp 14.000.000,00
Pokok dan Tunjangan
jabatan)
c. Penggantian Hak 15%x Rp 14.000.000,00 = Rp 2.100.000,00
d. Cuti 6 (enam) hari 6 x Rp 333.335,00 = Rp 2.000.000,00
e. Jumlah = Rp 30.902.047,00.
Halaman 14

f. Upah selama proses 12 bulan X = Rp. 84. 000. 000,00


hukum Rp.7.000.000,00,-
g. Total Keseluruhan = Rp. 114. 902.047,00.

5. Menghukum Tergugat untuk membayar uang denda (dwangsom) sebesar Rp. 1,000,000,-
(satu juta rupiah) setiap hari lalai/terlambat melaksanakan isi putusan perkara ini;
6. Meletakkan sita jaminan atas harta benda Tergugat baik yang bergerak maupun yang
tidak bergerak;
7. Menyatakan putusan ini dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun ada upaya hukum
kasasi dari Tergugat (uit voerbaar vij voorraad);
8. Membebaskan biaya perkara atau membebankan kepada negara karena nilai gugatan
kurang dari Rp. 150,000,000,- (seratus lima puluh juta rupiah);

Atau, bilamana Majelis Hakim yang mulia berpendapat lain Penggugat mohon putusan
yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Hormat kami,
Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI)
KUASA HUKUM BAPAK DARIUS

ADE NUGROHO W., S.H. GINA SABRINA, S.H. CHIKITA EDRINI M., S.H.,

JALES PURBA, S.H., JULIUS IBRANI, S.H. MAFRIZAL, S.H.

RIZKY SIANIPAR, S.H.,M.H., Sabar Daniel Hutahaean, S.H, M.Kn. SHANDY BOY H. S., S.H.
Halaman 15

SUKMA MURTI EKA C. S., S.H. TOTOK YULIYANTO, S.H. YUSUF SANJAYA, S.H.
Halaman 16

Anda mungkin juga menyukai