Anda di halaman 1dari 2

Perselisihan antara buruh dan pengusaha kerap sekali terjadi.

Baru-baru ini,
puluhan pekerja Carrefour Indonesia menggelar aksi demonstrasi di depan
Pengadilan Hubungan Industrial Jakarta. Mereka menolak pemutusan
hubungan kerja (PHK) yang dimohonkan pihak manajemen Carrefour cabang
Buaran Jakarta Timur ke Pengadilan Hubungan Industrial Jakarta. Pasalnya
PHK yang dilakukan disinyalir sarat dengan tindakan pemberangusan serikat
pekerja. Karena hampir seluruh pengurus Serikat Pekerja Carrefour
Indonesia (SPCI) cabang Buaran itu diskorsing untuk menuju PHK.

Tidak hanya perselisihan PHK, berdasarkan pasal 2 Undang-Undang Nomor 2


Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU No.
2/2004), perselisihan antara pekerja/buruh dengan pengusaha juga dapat
diakibatkan karena adanya perselisihan hak dan perselisihan kepentingan.

Contoh kasus yang lumayan baru terjadi adalah ketika PHI Jakarta
menyidangkan perselisihan kepentingan antara PT Freeport Indonesia
dengan serikat pekerjanya[1]. Perselisihan ini adalah kelanjutan dari
gagalnya perundingan antara manajemen dengan serikat pekerja untuk
membahas masalah kenaikan upah yang bakal diatur dalam Perjanjian Kerja
Bersama (PKB). Lantaran deadlock, manajemen lalu mengajukan gugatan
yang isinya meminta agar majelis hakim menyatakan prosentase kenaikan
gaji yang bakal diatur dalam PKB adalah sesuai yang ditawarkan
perusahaan.

Walau perselisihan tersebut berujung damai, perusahaan dan juga serikat


pekerja- tentu sudah mengeluarkan banyak waktu, tenaga, pikiran dan
pastinya biaya. Bahkan sangat mungkin perusahaan demikian juga
pekerja- mengalami kerugian akibat aksi pemogokan pekerja Freeport
tersebut.

Cuplikan kasus perselisihan hubungan industrial di PT Carrefour Indonesia


dan PT Freeport Indonesia di atas hanya gambaran kecil dari sedemikian
banyaknya kasus perselisihan hubungan industrial. Dan ironisnya, tak jarang
kasus-kasus tersebut terjadi hanya karena para pelaku hubungan industrial
kurang memahami aturan dan ketentuan yang berlaku dalam hukum
ketenagakerjaan. Baik itu aturan materil maupun formil ketenagakerjaan.

Selain itu, pada praktiknya, pemahaman para pelaku hubungan industrial


atas ketentuan hukum ketenagakerjaan saja dirasa belum cukup untuk
mewujudkan hubungan industrial yang harmonis dan berkeadilan.
Kemampuan lain seperti teknik negosiasi dan pendokumentasian seharusnya
juga dimiliki mengingat UU No 2/2004 telah mengatur secara limitatif
mengenai tahapan dan batas waktu penyelesaian perkara perselisihan
hubungan industrial.

Untuk itulah maka www.hukumonline.com, pada 2 3 Mei 2012 lalu telah


menyelenggarakan Pelatihan hukumonline.com 2012 dengan mengangkat
tema Pelatihan Hubungan Industrial Hukumonline 2012 (Strategi
Menyikapi Putusan MK Tentang Upah Proses Dalam Rangka PHK dan Teknik
Negosiasi dan Penyusunan Dokumen dalam Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial).

Dalam membahas tema tersebut, hukumonline.com mengundang beberapa


pengajar yaitu:

1. Umar Kasim, S.H., M.H., CN. (Kementrian Tenaga Kerja dan


Transmigrasi) yang memaparkan mengenai Strategi Menyikapi Putusan
MK Tentang Upah Proses Dalam Rangka PHK;

2. A. Kemalsjah Siregar, S.H.(Kemalsjah & Associates) yang


memaparkan mengenai Teknik Negosiasi dan Penyusunan Dokumen
dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Secara keseluruhan, pelatihan berjalan dengan lancar. Para peserta pun


terlihat antusias dalam mengikuti pelatihan 2 (dua) hari tersebut.

Pelatihan yang dhadiri oleh 40 peserta, diselenggarakan di Gd. Pusdiklat


Perum Bulog, Jl. Kuningan Timur Blok M2 No. 5, Kuningan Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai